KEPERAWATAN ONKOLOGI
TUMOR MEDULA SPINALIS: ASUHAN KEPERAWATAN DAN
PENATALAKSANAAN
KELOMPOK 2 AJ 1 B20
Imelda Mbati Mbana 131711123022
Ria Sabekti 131711123041
Reza Dwi Agustiningrum 131711123050
Yayuk Ratnasari Dewi Anggreni 131711123061
Marini Stefani Baker 131711123062
Abraham Steven Yotlely 131711123067
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PRODI PENDIDIKAN NERS
2018
MAKALAH
KEPERAWATAN ONKOLOGI
TUMOR MEDULA SPINALIS: ASUHAN KEPERAWATAN DAN
PENATALAKSANAAN
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Onkologi
KELOMPOK 2 AJ 1 B20
Imelda Mbati Mbana 131711123022
Ria Sabekti 131711123041
Reza Dwi Agustiningrum 131711123050
Yayuk Ratnasari Dewi Anggreni 131711123061
Marini Stefani Baker 131711123062
Abraham Steven Yotlely 131711123067
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PRODI PENDIDIKAN NERS
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan anugrahnya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Tumor Medula Spinalis: Asuhan Keperawatan Dan Penatalaksanaan” dapat
terselesaikan tepat pada waktu dan sesuai dengan harapan.
Makalah ini dapat terselesaikan bukan semata-mata usaha sendiri
melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu melalui
kesempatan ini penulis mengucap banyak terima kasih kepada :
1. Lailatun Ni`mah, S.Kep.Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Onkologi yang telah meluangkan waktu, dalam pelaksanaan
pengarahan, dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini.
2. Rekan-rekan kelompok telah membantu memberikan semangat dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa masih banyak kekurangan,
oleh karena itu saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan laporan studi kasus ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.
1.2 TUJUAN
a. Tujuan Intruksional Umum :
Mahasiswa mampu memahami dan menyusun asuhan keperawatan
onkologi pada pasien dengan tumor medulla spinalis.
b. Tujuan Instruksional Khusus :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori dan masalah tumor
medulla spinalis.
2. Mahasiswa mampu meyusun asuhan keperawatan onkologi pada
pasien dengan tumor medulla spinalis.
1.3 MANFAAT
a. Teoritis
Menambah wawasan penulis tentang asuhan keperawatan secara
komprehensif khususnya keperawatan onkologi terkait dengan tumor
medulla spinalis.
b. Praktis
Bagi penulis dapat mempraktikkan teori yang didapat, secara langsung di
lapangan dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
terkait tumor medulla spinalis.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi
menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak
maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan
metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,
payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer
yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma,
sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma
(Hakim, 2006).
Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu
sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. Macam-macam
tumor medula spinalis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 1 (Price,
2006).
a. Tumor ekstradural
Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis atau dari
dalam ruang ekstradural. Tumor ekstradural terutama merupakan metastasis
dari lesi primer di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal dan lambung.
b. Tumor intardural
Tumor intradural dibagi menjadi :
1) Tumor ekstramedular
Tumor ekstramedular terletak antara dura dan medulla spinalis. Tumor ini
biasanya neurofibroma atau meningioma (tumor pada meningen).
Neurofibroma berasal dari radiks saraf dorsal. Kadang-kadang
neurofibroma tumbuh menyerupai jam pasir yang meluas kedalam ruang
ekstradural. Sebagian kecil neurofibroma mengalami perubahan
sarkomatosa dan menjadi infasis atau bermetastasis. Meningioma pada
umunya melekat tidak begitu erat pada dura, kemungkinan berasal dari
membran araknoid, dan sekitar 90% dijumpai di regio toraksika. Tumor
ini lebih sering terjadi pada wanita usia separuh baya. Tempat tersering
tumor ini adalah sisi posterolateral medula spinalis. Lesi medula spinalis
ektramedular menyebabkan kompresi medula spinalis dan radiks saraf
pada segmen yang terkena.
