Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

KEPERAWATAN ONKOLOGI
TUMOR MEDULA SPINALIS: ASUHAN KEPERAWATAN DAN
PENATALAKSANAAN

KELOMPOK 2 AJ 1 B20
Imelda Mbati Mbana 131711123022
Ria Sabekti 131711123041
Reza Dwi Agustiningrum 131711123050
Yayuk Ratnasari Dewi Anggreni 131711123061
Marini Stefani Baker 131711123062
Abraham Steven Yotlely 131711123067

UNIVERSITAS AIRLANGGA
PRODI PENDIDIKAN NERS
2018
MAKALAH
KEPERAWATAN ONKOLOGI
TUMOR MEDULA SPINALIS: ASUHAN KEPERAWATAN DAN
PENATALAKSANAAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Onkologi

KELOMPOK 2 AJ 1 B20
Imelda Mbati Mbana 131711123022
Ria Sabekti 131711123041
Reza Dwi Agustiningrum 131711123050
Yayuk Ratnasari Dewi Anggreni 131711123061
Marini Stefani Baker 131711123062
Abraham Steven Yotlely 131711123067

UNIVERSITAS AIRLANGGA
PRODI PENDIDIKAN NERS
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan anugrahnya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Tumor Medula Spinalis: Asuhan Keperawatan Dan Penatalaksanaan” dapat
terselesaikan tepat pada waktu dan sesuai dengan harapan.
Makalah ini dapat terselesaikan bukan semata-mata usaha sendiri
melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui
kesempatan ini penulis mengucap banyak terima kasih kepada :
1. Lailatun Ni`mah, S.Kep.Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Onkologi yang telah meluangkan waktu, dalam pelaksanaan
pengarahan, dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
2. Rekan-rekan kelompok telah membantu memberikan semangat dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan,
oleh karena itu saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan studi kasus ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.

Surabaya, September 2018


Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kanker adalah salah satu penyakit yang bermula ketika sel abnormal
diubah oleh mutasi genetik dari DNA selular. Sel abnormal ini membentuk klon
dan mulai berpoliferasi secara abnormal dan merusak pengaturan pertumbuhan sel
tersebut (Brunner & Suddarth, 2002). Kanker menjadi penyebab kematian (8,8
juta) nomor dua didunia setelah penyakit kardiovaskular (WHO, 2015). Faktor
penyebab tumbuhnya kanker bersifat internal dan eksternal. Tumor medula
spinalis memang merupakan salah satu penyakit yang jarang terjadi dan karena
itulah banyak masyarakat yang belum mengetahui gejala-gejala serta bahaya dari
penyakit ini. Pada umumnya, penderita yang datang berobat ke dokter atau ke
rumah sakit sudah dalam keadaan parah (stadium lanjut) sehingga cara
penanggulangannya hanya bersifat life-saving (Hakim, 2006).
Insiden kanker terus meningkat dari 12,7 juta pada tahun 2008 hingga
menjadi 14,1 juta kasus pada tahun 2012 (WHO, 2013). Jumah kasus tumor
medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang
terjadi pada susunan saraf pusat dengan perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus
per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama dengan
wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor
terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen
lumbosakral (Huff, 2010). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi penderita penyakit kanker sekitar 1,4% per
penduduk atau 347.792 orang, dengan prevalensi terbesar oleh kanker serviks
(0,8%) dan kanker payudara (0,5%) (Kemenkes, 2015).
Pengelolaan kanker yang komprehensif harus dimulai dari deteksi awal
berupa penilaian fisik dan evaluasi diagnostik, konsultasi pada ahli onkologi
tentang prognosis penyakit hingga dilakukannya terapi definitif. Terdapat
beberapa metode yang dapat digunakan untuk terapi kanker, yaitu pembedahan,
kemoterapi, imunoterapi, terapi hormon atau terapi endokrin, transplantasi sel
induk dan terapi radiasi (WHO, 2008). Pengobatan kanker tergantung pada jenis
atau tipe kanker yang diderita dan darimana asal kanker tersebut (Dharmais,
2008). Tumor medula spinalis terbagi menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor
sekunder. Tumor primer merupakan tumor yang berasal dari medula spinalis itu
sendiri sedangkan tumor sekunder merupakan anak sebar (mestastase) dari tumor
di bagian tubuh lainnya. Tumor medula spinalis umumnya bersifat jinak (onset
biasanya gradual) dan dua pertiga pasien dioperasi antara 1-2 tahun setelah onset
gejala. Gejala pertama dari tumor medula spinocerebellar penting diketahui
karena dengan tindakan operasi sedini mungkin, dapat mencegah kecacatan
(Hakim, 2006).
Seluruh tenaga kesehatan terlebih perawat diharapkan mampu memberikan
perawatan atau manajemen pada pasien kanker baik perawatan gejala hingga pada
perawatan pasca pengobatan. Tujuan utama pengelolaan pasien kanker sangat
penting untuk dapat meningkatkan kualitas hidup (quality of life). Penanganan
kanker memerlukan penanganan multi disiplin yang meliputi psikologi, onkologi
medik, onkologi radiasi, bedah, anastesi, dan rehabilitasi medic (Supriana dkk,
2010).

