Case Inersia Uteri
Case Inersia Uteri
Pembimbing :
Dr. V. Harry, SpOG
Disusun Oleh :
Edwin
11 2015 280
A. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. AP Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA
Alamat : Anjun Kanoman RT 03/08 Masuk Rumah Sakit : 07 December 2016
Karawang Kulon Karawang Barat
Nama suami : Tn. R
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Anjun Kanoman RT 03/08 Karawang Kulon Karawang Barat
No. RekamMedis : 2016004xxx
TanggalMasuk RS : 7/12/2016
B. ANAMNESIS :
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 7 December 2016 ; Jam : 21.30 WIB
Keluhan utama :
Pasien G1P0A0 gr 38 minggu datang dengan keluhan mules-mules sejak tadi pagi.
Riwayat Penyakit Sekarang :
1
Pasien G1P0A0 gr 38 minggu datang dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari SMRS. Mules yang
dirasakan semakin sering dan durasi semakin lama. Tetapi setelah d observasi beberapa jam kemudian
mules dirasakan berkurang dan durasi dirasakan semakin sebentar. Pasien tidak mengeluh keluarnya cairan
bening (-), lendir darah (-). Pasien tidak mengeluh pusing (-), sakit kepala (-). Os tidak mengeluh mual (-)
muntah (-) . Gerakan janin aktif.
Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun Menopause :(-)
Dismenorrhea : (-) Siklus haid : 27 hari
Leukorrhea : (-) Lama haid : 4 – 6 hari
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 24 tahun, selama 1 tahun 2 bulan
2
Riwayat Penyakit Dahulu
(−) Alergi (−) Diabetes (−) Hepatitis
(−) Asma (−) Gastritis (−) Hipertensi
(−) Tuberkulosis (−) HIV (−) Penyakit Jantung
Riwayat Operasi
Tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 118/79 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Suhu : 36,5o C
Pernafasaan : 20x/ menit
Tinggi Badan : 152 cm
Berat Badan : 60 kg
3
Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Kulit : Warna Sawo matang, turgor kulit baik, ikterus (-)
Jantung : BJ I-II regular murni, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : SN vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Leopold I : teraba kenyal dan lancip (bokong)
Leopold II : puka (DJJ 135x/menit) TFU : 32cm
Leopold III : Presentasi Kepala hodge I - II
Leopold IV : Divergen
Lien : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Genitalia : Lendir (-), darah (-)
Ekstremitas : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, reflex fisiologis (+/+), Akral hangat
HIS : 2x/10 menit selama <20 detik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium – 07 Desember 2016
Darah rutin
Hemoglobin 12,0 g/dL (N: 11,5 – 18)
Leukosit 9,67 K/uL (N: 4,6 – 10,2)
Hematokrit 34,6 % (N: 37-54)
Trombosit 206 K/uL (N: 150-400)
Eritrosit 4,16 M/uL (N: 3,8 – 6,5)
4
Batang/Stat 0% (N: 0-5)
Limfosit 24 % (N: 25-50)
Monosit 9% (N: 2-10)
Segmen 66 % ( N: 50 – 80)
E. RINGKASAN (RESUME)
Pasien G1P0A0 gr 38 minggu datang dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari SMRS. HPHT 15-03-2016.
TP : 22-12-2016 Mules yang dirasakan semakin sering dan durasi semakin lama. Tetapi setelah d observasi
beberapa jam kemudian mules dirasakan berkurang dan durasi dirasakan semakin sebentar. Pasien tidak
mengeluh keluarnya cairan bening (-), lendir darah (-). Pasien tidak mengeluh pusing (-), sakit kepala (-).
Os tidak mengeluh mual (-) muntah (-) . Gerakan janin aktif. Pasien rutin kontrol ANC di dokter spesialis
Obsgyn namun berpindah-pindah dokter. 2 bulan terakhir ini pasien kontrol dengan dr HM. Saleh, SPOG.
Riw KB (-)
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 118/79 mmHg
Nadi : 80x/ menit
Suhu : 36,5o C
Pernafasaan : 20x/ menit
Tinggi Badan : 152 cm
Berat Badan : 60 kg
Abdomen :
Leopold I : teraba kenyal dan lancip (bokong)
Leopold II : puka (DJJ : 135x/menit) TFU : 32cm
Leopold III : Presentasi Kepala hodge I - II
Leopold IV : Divergen
HIS : 2x/10 menit selama <20 detik
5
Pemeriksaan Dalam 07 December 2016 (23:30)
- V/v tak ada kelainan
- Fluxus (-), Fluor (-)
- Pembukaan 3 cm, ketuban (+), lendir darah (-), cairan bening (-)
- Portio lunak tebal, nyeri goyang (-)
F. DIAGNOSIS
Post partus spontan dalam induksi e.c inersia uteri sekunder
G. RENCANA PENGELOLAAN
Ceftriaxone 1 gr 1x1 (1 hari)
Sagestam 80 mg 1x1 (1 hari)
Moloco B12 2x1 p.o
Asam Mefenamat 3x500 mg p.o
Cefadroxil 2x1 p.o
H. PROGNOSIS
Vitam : ad bonam
Fungsionam : ad bonam
Sanationam : ad bonam
#Follow Up di Ruangan
6
Pulmo : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Lepolod I : teraba lancip dan lunak (bokong) TFU : 32 cm
Leopold II : puka (DJJ : 137-146 x/menit)
Leopold III : Presentasi Kepala hodge I – II sudah masuk PAP
Leopold IV : Divergen
HIS : 2x/10 menit selama <20 detik
Pemeriksaan Dalam : pembukaan 4cm, portio teraba lunak masih tebal ketuban (+), lendir darah
(-), cairan bening (-).
7
Pemeriksaan Dalam : pembukaan 6 cm, portio teraba lunak masih tebal.
A : Partus maju
8
Tanggal 8 December 2016, Jam 14.45 WIB
S : Pasien merasa mules semakin sering.
O : Abdomen :
Lepolod I : teraba lancip dan lunak (bokong) TFU : 32 cm
Leopold II : puka (DJJ : 154 x/menit)
Leopold III : Presentasi Kepala hodge III-IV sudah masuk PAP
Leopold IV : Divergen
HIS : 4-5x/10 menit selama >40 detik
Pemeriksaan Dalam : pembukaan 9 cm, portio teraba lunak tipis. Ket (+).
A : Partus maju
A : Kala II
9
P: Pimpin persalinan
Persiapan kala II
Kala IV
Jam TD Nadi TFU Kontraksi Kandung Perdarahan
Uterus Kemih
16.00 100/75 70x/menit 2 jari dibawah Baik Normal +
pusat
16.15 104/77 74x/menit 2 jari dibawah Baik Normal +
pusat
16.30 110/79 80x/menit 2 jari dibawah Baik Normal +
pusat
16.45 108/81 78x/menit 2 jari dibawah Baik Normal +
pusat
17.15 115/84 86x/menit 2 jari dibawah Baik Normal +
pusat
17.45 113/90 88x/menit 2 jari dibawah Baik Normal +
pusat
10
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/67 mmHg
Nadi : 76x/m
RR : 20x/m
S : 35,9 C
Mata : CA -/-, SI -/-
Thorax : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Pulmo : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
P: Rencana pulang
Kontrol luka bekas jahitan episotomi 1 minggu lagi
Minum obat dengan teratur
11
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi
penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan
lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong
saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-
faktor "P" tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau
lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau
kesulitan persalinan ini disebut distosia.1
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Salah satunya adalah distosia karena kelainan
power (his) baik kekuatan maupun sifatnya yang menghambat kelancaran persalinan. Kelainan power (his)
berhubungan dengan gangguan kotraksi uterus yang dapat di bedakan menjadi dua yaitu disfungsi uterus
hipotonik, yakni kontraksi uterus yang lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa sehingga tidak cukup
untuk membuat serviks berdilatasi. dan disfungsi uterus hipertonik yakni kekuatan kontraksi berlebihan
atau terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.
