Vivi Chrisanty
102016180
vivi.2016fk180@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Kolesistitis adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri
perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolesistitis terbagi menjadi dua, yaitu kolesistitis akut
dan kronik. Kolesistitis akut adalah peradangan akut dinding kandung empedu biasanya terjadi
akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu. Sedangkan, kolesistitis kronik adalah peradangan
kronik dinding kandung empedu hampir selalu berkaitan dengan adanya batu empedu dan
diperkirakan terjadi akibat serangan berulang kolesistitis akut atau subakut atau akibat iritasi
Abstract
Cholecystitis is an acute inflammatory reaction of the gallbladder wall with accompanying upper
right abdominal pain, tenderness, and fever. Cholecystitis is divided into two, acute and chronic
cholecystitis. Acute cholecystitis is an acute inflammation of the gallbladder wall usually due to
blockage of the cystic duct by the stone. Whereas, chronic cholecystitis is chronic inflammation
of the gallbladder wall is almost always associated with gallstones and is thought to occur as a
1
result of recurrent attacks of acute or subacute cholecystitis or as a result of persistent mechanical
Pendahuluan
Radang kandung empedu (kolesistitis) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung
empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Hingga kini
patogenesis penyakit yang cukup sering dujimpai ini masih belum jelas. Walaupun belum ada data
epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dinegara kita relative lebih rendah dibandingkan
Negaranegara barat.1 Makalah ini dibuat bertujuan untuk menjelaskan secara rinci mengenai .
Dengan adanya penulisan makalah ini, maka diharapkan pembaca dan penulis dapat menambah
pengetahuannya.
Pembahasan
Kolesistitis terbagi menjadi dua, yaitu kolesistitis akut dan kronik. Kolesistitis akut adalah
peradangan akut dinding kandung empedu biasanya terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh
batu. Sedangkan, kolesistitis kronik adalah peradangan kronik dinding kandung empedu hampir
selalu berkaitan dengan adanya batu empedu dan diperkirakan terjadi akibat serangan berulang
kolesistitis akut atau subakut atau akibat iritasi mekanis persisten pada dinding kandung empedu.2
Etiologi
Respon peradangan pada kolesistitis dicetuskan oleh tiga faktor: (1) peradangan mekanis
akibat tekanan intralumen dan tekanan yang menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung
empedu, (2) peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja fosfolipase pada lesitin
2
dalam empedu) dan faktor jaringan local lainnya, dan (3) peradangan bakteri, yang mungkin
berperan pada 50 sampai 85 persen pasien kolesistitis akut.organisme yang paling sering dibiak
dari kandung empedu adalah Escherichia coli, Klebsiella sp, Streptococcus grup D, Staphyloccus
Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut
adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis
cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
akalkulus). Bagaimana stsis diduktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut, masih belum
jelas. Diperkirakan banyak factor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
Gejala Klinis
Kolesistitis akut sering berawal sebagai serangan kolik biliaris yang memburuk secara
progresif. Sekitar 60 sampai 70 persen pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang sembuh
spontan. Namun, seiring dengan makin parahnya serangan, nyeri kolesistitis akut makin menjadi
generalisata di abdomen kanan atas.seperti kolik biliaris, nyeri koleesistitis dapat menyebar ke
daerah antarscapula, scapula kanan, atau bahu. Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan
nyeri denganpenggetaran atau pada pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami
anoreksia dan sering mual. Muntah relatif sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda
deplesi volume vaskular dan ekstraseluler. Jarang terjadi icterus pada awal perjalanan penyakit
3
kolesistitis akut, tetapi bila telah terjadi peradangan edematosa pada duktus empedu dan nodus
Biasanya terdapat demam ringan, tetapi menggigil jarang terjadi. Kuadran kanan atas
abdomen hampir selalu nyeri bila dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba
kandung empedu yang tegang dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subcostal
kuadran kanan atas biasanya menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).
Pukulan ringan pada daerah subcostal kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri secara
mencolok. Nyeri lepas local pada kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi abdomen dan
penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum generalisata dan
Sekitar 75 persen pasien yang diobati secara medis mengalami remisi gejala akut dalam 2
sampai 7 hari setelah perawatan di rumah sakit. Namun, pada 25 persen, terjadi komplikasi
kolesistitis akut walaupun dilakukan terapi konservatif. Dari 75 persen pasien kolesistitis akut yang
mengalami remisi gejala, sekitar seperempatnya akan mengalami rekurensi dalam 1 tahun, dan 60
persen akan mengalami paling sedikit sekali serangan rekuren dalam 6 tahun. Berdasarkan
perjalanan alamiah penyakit, kolesistitis akut sebaiknya diterapi secara bedah bila mungkin.2
Sedangkan kolesistitis kronik diagnosisnya sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya
sangat minimal dan tidak menonjol seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea
khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah
bersendawa. Riwayat penyakit empedu dikeluarga, icterus dan kolik berulang, nyeri local didaerah
kandung empedu disertai tanda Murphy positif, dapat menyokong penegakan diagnosis.1
Pemeriksaan Penunjang
4
1. Laboratorium
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisik. Triad yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam, dan leukositosis
sangat sugestif. Biasanyaterjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai 15.000 sel per
mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang
dari 85,5 µmol/L (5 mg/dL)] pada 45 persen pasien, sementara 25 persen pasien mengalami
peningkatan sedang aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat) dan alkali
fosfatase.1,2
2. Pencitraan
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada
15% pasien dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium
cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila
ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk
memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran ekstra
Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau 99n Tc6
iminodiacetic acid memiliki nilai sedikit lebih rendah dari USG tapi teknik ini tidak mudah.
Terlihatnya gambaran duktus koledokus tanpa adanya gambaran kandung empedu pada
Pemeriksaan CT scan abdomen kurang sensitive dan mahal tapi mampu memperlihatkan
adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.
5
Endoscopic retrograde choledoch-pancreaticography (ERCP) sangat bermanfaat untuk
Komplikasi
Empiema kandung empedu biasanya terjadi akibat perkembangan kolesistitis akut dengan
sumbatan duktus sitikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat tersebut disertai
kuman kuman pembentuk pus.gambaran klinis mirip kolangitis dengan demam tinggi, nyeri
kuadran kanan atas yang hebat, leukositosis hebat, dan sering, keadaan umum lemah. Empema
kandung empedu memiliki risiko tinggi menjjadi sepsis gram-negatif dan/atau perforasi.
Diperlukan interfensi bedah darurat disertai perlindungan anti biotik yang memadai segera setelah
diagnosis dicurigai.
duktus sistikus, biasanya ileh sebuah kalkulus besar. Dalam keadaan ini, lumen kandung empedu
yang tersumbat secra progresif mengalami peregangan oleh mucus (mukokel) atau cairan transudat
Gangren kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan bebercak
atau total. Kelainan yang mendasari antara lain adalah distensi berlebihan kandung empedu,
vaskulitis, diabetes mellitus, empyema, atau torsi yang menyebabkan oklusi arteri. Gangrene
biasanya merupakan predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi
6
Fistulisasi dalam organ yang berdekatan melekat pada dinding kandung empedu mungkin
Menunjuk pada obtruksi intestinal mekanik yang diakibatkan lintasan batu empedu yang
besar kedalam lumen usus. Batu tersebut biasanya memasuki duodenum melalui fistula
kolesistoenterik pada tingkat tersebut. Tempat obtruksi oleh batu empedu yang terjepit biasanya
pada katub ileosekal, asalkan usus kecil yang lebih proksimal berkaliber normal.
Garam kalsium mungkin disekresi ke dalam lumen kandung empedu dalam konsentrasi
yang cukup untuk menyebabkan pengendapan kalsium dan opasifikasi empedu yang difus dan
tidak jelas atau efek pelapis pada rontgenografi polos abdomen.apa yang disebut empedu limau
atau susu empedu kalsium secara klinis biasanya tidak berbahaya, tetapi kolesistektomi dianjurkan
karena empedu limau sering timbul pada kandung empedu yang hidropik.
Komplikasi Pascakolesistektomi
Komplikasi dini setelah kolesistektomi adalah atelektasis dan gangguan paru lainnya,
pembentukan abses (sering subfrenik), perdarahan interna dan eksterna, fistula biliaris-enterik, dan
kebocoran empedu. Icterus mungkin mengisyaratkan absorpsi empedu dari suatu sumber
intaabdomen akibat kebocoran empedu atau sumbatan mekanik duktus koledokus oleh batu,
bekuan darah intraduktus, atau tekanan ektrinsik. Untuk mengurangi insidens komplikasi dini
pascakolesistektomi mungkin disebabkan oleh (1) striktura biliaris, (2) batu empedu yang tertahan,
7
(3) sindroma tunggul (stump) duktus sistikus, (4) stenosis atau dyskinesia sfingter Oddi, atau (5)
Terapi
1. Terapi medis2
Walaupun intervensi bedah tetap merupakan terapi utama untuk kolesistitis akut dan
Pasien dipuasakan, dipasang selang nasogastrik untuk pengisapan, dan kekurangan cairan
ektraseluler serta gangguan elektrolit diperbaiki. Biasanya diberikan meperidin atau pentazosin
sebagai analgesia karena obat-obat ini jarang menimbukan spasme sfingter Oddi disbanding
morfin. Terapi antibiotic intravena biasanya biasanya diindikasikan untuk pasien kolesistitis akut
yang parah walaupun superinfeksi bakteri pada empedu mungkin belum terjadi pada tahap-tahap
awal peradangan. Antibiotic tunggal yang efektif adalah ampisilin, sefalosporin, ureidopenisilin,
atau aminoglikosida. Tetapi pada pasien diabetes dan pada pasien yang memperlihatkan tanda
2. Terapi bedah2
Saat yang optimal untuk intervensi bedah pada pasien kolesistitis akut masih diperdebatkan.
Kolesistektomi darurat mungkin diperlukan pada pasien dicurigai atau terbuki mengalami
komplikasi kolesistitis akut, misalnya empisema, kolesistitis emfisematosa, atau perforasi. Pada
kasus kolesistitis akut nonkomplikata, hamper 30 persen pasien tidak berespon terhadap terapi
medis, dan perkembangan penyakit atau ancaman komplikasi menyebabkan operasi perlu lebih
dini dilakukan (dalam 24 sampai 72 jam). Komplikasi teknis pembedahan tidak meningkat pada
intevensi bedah mungkin sebaiknya dicadangkan untuk (1) pasien yang kondisi medis
8
keseluruhannya memiliki risiko besar bila dilakukan operasi segera dan (2) pasien yang diagnosis
kolesistitis akutnya masih meragukan. Kolesistektomi dini/segera merupakan terapi pilihan bagi
sebagian besar pasien kolesistitis akut. Di sebagian besar sentra kesehatan, angka mortalitas untuk
efektif atau dini mendekati 0,5 persen pada pasien dibawah 60 tahun. Tentu saja, risiko operasi
meningkat seiring dengan adanya penyakit pada organ lain akibat usia dan dengan adanya
komplikasi jangka pendek atau panjang penyakit kandung empedu. Pada pasien kolesistitis yang
sakit berat atu keadaan umumnya lemah dapt dilakukan kolesistektomi dan drainase selang
terhadap kandung empedu. Kolesistektomi efektif kemudian dapat dilakukan pada waktu itu.
Prognosis
Penyebuhan spontan didapatkan ada 85% kasus, sekalipun kandung empedu menjadi tebal,
fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang menjadi kolesistitis rekuren..
kadang-kadang kolesistitis akan berkembang cepat menjadi gangrene, empyema dan perforasi
kandung empedu, fisitel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian
antibiotik yang adekuat pada awal serangan. Tindakan begah akut pada pasien usia tua (>75 th)
mempunyai prognosis yang jelek disamping banyak kemungkinan timbul komplikasi pasca
bedah.1 secara keseluruhan kolesistektomi merupakan operasi yang sangat berhasil yang
menghasilkan kesembuhan lengkap atau hamper lengkap atas gejala pada 75-90% pasien.2
Kesimpulan
Kolesistitis akut adalah peradangan akut dinding kandung empedu biasanya terjadi akibat
sumbatan duktus sistikus oleh batu. Sedangkan, kolesistitis kronik adalah peradangan kronik
dinding kandung empedu hampir selalu berkaitan dengan adanya batu empedu dan diperkirakan
9
terjadi akibat serangan berulang kolesistitis akut atau subakut atau akibat iritasi mekanis persisten
pada dinding kandung empedu. Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut
adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Terapi yang
dilakukan yaitu terapi medis dengan pemberian antibiotik dan terapi bedah dengan kolesistektomi.
Tindakan begah akut pada pasien usia tua (>75 th) mempunyai prognosis yang jelek.
Daftar Pustaka
1. Pridady FX. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisis ke-6, jilid 2. Jakarta: Interna
Publishing; 2017.h.2019-2021.
2. Asdie AH. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13, volume 4. Jakarta:
EGC; 2017.h.1693-1696.
10