1.2 TUJUAN
a. Tujuan Intruksional Umum :
Mahasiswa mampu memahami dan menyusun asuhan keperawatan
onkologi pada pasien dengan tumor medulla spinalis.
b. Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori dan masalah tumor
medulla spinalis.
2. Mahasiswa mampu meyusun asuhan keperawatan onkologi pada
pasien dengan tumor medulla spinalis.

1.3 MANFAAT
a. Teoritis
Menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan secara
komprehensif khususnya keperawatan onkologi terkait dengan tumor
medulla spinalis.
b. Praktis
Bagi penulis dapat mempraktikkan teori yang didapat, secara langsung di
lapangan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
terkait tumor medulla spinalis.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Tumor Medula Spinalis


Tumor medulla spinalis adalah salah satu tumor yang menyerang pada
sumsum tulang belakang dimana sel-sel abnormal tumbuh dan membentuk massa
atau benjolan, bisa bersifat jinak (benigna) atau ganas (maligna) (Cancer Council
Australia, 2018; Satyanegara, 2010).

2.2 Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,
sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma
(Hakim, 2006).
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu
sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam
tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1 (Price,
2006).
a. Tumor ekstradural
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari
dalam ruang ekstradural. Tumor ekstradural terutama merupakan metastasis
dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.
b. Tumor intardural
Tumor intradural dibagi menjadi :
1) Tumor ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara dura dan medulla spinalis. Tumor ini
biasanya neurofibroma atau meningioma (tumor pada meningen).
Neurofibroma berasal dari radiks saraf dorsal. Kadang-kadang
neurofibroma tumbuh menyerupai jam pasir yang meluas kedalam ruang
ekstradural. Sebagian kecil neurofibroma mengalami perubahan
sarkomatosa dan menjadi infasis atau bermetastasis. Meningioma pada
umunya melekat tidak begitu erat pada dura, kemungkinan berasal dari
membran araknoid, dan sekitar 90% dijumpai di regio toraksika. Tumor
ini lebih sering terjadi pada wanita usia separuh baya. Tempat tersering
tumor ini adalah sisi posterolateral medula spinalis. Lesi medula spinalis
ektramedular menyebabkan kompresi medula spinalis dan radiks saraf
pada segmen yang terkena.
2) Tumor Intramedular
Tumor intramedular berasal dari medulla spinalis itu sendiri. Struktur
histologi tumor intramedular pada dasarnya sama dengan tumor
intrakranial. Lebih dari 95% tumor ini adalah glioma. Berbeda dengan
tumor intrakranial, tumor intra medular cenderung lebih jinak secara
histologis. Sekitar 50% dari tumor intramedular adalah ependimoma, 45%
persenya adalah atrositoma dan sisanya adalah ologidendroglioma dan
hemangioblastoma. Ependimoma dapat terjadi pada semua tingkat medula
spinalis tetapi paling sering pada konus medularis kauda ekuina. Tumor-
tumor intramedular ini tumbuh ke bagian tengah medula spinalis dan
merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron substansia
grisea.

Gambar 2.1 (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-


ekstramedular, dan (C) Tumor Ekstradural
Sumber: http://www.draryan.com/Portals/0/spinal%20cord%20tumors.jpg

Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya


Intradural
Ekstra dural Intradural intramedular
ekstramedular
 Chondroblastoma  Ependymoma, tipe  Astrocytoma
 Chondroma myxopapillary  Ependymoma
 Hemangioma  Epidermoid  Ganglioglioma
 Lipoma  Lipoma  Hemangioblastoma
 Lymphoma  Meningioma  Hemangioma
 Meningioma  Neurofibroma  Lipoma
 Metastasis  Paraganglioma  Medulloblastoma
 Neuroblastoma  Schwanoma  Neuroblastoma
 Neurofibroma  Neurofibroma
 Osteoblastoma  Oligodendroglioma
 Osteochondroma  Teratoma
 Osteosarcoma
 Sarcoma
 Vertebral
hemangioma