Disfungsi inkoordinasi yakni kekuatan kontraksi yang meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak
berlangsungnseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian lainya.1
Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan
menentukan prognosis ibu dan janin.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DISTOSIA
Definisi
Distosia adalah suatu persalinan yang sulit, ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat. Untuk
menentukan adanya distosia dapat menggunakan batasan waktu ataupun kelajuan proses. Distosia dapat
terjadi pada kala I ataupun kala II persalinan. Distosia pada kala I aktif persalinan dapat dikelompokkan
menjadi proses persalinan yang lambat (protraction disorder) ataupun tidak adanya kemajuan persalinan
sama sekali (arrest disorder). 2
1. Hypotonic uterine contraction (inertia uteri) kontraksi uterus yang lebih aman, singkat dan jarang
daripada biasa sehingga tidak cukup untuk membuat serviks berdilatasi.
2. Hypertonic uterine contraction yakni kekuatan kontraksi berlebihan atau terlalu kuat dan terlalu
efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat.
3. Inkoordinasi uterine action yakni kekuatan kontraksi yang meningkat, juga diluar his, dan
kontraksinya tidak berlangsungnseperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi bagian lainya.
13
1 cm/ jam dalam pemantauan minimal 4 jam), sedangkan pada arrest disorder , tidak ada perkembangan
sama sekali. Kedua diagnosis ini hanya dapat ditegakkan dalam keadaan wanita berada dalam fase aktif
dengan dilatasi minimal 4 cm. Delapan puluh persen wanita dengan active phase disorder memiliki
kontraksi uterus yang tidak adekuat (kurang dari 180 montevideo unit).
Kontraksi uterus kurang dari normal, lemah dan dalam durasi yang pendek
Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui. akan tetapi terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi :
a.Faktor umum
1. Primigravida terutama pada usia tua
2. Anemia dan asthenia
3. Perasaan tegang dan emosional
4. Pengaruh hormonal karena kekurangan prostaglandin atau oksitosin
5. Ketidaktepatan penggunaan analgetik
b. Faktor lokal
1. Overdistensi uterus
2. Perkembangan anomali uterus misal hipoplasia
3. Mioma uterus
4. Malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik
5. Kandung kemih dan rektum penuh
Tipe
14
1. Inersia Primer (Hypotonic Uterine contraction): Kontraksi uterus lemah sejak awal
2. Inersia Sekunder : Inersia berkembang setelah terdapat kontraksi uterus yang sebelumnya baik
Gambaran klinis
a. Pemeriksaan umum :
1. Pemeriksaan untuk menentukan disproporsi, malresentasi atau malposisi dan tetalaksana sesuai
dengan kasus
2. Penatalaksaan kala 1 yang baik
3. Pemberian antibiotik pada proses persalinan yang memanjang terutama pada kasus dengan
membrane plasenta telah pecah
b. Amniotomi
1. Bila cervik telah berdilatasi > 3 cm
2. Bila presentasi bagian terbawah janin telah berada pada bagian bawah uterus
3. Ruptur membrane buatan (artificial) yang dapat menyebabkan augmentasi kontraksi uterus. Hal ini
terjadi karena pelepasan prostaglandin, dan terdapatnya reflex stimulasi kontraksi uterus ketika
bagian presentasi bayi semakin mendekati bagian bawah uterus.
c. Oksitosin
5 unit oksitosin (syntocinon) dalam 500 cc glukosa 5% diberikan IV. Tetesan infuse mulai dari 10
tetes/menit, dan kemudian meningkat secara bertahap sehingga mendapatkan kontraksi uterus rata – rata 3x
dalam 10 menit.
Metode persalinan
1. Persalinan per vaginam : Dengan menggunakan forceps, vakum atau ekstraksi. Hal ini bergantung
kepada bagian presentasi bayi, cerviks telah pembukaan lengkap.