2) Tumor Intramedular
Tumor intramedular berasal dari medulla spinalis itu sendiri. Struktur
histologi tumor intramedular pada dasarnya sama dengan tumor
intrakranial. Lebih dari 95% tumor ini adalah glioma. Berbeda dengan
tumor intrakranial, tumor intra medular cenderung lebih jinak secara
histologis. Sekitar 50% dari tumor intramedular adalah ependimoma, 45%
persenya adalah atrositoma dan sisanya adalah ologidendroglioma dan
hemangioblastoma. Ependimoma dapat terjadi pada semua tingkat medula
spinalis tetapi paling sering pada konus medularis kauda ekuina. Tumor-
tumor intramedular ini tumbuh ke bagian tengah medula spinalis dan
merusak serabut-serabut yang menyilang serta neuron-neuron substansia
grisea.
2.3 Etiologi
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam
tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang
bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel
kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian
menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang
normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut (National Institute
of Neurological Disorders and Stroke, 2005).
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat
genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada
anggota keluarga (syndromic group) misal pada neurofibromatosis. Astrositoma
dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan
neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan
pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien
dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas
dari kromosom 3 (Harrop & Sharan, 2009).
2.4 WOC
Perkembangan awal dari embrio
Kelainan kongenital
Resiko cidera
resiko tinggi cidera resiko herniasi defisit neurologis
kehilangan sesoris
urine anggota gerak bawah
Gangguan inkontinensia
urin
Intoleransi
aktifitas
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi
dalam tiga tahapan, yaitu:
Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
Sindroma Brown Sequard
Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler,
nyeri vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler
merupakan indikasi pertama adanya space occupying lesion pada kanalis spinalis
dan disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24%
nyeri funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. Nyeri radikuler dicurigai disebabkan
oleh tumor medula spinalis bila: Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan,
disertai gejala traktus piramidalis; serta lokasi nyeri radikuler diluar daerah
predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5 dan S1.
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah
tumor yang terletak intradural-ekstramedular, sedang tumor intramedular jarang
menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya
biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks. Nyeri biasanya diperberat dengan
gerakan batuk, bersin, atau mengedan dan paling berat terjadi pada malam hari.
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TTIK seperti:
a. hidrosefalus,
b. nyeri kepala,
c. mual dan muntah,
d. papiledema,
e. gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan.
Tumor-tumor neurinoma dan ependimoma mensekresi sejumlah besar
protein ke dalam likuor, yang dapat menghambat aliran likuor di dalam
kompartemen subarakhnoid spinal, dan kejadian ini dikemukakan sebagai suatu
hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai gejala klinis dari
neoplasma intraspinal primer (Mumenthaler & Mattle, 2006). Bagian tubuh yang
menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di sepanjang medula
spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel dengan
lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah
medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar
ke dada depan (girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin, atau
membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan
nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada
segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada
tungkai (National Institute of Neurological Disorders and Stroke, 2005).
Berdasarkan lokasi tumor, gejala yang muncul adalah seperti yang terihat
dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis
Lokasi Tanda dan Gejala
Foramen Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat
Magnum sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering
adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia
dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas
yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat
barang, atau bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan
adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien
yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang kancing.
Perluasan tumor menyebabkan kuadriplegia spastik dan hilangnya
sensasi secara bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing,
disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan
muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup
hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya berjalan spastik, palsi N.IX
hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas.
Servikal Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip lesi
radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga
menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian
atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai
darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada
umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan.
Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat
menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,
brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang
tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6,
melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7
menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
Torakal Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada
ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia.
Pasien dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan
pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri
akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal
bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda Beevor
(umbilikus menonjol apabila penderita pada posisi telentang
mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang.
Lumbosakral Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang
melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak
segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf
desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi.
Kompresi medula spinalis lumbal bagian atas tidak mempengaruhi
refleks perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan
mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas
tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks
pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral. Nyeri umumnya
dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal bagian
bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan
kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta
kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah
perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan
kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah
sakral bagian bawah.
Kauda Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-
Ekuina tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau
perineum, yang kadang-kadang menjalar ke tungkai. Paralisis
flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan
terkadang asimetris.
