Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN ILMU BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2018

UNIVERSITAS PATTIMURA

PROLAPS REKTUM

Disusun oleh :

Joestiantho Laurenz Kilmanun

(2017-84-009)

Pembimbing

dr. Helvy Nikijuluw, Sp.B-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dinding rektum

melewati anus. Apabila yang keluar tersebut terdiri dari semua lapisan dinding rektum,

prolaps ini disebut prosidensia.1 Beberapa faktor yang diperkirakan sebagai faktor pencetus

prolaps rektum, antara lain peningkatan tekanan intra abdomen, gangguan pada dasar pelvis,

infeksi, dan pengaruh struktur anatomi, serta kelainan neurologis. Kausa prolaps rektum pada

orang dewasa pada umumnya akibat kurangnya daya tahan jaringan penunjang rektum yang

terdiri dari mesenterium dorsal, lipatan peritonium, berbagai fasia dan muskulus levator

rektum. Bagian puborektum dari muskulus levator melebarkan rektum sehingga rektum dan

anus membentuk sudut tajam.2

Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita dengan perbandingan

1:6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus.3 Pasien dengan

prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui anus. Awalnya, massa

menonjol dari anus setelah buang air besar dan biasanya tertarik kembali ketika pasien

berdiri.4

Penatalaksanaan prolaps rektum dilakukan dengan medikamentosa dan pembedahan.

Namun hanya pembedahan yang merupakan terapi definitif pada prolaps rektum.

Berdasarkan pendekatan pembedahan yang dilakukan, terapi bedah pada prolaps rektum

dapat dibagi menjadi dua, yaitu prosedur per abdominal dan prosedur per perineum.5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Prolaps rektum adalah keluarnya mukosa maupun seluruh tebal dinding rektum

melewati anus. Apabila yang keluar tersebut terdiri dari semua lapisan dinding rektum,

prolaps ini disebut prosidensia.1

2.2 Anatomi

Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.

Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,

vaskularisasinya, inervasi, dan drainase limfatiknya.3

Lumen rektum dilapisi mukosa granduler usus sedangkan kanalis ani dilapisi epitel

skuamosa stratifikatum lanjutan kulit luar. Daerah batas antara rektum dan kanalis ani disebut

Anorectal Junction ditandai oleh linea pectinea/linea dentata yang terdiri dari sel-sel

transisional. Dari linea ini ke arah rektum ada kolumna rektalis (Morgagni), dengan

diantaranya terdapat sinus rektalis yang berakhir di kaudal sebagai vulva rektalis. Setinggi

linea dentata ini ada crypta dan muara anal.3

Pada kanalis ani kira-kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal mulai

anal verge sampai ke linea dentata dan surgical anal canal untuk kepentingan klinis yang

dimulai dari analverge samai cincin anorektal yang merupakan batas paling bawah dari otot

puborektalis yang dapat diraba pada waktu pemeriksaan rektal touche.3

Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot

pubococcygeus, ileococygeus dan puborektalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur

mekanisme kontinensia adalah muskulus puborektalis, sfingter ani eksternus (otot lurik), dan

3
sfingter ani internus (otot polos). Batas antara sfingter ani eksternus dan internus disebut garis

Hilton. Otot yang memegang peranan terpenting dalam mengatur kontinensia adalah otot-otot

puborektalis. Bila m.puborektalis tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya

inkontinensia.3

Gambar 1. Anatomi Rektum2

Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m.levator ani membentuk jerat yang

melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang oleh fascia

pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri yang ditembus oleh

arteri atau vena hemorrhoidales media dan mesorektum.Ligamentum dan mesorektum

memfiksasi rektum ke permukaan anterior sakrum.2,3

Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rektum disebut cincin anorektal,

ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa

4
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan sentral

perineum, bulbus uretra dan batas posterior diafragma urogenital (ligamentum triangulare).

Sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari

dinding vagina posterior. Cincin anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan

bagian serabut m.levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m.sfingter ani

eksterna.3

Vaskularisasi kanal anal berasal dari arteri hemorrhoidalis superior cabang dari arteri

mesenterika inferior, arteri hemorrhoidalis media cabang dari arteri iliaca eksterna, dan arteri

hemorrhoidalis inferior cabang dari arteri pudenda.3

Aliran vena di atas anorektal junction melalui sistem porta sedangkan kanalis ani

langsung ke vena cava inferior. Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat

sensitif terhadap rasa sakit, sedangkan rektum diatur oleh saraf simpatis dari pleksus

mesenterika inferior dan nervus presakralis (hipogastrika) yang berasal dari L2,3,4 dan

parasimpatis dari S2,3,4.3

Gambar 2. Prolaps Rektum3

5
2.3 Epidemiologi

Insiden prolaps rektum pada pria lebih rendah daripada wanita dengan perbandingan

1: 6. Dimana kejadian pada wanita terdiri dari 80-90% dari total kasus. Berbeda dari wanita,

kejadian prolaps rektum pada pria tidak meningkat seiring dengan usia dan tetap konstan

sepanjang hidup.3

Meskipun dapat terjadi pada segala usia, insiden puncak diamati pada usia dekade

keempat dan ketujuh kehidupan. Pada anak-anak biasanya terjadi pada usia di bawah 3 tahun,

dengan puncak insidens pada tahun pertama kehidupan. Pada populasi anak kejadian prolaps

rektum merata antara laki-laki dan perempuan.3,4

2.4 Etiologi

Beberapa faktor yang diperkirakan berperan sebagai etiologi terjadinya prolaps rektum antara

lain:2,3,4

1. Peningkatan tekanan intra abdomen seperti yang terjadi pada kostipasi, diare, BPH,

PPOK, pertusis;

2. Gangguan pada dasar pelvis;

3. Infeksi parasit seperti amubiasis, scistosomiasis;

4. Struktur anatomi, seperti kelemahan otot penyangga rektum, redundan rektosigmoid

5. Kelainan neurologis akibat trauma pelvis, sindrom cauda ekuina, tumor spinal,

multipel sklerosis.

2.5 Patofisisologi

Patofisiologi prolaps rektum tidak sepenuhnya dipahami. Namun terdapat 2 teori

utama yang menjadi dasar mekanisme terjadinya prolaps rektum. Teori pertama mengatakan

bahwa prolaps rektum merupakan pergeseran hernia akibat defek pada fasia panggul. Teori

kedua menyatakan bahwa prolaps rektum dimulai sebagai intususepsi internal yang

6
melingkar dari rektum mulai 6-8 cm proksimal ambang anal. Seiring dengan waktu

peregangan ini berkembang menjadi prolaps dari seluruh tebal dinding rektum, meskipun

tahap ini tidak selalu dilampaui oleh setiap pasien.3

Patofisiologi dan etiologi prolaps mukosa kemungkinan besar berbeda dengan prolaps

seluruh tebal dinding rektum dan intususepsi internal. Prolaps mukosa terjadi ketika jaringan

ikat pada mukosa dubur melonggar dan tertarik, sehingga memungkinkan jaringan prolaps

melalui anus. Hal ini sering terjadi sebagai kelanjutan dari penyakit hemoroid yang lama dan

mengalami hal serupa.3

Seringkali, prolaps dimulai dengan prolaps internal dinding rektum anterior dan

berkembang menjadi prolaps seluruh tebal dinding rektum.3

2.6 Gejala dan tanda

Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui

anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah buang air besar dan biasanya tertarik

kembali ketika pasien berdiri. Seiring proses penyakit berlangsung, massa menonjol lebih

sering, terutama ketika mengedan dan manuver Valsava seperti bersin atau batuk. Akhirnya,

prolaps terjadi saat melakukan kegiatan rutin sehari-hari seperti berjalan dan dapat

berkembang menjadi prolaps kontinu.1,2

Seiring perkembangan penyakit, rektum tidak lagi tertarik spontan, dan pasien

mungkin harus secara manual mengembalikannya. Kondisi ini kemudian dapat berkembang

ke titik di mana prolaps terjadi segera setelah dikembalikan ke posisinya dan prolaps kontinu.

Terkadang rektum menjadi terjepit dan pasien tidak dapat mengembalikan rektum.1,3

Keluhan nyeri bervariasi. Sepuluh sampai 25% dari pasien juga mengalami prolaps

rahim atau kandung kemih, dan 35% mungkin mengalami sistokel terkait. Konstipasi terjadi

pada 15-65% kasus. Dapat juga terjadi perdarahan rektum. Selain massa menonjol dari anus,

pasien sering melaporkan buang air besar yang tidak dapat ditahan (inkntinensia alvi) pada

7
sekitar 28-88% pasien. Inkontinensia terjadi karena 2 alasan. Pertama, anus melebar dan

membentang oleh rektum menonjol, mengganggu fungsi sfingter anal. Kedua, mukosa

rektum yang berhubungan dengan lingkungan dan terus-menerus mengeluarkan lendir,

sehingga membuat pasien merasa basah dan inkontinensia. Mengetahui riwayat

inkontinensia, konstipasi, atau keduanya penting karena berperan dalam menentukan

prosedur bedah yang tepat.2,3

2.7 Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda fisik dari prolaps rektum adalah sebagai berikut:3

 Penonjolan mukosa rektum

 Penebalan konsentris cincin mukosa

 Terlihat adanya sulkus antara lubang anus dan rektum

 Ulkus rektum soliter (10-25%)

 Penurunan tonus sfingter anal

Prolaps rektum adalah diagnosis klinis dan hrus ditegakkan saat pasien datang

berobat. Pasien diminta untuk duduk di toilet ataupun berbaring miring dan mengedan,

lalu periksa adanya prolasp rektum. Jika tidak prolaps hanya dengan mengedan,

pemberian enema fosfat biasanya menimbulkan prolaps. Pada anak-anak, gliserin

supositoria dapat digunakan sebagai pengganti.3,4

Massa yang menonjol harus menunjukkan cincin konsentris dari mukosa. Dalam

kasus prolaps kecil, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara prolaps mukosa dan

prolaps seluruh tebal mukosa. Prolaps mukosa biasanya menunjukkan lipatan radial

bukan berupa cincin konsentris. Jika keduanya tidak dapat dibedakan secara klinis,

pemeriksaan dapat dibantu dengan defecogram dalam membedakan ini 2 kondisi.

Defecogram adalah tidak diperlukan pada prolaps rektum yang jelas.3

8
2.8 Pemeriksaan penunjang

 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan prolaps rektum bersifat tidak spesifik

dan bermanfaat jika pasien memiliki preferensi usia dan komorbiditas. Tidak ada

pemeriksaan lab khusus yang membantu dalam evaluasi prolaps rektum itu sendiri.

Pertimbangkan pemeriksaan feses dan kultur agen infeksius, khususnya pada pasien

anak.3

 Pemeriksaan imaging

1. Barium Enema dan Kolonoskopi

Sebelum memulai pengobatan bedah prolaps rektum, penting untuk mengevaluasi

seluruh usus besar untuk mengecualikan setiap lesi kolon lainnya yang harus

ditangani secara simultan. Kehadiran lesi tersebut dapat mempengaruhi pilihan

prosedur yang akan dilakukan. Evaluasi usus besar dapat dicapai dengan cara

kolonoskopi atau enema barium. Barium enema adalah indikator yang lebih baik

dari redundansi dari usus besar. 2,3

2. Video Defekografi

Defecography Video digunakan untuk membantu prolaps dokumen internal atau

untuk membedakan prolaps rektum dari prolaps mukosa jika tidak jelas secara klinis.

Hal ini tidak diperlukan untuk prolaps full-thickness dubur secara klinis didiagnosis.

Defecography dapat mengungkapkan intususepsi dari usus proksimal atau obstruksi

panggul. Radiopak materi (biasanya pasta barium) yang ditanamkan ke dalam

rektum, dan pasien diminta untuk buang air besar di toilet radiolusen. Spot film dan

rekaman video yang dibuat dan dapat digunakan untuk menentukan apakah

intussuscepts rektum pada buang air besar. 2,3

9
3. Rigid Proctosigmoidoscopy

Proctosigmoidoscopy kaku harus dilakukan untuk menilai rektum untuk lesi

tambahan, terutama ulkus rektal soliter. Borok hadir di sekitar 10-25% dari pasien

dengan prolaps baik internal maupun full-thickness. Jika ulserasi hadir, daerah

muncul sebagai ulkus tunggal atau sebagai borok beberapa di dinding rektum

anterior. Tepi sering menumpuk, dan daerah dapat berdarah.

Biopsi harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk mengecualikan

patologi lainnya. Ulkus rektal soliter biasanya dapat diidentifikasi oleh ahli patologi

yang berpengalaman. Rektum prolaps mungkin ulserasi mukosa tetapi sebaliknya

histologis normal.2,3

 Tes lainnya

Anal-rektal manometri kadang-kadang digunakan untuk mengevaluasi otot sfingter

anal. Di hampir semua pasien, hasil menunjukkan penurunan tekanan beristirahat di

sfingter internal dan tidak adanya refleks penghambatan anorektal. Arti penting dari hasil

ini tidak jelas, dan kebanyakan ahli bedah tidak menggunakan tes ini.3

Penelitian penanda Sitz kadang-kadang digunakan untuk mengukur perjalanan kolon

pada pasien dengan konstipasi dan prolaps rektum untuk membantu menentukan

kebutuhan untuk reseksi kolon.3

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Medikamentosa

Meskipun tidak ada pengobatan medikamentosa untuk prolaps rektum, prolaps

internal dapat diterapi terlebih dahulu dengan agen bulking, pelunak tinja, dan supositoria

atau enema.3,5

10
2.9.2 Non-medikamentosa

Pada permulaan, saat prolaps masih kecil, penderita diberi diet berserat untuk

memperlancar defekasi. Kadang dianjurkan latihan otot dasar panggul. Pasien

diinstruksikan untuk merangsang buang air besar di pagi hari dan menghindari dorongan

untuk buang air saat sisa hari karena rasa penuh yang mereka rasakan sebenarnya adalah

intususepsi rektum proksimal ke arah distal rektum. Dengan waktu, dorongan untuk buang

air besar akan berkurang begitu juga dengan intususepsi.2,5

2.9.3 Pembedahan

Bila prolaps semakin besar dan makin sukar untuk melakukan reposisi, akibat adanya

udem, sehinga makin besar dan sama sekali tidak dapat dimasukkan lagi karena rangsangan

dan bendungan mukus serta keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar dan

hipotonik sehingga terjadi inkontinensia alvi, penanganan prolaps rektum dilakukan melalui

pembedahan.3,6

Kontraindikasi terhadap koreksi bedah prolaps rektum didasarkan pada komorbiditas

pasien dan kemampuannya untuk mentoleransi pembedahan. Terdapat dua jenis operasi

untuk prolaps rektum: abdominal dan perineum. Prosedur abdominal memiliki tingkat

kekambuhan lebih rendah dan menjaga kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai

risiko lebih dan memiliki insiden konstipasi yang lebih tinggi pasca operasi. Prosedur

perineum tidak berisiko terjadinya anastomosis namun mengurangi rektum, sehingga

kapasitas penyimpanan rektum, namun memiliki angka kekambuhan lebih tinggi. Prosedur

abdominal umumnya lebih disukai dalam pasien aktif yang berisiko rendah yaitu usia di

bawah 50 dan pada mereka yang memerlukan prosedur abdomial lain secara bersamaan.2,7

Pembedahan mana yang terbaik masih menjadi kontroversi karena masing-masing

memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pendekatan laparoskopi untuk

memperbaiki prolaps rektum telah menjadi semakin populer. Pendekatan ini telah

11
mengintensifkan kontroversi karena terdapat penurunan angka morbiditas dari untuk prolaps

rektum pada kandidat yang tepat. Hasil jangka panjang dari pendekatan laparoskopi masih

diteliti. Inkarserasi prolaps rektum jarang terjadi.3

Terlepas dari jenis prosedur yang direncanakan, persiapan usus penuh mekanik dan

antibiotik harus dilakukan sebelum operasi. Antibiotik intravena (IV) harus selalu diberikan

sebelum operasi jika suatu bahan asing akan ditanamkan, administrasi pascaoperasi

antibiotik juga dapat dipertimbangkan.3

2.9.3.1 Prosedur Bedah Abdominal

Sebagaimana telah disebutkan di atas, perbaikan abdominal biasanya dilakukan

pada pasien yang lebih muda, sehat dengan yang harapan hidup lebih panjang. Untuk

pasien ini, prosedur dengan tingkat kekambuhan lebih rendah namun dengan morbiditas

yang lebih tinggi.3,6,7

Prosedur abdominal pada pasien dengan intususepsi parah atau prolaps rektum

dengan fungsi sfingter normal berupa reseksi sigmoid dengan atau tanpa rectopexy dan

rectopexy saja. Kedua operasi, baik rectopexy atau reseksi membutuhkan mobilisasi

lengkap dari seluruh rektum ke lantai panggul untuk menghindari intususepsi distal.3,6,7

Rectopexy bertujuan untuk mengamankan rektum ke cekungan sakral. Ini dapat

dilakukan dengan jahitan atau bahan prostetik seperti polypropylene mesh (Marlex), Gore-

tex, atau asam polyglycolic atau mesh polyglactin (Dexon atau Vicryl). Banyak penelitian

telah menunjukkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi dengan bahan prostetik, tingkat

kontinensia lebih rendah, dan tidak ada perbedaan dalam angka kekambuhan, menjadikan

suture rectopexy lebih dianjurkan. Suture rectopexy dilakukan dengan jahitan tak diserap,

menempelkan rektum ke cekungan sakral. Jahitan ditempatkan melalui ligamen lateral

atau melalui propria muskularis dari rektum.3,6,7

12
Prosedur bedah rectopexy laparoskopi bedah telah dikembangkan dan memiliki

hasil sebaik prosedur abdominal terbuka dan berhubungan dengan lama waktu rawat inap

lebih pendek dan kenyamanan pasien yang lebih besar.3,6,7

 Anterior reseksi

Pasien dengan prolaps rektum dan konstipasi sering memiliki usus berlebihan, dan

beberapa ahli bedah percaya bahwa melalui reseksi ini konstipasi membaik dan

mengurangi kambuhnya prolaps rektum. Dalam reseksi anterior untuk prolaps rektum,

rektum yang dimobilisasi untuk tingkat ligamen lateral, dan usus berlebihan (sigmoid)

direseksi. Usus besar kiri kemudian dibuatkan anastomosis ke atas rektum.

Anastomosis ini dilakukan tanpa kelemahan pada kolon sehingga rektum tetap pada

posisinya dan tidak terjadi prolaps lagi. Saat ini, ahli bedah kolorektal sedikit

melakukan prosedur ini, karena tidak berpikir untuk mengatasi kelainan anatomi seperti

fiksasi rektum yang lemah.3,6,7

 Marlex rectopexy

Dalam rectopexy Marlex atau disebut juga prosedur Ripstein, seluruh bagian rektum

dimobilisasi ke tulang ekor posterior, bagian lateral ligamen lateralis, dan bagian

anterior dari cul-de-sac anterior. Bahan yang tak terserap, seperti Marlex mesh atau

spons Ivalon, difiksasi pada fasia presakral. Rektum kemudian ditempatkan dalam

keadaan tegang, dan material sebagian melilit rektum untuk tetap dalam posisinya.

Untuk mencegah obstruksi melingkar, dinding anterior rektum tidak tercakup dengan

spons atau mesh. Refleksi peritoneal kemudian tertutup untuk menutupi benda asing.

Mesh Marlex atau spons menyebabkan reaksi inflamasi yang intens terbentuk jaringan

parut dan memfiksasi rektum pada posisinya. Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada

pasien yang memiliki konstipasi signifikan atau kolon sigmoid yang sangat berlebihan,

13
karena gejala cenderung memburuk. Jika rektum yang sengaja masuk selama

mobilisasi, bahan asing tidak boleh ditanamkan, karena risiko infeksi.3,6,7

Sementara laju erosi Marlex ke dalam rektum rendah, manajemen sangat sulit, dan,

untuk alasan ini, banyak ahli bedah lebih memilih reseksi dengan suture rectopexy

untuk fiksasi Marlex.3,6,7

Gambar 3. Marlex Rectopexy3

 Suture rectopexy

Suture rectopexy pada dasarnya sama dengan Marlex rectopexy, kecuali bahwa

rektum difiksasi ke fasia presakral dengan bahan jahitan bukan dengan mesh atau

spons Ivalon.3,6,7

 Reseksi rectopexy

Sebuah reseksi dengan rectopexy disebut juga prosedur Frykman-Goldberg

merupakan kombinasi dari reseksi anterior dan rectopexy Marlex, yang merupakan

pilihan yang baik bagi pasien dengan konstipasi yang signifikan. Rektum benar-benar

14
dimobilisasi ke tulang ekor posterior, pada ligamen lateral yang lateral, dan ke cul-de-

sac anterior.3,6,8

Gambar 4. Fiksasi Mesh pada Promontorium Sakrum.8

Kolon sigmoid yang berlebihan kemudian direseksi, dan usus sisanya dibuatkan

anastomosis ke atas rektum. Ligamen lateral (atau fasia rektum) kemudian dijahit ke

fasia presakral dengan rektum dibuat menjadi tegang, yang menjaga rektum pada

posisinya dan mencegah kembalinya prolaps rektum. Rectopexy ini dicapai dengan

jahitan bukan mesh nonabsorbable karena usus dibuka untuk anastomosis dan mesh

dapat menjadi terkontaminasi. 3,6,8

15
Gambar 5. Fiksasi Mesh pada Dinding Rektal.8

2.9.3.2 Prosedur Bedah Perineum

Prosedur perineum memiliki tingkat kekambuhan lebih tinggi tetapi morbiditas yang

lebih rendah dan sering dilakukan pada orang tua atau pada pasien dengan kontraindikasi

anestesi umum.3

 Anal Encirclement

Pada prosedur anal encirclement, sebuah band nonabsorbable ditempatkan subkutan

di sekitar anus. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk menjaga rektum dari prolaps

dengan membatasi ukuran lumen anus. Meskipun prosedur awalnya menggunakan

kabel, sekarang dipergunakan bahan lain seperti, Silastic Tube dan bahan jahit tak

terserap sebagai gantinya. Anal encirclement efektif dalam mencegah mekanis rektum

dari prolaps, tetapi tidak mengobati gangguan yang mendasarinya.3,6,7

Komplikasi dari prosedur ini meliputi obstruksi dengan impaksi tinja dan erosi dari

kawat dengan infeksi. Anal encirclement tidak lagi umum dilakukan, biasanya hanya

disediakan untuk pasien yang paling lemah dan untuk pasien dengan risiko bedah

16
tertinggi, di antaranya dengan tujuan paliatif. Anal encirclement membawa risiko

impaksi tinja yang sangat tinggi.3,6,7

 Reseksi Delorme

Dalam reseksi Delorme mukosa, sayatan melingkar dibuat melalui mukosa prolaps

rektum dekat garis dentate, dengan elektrokauter tersebut, mukosa tersebut dilucuti

dari anus ke puncak prolaps dan dipotong. Otot prolaps gundul kemudian lipit dengan

jahitan dan reefed up seperti akordion, dan ujung-ujungnya transeksi dari mukosa

dijahit bersama-sama. Prosedur ini sering digunakan untuk prolapses kecil tetapi juga

dapat digunakan untuk yang besar.3,6,7

Gambar 6. Prosedur Delorme.3

 Altemeier Perineum Rectosigmoidectomy

Dalam prosedur rectosigmoidectomy Altemeier perineal, sayatan tebal penuh

melingkar dibuat dalam rektum prolaps sekitar 1-2 cm dari garis dentate.

Mesenterium usus prolaps diligasi sedikit demi sedikit sampai tidak ada usus

berlebihan lagi yang dapat ditarik ke bawah. Usus transeksi dan baik dijahit tangan ke

17
lubang anus distal atau dijepit dengan stapler melingkar. Sebelum anastomosis,

beberapa ahli bedah uji coba penerapan otot levator ani anterior, yang dapat

membantu meningkatkan kontinensia.3,6,7

Gambar 7. Prosedur Alteimer.3

 Reseksi Stapled Perineum Prolaps

Prosedur ini dilakukan dengan menarik keluar prolaps sepenuhnya pada pukul 3 dan

9, dalam posisi litotomi, memotong dengan arah aksial terbuka dengan stapler linear.

Reseksi dilakukan dengan stapler Transtar Contour melengkung. 3,9

18
Gambar 8. Reseksi Stapled Perineum Prolaps.9

Setelah prosedur abdominal untuk prolaps rektum, pasien biasanya mengalami nyeri

dan ileus insisional. Cairan IV dipertahankan sampai cairan yang dimulai dengan

kembalinya fungsi usus atau sebelumnya, tergantung pada apakah suatu anastomosis

telah dilakukan. Sebagai meningkatkan fungsi usus, diet dapat maju. Pasien dengan

anastomosis yang diselenggarakan pada diet rendah serat selama 2-3 minggu dan

kemudian mulai pada suplemen serat untuk membantu mencegah kembalinya konstipasi

dan mengejan. Pasien tanpa anastomosis yang dapat dimulai pada diet tinggi serat

cepat.3,6,7

Sebuah kateter Foley ditempatkan perioperatif dan dibiarkan di tempat selama

beberapa hari karena diseksi rektum dapat menghambat fungsi kandung kemih. Lama

waktu rawat inap di rumah sakit rata-rata 3-7 hari dan biasanya tergantung pada

kembalinya fungsi usus dan pengendalian rasa sakit insisional.3,6,7

Pasien yang telah menjalani prosedur perineum melakukannya dengan baik pasca

operasi, dengan rasa sakit yang minimal dan tinggal di rumah sakit singkat. Awalnya,

mereka menerima apa-apa melalui mulut selama kurang lebih 12-24 jam. Setelah periode

19
ini, cairan yang dilembagakan, dan pasien dengan cepat maju ke diet biasa. Fungsi usus

kembali dengan cepat karena tidak ada sayatan abdominal, dan pasien sering dapat habis

24-72 jam setelah prosedur.3,6,7

2.10 Komplikasi

Komplikasi serius setelah operasi prolaps rektum meliputi infeksi, perdarahan,

perlukaan usus, kebocoran anastomosis, perubahan fungsi kandung kemih dan seksual, dan

konstipasi. Frekuensi komplikasi ini berkaitan dengan jenis prosedur.3

2.10.1 Infeksi

Sumber yang paling umum dari infeksi pada prosedur pembedahan per abdomen

adalah organisme kulit pada luka. Jika bahan asing telah ditanamkan, infeksi dapat terjadi,

paling sering disebabkan organisme kulit, dan jika memungkinkan bahan asing harus

disingkirkan. Adanya fibrosis dapat membuat penyingkiran bahan prostetik terlalu

berbahaya, dalam kasus seperti ini digunakan terapi antibiotik jangka panjang. Infeksi

setelah prosedur perineum jarang terjadi, biasanya sebagai akibat pemisahan di anastomosis

perineum.3

2.10.2 Pendarahan

Perdarahan paling sering terjadi dalam 2 situasi. Situasi pertama melibatkan robeknya

pembuluh darah presakrum selama prosedur per abdomen, ketika rektum langsung

ditempelkan ke fasia presakrum. Hal ini dapat menyebabkan hematoma presakrum atau

perdarahan hebat. Pendarahan seperti ini bisa sulit untuk dikendalikan karena pembuluh

darah keluar langsung dari tulang. Manuver awal dengan tekanan langsung ke area

perdarahan selama 10-15 menit. Jika ini gagal untuk mengontrol perdarahan, pines titanium

dapat ditempatkan ke dalam tulang untuk menghambat perdarahan. Pemotongan di ruang

presakrum sering meningkatkan perdarahan dan harus dihindari. Situasi umum kedua untuk

20
perdarahan terjadi selama penipisan mukosa pada prosedur Delorme atau dari pemisahan

luka pasca operasi.3

2.10.3 Perlukaan Usus

Perlukaan usus dapat terjadi selama mobilisasi rektum. Jika diketahui, luka tersebut

biasanya dapat diobati tanpa memerlukan diversi usus. Jika usus terluka, tidak

diperkenankan melakukan pemasangan material asing. Adanya perlukaan yang tidak

diketahui dapat menyebabkan pembentukan abses dan sepsis panggul. Perlukaan usus yang

tidak diketahui mungkin terjadi saat prosedur laparoskopi oleh beberapa mekanisme, dan

jika tidak terdeteksi dengan cepat akan menghambat perbaikan kondisi pasien, dan dapat

menyebabkan sepsis dan kematian.3

2.10.4 Kebocoran Anastomosis

Semua prosedur yang melibatkan suatu anastomosis membawa risiko kebocoran

anastomosis. Prosedur per abdomen dengan penyulit kebocoran mungkin tidak memerlukan

eksplorasi ulang jika kebocoran kecil dan berisi, dan pasien stabil. Timbunan kebocoran

dapat ditangani dengan drainase perkutan, dan kebocoran ini sering membaik dengan

perawatan suportif. Jika kondisi pasien tidak membaik, perlu dilakukakan washout

abdomen dengan pengalihan tinja proksimal.3

Jika kebocoran yang besar dan tidak berisi, atau jika pasien tidak stabil, diindikasikan

reeksplorasi darurat. Sepsis panggul membuat diseksi lebih lanjut dalam panggul

menantang serta berbahaya bagi pasien, dan washout dengan pengalihan proksimal adalah

prosedur pilihan. Kebocoran anastomotik juga dapat terjadi setelah rekctosigmoidektomy

perineum. Jika kebocoran terjadi setelah prosedur ini, infeksi lokal dan sepsis panggul

jarang terjadi.3

21
2.10.5 Penurunan Fungsi Kandung Kemih dan Seksual

Perubahan fungsi kandung kemih dan fungsi seksual merupakan komplikasi yang

jarang terjadi dalam prosedur per abdomen jika dilakukan dengan benar. Saraf simpatik dan

parasimpatis panggul berjalan di sepanjang rektum, jika pembedahan tidak dilakukan pada

bidang yang tepat, cedera dapat terjadi, menyebabkan disfungsi kandung kemih, impotensi,

atau ejakulasi retrograde. Ini merupakan pertimbangan penting dalam pemilihan prosedur

perbaikan, terutama pada pria, meskipun risiko cedera kurang dari 1-2%.3

2.10.6 Konstipasi

Prosedur dan perineum reseksi anterior memiliki risiko rendah obstruksi outlet.

Secara historis, prosedur per abdomen dimana penempelan rektum pada sakrum

menyebabkan tingginya tingkat obstruksi saat rektum dibungkus mengelilinginya,

seringkali mengharuskan pelepasan fiksasi untuk mengobatinya, karena alasan ini, bila

dilakukan pembungkusan, hanya dilakukan pada sposterior dan sebagian di sisi rektum.3

2.11 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan pengobatan yang tepat. Resolusi spontan biasanya

terjadi pada anak-anak. Dari pasien-pasien dengan prolaps rektum yang berusia 9 bulan

sampai 3 tahun, 90% hanya memerlukan pengobatan konservatif. Kontinensia biasanya

buruk pada awalnya setelah perawatan bedah, tetapi pada kebanyakan pasien membaik dari

waktu ke waktu, namun, tingkat perbaikan tidak dapat diprediksi.3,4

Prolaps rectum yang tidak diobati dapat menyebabkan inkarserasi dan strangulasi,

namun jarang. Yang lebih umum terjadi ialah perdarahan rektum (biasanya minor), ulserasi,

dan inkontinensia.3

Mortalitas pasca operasi rendah, namun tingkat kekambuhan bisa setinggi 15%, terlepas

dari prosedur operasi yang dilakukan. Komplikasi pasca operasi paling umum melibatkan

22
perdarahan dan kebocoran di anastomosis. Komplikasi lainnya termasuk ulserasi mukosa dan

nekrosis dinding rektum. Komplikasi operasi lebih tinggi untuk operasi per abdominal,

dengan tingkat kekambuhan yang lebih rendah, sebaliknya untuk operasi perineum, yang

memiliki tingkat komplikasi yang lebih rendah, tetapi kekambuhan lebih tinggi.3,4

Tingkat kekambuhan untuk reseksi anterior tanpa fiksasi sakrum adalah sekitar 7-9%,

dengan tingkat morbiditas dari 15-29%. Tingkat kekambuhan ini lebih tinggi daripada

prosedur per abdominal lainnya.3

Tingkat kekambuhan untuk Marlex rectopexy berkisar antara 2% sampai 10%,

dengan tingkat morbiditas 3-29%. Kontinensia meningkat dalam 50-70% dari pasien.

Kontipasi, tidak membaik dan bisa memburuk setelah operasi ini. Hasil rectopexy jahitan

sebanding.3

Tingkat kekambuhan untuk reseksi dan rectopexy adalah 3-4%, dengan beberapa

studi melaporkan tingkat kekambuhan 0%. Morbiditas berkisar antara 4% sampai 23%.

Karena usus berlebihan juga direseksi, konstipasi membaik pada 60-80% pasien, dan

kontinensia membaik pada 35-60%.3

Tingkat kekambuhan untuk reseksi lengan Delorme mukosa berkisar antara 5%

sampai 26%, dengan morbiditas variabel yang biasanya berkaitan dengan komorbiditas yang

mendasari pasien. Inkontinensia alvi dan konstipasi membaik sekitar 50% dari pasien.3,7

Tingkat kekambuhan untuk rektosigmoidektomy Altemeier perineum berkisar antara

0% sampai 50%, dengan rata-rata sekitar 10%. Kontinensia dapat diperbaiki jika lipatan

levator ditambahkan ke prosedur. Pemulihan kontinensia dengan prosedur ini tidak dapat

diprediksi.3,7

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. dan Wim de Jong. 2010. Usus Halus, Apendiks, kolon, dan Anorektum.

Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hlm 795-796.

2. Gerard M.D. 2010. Anorectum. Current Diagnosis & Ttreatment : Surgery 13th

International Edition. McGraw Hill. Hlm 704-707.

3. Jan R., John G., Rectal Prolapse. 2011. http://emedicine.medscape. com/article/2026460-

overview (Akses: 29 Mei 2018)

4. Randa M.M., Rectal prolapse: Diagnosis and Clinical Management World J

Gastroenterol 2010 May 7;16(17): 2193-2194.

5. P Sivalingam. Best Approach for Management of Rectal Prolapse Bombay Hospital

Journal, Vol. 50, No. 3, 2008. Hlm 1-12.

6. Madhulika V., Janice R., Donald B., Practice Parameters for the Management of Rectal

Prolapse. Disease of Colon Rectum 2011; 54: 1339–1346.

7. Eung J.S. Surgical Treatment of Rectal Prolaps. Journal of Korean Society of Coloproctol

2011; 27(1);5-12.

8. Sewefy A.M, Abobeeh H.M, Saleh M.G, Mohammed R.A, Wagdy M A dan Kamal A.

Laparoscopic Rectopexy for Complete Rectal Prolapse. El-Minia Med. Bul.2010. 21 (1):

1-8.

9. Hetzer FH, Roushan AH, Wolf K, Beutner U, Borovicka J, Lange J, et al. Functional

outcome after perineal stapled prolapse resection for external rectal prolapse. BMC Surg.

Mar 8 2010;10:9.

24

Anda mungkin juga menyukai