2.3 Etiologi
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel
kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut (National Institute
of Neurological Disorders and Stroke, 2005).
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat
genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada
anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma
dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan
pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien
dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas
dari kromosom 3 (Harrop & Sharan, 2009).
2.4 WOC
Perkembangan awal dari embrio

Kelainan kongenital

Kegagalan penutupan elemen saraf


dari kanalis spinalis

Defek pada arkus posterior

Kegagalan fungsi arkus posterior


vertebra pada daerah lumbosakral

sina bipida okulta spina bipida aperta

terlibatnya struktur saraf

paralisis spastik peningkatan TIK Nyeri

Resiko cidera
resiko tinggi cidera resiko herniasi defisit neurologis

paralisis visera paralisis motorik

kehilangan sesoris
urine anggota gerak bawah
Gangguan inkontinensia
urin

Intoleransi
aktifitas
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi
dalam tiga tahapan, yaitu:
 Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
 Sindroma Brown Sequard
 Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis
dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%
nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan
oleh tumor medula spinalis bila: Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan,
disertai gejala traktus piramidalis; serta lokasi nyeri radikuler diluar daerah
predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1.
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah
tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks. Nyeri biasanya diperberat dengan
gerakan batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat terjadi pada malam hari.
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TTIK seperti:
a. hidrosefalus,
b. nyeri kepala,
c. mual dan muntah,
d. papiledema,
e. gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan.
Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar
protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di dalam
kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu
hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari
neoplasma intraspinal primer (Mumenthaler & Mattle, 2006). Bagian tubuh yang
menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di sepanjang medula
spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel dengan
lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah
medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar
ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau
membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan
nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada
segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada
tungkai (National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2005).
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat
dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi Tanda dan Gejala
Foramen Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat
Magnum sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering
adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas
yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat
barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien
yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya
sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,
disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan
muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup
hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX
hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi
radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga
menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian
atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai
darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada
umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan.
Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat
menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,
brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang
tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6,
melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7
menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan
pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri
akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal
bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor
(umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang
mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak
segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf
desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi.
Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi
refleks perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan
mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas
tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks
pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya
dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian
bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan
kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta
kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah
perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan
kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah
sakral bagian bawah.
Kauda Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-
Ekuina tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau
perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis
flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan
terkadang asimetris.

2.5.1 Tumor Ekstradural


Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi
pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat
merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari,
minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,
yang mulanya hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin
menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat
gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini
dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae,
nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.
a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural (Mumenthaler & Mattle, 2006)
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis
keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon,
tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma.
 Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi
metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks,
sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah
lumbosakral.
 Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level
torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1
cm).
 Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang
tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada
penekanan atau palpasi.

2.5.2 Tumor Intradural-Ekstramedular


Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik
progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak
adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
Neurinoma (Schwannoma) Meningioma
 Berasal dari radiks dorsalis  ± 80% terletak di regio thorakalis
 Kejadiannya ± 30% dari tumor dan ±60% pada wanita usia
ekstramedular pertengahan
 2/3 kasus keluhan pertamanya  Pertumbuhan lambat
berupa nyeri radikuler, biasanya  Pada ± 25% kasus terdapat nyeri
pada satu sisi dan dialami dalam radikuler, tetapi lebih sering
beberapa bulan sampai tahun, dengan gejala traktus piramidalis
sedangkan gejala lanjut terdapat dibawah lesi, dan sifat nyeri
tanda traktus piramidalis radikuler biasanya bilateral
 39% lokasinya disegmen thorakal dengan jarak waktu timbul gejala
lain lebih pendek

2.5.3 Tumor Intradural-Intramedular


Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa
terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan
seperti electric shock like pain (Lhermitte sign).
Ependimoma Astrositoma Hemangioblastoma
 Rata-rata penderita  Prevalensi pria sama  Gejala muncul
berumur di atas 40 dengan wanita pertama kali saat
tahun  Nyeri terlokalisir pada memasuki usia 40
 Wanita lebih tulang belakang tahun
dominan  Nyeri bertambah saat  Penyakit herediter
 Nyeri terlokalisir di malam hari (misal, Von Hippel-
tulang belakang  Parestesia (sensasi Lindau Syndrome)
 Nyeri meningkat abnormal) tampak pada 1/3
saat malam hari atau dari jumlah pasien
saat bangun keseluruhan.
 Nyeri disestetik  Penurunan sensasi
(nyeri terbakar) kolumna posterior
 Menunjukkan gejala  Nyeri punggung
kronis terlokalisir di
 Jenis miksopapilari sekitar lesi
rata-rata pada usia
21 tahun, pria lebih
dominan