2.10 Prognosis
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai
prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan
pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya
pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun) (Satyanegara, 2010).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan agen pencedera fisik, kompresi
saraf,peningkatan TIK ditandai dengan : menyatakan nyeri oleh karena
perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah
condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas,
penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahanpola
tidur, menarik diri secara fisik.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring atau imobilisasi
karena paralisis motorik yang menyebabkan kelemahan ekstermitas bagian
bawah.
3. Resiko cidera berhubungan dengan tidak berfungsinya sensoris yang
disebabkan oleh paralisis spatik.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
- Nyeri akut NOC NIC
berhubungan - Level Nyeri Tehnik Relaksasi dan
dengan agen Indikator Awal Akhir Manajemen Nyeri
cidera fisik, Laporkan a) Kaji secara menyeluruh
kompresi frekuensi tentang nyeri termasuk
saraf atau nyeri lokasi, durasi,
peningkatan Kaji frekuensi, intensitas, dan
TIK. frekuensi faktor penyebab.
nyeri b) Monitor tanda vital
Lamanya sebelum dan sesudah
nyeri pemberian analgesik.
berlangsung c) Observasi isyarat non
Ekspresi verbal dari
wajah ketidaknyamanan
terhadap (ekspresi wajah).
nyeri d) Anjurkan klien untuk
Perubahan melakukan teknik
tanda vital relaksaasi : bernapas
dalam, pernapasan perut,
Analgesic Administration
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
e. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
i. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
1. Identitas Pasien
Na ma : Tn. YS
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat : Banyubiru, Semarang
2. Keluhan Utama
Terasa lemas pada ke empat ekstremitas
6. Riwayat Psikososiospiritual
Klien mengatakan merasa ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal.
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda –tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 80 x/m
Laju pernafasan : 20 x/m
Suhu : 36,7˚C
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/-, SI -/-
Hidung : Sekret -/-, deviasi –
Mulut : Mukosa kering, sianosis –
Leher : Pembesaran KGB – , Kuduk kaku +
Paru
- Inspeksi: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
- Palpasi: Fremitus kanan dan kiri simetris bilateral
- Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler bronkhial +/+ , rh -/-, wh -/-
Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
- Palpasi : Ikrus cordis tidak teraba .
- Perkusi : Tidak ada pembesaran batas jantung
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Tampak datar
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
- Auskultasi : Bising Usus (+)
Ekstremitas
Ekstremitas superior dan inferior : Akral hangat , capillary refil test < 2 detik,
tidak terdapat edema
Status Neurologis
o Kesadaran : E4M6V5
o Tanda Rangsangan Meningeal
- Kaku Kuduk : Negatif
- Kernig Sign : Negatif
- Lasegue sign : Negatif
- Brudzinski : Negatif
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut/ kronis berhubungan dengan agen pencidera fisik, kompresi saraf.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kelemahan fisik,
sehubungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan
Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
- Nyeri akut NOC NIC
berhubungan - Level Nyeri Tehnik Relaksasi dan
dengan agen Indikator Awal Akhir Manajemen Nyeri
cidera fisik, Laporkan i) Kaji secara menyeluruh
kompresi frekuensi tentang nyeri termasuk
saraf atau nyeri lokasi, durasi,
peningkatan Kaji frekuensi, intensitas, dan
TIK. frekuensi faktor penyebab.
nyeri j) Monitor tanda vital
Lamanya sebelum dan sesudah
nyeri pemberian analgesik.
berlangsung k) Observasi isyarat non
Ekspresi verbal dari
wajah ketidaknyamanan
terhadap (ekspresi wajah).
nyeri l) Anjurkan klien untuk
Perubahan melakukan teknik
tanda vital relaksaasi : bernapas
dalam, pernapasan perut,
Gunakan Tidur
n) Observasi kondisi fisik
tindakan (apnea tidur, nyeri dan
non frekuensi buang air
analgetik kecil), kondisi psikologis
Gunakan (ketakutan atau
analgetik kecemasan), pola tidur
yang tepat dan jam tidur yang
Perubahan mengganggu tidur klien.
tanda vital Manajemen lingkungan :
Keterangan : kenyamanan
4. Ekstrim 4. Ringan o) Sesuaikan lingkungan
5. Berat 5. Tidak yang tenang (misal,
ada pembatasan jam
6. Sedang berkunjung dan waktu
tenang dalam
Setelah diberikan asuhan memberikan tindakan ke
keperawatan selama 3x24 jam pasien, cahaya kamar
diharapkan : yang redup, kebisingan,
- Klien mampu mengontrol untuk meningkatkan
nyeri. relaksasi dan
- Klien melaporkan bahwa kenyamanan tidur.
nyeri berkurang dengan p) Bantu klien
manajemen nyeri. menghilangkan situasi
- Klien mampu mengenali ketidaknyamanan
level nyeri. sebelum tidur dengan
- Tanda vital dalam rentang terapi relaksasi (misal,
normal. dengan musik klasik atau
- Klien melaporkan bahwa musik dengan irama
gangguan tidur berkurang. lambat).
Analgesic Administration
k. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
l. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
m. Cek riwayat alergi
n. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
o. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
p. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
q. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
r. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
s. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
t. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
Intoleransi NOC NIC
aktivitas - Energy conservation Activity Therapy
berhubungan - Activity tolerance l. Kolaborasikan dengan
dengan adanya - Self Care : ADLs tenaga rehabilitasi medik
kelemahan fisik, Setelah dilakukan tindakan dalam merencanakan
sehubungan keperawatan selama 3x 24 program terapi yang
adanya nyeri dan jam diharapkan pasien dapat tepat
ketidaknyamanan toleran terhadap aktivitas m. Bantu klien untuk
atau tirah baring dengan kriteria hasil: mengidentifikasi
atau imobilisasi - Berpartisipasi dalam aktivitas yang mampu
karena paralisis aktivitas fisik tanpa dilakukan
motorik yang disertai peningkatan n. Bantu untuk memilih
menyebabkan tekanan darah, nadi dan aktivitas konsisten yang
kelemahan RR sesuai dengan
ekstermitas - Mampu melakukan kemampuan fisik,
bagian bawah. aktivitas sehari-hari psikologi dan social
(ADLs) secara mandiri o. Bantu untuk
- Tanda-tanda vital mengidentifikasi dan
normal mendapatkan sumber
- Energy psikomotor yang diperlukan untuk
- Level kelemahan aktivitas yang
- Mampu berpindah: diinginkan
dengan atau tanpa p. Bantu untuk
bantuan alat mendapatkan alat
- Status kardiopulmunari bantuan aktivitas seperti
adekuat kursi roda, krek
- Sirkulasi status baik q. Bantu untuk
- Status respirasi : mengidentifikasi
pertukaran gas dan aktivitas yang mampu
ventilasi adekuat dilakukan
r. Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
s. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
t. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
u. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
v. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
BAB 4
KESIMPULAN
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi
pada daerah cervical pertama hingga sacral. Tumor medula spinalis dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor. Pertama,
kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal,
diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya,
tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang
tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri (tumor intramedular) serta
tumor yang tumbuh pada ruang subarachnoid (ekstramedular).
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis
secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sama, A A. 2016. Spinal Tumors. [serial online].
https://emedicine.medscape.com/article/1267223-overview#showall. [6
September 2018]
2. Cancer Council Australia. 2018. Understanding Brain Tumours A guide
for people with brain or spinal cord tumours, their families and friends.
Sydney.
3. Hakim, A.A. 2006. Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan
Sumsum Tulang Belakang. Medan: Universitas Sumatera Utara
4. Huff, J.S. 2010. Spinal Cord Neoplasma. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. [1 April 2011].
5. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. [serial online].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-
iskandar%20japardi43.pdf. [1 April 2011].
6. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor in Adults.
[serial online]. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/
webcontent/003088-pdf. [4 April 2011].
7. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006. Fundamental of Neurology. New
York: Thieme. Page 146-147.
8. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management
of Intradural Intramedullary Neoplasms. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. [1 April 2011].
9. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and
Spinal Cord Tumors - Hope Through Research. [serial online].
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainands
pinaltumors.htm. [1 April 2011].
10. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama
11. Price A.S. Wilson M.L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC