Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

SUBJEKTIF

Perempuan umur 20 tahun, datang ke IGD RSUD Selasih pada tanggal 23 Juli 2018 dengan :

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran sejak 1 hari ini.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak kemarian

malam. Penurunan kesadaran dialami semakin berat sampai pasien tidak bisa bicara dan

bergerak lagi. Pasien mengalami kejang sudah 3 hari terakhir, kejang dialami berulang kali

10 - 15 kali setiap harinya. kejang seluruh tubuh, tangan dan kaki menghentak dan mata

mendelik keatas, kejang 3 – 5 menit setiap kejang, setelah kejang pasien sadar namun 1 hari

terkahir setelah kejang pasien tidak sadar kembali. Saat kejang pasien tidak mendapat obat

medis apa apa dan hanya berobat kampung. Saat di rumah sakit pasien kejang seluruh tubuh

dan menghentak ±1- 2 menit. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri.

Sejak ± 2 minggu SMRS pasien mengalami demam terus menerus , pasien diberi obat

penurun panas dan obat kampung namun hanya turun sebentar dan demam kembali. Demam disertai

menggigil disangkal oleh keluarga. Pasien juga mengalami nyeri kepala 2 minggu terkahir dan

diraskan kepala seperti mau pecah. Nyeri kepala disertai mual dan muntah disangkal oleh keluarga

pasien. Pasien juga megalami batuk sudah 1 minggu terakhir. Batuk disertai dahak berwarna putih..

BAK dan BAB tidak ada keluhan. Riwayat trauma kepala disangkal. Riwayat kejang sebelumnya

disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak Ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada

Riwayat Pengobatan : Tidak Ada

Riwayat Alergi : Tidak Ada


OBJEKTIF

Vital Sign

 Keadaan Umum : Lemah

 Kesadaran : E1M4V1

 Tekanan darah : 100/ 70 mmHg

 Nadi : 100 x/menit

 Pernafasan : 20 x/menit

 Temp : 38,4C

 BB : 45 Kg

Pemeriksaan Fisik

 Kepala : Normochepali, kaku kuduk (-)

 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil isokor, refleks cahaya (+/+)

 T/H/M : Dalam batas normal

 Leher : Dalam batas normal

 Thoraks : Simetris, tidak ada retraksi dinding dada

 Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V MCL Sinistra

Perkusi : Kesan batas jantung normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

 Paru – paru

Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-)

Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks


Auskultasi : Suara nafas vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen

Inspeksi : Simetris

Palpasi : soepel, H/L/R tidak teraba

Perkusi : Timpani, pekak hepar (-), nyeri saat perkusi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”

Babinski +/+

HASIL LABORATORIUM

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Rujukan


Hematologi:
- Haemoglobin 10,6 gr/dl 12-14 gr/dl
- Leukosit 22.900 /ul 4,4 – 10 x 103 /ul
- Trombosit 500.000 /m 150 – 450 x 103 /m
- Hematokrit 32,3 % 26 – 48%
Serologi : Tidak ditemukan parasit
- Malaria malaria pada pemeriksaan
- Typhi O slide darah
- Typhi H 1/320
1/320
Kimia Darah
- Gula darah Sewaktu 145 mg/dl <200mg/dl
HIV Non Reaktif
Cairan LCS Volume 1 ml
Warna Jernih
Jumlah Sel 8/ul
Diff Count Mononuklear 2
Kesan : Dalam Batas
Normal
HASIL CT SCAN

Tampak gambaran Multipel Hipodens

Kesan : Edema Serebri

ASSEMENT

Penurunan Kesadaran ec Edema Serebri

PLANNING

Konsul dr. Jhony Sp.S

- IVFD RL 20 tetes/ menit

- O2 2-3 liter/ menit

- Inj Phenitoin 1 amp dilarutkan dalam Nacl 0,9 % 8 cc bolus pelan 5 menit / 8 jam

- Inj Meropenem 1 gr / 8 jam

- Inj Kloramfenikol 1gr / 6 jam

- Inj Fenitoin 0,5 – 1 amp jika kejang > 5 menit

- Inj Dexamethason / 6 jam

- Inj Ranitidine / 12 jam

- Inj Neurobion / Hari

- Clopidogrel / 6 jam

- Inf Paracetamol jika demam

- NGT Diet Makan Cair 4 x 200 cc


TINJAUN PUSTAKA

A. Anatomi Otak

Cerebrum (Telencephalon)

Cerebral Hemisper

Otak adalah pusat integrasi tertinggi dari SSP dan merupakan segmen yang paling

dibedakan dari otak manusia. Pada dasarnya terdiri dari dua struktur: dua cerebral hemisfer

dan beberapa ganglia basalis. Yang terakhir ini memiliki beberapa peranan dalam aktivitas

motorik, terutama inisiasi dan gerakan lamban. Mereka terletak jauh di dalam hemisfer dan

tidak dapat dilihat sampai otak dipotong. Kedua cerebral hemisfer dipisahkan oleh fisura

longitudinal dan terdiri dari bagian utama dari substansi yang terlihat pada otak.

Gambar 1. Susunan otak. Potongan sagittal kepala pada orang dewasa; dilihat dari sisi kiri

medial. Otaktengah, pons, dan medula oblongata bersama-sama membentuk batang otak
Lobus Cerebral

Permukaan otak dibentuk oleh gyri yang dipisahkan oleh sulcus. Kedua sulcus lateral

dan sulcus sentralis dapat membagi hemisfer menjadi empat lobus

1. Lobus frontal

2. Lobus parietalis

3. Lobus temporal

4. Lobus occipital

Lobus frontal terletak di depan sulcus sentralis, lobus parietalis terletak dibelakang.

Lobus temporal terletak di bawah sulcus lateral, dan sulcus parieto-occipital memisahkan

parietalis lobus dari lobus occipital. Jauh di dalam sulcus lateral terletak insula, dilindungi

oleh lobus frontal, parietal, dan temporal. Insula ini sering dianggap sebagai lobus kelima.

Tidak diketahui fungsinya pada otak manusia.

Gambar 2. Otak besar, dilihat dari sisi kiri

Seperti disebutkan sebelumnya, daerah-daerah tertentu dari otak memiliki fungsi

spesifik. Ini dapat dibagi menjadi primer dan sekunder (asosiasi) area. Area utama

merupakan awal dan keluarnya jalur proyeksi. Contohnya, sebagian besar tractus pyramidalis

berasal dari gyrus presentralis, dan tractus sensoris dari thalamus berakhir di gyrus
postsentralis. Sekitar 80% dari permukaan otak diambil oleh daerah asosiasi yang

mengelilingi daerah terisolasi primer serta proses informasi.

Gambar 3. Fungsi kortikal hemisfer sebelah kiri

Presentralis gyrus bertanggung jawab atas pelaksanaan gerakan (korteks motor

utama), sedangkan postsentral gyrus merupakan pusat somatosensori untuk sensasi sadar

(primer sensorik korteks). Di sisi medial pada kedua lobus occipital, pada setiap sisi dari

calcarine fisura adalah pusat untuk visi sadar (korteks visual primer). Hal ini dikelilingi oleh

daerah asosiasi visual di mana rangsangan visual terorganisir. Gyrus yang melintang jauh di

sulcus lateral temporal lobus membentuk korteks akustik (akustik korteks primer), yang

dikelilingi oleh area asosiasi auditori (pusat akustik sekunder).

Diencephalon

Diencephalon adalah wilayah otak yang terletak di antara cerebral hemisfer dan

mengelilingi ventrikel ketiga. Ini terdiri dari thalamus, yang merupakan pusat sentral jalur

sensorik (nyeri, suhu, tekanan, sentuhan, serta pendengaran) dan hipotalamus di bawahnya.
Midbrain (Mesencephalon)

Mesencephalon adalah bagian terkecil dari otak, terletak di antara diencephalon dan

pons. Daerah di atas adalah tectum yang terdiri dari empat proyeksi, tecti lamina. Keduanya

terdiri dari colliculi superior, keempat yang lebih rendah adalah colliculi inferior. Empat

colliculi tersebut merupakan corpora quadrigemina. Yang memberikan jalur refleks akustik

dan optik ke sumsum tulang belakang.

Pons dan Cerebellum

Pons dan cerebellum bersama-sama membentuk bagian metencephalon dari otak

belakang (rhombencephalon). Cerebellum terletak pada fossa cranial posterior dibawah lobus

occipital pada cerebrum, dipisahkan oleh tentorium cerebelli. Bentuk permukaan anterior dari

keempat ventrikel. Yang menghubungkan ke otak tengah, pons, dan medula oblongata oleh

peduncles cerebellar. Fungsi otak kecil adalah mengkoordinasikan aktivitas otot (koordinasi

antagonis otot kelompok, e. g., fleksor / ekstensor). Bekerjasama dengan ganglia basalis

dalam pergerakan.

Medulla Oblongata

Medula oblongata (myencephalon, medula), sekitar 4 cm, antara otak dan tulang

belakang pada foramen magnum. Pada anterior memiliki alur median (sulcus media, fissura

mediana anterior), dari traktus-traktus pyramidalis.


B. Definisi

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, cacing,

protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000). Encephalitis adalah suatu

peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis, kebanyakan darinya disebabkan

oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis

dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro

organisme lain yang non purulent.

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.

Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau

komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan

oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary

amoebic meningoencephalitis juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem

kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak

dan menyebabkan kematian.

C. Etiologi

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,

protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah

virus. Beberapa mikroorganisme yang dapat menyebabkan ensefalitis terbanyak adalah

Herpes simpleks, arbovirus, Eastern and Western Equine, La Crosse, St. Louis encephalitis.

Penyebab yang jarang adalah Enterovirus (Coxsackie dan Echovirus), parotitis, Lassa virus,

rabies, cytomegalovirus (CMV).


Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :

1. Infeksi virus yang bersifat epidemik

a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

b. Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,

Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer

encephalitis, Murray valley encephalitis.

2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,

Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang

dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca

vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi

traktus respiratorius yang tidak spesifik.

D. Patogenesis

Virus masuk tubuh melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat

melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh

dengan beberapa cara:

1. Setempat: virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ

tertentu.

2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke

organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.

3. Penyebaran hematogen sekunder: virus berkembang biak di daerah pertama kali

masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.


4. Penyebaran melalui saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan

menyebar melalui sistem saraf.

Patogenesis dari encephalitis mirip dengan pathogenesis dari viral meningitis, yaitu

virus mencapai Central Nervous System melalui darah (hematogen) dan melalui saraf

(neuronal spread)2. Penyebaran hematogen terjadi karena penyebaran ke otak secara langsung

melalui arteri intraserebral. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai,

misalnya arteri meningeal yang terkena radang dahulu. Dari arteri tersebut itu kuman dapat

tiba di likuor dan invasi ke dalam otak dapat terjadi melalui penerobosan dari pia mater.

Selain penyebaran secara hematogen, dapat juga terjadi penyebaran melalui neuron,

misalnya pada encephalitis karena herpes simpleks dan rabies. Pada dua penyakit tersebut,

virus dapat masuk ke neuron sensoris yang menginnervasi port d’entry dan bergerak secara

retrograd mengikuti axon-axon menuju ke nukleus dari ganglion sensoris. Akhirnya saraf-

saraf tepi dapat digunakan sebagai jembatan bagi kuman untuk tiba di susunan saraf pusat.

Sesudah virus berada di dalam sitoplasma sel tuan rumah, kapsel virus dihancurkan.

Dalam hal tersebut virus merangsang sitoplasma tuan rumah untuk membuat protein yang

menghancurkan kapsel virus. Setelah itu nucleic acid virus berkontak langsung dengan

sitoplasma sel tuan rumah. Karena kontak ini sitoplasma dan nukleus sel tuan rumah

membuat nucleic acid yang sejenis dengan nucleic acid virus. Proses ini dinamakan replikasi

Karena proses replikasi berjalan terus, maka sel tuan rumah dapat dihancurkan. Dengan

demikian partikel-partikel viral tersebar ekstraselular. Setelah proses invasi, replikasi dan

penyebaran virus berhasil, timbullah manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian

disususl oleh manifestasli lokalisatorik.

Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, demam, dan lemas-letih seluruh

tubuh. Sedang manifestasi lokalisatorik akibat kerusakan susunan saraf pusat berupa

gannguan sensorik dan motorik (gangguan penglihatan, gangguan berbicara,gannguan


pendengaran dan kelemahan anggota gerak), serta gangguan neurologis yakni peningkatan

TIK yang mengakibatkan nyeri kepala, mual dan muntah sehinga terjadi penurunan berat

badan.

Virus / Bakteri

Mengenai CNS

Ensefalitis

Kejaringan susuna saraf pusat

TIK meningkat Kerusakana susunan saraf pusat

nyeri kepala - gangguan penglihatan kejang spastic

- gangguan bicara

mual, muntah - gangguan pendengaran resiko cedera

- kelemahan gerak

BB turun

- gangguan sensorik
motorik
nutrisi kurang

Gambar 4. Patofisiologi Ensefalitis


E. Diagnosis

Gejala Klinis

Demam disertai sakit kepala, muntah, kelemahan dan kaku kuduk Terjadi gangguan

fungsi otak yang normal yang menyebabkan perubahan kepribadian, kejang, kelemahan pada

satu atau lebih bagian tubuh, linglung, rasa mengantuk yang bisa berkembang menjadi koma,

dan gejala meningitis lainnya. Virus tertentu memberikan gejala tambahan lainnya.

Contohnya adalah virus herpesasimpleks, yang seringkali menyebabkan kejang berulang pada

stadium awal ensefalitis. Selain sel darah putih, cairan serebrospinal juga mengandung sel

darah merah. Virus ini juga menyebabkan pembengkakan pada lobus temporalis, yang bisa

terlihat pada skening MRI.

Meskipun virus penyebabnya berbeda- beda tetapi memberikan gejala klinis yang

sama. Ensefalatis dimulai dengan demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, mual,

muntah, kemudian diikuti penurunan kesadaran dan kejang- kejang. Gangguan tingkah laku

dan bicara juga dapat ditemukan. Gerakan abnormal dapat ditemukan tapi jarang. Defisit

neurologis yang timbul bergantung pada lokasi kerusakan yang terjadi. Infeksi virus influenza

dapat menimbulkan gejala yang tidak khas seperti: Syndrom lobus frontal dan limbic yang

Pemeriksaan Penunjang

 Pencitraan/ radiologi

Pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan patologi lain sebelum melakukan LP

(lumbal punksi) atau ditemukan tanda neurologis fokal. Pencitraan mungkin berguna untuk

memeriksa adanya abses, efusi subdural, atau hidrosefalus.[9]n

MRI (magnetic resonance imaging) kepala dengan peningkatan gadolinium

merupakan pencitraan yang baik pada kecurigaan ensefalitis. Temuan khas yaitu peningkatan
sinyal T2-weighted pada substansia grisea dan alba. Pada daerah yang terinfeksi dan

meninges biasanya meningkat dengan gadolinium.[8]

Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi yang difus (aktivitas lambat

bilateral). Dengan asumsi bahwa biopsi otak tidak meningkatkan morbiditas dan mortalitas,

apabila didapat lesi fokal pada pemeriksaan EEG atau CT-scan, pada daerah tersebut dapat

dilakukan biopsi tetapi apabila pada CT-scan dan EEG tidak didapatkan lesi fokal, biopsi

tetap dilakukan dengan melihat tanda klinis fokal. Apabila tanda klinis fokal tidak didapatkan

maka biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi

virus Herpes simpleks.

 Laboratorium

Analisis CSS (cairan serebrospinal) menunjukkan pleositosis (yang didominasi oleh

sel mononuklear) sekitar 5-1000 sel/mm3 pada 95% pasien. Pada 48 jam pertama infeksi,

pleositosis cenderung didominasi oleh sel polimorfonuklear, kemudian berubah menjadi

limfosit pada hari berikutnya. Kadar glukosa CSS biasanya dalam batas normal dan jumlah

ptotein meningkat. PCR (polymerase chain reaction) dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis ensefalitis.

Diagnosis banding

1. Abses otak.

2. Meningitis

3. Toksoplasmosis

4. Status epileptikus

5. Perdarahan subaraknoid

6. Hipoglikemia
F. Penatalaksanaan

Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.

Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah

mempertahankan fungsi organ, yang caranya hampir sama dengan perawatan pasien koma

yaitu mengusahakan jalan napas tetap terbuka, pemberian makanan secara enteral atau

parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi terhadap gangguan asam

basa darah.

Bila kejang dapat diberi Diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB IV dilanjutkan fenobarbital.

Paracetamol 10 mg/kgBB dan kompres dingin dapat diberikan apabila pasien panas. Apabila

didapatkan tanda kenaikan tekanan intrakranial dapat diberi Dexamethasone 1 mg/kgBB/hari

dilanjutkan pemberian 0,25-0,5 mg/kgBB/hari.

Pemberian Dexamethasone tidak diindikasikan pada pasien tanpa tekanan intrakranial

yang meningkat atau keadaan umum telah stabil. Mannitol juga dapat diberikan dengan dosis

1,5-2 mg/kgBB IV dalam periode 8-12 jam. Perawatan yang baik berupa drainase postural

dan aspirasi mekanis yang periodik pada pasien ensefalitis yang mengalami gangguan

menelan, akumulasi lendir pada tenggorokan serta adanya paralisis pita suara atau otot-otot

pernapasan. Pada pasien herpes ensefalitis (EHS) dapat diberikan Adenosine Arabinose 15

mg/kgBB/hari IV diberikan selama 10 hari. Pada beberapa penelitian dikatakan pemberian

Adenosine Arabinose untuk herpes ensefalitis dapat menurunkan angka kematian dari 70%

menjadi 28%. Saat ini Acyclovir IV telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan

merupakan obat pilihan pertama. Dosis Acyclovir 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis

selama 10 hari.
G. Prognosis

Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya

terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes Simpleks) angka

kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiklovir akan

menurukan mortalitas menjadi 28%.

Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang

hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Gejala sisa lebih sering

ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan

yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma. Pasien yang

mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat.

Banyak kasus ensefalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat ensefalitis ringan

biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari kematian ensefalitis

dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder .Beberapa bentuk ensefalitis

mempunyai bagian berat termasuk herpes ensefalitis dimana mortality 15-20% dengan

treatment dan 70-80% tanpa treatment.

H. Pencegahan

 Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi

 Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika serangga aktif

menggigit.

 Pengendalian nyamuk atau surveilans melalui penyemprotan

 Indikasi seksio sesar jika ibu memiliki lesi aktif herpes untuk melindungi bayi baru

lahir

 Imunisasi/vaksin anak terhadap virus yang dapat menyebabkan ensefalitis (mumps,

measles/campak)
 Japanese Encephalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke

daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for

Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan

menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan

selama musim transmisi. Virus Japanese Encephalitis dapat menginfeksi janin dan

menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat.
Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak.
Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000; hal373-5.
2. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu
Kesehatan Anak Ed.15Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.1996;hal880-2.
3. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust, John
C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International Edition. New
York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54
4. Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2,Editor
:Harsono.,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6.
5. Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab
SA.EGC Jakarta.2000;hal 1141-53
6. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses.
Richard G, Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential.
7. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis. Richard G, Bathur,MD.
Updated on April 19th, 2011. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview.
8. Kate M, Cronan.MD. Encephalitis. Updated: January 2010. Available from
http://kidshealth.org/parent/infections/bacterial_viral/encephalitis.html
9. NINDS. Meningitis and Encephalitis Fact Sheet. Last updated on February 16, 2011
Available from
http://www.ninds.nih.gov/disorders/encephalitis_meningitis/detail_encephalitis_meni
ngitis. Accessed January 31,2012

Anda mungkin juga menyukai