2.6 Diagnosis (National Institute of Neurological Disorders and Stroke,


2005).
Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula
spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di
bawah ini.
a. Laboratorium
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan
xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam
mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor
medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah
menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang
komplit.
b. Foto Polos Vertebrae
Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan
ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada
tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi
patologis, scalloping badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik
(mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca payudara.
c. CT-scan
CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan
terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan
ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan
dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter
mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor.
d. MRI
Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang
mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan
gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas
dibandingkan dengan CT-scan.

2.7 Diagnosis Banding (Harrop & Sharan, 2009)


 Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
 Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders
 Mechanical Back Pain
 Brown-Sequard Syndrome
 Infeksi Medula Spinalis
 Cauda Equina Syndrome

2.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi
secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post
operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif
secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi
dengan terapi radiasi post operasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor
medulla spinalis adalah :
a. Deksamethason: 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus,
mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis).
b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik
 Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya
dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi
bertulang; analgesik untuk nyeri.
 Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 3000-
4000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas
dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi
dengan komplikasi yang lebih sedikit.
c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan
derajat blok dan kecepatan deteriorasi
 bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat:
penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi,
teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV
setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama
radiasi, selama 2 minggu.
 bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan
deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama
perawatan sesuai toleransi.
d. Radiasi
Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak
dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy.
e. Pembedahan
Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan
teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan
pada pembedahan tumor medula spinalis.
Indikasi pembedahan:
 Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi
bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat
terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan
sebagai metastase.
 Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal).
 Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,
kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya
terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal
atau melanoma.
 Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal.

2.9 Komplikasi (Harrop and Sharan, 2009; Satyanegara, 2010)


Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:
 Paraplegia
 Quadriplegia
 Infeksi saluran kemih
 Kerusakan jaringan lunak
 Komplikasi pernapasan
Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah:
 Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi
pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang
belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis.
 Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat
terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan
hidrosefalus.

2.10 Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun) (Satyanegara, 2010).

2.11 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Tumor Medula Spinalis


A. PENGKAJIAN
1. Data dasar : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, alamat,
golongan darah dan penghasilan.
2. Riwayat kesehatan : apakah klien pernah terpajan zat zat kimia tertentu?,
riwayat tumor pada keluarga, penyakit yang mendahului seperti sklerosis
TB dan penyakit neurofibromatosis dan kapan gejala mulai timbul.
3. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan / keletihan, kaku dan hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia,
masalah dalam keseimbangan, perubaanpola istirahat, adanya
faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas,
keterbatasan dalam hobi dan dan latihan
4. Sirkulasi
Gejala : nyeri punggung pada saat beraktivitas.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah atau normal, perubahan
frekuensi jantung.
5. Integritas Ego
Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian.
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
6. Eliminasi : Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan
fungsi.
7. Makanan / cairan
Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera.
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
8. Neurosensori
Gejala : Amnesia, vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,
tingling dan baal pad aekstremitas, gangguan pengecapan dan penghidu.
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, deviasi pada mata ketidakmampuan mengikuti,
kehilangan penginderaan, wajah tidak simetris, genggaman lemah
tidak seimbang, reflek tendon dalam lemah, apraxia, hemiparese,
quadriplegi, kejang, sensitiv terhadap gerakan
9. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dri rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.
10. Pernapasan
Tanda : perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial
obstruksi.
11. Hormonal : Amenorhea, rambut rontok, dabetes insipidus.
12. Sistem Motorik : scaning speech, hiperekstensi sendi, kelemahan
13. Keamanan
Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar
matahari berlebihan.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi
14. Seksualitas.
Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat
kepuasan)
15. Interaksi sosial : ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan
(kepuasan rumah tangga, dukungan) dan fungsi peran.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi
saraf,peningkatan TIK ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena
perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah
condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas,
penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahanpola
tidur, menarik diri secara fisik.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau imobilisasi
karena paralisis motorik yang menyebabkan kelemahan ekstermitas bagian
bawah.
3. Resiko cidera berhubungan dengan tidak berfungsinya sensoris yang
disebabkan oleh paralisis spatik.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
- Nyeri akut NOC NIC
berhubungan - Level Nyeri Tehnik Relaksasi dan
dengan agen Indikator Awal Akhir Manajemen Nyeri
cidera fisik, Laporkan a) Kaji secara menyeluruh
kompresi frekuensi tentang nyeri termasuk
saraf atau nyeri lokasi, durasi,
peningkatan Kaji frekuensi, intensitas, dan
TIK. frekuensi faktor penyebab.
nyeri b) Monitor tanda vital
Lamanya sebelum dan sesudah
nyeri pemberian analgesik.
berlangsung c) Observasi isyarat non
Ekspresi verbal dari
wajah ketidaknyamanan
terhadap (ekspresi wajah).
nyeri d) Anjurkan klien untuk
Perubahan melakukan teknik
tanda vital relaksaasi : bernapas
dalam, pernapasan perut,

- Kontrol Nyeri atau distrasi dengan

Indikator Awal Akhir menonton televisi atau


Mengenal kompres hangat atau
faktor dingin untuk mengurangi
penyebab fokus pada nyeri.
Gunakan e) Kolaborasi dalam
tindakan pemberian analgetik
pencegahan dengan tepat.
Gunakan Tidur
tindakan f) Observasi kondisi fisik
non (apnea tidur, nyeri dan
analgetik frekuensi buang air
Gunakan kecil), kondisi psikologis
analgetik (ketakutan atau
yang tepat kecemasan), pola tidur
Perubahan dan jam tidur yang
tanda vital mengganggu tidur klien.
Keterangan : Manajemen lingkungan :
1. Ekstrim 4. Ringan kenyamanan
2. Berat 5. Tidak g) Sesuaikan lingkungan
ada yang tenang (misal,
3. Sedang pembatasan jam
berkunjung dan waktu
Setelah diberikan asuhan tenang dalam
keperawatan selama 3x24 jam memberikan tindakan ke
diharapkan : pasien, cahaya kamar
- Klien mampu mengontrol yang redup, kebisingan,
nyeri. untuk meningkatkan
- Klien melaporkan bahwa relaksasi dan
nyeri berkurang dengan kenyamanan tidur.
manajemen nyeri. h) Bantu klien
- Klien mampu mengenali menghilangkan situasi
level nyeri. ketidaknyamanan
- Tanda vital dalam rentang sebelum tidur dengan
normal. terapi relaksasi (misal,
- Klien melaporkan bahwa dengan musik klasik atau
gangguan tidur berkurang. musik dengan irama
lambat).

Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
e. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
i. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

Intoleransi NOC NIC


aktivitas - Energy conservation Activity Therapy
berhubungan - Activity tolerance a. Kolaborasikan dengan
dengan adanya - Self Care : ADLs tenaga rehabilitasi medik
kelemahan fisik, Setelah dilakukan tindakan dalam merencanakan
sehubungan keperawatan selama 3x 24 program terapi yang
adanya nyeri dan jam diharapkan pasien dapat tepat
ketidaknyamanan toleran terhadap aktivitas b. Bantu klien untuk
atau tirah baring dengan kriteria hasil: mengidentifikasi
atau imobilisasi - Berpartisipasi dalam aktivitas yang mampu
karena paralisis aktivitas fisik tanpa dilakukan
motorik yang disertai peningkatan c. Bantu untuk memilih
menyebabkan tekanan darah, nadi dan aktivitas konsisten yang
kelemahan RR sesuai dengan
ekstermitas - Mampu melakukan kemampuan fisik,
bagian bawah. aktivitas sehari-hari psikologi dan social
(ADLs) secara mandiri d. Bantu untuk
- Tanda-tanda vital mengidentifikasi dan
normal mendapatkan sumber
- Energy psikomotor yang diperlukan untuk
- Level kelemahan aktivitas yang
- Mampu berpindah: diinginkan
dengan atau tanpa e. Bantu untuk
bantuan alat mendapatkan alat
- Status kardiopulmunari bantuan aktivitas seperti
adekuat kursi roda, krek
- Sirkulasi status baik f. Bantu untuk
- Status respirasi : mengidentifikasi
pertukaran gas dan aktivitas yang mampu
ventilasi adekuat dilakukan
g. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
h. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
i. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
j. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
k. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
Resiko cidera Risk Kontrol NIC :
berhubungan Immune status  Environment
dengan tidak Safety Behavior Management (Manajemen
berfungsinya lingkungan)
sensoris yang Setelah dilakukan tindakan a. Sediakan lingkungan yang
disebabkan oleh keperawatan, tidak mengalami aman untuk pasien
paralisis spatik. injury dengan kriterian hasil: b. Identifikasi kebutuhan
a. Klien terbebas dari keamanan pasien, sesuai
cedera dengan kondisi fisik dan
b. Klien mampu fungsi kognitif pasien
menjelaskan cara/metode dan riwayat penyakit
untukmencegah terdahulu pasien
injury/cedera c. Menghindarkan
c. Klien mampu lingkungan yang
menjelaskan factor risiko berbahaya (misalnya
dari lingkungan/perilaku memindahkan perabotan)
personal d. Memasang side rail
d. Mampumemodifikasi tempat tidur
gaya hidup e. Menyediakan tempat tidur
untukmencegah injury yang nyaman dan bersih
e. Menggunakan fasilitas f. Menempatkan saklar
kesehatan yang ada lampu ditempat yang
f. Mampu mengenali mudah dijangkau pasien.
perubahan status g. Membatasi pengunjung
kesehatan h. Memberikan penerangan
yang cukup
i. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
j. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
k. Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
l. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
BAB 3
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Na ma : Tn. YS
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Banyubiru, Semarang

2. Keluhan Utama
Terasa lemas pada ke empat ekstremitas

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak setahun yang lalu, pasien mengeluh kesemutan pada kedua lutut sampai
telapak kaki. Kesemutan timbul terus menerus. Kesemutan dirasa semakin lama
semakin parah. Pasien dipijit kakinya untuk mengurangi gejala namun tidak
berkurang. Selain kesemutan, pasien juga mengeluh ada perbedaan sensasi raba
antara pusar ke atas dengan pusar ke bawah, pusar ke bawah tidak merasakan
sensasi apa-apa, baik disentuh, dicubit atau terkena panas. Rasa baal pada kedua
lutut sampai kedua telapak kaki tidak disertai nyeri. Punggung bawah kanan dan
kiri terasa nyeri. Punggung bawah terasa nyeri 3-4 bulan terakhir. Pasien juga
merasakan kaku pada leher dan kedua lengan. Nyeri terasa seperti ada sensasi
panas. Nyeri terasa terus menerus. Nyeri bertambah bila pasien terlalu lama
duduk atau tiduran dan berkurang bila pasien berusaha mengubah-ubah posisi.
Kedua tangan dan kaki bisa digerakan. Pasien bisa berdiri,tetapi hanya bertahan
±1-2 detik saja. Pasien tidak bisa berjalan. Enam bulan SMRS, pasien mengeluh
susah BAK dan BAB. Sensasi keinginan untuk berkemih dan BAB ada, tapi
untuk mengeluarkannya tidak ada kekuatan. Sulit BAK dapat diatasi dengan
pemasangan kateter. Pasien datang ke poliklinik saraf RSUD Ambarawa dengan
keluhan tidak bisa berjalan. Rutin kontrol, namun untuk mengetahui diagnosis
pasti dan pengobatan lebih lanjut, dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi. Pasien menjalani
rawat inap selama 11-26 Agustus 2015. Nafsu makan tidak turun. Penurunan
berat badan ada, namun tidak drastis. Demam sebelum keluhan kesemutan dan
baal pada kedua tungkai tidak dikeluhkan. Keluhan nyeri kepala dan pusing
disangkal, kejang disangkal. Tidak ada gangguan dalam berkomunikasi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengatakan lemas pertama kali dirasakan pada lengan kanan lebih
dari 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, lemas dirasakan semakin memberat dan
diikuti pada lengan kiri dan kedua tungkai 1 bulan. Semakin hari semakin
memberat hingga lengan dan tungkai tidak dapat digunakan untuk aktivitas sehari-
hari. Klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan
cedera pada kepala atau pun leher.
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat cedera kepala, leher, punggung: disangkal
Riwayat keluhan serupa : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan tidak memiliki riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus,
Alergi

6. Riwayat Psikososiospiritual
Klien mengatakan merasa ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.

7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda –tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 80 x/m
Laju pernafasan : 20 x/m
Suhu : 36,7˚C

 Kepala : Normocephale
 Mata : CA -/-, SI -/-
 Hidung : Sekret -/-, deviasi –
 Mulut : Mukosa kering, sianosis –
 Leher : Pembesaran KGB – , Kuduk kaku +
 Paru
- Inspeksi: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
- Palpasi: Fremitus kanan dan kiri simetris bilateral
- Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler bronkhial +/+ , rh -/-, wh -/-
 Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
- Palpasi : Ikrus cordis tidak teraba .
- Perkusi : Tidak ada pembesaran batas jantung
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
- Auskultasi : Bising Usus (+)
 Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior : Akral hangat , capillary refil test < 2 detik,
tidak terdapat edema
 Status Neurologis
o Kesadaran : E4M6V5
o Tanda Rangsangan Meningeal
- Kaku Kuduk : Negatif
- Kernig Sign : Negatif
- Lasegue sign : Negatif
- Brudzinski : Negatif

o Pemeriksaan nervus cranialis


N. I (N. Olfaktorius)
ND : Tidak dilakukan
NS : Tidak dilakukan
N. II (N. Optikus)
OS : Refleks cahaya langsung +/+, warna normal
OD : Refleks cahaya langsung +/+, warna normal
N. III (N. Oculomotor)
Refleks akomodasi : Baik
Refleks cahaya tidak langsung +/+
N. IV (N. Trochlearis)
OD : Lesi –
OS : Lesi –
N. V (N. Trigeminus)
Sensorik
N. I : Lesi –
N. II : Lesi –
N. III : Lesi –
Motorik
Menggigit : Lesi –
Membuka rahang : Lesi –
N. VI (N. Facialis)
OD : Lesi –
OS : Lesi –
N. VII (N. Trigeminus)
Sensorik (pengecap 2/3 anterior lidah) : tidak diperiksa
Motorik
Mengangkat alis : Lesi –
Menggembungkan pipi : Lesi –
Mencucu : Lesi –
Meringis : Lesi –
N. VII (N. Vestibulocochlear)
Gesekan jari : Normal
Detik jam : Tidak dilakukan
Tes Berbisik : Tidak dilakukan
N. IX (N. Glossopharyngeal)
Sensorik (pengecap 1/3 bagian posterior lidah) : Tidak dilakukan
Motorik (refleks menelan) :Normal
N. X (N. Vagus)
Refleks muntah : Tidak dilakukan
Letak uvula : Normal
N. XI (N. Acessory)
Mengangkat bahu : Normal
Memalingkan kepala : Normal
N. XII (N. Hypoglossal)
Deviasi lidah : Lesi –
Atrofi lidah : Lesi –
Artikulasi : Lesi –
Pemeriksaan motorik
Gerakan abnormal / involunter : Negatif
Kekuatan :3333/4444
3333/4444
Tonus : Normal
Trofi : Normal
Refleks Fisiologis
Ekstremitas atas
Biceps : ++/++
Triceps : ++/++
Ekstremitas bawah
Patella : +++/+++
Achilles : ++/++
Refleks Patologis
Ekstremitas atas
Hoffmaan : Positif
Tromner : Positif
Ekstremitas bawah
Babinski : +/-
Chaddock : Negatif
Oppenheim : Negatif
Gordon : Negatif
Klonus
Patella : Negatif
Achilles : Positif
o Pemeriksaan sensorik
Rangsangan raba : Hipestesi ekstremitas kanan
Rangsangan nyeri : Hipestesi ekstremitas kanan
Rangsangan suhu : Tidak diperiksa
Proprioseptif : Normal
Diskriminasi dua titik : Tidak diperiksa
o Pemeriksaan sistem saraf
BAB : Dalam batas normal
BAK : Dalam batas normal
Berkeringat : Dalam batas normal
o Pemeriksaan fungsi luhur
Memory : Normal
Kognitif : Normal
Visuospatial : Tidak dilakukan
o Pemeriksaan koordinasi
Disdiadokokinesia : Negatif
Tes telunjuk hidung : Negatif
Analisa Data

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut/ kronis berhubungan dengan agen pencidera fisik, kompresi saraf.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kelemahan fisik,
sehubungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan
Intervensi Keperawatan

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
- Nyeri akut NOC NIC
berhubungan - Level Nyeri Tehnik Relaksasi dan
dengan agen Indikator Awal Akhir Manajemen Nyeri
cidera fisik, Laporkan i) Kaji secara menyeluruh
kompresi frekuensi tentang nyeri termasuk
saraf atau nyeri lokasi, durasi,
peningkatan Kaji frekuensi, intensitas, dan
TIK. frekuensi faktor penyebab.
nyeri j) Monitor tanda vital
Lamanya sebelum dan sesudah
nyeri pemberian analgesik.
berlangsung k) Observasi isyarat non
Ekspresi verbal dari
wajah ketidaknyamanan
terhadap (ekspresi wajah).
nyeri l) Anjurkan klien untuk
Perubahan melakukan teknik
tanda vital relaksaasi : bernapas
dalam, pernapasan perut,

- Kontrol Nyeri atau distrasi dengan

Indikator Awal Akhir menonton televisi atau

Mengenal kompres hangat atau

faktor dingin untuk mengurangi

penyebab fokus pada nyeri.