15
2. Operasi cesar sesario diindikasi pada : (1) Kegagalan denga metode tersebut, (2) Kontraindikasi
terhadap infuse oksitosin, missal pada kasus disproporsi, (3) Distres fetal sebelum terjadi dilatasi
cervical.
Batas antara bagian atas dan segmen bawah rahim atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas
terlihat atau meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran ini dinamakan lingkaran patologik atau
lingkaran bandl. Ligamentum rotunda menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus
menerus dan gelisah. Akhirnya apabila tidak mendapat pertolongan, regangan segmen bawah uterus
melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri
Manifestasi Klinis
16
2. Disproporsi
3. Distal fetus sebelum mengalami pembukaan
Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama
bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin. His jenis ini juga disebut sebagai incoordinated
hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah pecah,
kelainan his data menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada
tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi dan lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat
terjadi dimana-mana, tetapi biasanya dapat ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah
uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan dalam,kecuali jika pembukaan sudah
lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Oleh sebab itu, jika pembukaan belum
lengkap biasanya tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti.
Manifestasi Klinis
17
a. Analgesia epidural
Perlu diperhatikan bahwa analgesia epidural dapat menyebabkan perlambatan proses persalinan
(Sharma and Leveno, 2000). Seperti yang tertera pada tabel berikut, analgesia dapat memperlambat
persalinan kala 1 dan kala 2
b. Korioamnionitis
Karena pada banyak kasus terdapat hubungan antara pemanjangan waktu persalinan dengan infeksi
intrapartum, beberapa klinisi menyimpulkan bahwa infeksi dapat menyebankan aktivitas uterus yang tidak
normal. Satin dkk (1992) mempelajari efek korioamnionitis terhadap 266 stimulasi persalinan dengan
oksitosin. Korioamnionitis yang terdeteksi terlambat pada persalinan merupakan marker untuk operasi
seksio, namun korioamnitis yang ditemukan dini pada masa persalinan tidak diasosiasikan dengan hal
tersebut. Empat puluh persen wanita yang menderita korioamnionitis setelah mendapatkan oksitosin untuk
distosia persalinan pada akhirnya membutuhkan seksio. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa infeksi
uterus merupakan konsekuensi dari persalinan yang lama, bukan penyebab distosia.
18
Pada kala 2 didapatkan banyak pendapat. Johnson dkk (1991) menemukan bahwa penggunaan alat
bantuan persalinan seperti kursi persalinan, pada beberapa RCT tidak memiliki hasil yang dapat
disimpulkan dan cenderung subjektif. Ada juga yang melaporkan keuntungan dari menghindari posisi
litotomi, sehingga akan didapatkan pelvic outlet yang lebih luas. Russel (1969) melaporkan daerah pelvic
outlet akan lebih luas dengan posisi jongkok dibandingkan dengan supine. Sementara gupta dkk (1991)
melaporkan bahwa tidak ada perbedaan dimensi pelvic outlet dengan posisi supine atau jongkok. Crowley
(1991) melaporkan tidak ada keuntungan yang lebih dari penggunaan kursi persalinan, dan hal ini malah
meningkatkan kejadian perdarahan. De Jong dkk (1997) menemukan bahwa tidak ada peningkatan
frekuensi perdarahan pada posisi duduk. Posisi berdiri/tegak juga tidak mempengaruhi hasil obstetri pada
persalinan kala 2, keuntungan yang didapatkan pada hal ini adalah nyeri ibu yang lebih kurang dan kepuasan
ibu terhadap pengalaman persalinan. Babayer dkk (1998) melaporkan bahwa duduk atau jongkok yang
terlalu lama pada persalinan kala 2 dapat menyebabkan neuropati perineal.
Diperlukan pengawasan dalam persalinan lama oleh sebab apa pun. Penatalaksanaan mencakup
pengukuran tekanan darah tiap 4 jam, pencatatan denyut jantung janin tiap setengah jam dalam kala I dan
lebih sering dalam kala II, pemberian infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara intravena
bergantian, pemberian antinyeri berupa petidin 50 mg. Selain pemeriksaan di atas juga perlu dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui apakah persalinan sudah benar dimulai atau tidak dan apakah terdapat
disproporsi sefalopelvik atau tidak.
1. Pemeriksaan keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan
keadaan panggul
2. Memperbaiki keadaan umum ibu
3. Pengosongan kandung kencing serta rectum
4. Pemberian oksitosin, 5 satuan IU dalam laturan glukosa 5% diberikan infus intravena dengan
kecepatan 12 tetes per menit. Pemberian infus oksitosin memerlukan pengawasan ketat. Infus
dihentikan bila kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik atau kalau denyut jantung janin
melambat atau menjadi lebih cepat. Oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan pernah
mengalami seksio sesarea karena dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri.
Penatalaksaan dalam hypertonic uterine contraction
19
Meliputi pengobatan secara simptomatis. Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi pengurangan
tonus otot dan ketakutan penderita.
Induksi persalinan (induction of labour) adalah merangsang uterus untuk memulai terjadinya persalinan.
Akselerasi persalinan (augmented of labour) adalah meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi
uterus dalam persalinan. dapat dengan cara medikamentosa dan mekanika. 3
2.6.2. Tujuan
Tujuan tindakan tersebut adalah mencapai his 3x dalam 10 menit, lamanya 40 detik
Oksitosin merangsang otot polos uterus dan mammae → selektif dan cukup kuat
Stimulus sensoris pada serviks, vagina dan payudara → merangsang hipofisis posterior melepaskan
oksitosin
Sensitivitas uterus meningkat dng pertambahan usia kehamilan
20
Farmakologi Oksitosin
Efek Kardiovaskuler:
Oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja
pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan :
21
1. Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada
otot polos maupun lewat peningkatan produkdsi prostaglandin
2. Konstriksi pembuluh darah umbilicus
3. Kontraksi sel-sel miopital ( refleks ejeksi ASI ) .
a. Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah 9 diastolik karena terjadinya
vasodilatasi
b. Retensin air
Kerja oksitosin yang lain meliputi :
Kontraksi tuba falopi untuk membantu pengangkutan sperma,; luteolitis (involusi korpus
luteum ).
Peranan neurotransmitter yang lain dalam system saraf pusat.
Oksitosin disintesis dalam hipotalamus, kelenjar gonad, plasenta dan uterus. Muylai dari usia
kehamilan 32 minggu danselanjutnya, konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktifitas uterus
akan lebih tinggi pada malam harinya
Pelepasan oksitosin endogenus ditingkatkan oleh :
Persalinan
Stimulasi serviks vagina atau parudara
Estrogen yang beredar dalam darah
Peningkatan osmolalitas / konsentrasi plasma
Volume carian yang rendah dalam sirkulasi darah
Stres dalam persalinan dapat memacu partus presipitatus yang dikenal dengan istilah refleks
ejeksi fetus. Stress yang disebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi produksi ASI.
Pelepasan oksitosin disupresi oleh :
1. Alcohol
2. Relaksin
3. Penurunan osmolalitas plasma
4. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah ( Graves, 1996 )
22
Sediaan Oksitosin
Infus oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrose 5% (atau garam fisiologik) mulai dengan 12
tetes per menit
Naikkan kecepatan infuse perlahan hingga 50 tetes sampai kontraksi adekuat (3x tiap 10 menit
dengan lama lebih dari 40 detik) dan pertahankan sampai terjadi kelahiran
Jika terjadi hiperstimulasi (lama kontraksi lebih dari 60 detik) atau lebih dari 4 kali kontraksi
dalam 10 menit, hentikan infuse dan kurangi hiperstimulasi dengan: (1) Terbutalin 250 mcg IV
pelan – pelan selama 5 menit, atau (2) Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan (gram fisiologis atau
Ringer laktat) 10 tetes/menit
Jika tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3 kali tiap 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik)
maka tidak banyak gunanya memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi.
Ciri oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam waktu singkat.oleh karena itu, Kalau
tidak terdapat kemajuan, pemberiannya dihentikan supaya penderita dapat beristirahat . kemudian
dicoba lagi untuk berapa jam. Kalau masih tidak ada kemajuan lebih baik dilakukan seksio cesaria.
Jika masih tidak tercapai kontraksi yang adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi:
1. Pada multigravida, induksi dianggap gagal, lakukan seksio sesarea
23
2. Pada Primigravida, infuse oksitosin bisa dinaikkan konsentrasinya yaitu: 10 unit dalam 500
ml dekstrose (atau garam fisiologik) 30 tetes per menit. Kemudian naikkan 10 tetes tiap 30
menit sampai kontraksi adekuat. Jika kontraksi tetap tidak adekuat setelah 60 tetes per
menit (60 mIU per menit, lakukan seksio sesarea)
Oksitosin yang diberikan secara intramuskular dapat menyebabkan incoordinated uterine action.
Tapi ada kalanya dipakai terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit penambah kekuatan his
supaya persalinan dapat diselesaikan. Untuk hal ini seringkali 0,5 satuan oksitosin IM sudah cukup
untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Efek samping:
Spasme uterus ( pada dosis rendah )
Hiperstimulasi uterus 9 membahayan janin : kerusakan jaringan lunak /rupture uterus
Keracunan cairan dan hiporatremia ( pada dosis besar )
Mual,muntah, aritmia, anafilaksis, ruam kulit, aplasia plasenta, emboli amnion.
Kontraksi pembuluh darah tali pusat
Kerja antidiuretik
Reaksi hipersensitifitas
Kontraindikasi:
Kontraksi uterus hipertonik
Distress janin / Gawat janin
Prematurisasi
Letak bayi tidak normal
Disporposi sepalo pelvis / Predisposisi lain untuk pecahnya rahim
Obstruksi mekanik pada jalan lahir
Preeklamsi atau penyakit kardiovaskuler dan terjadi pada ibu hamil yang berusia 35 tahun
Resistensi dan inersia uterus
Uterus yang starvasi
PROSTAGLANDIN 2,3
24
Ditemukan dalam ovarium, miometrium, darah mens
Post coitus juga ditemukan prostaglandin di vagina
Jenis prostaglandin adalah: PGE dan PGF
PGF → merangsang uterus hamil dan tidak hamil
PGE → merelaksasi uterus tidak hamil, dan merangsang kontraksi uterus hamil
Prostaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus intraservikal
dengan dosis 0.5 mg.
Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 – 12 jam pasca pemberian prostaglandine
E2.
Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 – 5% kasus yang mendapat prostaglandine suppositoria.
Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 µg.
Pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang pemberiannya
setelah 6 jam bila kontraksi uterus masih belum terdapat. Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum terdapat
kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 µg. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap
pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50 µg (200 µg ).
Tachysystole uterin
Mekonium dalam air ketuban
Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 µg misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 µg per vaginam
Indikasi Prostaglandin
25
Uji oksitosin
Menghilangkan pembengkakan mamae
Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin Elsintetik yang menghambat sekresi asam lambung dan
nmenaikkan proteksi mukosa lambung.
Indikasi:
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pada kasus – kasus tertentu
misalnya : (1) Preeklampsia berat / eklampsia dan serviks belum matang sedangkan seksio
sesarea belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu premature untuk bisa hidup, (2)
Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum in partu, dan terdapat tanda – tanda
ganguan pembekuan darah
Metode pemberian:
Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his tidak timbul
dapat diulangi setelah 6 jam
Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, naikkan dosis menjadi 50 mcg tiap
6 jam
Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai, dan jangan lebih dari 4 dosis atau 200 mcg
Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri. Oleh karena itu,
hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap
Jangan memberikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol
Peroral untuk proteksi GI selama terapi AINS : 200 µgqid. Diberiksan bersama makanan,
jika dosis ini tidak ditolerir : 100µg qid dapat digunakan. Bentuk sediaan : tablet
100,200µg. Misoprostol juga tersedia dalam kombinasi dengan diklofenak.
Mekanisme/ cara kerja
Setelah penggunaan oral misprostol diabsobrsi secara ekstensif dan cepat dide-esterifikasi
menjadi obat aktif : asam misoprostol.Kadar puncak serum asam misoprostol direduksi jika
misoprostol diminum bersama makanan.
Efek samping
26
Dapat menyebabkan kontraksi uterin
Diare dilaporkan terjadi dalam 2 minggu pada terapi inisiasi dalam 14-40 % pasien dengan
AINS yang menerima 800µg / hari. Diare biasanya akan membaik dalam kurang lebih satu
minggu terapi. Wanita-wanita yang menggunaklan misoprostol kadang-kadang mengalami
gangguan ginekologi termasuk kram atau perdarahan vaginal.
Kontra indikasi
Untuk proteksi GI, misoprostol dikontraindikasikan pada kehamilan karena resiko aborsi.
Pasien-pasien harus diberi tahu untuk tidak memberikan misoprostol kepada orang lain.
Pasien pasien yang menerima terapiu jangka lama AINSS untuk reumotoid arthritis,
misoprostol 200µg qid lebih baik daripada antagonis reseptor H2 atau sukralfat dalam
mencegah gastric ulcer yang induksinya oleh AINS. Walaupun demikian misoprostol tidak
menghilangkan nyeri G1 atau rasa tidak enak yang dihubungkan dengan pengunaan AINS.
Metode pematangan serviks mekanika 2,3
Amniotomi
Indikasi:
27
Pemantauan selama tindakan:
Tekhnik tindakan
Masukkan ½ kokher yang dipegang tangan kiri dengan bimbingan telunjuk dan jari
tengah tangan kanan hingga menyentuh selaput ketuban
Gerakkan kedua ujung jari tangan dalam untuk menorehkan gigi kokher hingga merobek
selaput ketuban
Cairan ketuban akan mengalir perlahan. Catat warnanya, kejernihan, pewarnaan,
mekonium,jumlahya. Jika ada pewarnaan mekoneum, suspek gawat janin
28
Pertahankan jari tangan dalam vagina agar cairan ketuban mengalir perlahan dan ykin
tidak teraba bagian kecil janin atau tali pusat yang menumbung
Setelah amniotomi, periksa DJJ pada saat kontraksi dan sesudah kontraksi uterus. Apabila
ada kelainan DJJ (kurang dari 100 atau lebih dari 180 DJJ/menit) suspek gawat janin
Jika kelahiran diperkirakan tidak terjadi dalam 18 jam, berikan antibiotka
pencegahan: PenisilinG 2 juta unit IV atau ampisilin 2g IV (ulangi tiap 6 jam sapai
kelahiran). Jika pasien tidak ada tanda – tanda infeksi sesudah kelahiran, antibiotik
dihentikan
Jika proses persalinan yang baik tidak terjadi dalam 1 jam setelah amniotomi,
mulailah dengan infuse oksitosin
Pada persalinan dengan masalah misalnya sepsis atau eklampsia,infus oksitosin
dilakukan bersamaan dengan amniotomi
BAB III
29
PENUTUP
Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang dinamakan
distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah kelainan tenaga (his). Kelainan tenaga (his) dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu disfungsi uterus hipotonik, disfungsi uterus hipertonik dan disfungsi
inkoordinasi. Peran bidan maupun dokter umum dalam mengangani kasus ini adalah dengan kolaborasi dan
rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang memilki fasilitas yang lengkap.
BAB IV
30
Daftar Pustaka
3. Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, edisi Ketiga cetakan
Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999
4. Wiknjosastro, Hanifa. dkk. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
prawirohardjo. Jakarta
5. Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta
31