Anda di halaman 1dari 32

Inersia Uteri Sekunder

Pembimbing :
Dr. V. Harry, SpOG

Disusun Oleh :
Edwin
11 2015 280

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 21 NOVEMBER – 29 JANUARI 2016
RUMAH SAKIT BAYUKARTA
2016
LAPORAN KASUS

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan


Rumah Sakit Bayukarta
________________________________________________________________________
Nama : Edwin Tanda tangan :
NIM : 11.2015.280
Dr pembimbing / penguji : dr. V. Harry, SpOG

A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. AP Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Anjun Kanoman RT 03/08 Masuk Rumah Sakit : 07 December 2016
Karawang Kulon Karawang Barat
Nama suami : Tn. R
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Anjun Kanoman RT 03/08 Karawang Kulon Karawang Barat
No. RekamMedis : 2016004xxx

TanggalMasuk RS : 7/12/2016

B. ANAMNESIS :
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 7 December 2016 ; Jam : 21.30 WIB

Keluhan utama :
Pasien G1P0A0 gr 38 minggu datang dengan keluhan mules-mules sejak tadi pagi.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G1P0A0 gr 38 minggu datang dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari SMRS. Mules
yang dirasakan semakin sering dan durasi semakin lama. Tetapi setelah d observasi beberapa jam
kemudian mules dirasakan berkurang dan durasi dirasakan semakin sebentar. Pasien tidak mengeluh

1
keluarnya cairan bening (-), lendir darah (-). Pasien tidak mengeluh pusing (-), sakit kepala (-). Os tidak
mengeluh mual (-) muntah (-) . Gerakan janin aktif.

Riwayat Menstruasi
 Menarche : 13 tahun Menopause :(-)
 Dismenorrhea : (-) Siklus haid : 27 hari
 Leukorrhea : (-) Lama haid : 4 – 6 hari

Riwayat Perkawinan
 Menikah 1 kali pada usia 24 tahun, selama 1 tahun 2 bulan

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Hamil Usia Jenis Penyulit Penolong Jenis BB/TB Umur
ke kehamilan persalinan kelamin lahir sekarang
1 Hamil ini Normal - Dokter Perempuan 2950 g -
(38
minggu)

Riwayat kehamilan ini:


 HPHT : 15-03-2016
 HPL : 22-12-2016

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)


 ( - ) Pil KB ( - ) IUD
 ( - ) Suntikan 3 bulan ( - ) Lain-lain
 ( - ) Susuk KB

Riwayat Antenatal Care :


Os kontrol kehamilan ke dokter spesialis kandungan namun berganti2 dokter. 2 bulan terakhir
ini os kontrol kehamilan di dr HM. Saleh, SPOG.

Riwayat Penyakit Dahulu


(−) Alergi (−) Diabetes (−) Hepatitis

2
(−) Asma (−) Gastritis (−) Hipertensi
(−) Tuberkulosis (−) HIV (−) Penyakit Jantung

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi - √
Asma - √
Tuberkulosis - √
Diabetes - √
Gastritis - √
HIV - √
Hepatitis - √
Hipertensi - √
Penyakit jantung - √

Riwayat Operasi
Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 118/79 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Suhu : 36,5o C
Pernafasaan : 20x/ menit
Tinggi Badan : 152 cm
Berat Badan : 60 kg
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Kulit : Warna Sawo matang, turgor kulit baik, ikterus (-)
Jantung : BJ I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : SN vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
 Leopold I : teraba kenyal dan lancip (bokong)
 Leopold II : puka (DJJ 135x/menit) TFU : 32cm

3
 Leopold III : Presentasi Kepala hodge I - II
 Leopold IV : Divergen
Lien : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Genitalia : Lendir (-), darah (-)
Ekstremitas : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, reflex fisiologis (+/+), Akral hangat
HIS : 2x/10 menit selama <20 detik

Pemeriksaan Dalam 07 December 2016 (23:30)


- V/v tak ada kelainan
- Fluxus (-), Fluor (-)
- Pembukaan 3 cm, ketuban (+), lendir darah (+), cairan bening (-)
- Portio lunak tebal, nyeri goyang (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium – 07 Desember 2016

Darah rutin
Hemoglobin 12,0 g/dL (N: 11,5 – 18)
Leukosit 9,67 K/uL (N: 4,6 – 10,2)
Hematokrit 34,6 % (N: 37-54)
Trombosit 206 K/uL (N: 150-400)
Eritrosit 4,16 M/uL (N: 3,8 – 6,5)

Hitung jenis leukosit


Basofil 0% (N: 0-1)
Eosinofil 1% (N: 0-3)
Batang/Stat 0% (N: 0-5)
Limfosit 24 % (N: 25-50)
Monosit 9% (N: 2-10)
Segmen 66 % ( N: 50 – 80)

Nilai Eritrosit rata-rata


MCV 83,2 fL (N: 80 – 100)
MCH 28,8 pg (N: 26 – 32)
MCHC 34,7 g/dl (N: 31 – 36)

E. RINGKASAN (RESUME)

Pasien G1P0A0 gr 38 minggu datang dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari SMRS. HPHT 15-03-
2016. TP : 22-12-2016 Mules yang dirasakan semakin sering dan durasi semakin lama. Tetapi setelah d

4
observasi beberapa jam kemudian mules dirasakan berkurang dan durasi dirasakan semakin sebentar.
Pasien tidak mengeluh keluarnya cairan bening (-), lendir darah (-). Pasien tidak mengeluh pusing (-),
sakit kepala (-). Os tidak mengeluh mual (-) muntah (-) . Gerakan janin aktif. Pasien rutin kontrol ANC di
dokter spesialis Obsgyn namun berpindah-pindah dokter. 2 bulan terakhir ini pasien kontrol dengan dr
HM. Saleh, SPOG. Riw KB (-)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 118/79 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Suhu : 36,5o C
Pernafasaan : 20x/ menit
Tinggi Badan : 152 cm
Berat Badan : 60 kg
Abdomen :
 Leopold I : teraba kenyal dan lancip (bokong)
 Leopold II : puka (DJJ : 135x/menit) TFU : 32cm
 Leopold III : Presentasi Kepala hodge I - II

 Leopold IV : Divergen
HIS : 2x/10 menit selama <20 detik

Pemeriksaan Dalam 07 December 2016 (23:30)


- V/v tak ada kelainan
- Fluxus (-), Fluor (-)
- Pembukaan 3 cm, ketuban (+), lendir darah (-), cairan bening (-)
- Portio lunak tebal, nyeri goyang (-)

F. DIAGNOSIS
Post partus spontan dalam induksi e.c inersia uteri sekunder

G. RENCANA PENGELOLAAN
Ceftriaxone 1 gr 1x1 (1 hari)

5
Sagestam 80 mg 1x1 (1 hari)
Moloco B12 2x1 p.o
Asam Mefenamat 3x500 mg p.o
Cefadroxil 2x1 p.o
H. PROGNOSIS
Vitam : ad bonam
Fungsionam : ad bonam
Sanationam : ad bonam

#Follow Up di Ruangan

Tanggal 8 Desember 2016, Jam 06.00 WIB


S: Pasien mengeluh mules-mules sejak 1 hari SMRS. Mules semakin sering. Cairan keluar (-), Lendir
Darah (+), keputihan (-), mual (-), muntah (-), pusing (-), gerakan janin aktif

O: Kesadaran umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 118/73 mmHg
Nadi : 85x/m
RR : 20x/m
S : 36,5 C
Mata : CA -/-, SI -/-
Thorax : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Pulmo : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
 Lepolod I : teraba lancip dan lunak (bokong) TFU : 32 cm
 Leopold II : puka (DJJ : 137-146 x/menit)
 Leopold III : Presentasi Kepala hodge I – II sudah masuk PAP

 Leopold IV : Divergen
HIS : 2x/10 menit selama <20 detik
Pemeriksaan Dalam : pembukaan 4cm, portio teraba lunak masih tebal ketuban (+), lendir darah
(-), cairan bening (-).

6
A : G1p0a0 gr 38 minggu inpartu kala I fase aktif

Prognosis : Ibu baik Janin baik

P : Observasi DJJ dan his


Evaluasi setiap 2 jam

Tanggal 8 December 2016, Jam 08.30 WIB


S: mules dirasakan semakin sering.

O: HIS : 3x/10 menit selama 20-40 detik


Pemeriksaan Dalam : pembukaan 4-5cm, portio teraba lunak tipis. Ket (+), kepala hodge I-II.

A : Partus tidak maju


Prognosis : ibu baik janin baik

P : Observasi DJJ dan HIS


Evaluasi setiap 2 jam

Tanggal 8 December 2016, Jam 09.45 WIB


S : mules dirasakan semakin sering.
O : HIS : 3x/10 menit selama 20-40 detik
Pemeriksaan Dalam : pembukaan 6 cm, portio teraba lunak masih tebal.

A : Partus maju

Prognosis : ibu baik janin baik

P : Observasi DJJ dan HIS


Evaluasi setiap 2 jam

Tanggal 8 December 2016, Jam 12.00 WIB

7
S : mules dirasakan berkurang. Tidak sesering sebelumnya
O : HIS : 2x/10 menit selama 20-40 detik
Pemeriksaan Dalam : pembukaan 6 cm, portio teraba lunak tipis. Ket (+). Kepala hodge II
A : Partus tidak maju
Prognosis : ibu baik janin baik
P : observasi DJJ dan His
Evaluasi 2 jam lagi
Stimulasi oksitosin 5” bertahap

Tanggal 8 December 2016, Jam 13.30 WIB Stimulasi Oksitosin

Jam Dosis Tetesan Subjective DJJ HIS


13.30 5 IU 4 tetes Mules dirasakan lebih sering 154x/menit 3x/10” 20-40
lagi detik
13.45 5 IU 8 tetes Mules dirasakan lebih sering 146x/menit 3x/10” >40
detik
14.10 5 IU 12 tetes Mules dirasakan lebih sering 130x/menit 3-4x/10” >40
detik
14.25 5 IU 16 tetes Mules dirasakan lebih sering 132x/menit 4x/10” > 40
detik

Tanggal 8 December 2016, Jam 14.45 WIB


S : Pasien merasa mules semakin sering.
O : Abdomen :
 Lepolod I : teraba lancip dan lunak (bokong) TFU : 32 cm
 Leopold II : puka (DJJ : 154 x/menit)
 Leopold III : Presentasi Kepala hodge III-IV sudah masuk PAP

 Leopold IV : Divergen
HIS : 4-5x/10 menit selama >40 detik
Pemeriksaan Dalam : pembukaan 9 cm, portio teraba lunak tipis. Ket (+).

A : Partus maju

8
Prognosis : ibu baik janin baik

P: observasi DJJ dan His


Evaluasi 1 jam lagi
Pasien dimiringkan ke arah kiri
Tanggal 8 December 2016, Jam 15.15 WIB
S : Pasien merasa mules semakin sering, cairan keluar (-), lendir darah (-), pusing (-).
O : Abdomen :
 Lepolod I : teraba lancip dan lunak (bokong) TFU : 32 cm
 Leopold II : puka (DJJ : 154 x/menit)
 Leopold III : Presentasi Kepala hodge IV kepala sudah crowning

 Leopold IV : Divergen
HIS : 4-5x/10 menit selama >40 detik
Pemeriksaan Dalam : pembukaan lengkap 10 cm, portio teraba lunak tipis. Ket (+). Ketuban
pecah warna hijau spontan pukul 15.20. pasien d episotomi (+).

A : Kala II

Prognosis : ibu baik janin baik

P: Pimpin persalinan
Persiapan kala II

Tanggal 8 December 2016, Jam 15.30 WIB


Bayi lahir spontan nangis. Bbl : 2950 gram TB 49 cm. Apgar 1 menit : 7 5 menit : 9. Lalu di
injeksi oxyla 1 amp im

Tanggal 8 December 2016, Jam 15.35 WIB


Plasenta lahir spontan, perdarahan (+), tfu 2 jari dibawah pusat, luka epis (+), anastesi d luka epis
(+), lalu d hecting (+)

9
Kala IV
Jam TD Nadi TFU Kontraks Kandung Perdaraha
i Uterus Kemih n
16.00 100/75 70x/menit 2 jari dibawah pusat Baik Normal +
16.15 104/77 74x/menit 2 jari dibawah pusat Baik Normal +
16.30 110/79 80x/menit 2 jari dibawah pusat Baik Normal +
16.45 108/81 78x/menit 2 jari dibawah pusat Baik Normal +
17.15 115/84 86x/menit 2 jari dibawah pusat Baik Normal +
17.45 113/90 88x/menit 2 jari dibawah pusat Baik Normal +

Tanggal 9 December 2016, Jam 06.30 WIB


S : (-), bab bak lancar, asi (+).
O : Kesadaran umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/67 mmHg
Nadi : 76x/m
RR : 20x/m
S : 35,9 C
Mata : CA -/-, SI -/-
Thorax : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Pulmo : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)

A : G1p0a0 post partus spontan dengan stimulasi

P: Rencana pulang
Kontrol luka bekas jahitan episotomi 1 minggu lagi
Minum obat dengan teratur

10
BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi
penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan
lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong
saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-
faktor "P" tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau
lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau
kesulitan persalinan ini disebut distosia.1

Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Salah satunya adalah distosia karena kelainan
power (his) baik kekuatan maupun sifatnya yang menghambat kelancaran persalinan. Kelainan power
(his) berhubungan dengan gangguan kotraksi uterus yang dapat di bedakan menjadi dua yaitu disfungsi

11
uterus hipotonik, yakni kontraksi uterus yang lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa sehingga
tidak cukup untuk membuat serviks berdilatasi. dan disfungsi uterus hipertonik yakni kekuatan kontraksi
berlebihan atau terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat
singkat. Disfungsi inkoordinasi yakni kekuatan kontraksi yang meningkat, juga diluar his, dan
kontraksinya tidak berlangsungnseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian lainya. 1

Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan
menentukan prognosis ibu dan janin.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DISTOSIA

Definisi

Distosia adalah suatu persalinan yang sulit, ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat.
Untuk menentukan adanya distosia dapat menggunakan batasan waktu ataupun kelajuan proses. Distosia
dapat terjadi pada kala I ataupun kala II persalinan. Distosia pada kala I aktif persalinan dapat
dikelompokkan menjadi proses persalinan yang lambat (protraction disorder) ataupun tidak adanya
kemajuan persalinan sama sekali (arrest disorder). 2

Penyebab distosia dapat dikategorikan menjadi tiga P:2

1. Gangguan pada powers (kontraksi uterus dan usaha meneran ibu)


2. Gangguan pada passenger (posisi janin, presentasi janin, dan ukuran janin)
3. Gangguan pada passage  rongga pelvis dan jaringan lunak pada jalan lahir

2.2. Gangguan kontraksi uterus 2,3

Disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi:

1. Hypotonic uterine contraction (inertia uteri) kontraksi uterus yang lebih aman, singkat dan jarang
daripada biasa sehingga tidak cukup untuk membuat serviks berdilatasi.

2. Hypertonic uterine contraction yakni kekuatan kontraksi berlebihan atau terlalu kuat dan terlalu
efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.

3. Inkoordinasi uterine action yakni kekuatan kontraksi yang meningkat, juga diluar his, dan
kontraksinya tidak berlangsungnseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian lainya.

2.3. Klasifikasi gangguan uterus2,3

Abnormalitas kontraksi uterus dibedakan berdasarkan fase menjadi:

1. Active Phase Disorder


Gangguan ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu protraction disorder dan arrest disorder. Pada
protraction disorder perkembangan yang terjadi lebih lambat dari seharusnya (dilatasi serviks kurang

13
dari 1 cm/ jam dalam pemantauan minimal 4 jam), sedangkan pada arrest disorder , tidak ada
perkembangan sama sekali. Kedua diagnosis ini hanya dapat ditegakkan dalam keadaan wanita berada
dalam fase aktif dengan dilatasi minimal 4 cm. Delapan puluh persen wanita dengan active phase
disorder memiliki kontraksi uterus yang tidak adekuat (kurang dari 180 montevideo unit).

2. Second Stage Disorder


Pada pembukaan lengkap, pada umumnya perempuan tidak dapat menahan rasa ingin mendorong
pada saat uterus berkonstraksi. Otot – otot abdomen akan dikontraksikan berkali – kali untuk
meningkatkan tekanan intra abdomen berkali – kali untuk meningkatkan tekanan intra abdomen
sepanjang kontraksi. Kontraksi uterus dan otot abdomen mendorong janin keluar. Analgesia atau sedasi
berat dapat menurunkan reflex / rasa ingin berkonstraksi dan juga menurunkan kemampuan perempuan
untuk melakukan konstraksi otot abdomen.

Jenis – jenis kelainan power (HIS)

A. Inersia uteri 2,3,4


Definisi

Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah dan dalam durasi yang pendek
Etiologi

Hingga saat ini masih belum diketahui. akan tetapi terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi :

a.Faktor umum
1. Primigravida terutama pada usia tua
2. Anemia dan asthenia
3. Perasaan tegang dan emosional
4. Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin
5. Ketidaktepatan penggunaan analgetik
b. Faktor lokal
1. Overdistensi uterus
2. Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia
3. Mioma uterus
4. Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
5. Kandung kemih dan rektum penuh
Tipe

14
1. Inersia Primer (Hypotonic Uterine contraction): Kontraksi uterus lemah sejak awal
2. Inersia Sekunder : Inersia berkembang setelah terdapat kontraksi uterus yang sebelumnya baik
Gambaran klinis

1. Waktu persalinan memanjang


2. Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek
3. Dilatasi serviks lambat
4. Membran biasanya masih utuh
5. Lebih rentan terdapatnya placenta yang tertinggal dan perdarahan paska persalinan karena inersia
persisten
6. Tokografi : Gelombang kontraksi kurang dari normal dengan amplitude pendek
Penatalaksanaan

a. Pemeriksaan umum :
1. Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malresentasi atau malposisi dan tetalaksana sesuai
dengan kasus
2. Penatalaksaan kala 1 yang baik
3. Pemberian antibiotik pada proses persalinan yang memanjang terutama pada kasus dengan
membrane plasenta telah pecah
b. Amniotomi
1. Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
2. Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian bawah uterus
3. Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan augmentasi kontraksi uterus. Hal
ini terjadi karena pelepasan prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi kontraksi uterus
ketika bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah uterus.
c. Oksitosin
5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse mulai dari 10
tetes/menit, dan kemudian meningkat secara bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata – rata
3x dalam 10 menit.

Metode persalinan
1. Persalinan per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum atau ekstraksi. Hal ini bergantung
kepada bagian presentasi bayi, cerviks telah pembukaan lengkap.

15
2. Operasi cesar sesario diindikasi pada : (1) Kegagalan denga metode tersebut, (2) Kontraindikasi
terhadap infuse oksitosin, missal pada kasus disproporsi, (3) Distres fetal sebelum terjadi dilatasi
cervical.

A. His yang terlampau kuat (hypertonic uterine contraction)2,3


His yang terlampau kuat disebut juga hypertonic uterine contraction. Walaupun pada golongan
coordinated hypertonic uterine contraction ini bukan merupakan penyebab distosia. Namun, hal ini
dibicarakan juga disini dalam bagian kelainan his. His yang terlalu kuat atau terlalu efisien menyebabkan
persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam
dinamakan partus presipitatus yang ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot diluar his juga biasa,
kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus pada ibu ialah terjadinya perlukaan
luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam tengkorak
karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.

Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas
terlihat atau meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran ini dinamakan lingkaran patologik atau
lingkaran bandl. Ligamentum rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus
menerus dan gelisah. Akhirnya apabila tidak mendapat pertolongan, regangan segmen bawah uterus
melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri

Manifestasi Klinis

a. Persalinan menjadi lebih singkat (partus presipitatus)


b. Nyeri terus menerus sebelum dan selama kontraksi
c. Gelisah
d. Ketuban pecah dini
e. Distress fetal dan maternal
f. Regangan segnen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat terjadi ruptura uteri.
Penatalaksaan

a. Pemeriksaan umum : Sama seperti inersia hipouteri


b. Pemberian analgesic dan antispasmodic, missal pethidine
c. Analgesia epidural memiliki keuntungan yang baik
d. Operasi cesar diindikasikan pada”
1. Kegagalan metode sebelumnya

16
2. Disproporsi
3. Distal fetus sebelum mengalami pembukaan

B. Incoordinated Uterine Contraction2


Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya
koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan.

Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama
bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin. His jenis ini juga disebut sebagai incoordinated
hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah pecah,
kelainan his data menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri
pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi dan lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini
dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya dapat ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen
bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan dalam,kecuali jika
pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu, jika
pembukaan belum lengkap biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti.

Manifestasi Klinis

a. Persalinan menjadi lebih lama


b. Nyeri yang lebih keras dan lebih lama
c. Distress fetal dan maternal
d. Distosia servikalis primer, serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi.
Penatalaksaan

a. Pemeriksaan umum : Sama seperti inersia hipouteri


b. Pemberian analgesic dan antispasmodic, misalnya pethidine
c. Operasi cesar diindikasikan pada:
1. Kegagalan metode sebelumnya
2. Distal fetus sebelum mengalami pembukaan

2.4. Faktor-faktor yang berpengaruh pada disfungsi uterus 4

17
a. Analgesia epidural
Perlu diperhatikan bahwa analgesia epidural dapat menyebabkan perlambatan proses persalinan
(Sharma and Leveno, 2000). Seperti yang tertera pada tabel berikut, analgesia dapat memperlambat
persalinan kala 1 dan kala 2

b. Korioamnionitis
Karena pada banyak kasus terdapat hubungan antara pemanjangan waktu persalinan dengan infeksi
intrapartum, beberapa klinisi menyimpulkan bahwa infeksi dapat menyebankan aktivitas uterus yang
tidak normal. Satin dkk (1992) mempelajari efek korioamnionitis terhadap 266 stimulasi persalinan
dengan oksitosin. Korioamnionitis yang terdeteksi terlambat pada persalinan merupakan marker untuk
operasi seksio, namun korioamnitis yang ditemukan dini pada masa persalinan tidak diasosiasikan dengan
hal tersebut. Empat puluh persen wanita yang menderita korioamnionitis setelah mendapatkan oksitosin
untuk distosia persalinan pada akhirnya membutuhkan seksio. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa
infeksi uterus merupakan konsekuensi dari persalinan yang lama, bukan penyebab distosia.

c. Posisi ibu sewaktu persalinan


Berjalan-jalan sewaktu persalinan kala 1 dapat memperpendek waktu persalinan, menurunkan
jumlah oksitosin yang dibutuhkan nantinya, menurunkan kebutuhan analgesia, dan menurunkan frekuensi
episiotomi (Flynn dkk, 1978). Menurut Miller (1983), uterus akan berkontraksi lebih sering dengan
intensitas yang lebih kurang dengan posisi supine dibandingkan dengan posisi miring. Kebalikannya,
akan terjadi bila posisi ibu duduk atau berdiri. Namun Bloom dkk (1998) membuktikan bahwa ambulansi
(berjalan-jalan) tidak mempercepat maupun memperlambat persalinan pada wanita nullipara dan wanita
multipara. The American College of Obstetricians and Gynecologist (2003) telah menyimpulkan bahwa
ambulasi tidak berbahaya dan mobilitas dapat membuat si ibu lebih nyaman.

18
Pada kala 2 didapatkan banyak pendapat. Johnson dkk (1991) menemukan bahwa penggunaan
alat bantuan persalinan seperti kursi persalinan, pada beberapa RCT tidak memiliki hasil yang dapat
disimpulkan dan cenderung subjektif. Ada juga yang melaporkan keuntungan dari menghindari posisi
litotomi, sehingga akan didapatkan pelvic outlet yang lebih luas. Russel (1969) melaporkan daerah pelvic
outlet akan lebih luas dengan posisi jongkok dibandingkan dengan supine. Sementara gupta dkk (1991)
melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dimensi pelvic outlet dengan posisi supine atau jongkok. Crowley
(1991) melaporkan tidak ada keuntungan yang lebih dari penggunaan kursi persalinan, dan hal ini malah
meningkatkan kejadian perdarahan. De Jong dkk (1997) menemukan bahwa tidak ada peningkatan
frekuensi perdarahan pada posisi duduk. Posisi berdiri/tegak juga tidak mempengaruhi hasil obstetri pada
persalinan kala 2, keuntungan yang didapatkan pada hal ini adalah nyeri ibu yang lebih kurang dan
kepuasan ibu terhadap pengalaman persalinan. Babayer dkk (1998) melaporkan bahwa duduk atau
jongkok yang terlalu lama pada persalinan kala 2 dapat menyebabkan neuropati perineal.

2.5. Penatalaksanaan 4,5

Diperlukan pengawasan dalam persalinan lama oleh sebab apa pun. Penatalaksanaan mencakup
pengukuran tekanan darah tiap 4 jam, pencatatan denyut jantung janin tiap setengah jam dalam kala I dan
lebih sering dalam kala II, pemberian infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena
bergantian, pemberian antinyeri berupa petidin 50 mg. Selain pemeriksaan di atas juga perlu dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui apakah persalinan sudah benar dimulai atau tidak dan apakah terdapat
disproporsi sefalopelvik atau tidak.

Penatalaksanaan terhadap hypotonic uterine contraction meliputi:

1. Pemeriksaan keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan
keadaan panggul
2. Memperbaiki keadaan umum ibu
3. Pengosongan kandung kencing serta rectum
4. Pemberian oksitosin, 5 satuan IU dalam laturan glukosa 5% diberikan infus intravena dengan
kecepatan 12 tetes per menit. Pemberian infus oksitosin memerlukan pengawasan ketat. Infus
dihentikan bila kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik atau kalau denyut jantung janin
melambat atau menjadi lebih cepat. Oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan pernah
mengalami seksio sesarea karena dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri.
Penatalaksaan dalam hypertonic uterine contraction

19
Meliputi pengobatan secara simptomatis. Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi pengurangan
tonus otot dan ketakutan penderita.

2.6. Induksi dan Akselerasi persalinan


2.6.1. Definisi

Induksi persalinan (induction of labour) adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan.
Akselerasi persalinan (augmented of labour) adalah meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan
3
kontraksi uterus dalam persalinan. dapat dengan cara medikamentosa dan mekanika.

2.6.2. Tujuan

Tujuan tindakan tersebut adalah mencapai his 3x dalam 10 menit, lamanya 40 detik

2.6.3. Induksi dan Akselerasi persalinan

Pematangan serviks medikamentosa 2,3,5

Uterotonik (oxytocic) merupakan obat-obatan yang mengandung ergonovine, ergometrine atau


oxytocin. Uterotonik adalah zat yang meningkatkan kontraksi uterus. Uterotonik banyak digunakan untuk
induksi, penguatan persalinan, pencegahan serta penanganan perdarahan post partum, pengendapan
perdarahan akibat abortus inkompletikus dan penanganan aktif pada Kala persalinan. Pemberian obat
uterotonik adalah salah satu upaya untuk mengatasi pendarahan pasca persalinan atau setelah lahirnya
plasenta. Namun, pemberian obat golongan ergometrine sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir.
Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat
lahirnya plasenta.

Uterotonika yang efektif yaitu:

 Oksitosin dan derivatnya


 Alkaloid ergot dan derivatnya
 Prostaglandin semisintetik

OKSITOSIN DAN EKSTRAK HIPOFISIS POSTERIOR

 Oksitosin merangsang otot polos uterus dan mammae → selektif dan cukup kuat
 Stimulus sensoris pada serviks, vagina dan payudara → merangsang hipofisis posterior
melepaskan oksitosin
 Sensitivitas uterus meningkat dng pertambahan usia kehamilan

20
Farmakologi Oksitosin

Efek pada Uterus:

 Merangsang frekuensi dan kontraksi uterus


 Efek pada uterus menurun jika estrogen menurun
 Uterus imatur kurang peka thd oksitosin
 Infus oksitoksin perlu diamati → menghindari tetani → respon uterus meningkat 8 x lipat pada
usia kehamilan 39 minggu

Efek pada mamae:

 Menyebabkan kontraksi otot polos mioepitel → susu mengalir (ejeksi susu)


 Sediaan oksitosin berguna untuk memperlancar ejeksi susu, serta mengurangi pembengkakan
payudara pasca persalinan

Efek Kardiovaskuler:

 Relaksasi otot polos pembuluh darah (dosis besar)


 Penurunan tekanan sistolik, warna kulit merah, aliran darah ke ekstremitas menurun, takikardi
dan curah jantung menurun
Farmakokinetik Oksitosin
 Hasil baik pada pemakaian parenteral
 Cepat diabsorbsi oleh mukosa mulut → Efektif untuk pemberian tablet isap
 Selama hamil ada peningkatkan enzim Oksitosinase atau sistil aminopeptidase → berfungsi
mengaktifkan oksitoksin → enzim tersebut berkurang setelah melahirkan, diduga dibuat oleh
plasenta

Mekanisme / cara kerja

Oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan dan ejeksi ASI. Oksitosin
bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan :

21
1. Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada
otot polos maupun lewat peningkatan produkdsi prostaglandin
2. Konstriksi pembuluh darah umbilicus
3. Kontraksi sel-sel miopital ( refleks ejeksi ASI ) .

Oksitosin bekerja pada reseptor hormone antidiuretik ( ADH )* untuk menyebabkan :

a. Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah 9 diastolik karena
terjadinya vasodilatasi
b. Retensin air

Kerja oksitosin yang lain meliputi :

 Kontraksi tuba falopi untuk membantu pengangkutan sperma,; luteolitis (involusi korpus
luteum ).
 Peranan neurotransmitter yang lain dalam system saraf pusat.
 Oksitosin disintesis dalam hipotalamus, kelenjar gonad, plasenta dan uterus. Muylai dari
usia kehamilan 32 minggu danselanjutnya, konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktifitas
uterus akan lebih tinggi pada malam harinya

Pelepasan oksitosin endogenus ditingkatkan oleh :

 Persalinan
 Stimulasi serviks vagina atau parudara
 Estrogen yang beredar dalam darah
 Peningkatan osmolalitas / konsentrasi plasma
 Volume carian yang rendah dalam sirkulasi darah
 Stres dalam persalinan dapat memacu partus presipitatus yang dikenal dengan istilah refleks
ejeksi fetus. Stress yang disebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi produksi ASI.

Pelepasan oksitosin disupresi oleh :

1. Alcohol
2. Relaksin
3. Penurunan osmolalitas plasma
4. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah ( Graves, 1996 )

22
Sediaan Oksitosin

 Injeksi Oksitosin (Pitosin) 10 unit USP/ml IM atau IV


 Semua sediaan sintetis, yang alam mahal
 Semprot hidung: 40 unit USP/ml
 Tablet sublingual: 200 unit USP
Farmakodinamik:

 IM: mula 3 – 5 menit, P: TD, L: 2 – 3 jam


 IV: M: segera, P: TD, L: 1 jam
 Inhal: M: menit, P: TD, L: 20 menit
 Efek terapeutik: induksi persalianan, mengeluarkan ASI
 Reaksi merugikan: kejang, intoksikasi air, perdarahan intrakranial, disritmia, asfiksia, janin:
ikterus, hipoksia
 Interaksi: vasopresor, anestetik siklopropan

Metode pemberian oksitosin

 Infus oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose 5% (atau garam fisiologik) mulai dengan 12
tetes per menit
 Naikkan kecepatan infuse perlahan hingga 50 tetes sampai kontraksi adekuat (3x tiap 10 menit
dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran
 Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi
dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi dengan: (1) Terbutalin 250 mcg IV
pelan – pelan selama 5 menit, atau (2) Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (gram fisiologis atau
Ringer laktat) 10 tetes/menit
 Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40
detik) maka tidak banyak gunanya memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi.
 Ciri oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam waktu singkat.oleh karena itu,
Kalau tidak terdapat kemajuan, pemberiannya dihentikan supaya penderita dapat beristirahat .
kemudian dicoba lagi untuk berapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan lebih baik dilakukan
seksio cesaria.
 Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi:
1. Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea
2. Pada Primigravida, infuse oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu: 10 unit dalam 500
ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per menit. Kemudian naikkan 10 tetes tiap 30

23
menit sampai kontraksi adekuat. Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per
menit (60 mIU per menit, lakukan seksio sesarea)
 Oksitosin yang diberikan secara intramuskular dapat menyebabkan incoordinated uterine action.
Tapi ada kalanya dipakai terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit penambah kekuatan his
supaya persalinan dapat diselesaikan. Untuk hal ini seringkali 0,5 satuan oksitosin IM sudah
cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Efek samping:
 Spasme uterus ( pada dosis rendah )
 Hiperstimulasi uterus 9 membahayan janin : kerusakan jaringan lunak /rupture uterus
 Keracunan cairan dan hiporatremia ( pada dosis besar )
 Mual,muntah, aritmia, anafilaksis, ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.
 Kontraksi pembuluh darah tali pusat
 Kerja antidiuretik
 Reaksi hipersensitifitas

Kontraindikasi:
 Kontraksi uterus hipertonik
 Distress janin / Gawat janin
 Prematurisasi
 Letak bayi tidak normal
 Disporposi sepalo pelvis / Predisposisi lain untuk pecahnya rahim
 Obstruksi mekanik pada jalan lahir
 Preeklamsi atau penyakit kardiovaskuler dan terjadi pada ibu hamil yang berusia 35 tahun
 Resistensi dan inersia uterus
 Uterus yang starvasi

PROSTAGLANDIN 2,3

 Ditemukan dalam ovarium, miometrium, darah mens


 Post coitus juga ditemukan prostaglandin di vagina
 Jenis prostaglandin adalah: PGE dan PGF
 PGF → merangsang uterus hamil dan tidak hamil
 PGE → merelaksasi uterus tidak hamil, dan merangsang kontraksi uterus hamil
Prostaglandine E2

24
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus intraservikal
dengan dosis 0.5 mg.

Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil).

Pemberian prostaglandine harus dilakukan di kamar bersalin.

Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian prostaglandine
E2.

Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang mendapat prostaglandine suppositoria.

Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg.

Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang pemberiannya
setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat. Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum
terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 µg. Pemberian Misoprostol maksimum pada
setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50 µg (200 µg ).

Dosis 50 µg sering menyebabkan :

 Tachysystole uterin
 Mekonium dalam air ketuban
 Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 µg per vaginam

Indikasi Prostaglandin

 Induksi partus aterm

 Mengontrol perdarahan dan atoni uteri pasca persalinan

 Merangsang kontraksi uterus post sc atau operasi uterus lainya

 Induksi abortus terapeutik

 Uji oksitosin

 Menghilangkan pembengkakan mamae

25
Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin Elsintetik yang menghambat sekresi asam lambung dan
nmenaikkan proteksi mukosa lambung.

Indikasi:

 Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus – kasus tertentu
misalnya : (1) Preeklampsia berat / eklampsia dan serviks belum matang sedangkan
seksio sesarea belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu premature untuk bisa hidup,
(2) Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum in partu, dan terdapat tanda –
tanda ganguan pembekuan darah

Metode pemberian:

 Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his tidak timbul
dapat diulangi setelah 6 jam
 Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg tiap
6 jam
 Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai, dan jangan lebih dari 4 dosis atau 200 mcg
 Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri. Oleh karena itu,
hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap
 Jangan memberikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol
 Peroral untuk proteksi GI selama terapi AINS : 200 µgqid. Diberiksan bersama makanan,
jika dosis ini tidak ditolerir : 100µg qid dapat digunakan. Bentuk sediaan : tablet
100,200µg. Misoprostol juga tersedia dalam kombinasi dengan diklofenak.

Mekanisme/ cara kerja

 Setelah penggunaan oral misprostol diabsobrsi secara ekstensif dan cepat dide-esterifikasi
menjadi obat aktif : asam misoprostol.Kadar puncak serum asam misoprostol direduksi
jika misoprostol diminum bersama makanan.

Efek samping

 Dapat menyebabkan kontraksi uterin


 Diare dilaporkan terjadi dalam 2 minggu pada terapi inisiasi dalam 14-40 % pasien
dengan AINS yang menerima 800µg / hari. Diare biasanya akan membaik dalam kurang

26
lebih satu minggu terapi. Wanita-wanita yang menggunaklan misoprostol kadang-kadang
mengalami gangguan ginekologi termasuk kram atau perdarahan vaginal.

Kontra indikasi

 Untuk proteksi GI, misoprostol dikontraindikasikan pada kehamilan karena resiko aborsi.
Pasien-pasien harus diberi tahu untuk tidak memberikan misoprostol kepada orang lain.
Pasien pasien yang menerima terapiu jangka lama AINSS untuk reumotoid arthritis,
misoprostol 200µg qid lebih baik daripada antagonis reseptor H2 atau sukralfat dalam
mencegah gastric ulcer yang induksinya oleh AINS. Walaupun demikian misoprostol
tidak menghilangkan nyeri G1 atau rasa tidak enak yang dihubungkan dengan pengunaan
AINS.

Metode pematangan serviks mekanika 2,3


Amniotomi

Indikasi:

 Induksi atau augmentasi


 Dari hasil pemeriksaan monitoring denyut jantung janin, diambil tindakan yang dapat
mencegah terjadinya janin jeopardy
 Dari pemeriksaan kontraksi intrauterus, ketika dalam proses persalinan kontraksi tidak
memenuhi syarat
 Elektif amniotomi dapat dilakukan untuk mendeteksi mekonium

27
Pemantauan selama tindakan:

 Periksa denyut jantung janin


 Lakukan pemeriksaan serviks dan catat konsistensi , posisi, penipisan, dan bukaan
serviks dengan menggunakan sarung tangan DTT

Tekhnik tindakan

 Masukkan ½ kokher yang dipegang tangan kiri dengan bimbingan telunjuk dan jari
tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput ketuban
 Gerakkan kedua ujung jari tangan dalam untuk menorehkan gigi kokher hingga
merobek selaput ketuban
 Cairan ketuban akan mengalir perlahan. Catat warnanya, kejernihan, pewarnaan,
mekonium,jumlahya. Jika ada pewarnaan mekoneum, suspek gawat janin
 Pertahankan jari tangan dalam vagina agar cairan ketuban mengalir perlahan dan ykin
tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat yang menumbung

28
 Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi dan sesudah kontraksi uterus.
Apabila ada kelainan DJJ (kurang dari 100 atau lebih dari 180 DJJ/menit) suspek
gawat janin
 Jika kelahiran diperkirakan tidak terjadi dalam 18 jam, berikan antibiotka
pencegahan: PenisilinG 2 juta unit IV atau ampisilin 2g IV (ulangi tiap 6 jam sapai
kelahiran). Jika pasien tidak ada tanda – tanda infeksi sesudah kelahiran, antibiotik
dihentikan
 Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi dalam 1 jam setelah amniotomi,
mulailah dengan infuse oksitosin
 Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia,infus oksitosin
dilakukan bersamaan dengan amniotomi

BAB III

PENUTUP

29
Kesimpulan

Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang dinamakan
distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah kelainan tenaga (his). Kelainan tenaga (his) dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu disfungsi uterus hipotonik, disfungsi uterus hipertonik dan disfungsi
inkoordinasi. Peran bidan maupun dokter umum dalam mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi
dan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang memilki fasilitas yang lengkap.

BAB IV

Daftar Pustaka

30
1. Depkes RI, 2004, Asuhan Persalinan Normal, Depkes RI, Jakarta

2. Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant M, Kenneth


J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth, Katherine D., Clark, Katherine
D.Wenstrom, by McGraw-Hill Profesional (April 2, 2001)

3. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, edisi Ketiga cetakan
Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999

4. Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
prawirohardjo. Jakarta

5. Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta

31

Anda mungkin juga menyukai