Gunakan m) Kolaborasi dalam

tindakan pemberian analgetik

pencegahan dengan tepat.

Gunakan Tidur
n) Observasi kondisi fisik
tindakan (apnea tidur, nyeri dan
non frekuensi buang air
analgetik kecil), kondisi psikologis
Gunakan (ketakutan atau
analgetik kecemasan), pola tidur
yang tepat dan jam tidur yang
Perubahan mengganggu tidur klien.
tanda vital Manajemen lingkungan :
Keterangan : kenyamanan
4. Ekstrim 4. Ringan o) Sesuaikan lingkungan
5. Berat 5. Tidak yang tenang (misal,
ada pembatasan jam
6. Sedang berkunjung dan waktu
tenang dalam
Setelah diberikan asuhan memberikan tindakan ke
keperawatan selama 3x24 jam pasien, cahaya kamar
diharapkan : yang redup, kebisingan,
- Klien mampu mengontrol untuk meningkatkan
nyeri. relaksasi dan
- Klien melaporkan bahwa kenyamanan tidur.
nyeri berkurang dengan p) Bantu klien
manajemen nyeri. menghilangkan situasi
- Klien mampu mengenali ketidaknyamanan
level nyeri. sebelum tidur dengan
- Tanda vital dalam rentang terapi relaksasi (misal,
normal. dengan musik klasik atau
- Klien melaporkan bahwa musik dengan irama
gangguan tidur berkurang. lambat).

Analgesic Administration
k. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
l. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
m. Cek riwayat alergi
n. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
o. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
p. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
q. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
r. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
s. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
t. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
Intoleransi NOC NIC
aktivitas - Energy conservation Activity Therapy
berhubungan - Activity tolerance l. Kolaborasikan dengan
dengan adanya - Self Care : ADLs tenaga rehabilitasi medik
kelemahan fisik, Setelah dilakukan tindakan dalam merencanakan
sehubungan keperawatan selama 3x 24 program terapi yang
adanya nyeri dan jam diharapkan pasien dapat tepat
ketidaknyamanan toleran terhadap aktivitas m. Bantu klien untuk
atau tirah baring dengan kriteria hasil: mengidentifikasi
atau imobilisasi - Berpartisipasi dalam aktivitas yang mampu
karena paralisis aktivitas fisik tanpa dilakukan
motorik yang disertai peningkatan n. Bantu untuk memilih
menyebabkan tekanan darah, nadi dan aktivitas konsisten yang
kelemahan RR sesuai dengan
ekstermitas - Mampu melakukan kemampuan fisik,
bagian bawah. aktivitas sehari-hari psikologi dan social
(ADLs) secara mandiri o. Bantu untuk
- Tanda-tanda vital mengidentifikasi dan
normal mendapatkan sumber
- Energy psikomotor yang diperlukan untuk
- Level kelemahan aktivitas yang
- Mampu berpindah: diinginkan
dengan atau tanpa p. Bantu untuk
bantuan alat mendapatkan alat
- Status kardiopulmunari bantuan aktivitas seperti
adekuat kursi roda, krek
- Sirkulasi status baik q. Bantu untuk
- Status respirasi : mengidentifikasi
pertukaran gas dan aktivitas yang mampu
ventilasi adekuat dilakukan
r. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
s. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
t. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
u. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
v. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
BAB 4
KESIMPULAN

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi
pada daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama,
kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal,
diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya,
tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang
tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta
tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (ekstramedular).
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sama, A A. 2016. Spinal Tumors. [serial online].
https://emedicine.medscape.com/article/1267223-overview#showall. [6
September 2018]
2. Cancer Council Australia. 2018. Understanding Brain Tumours A guide
for people with brain or spinal cord tumours, their families and friends.
Sydney.
3. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
4. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011].
5. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-
iskandar%20japardi43.pdf. [1 April 2011].
6. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.
[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf. [4 April 2011].
7. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New
York: Thieme. Page 146-147.
8. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management
of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011].
9. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and
Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands
pinaltumors.htm. [1 April 2011].
10. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
11. Price A.S. Wilson M.L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai