Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

Appendiksitis Akut

Oleh:
dr. M. Sakban

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUAN RONDAHAIM SIMALUNGUN
2018
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Apendisitis merupakan peradangan pada Appendix vermiformis sebagai
penyebab abdomen akut yang paling sering dimana memerlukan tindakan
bedah mayor segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,

1
akan tetapi sebagian besar kasus ditemukan pada usia antara 20 sampai dengan
30 tahun dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan.1,2
1
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Sebagai faktor pencetus
berupa penyumbatan pada lumen appendiks, berupa hiperplasia folikel limfoid,
fekalith, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.3
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus dan
periumbilikus dimana nyeri tersebut akan beralih ke kuadran kanan bawah yang
selanjutnya menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga
keluhan berupa anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.3
Sekali diagnosis apendisitis dibuat, penderita disiapkan untuk menjalani
pembedahan, dan apendiks dengan segera dibuang setiap saat, siang atau
malam. Bila pembedahan dilakukan sebelum ruptur dan tanda-tanda peritonitis
terjadi, perjalanan pasca bedah umumnya tanpa komplikasi, dan penderita
dikeluarkan dari rumah sakit dalam beberapa hari.11

B. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Insiden apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada negara
berkembang.1 Di Amerika Serikat apendisitis berlangsung pada 7% populasi,
yaitu sekitar 1,1 kasus per 1000 penduduk dalam setahunnya. Secara
internasional insiden apendisitis jarang ditemukan pada mereka yang
mempunyai kebiasaan mengkonsumsi serat.4
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, dimana lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan
perempuan, yaitu sebesar 57% kasus ditemukan pada laki-laki dan 43% kasus
menyerang perempuan.2,5 Insiden tertinggi ditemukan pada kelompok umur
antara 20 sampai dengan 30 tahun, dimana puncaknya terdapat pada usia
kurang dari 20 tahun, 80% pada mereka dengan usia kurang dari 50 tahun,

2
setelah itu menurun.5.7 Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus apendisitis
1
neonatal dan prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan
sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.7
Penelitian menunjukkan bahwa apendisitis supurative akut sebenarnya
berbeda dengan apendisitis akut, dimana insiden apendisitis supuratif akut
dapat mengenai semua umur, sedangkan pada apendisitis akut sebagian besar
mengenai usia puberitas.14

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Penyebab apendisitis berhubungan dengan blokade (sumbatan/ obstruksi)
pada lumen apendiks. Secara umum penyebab obstruksi pada lumen apendiks
adalah pengentalan mucus, feses (fekalith), calculus, tumor, atau worm ball
(Exyuriasis vermicularis) yang selanjutnya mengeras dan dapat dilihat sebagai
struktur yang disebut sebagai appendicolith.5

Gambar 1. Menunjukkan perubahan pada Appendix vermiformis yang menyebabkan


akut apendisitis. Gambar kiri menunjukkan pembengkakan apendiks yang menempel
pada sekum. Gambar kanan menunjukkan appendicolith yang menyumbat lumen
apendiks.

3
Biasanya, infeksi bakteri dan virus pada traktus digestive berperan terhadap
pembengkakan nodus limfoid, dimana akan menekan apendiks dan
menyebabkan obstruksi. Pembengkakan tersebut dikenal sebagai hyperplasia
limfoid. Luka traumatik pada abdomen mungkin berperan terhadap terjadinya
apendisitis pada sebagian kecil orang. Genetik mungkin sebagai faktor lainnya,
dimana sebagai contohnya apendisitis dapat ditemukan pada keluarga dengan
varian genetik dimana seseorang cenderung untuk mengalami obstruksi pada
lumen apendiks.2 Obstruksi ini berakibat buruk pada apendiks karena fisiologi
normal sekresi musinous oleh mukosa ke dalam lumen dapat menyebabkan
edema.5
Obstruksi lumen apendiks tersebut oleh apendikolith menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.3,5 Peningkatan
tekanan intraluminal selanjutnya akan menyebabkan penekanan pada
pengaliran vena apendiks. Dimana vena apendiks menjadi kolaps sehingga
tekanannya menjadi berkurang untuk pengaliran vena, di samping itu juga
menyebabkan tidak efektifnya pengaliran limfatik. Perubahan siklus dinamik
ini menyebabkan iskemia pada apendiks. Beberapa kondisi tersebut
mempermudah invasi bakteri (diapedesis bakteri) pada dinding lumen yang
selanjutnya berkembang proses inflamasi. Inflamasi ini merupakan promotor
terhadap terjadinya edema dan eksudasi yang menyebabkan pembengkakan
hebat dan ulserasi mukosa.3,5 Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai dengan nyeri epigastrium.3
Yang selanjutnya seperti lingkaran setan, dimana apabila tidak diobati
maka sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan invasi bakteri yang lebih hebat dan menembus dinding,
iskemia dan inflamasi hebat, serta pembengkakan yang lebih hebat.3,5

4
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai
apendisitis supuratif akut.3 Apendisitis supuratif akut sebagian besar
berhubungan dengan obstruksi lumen apendiks oleh fekalith atau hiperplasia.14
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan terbentuknya gangrene.3,5 Stadium ini disebut dengan
apendisitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh tersebut pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi, pengeluaran pusnya ke dalam rongga peritoneum
yang mengakibatkan peritonitis dan dapat berkembang menjadi septisemia dan
menyebabkan kematian.2,3,5
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding abdomen dalam waktu 24-48 jam pertama.1 Bila semua
proses tersebut berjalan lambat maka usaha pertahanan tubuh adalah membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal
dengan istilah infiltrate apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan
berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1,3
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.3
Penelitian apidemiologik menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan
higiene seseorang mempengaruhi terjadinya apendisitis. Berdasarkan Medical
Journal of Australia, “Teori Diet”, khususnya konsumsi serat yang tidak cukup,
telah meningkatkan pelaporan geografi penyakit tersebut, tetapi tidak secara
penuh menjelaskan epidemiologinya.12 Insiden apendisitis sedikit pada mereka
yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat. Diet

5
tinggi serat akan menurunkan viskositas dari feses, menurunkan bowel transit
time, dan mengecilkan formasi fekalith yang membuat individu cenderung
mengalami obstruksi pada lumen apendiksnya.4

D. DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnesis
Pada umumnya, saat anamnesis pada kasus apendisitis, pasien datang
dengan keluhan utama nyeri perut kanan bawah dengan sifat nyeri samar-
samar dan tumpul yang bermula pada umbilikus atau periumbilikus
sebelum terlokalisir pada fossa iliaca kanan (sebelah kanan bawah
abdomen) yang diikuti oleh anoreksia, nausea, dan muntah.2,4 Pada kasus
apendisitis akut yang klasik gejala-gejala ini umumnya berlangsung lebih
dari 1-2 hari, yang dalam 2-12 jam dimana nyeri berpindah ke perut kanan
bawah ke titik Mc Burney, nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat, yang bersifat
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.1,11,12 Sementara pada kasus
apendisitis kronis terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua
minggu.1
Sangat penting untuk menanyakan riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat pengobatan maupun riwayat
penggunaan alkohol maupun merokok, disebabkan banyak gangguan lain
yang juga memberikan gambaran klinis akut abdomen yang harus
dibedakan dengan apendisitis akut.2,11
2. Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, seorang dokter maupun
seorang perawat sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap status
vitalis pasien meliputi tekanan darah, nadi, suhu, dan pernafasan.

6
Ditemukan bahwa pasien tampak kesakitan, membungkuk, dan memegang
o
perut kanan bawah. Demam biasanya ringan, dengan suhu 37.5 – 38.5 C.
Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat
perbedaan suhu aksiler dan suhu rektal sampai 1OC.1 Pemeriksaan fisis
dilakukan dari kepala hingga kaki (Head to Toe) meliputi inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi.2
Pemeriksaan pada abdomen sangat membantu untuk mempersempit
diagnosis. Lokasi nyeri sangat penting.2 Pada inspeksi abdomen tidak
ditemukan adanya gambaran yang spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa
dilihat pada massa atau abses periapendikuler.1
Pada auskultasi peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang
karena ileus paralitik dapat hilang pada peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata.1
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan
bisa disertai nyeri lepas (ditemukan pada 96% pasien), tapi ini tidak
spesifik.1,4 Nyeri tekan perut kiri bawah ditemukan hanya pada pasien
dengan situs inversus atau anatomi apendiks yang panjang sampai pada
kuadran perut kiri bawah, hal ini jarang.4 Defans muskuler menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.2,4,12 Pada
apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya nyeri.1 Dapat pula ditemukan nyeri perut kanan bawah
apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan yang disebut sebagai tanda
Blumberg.1
Pada perkusi didapatkan nyeri ketok pada perut kanan bawah, ini
menandakan terjadi proses inflamasi pada apendiks.2

7
Pemeriksaan fisik lainnya yang perlu dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis antara lain melalui pemeriksaan colok dubur,
pemeriksaan uji psoas, maupun pemeriksaan uji obturator.1,2,4,12
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila di daerah infeksi
bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada
apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur.1
Uji psoas merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot
psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menempel pada m.psoas mayor, tindakan tersebut akan
menimbulkan nyeri.1,2,4 Uji psoas ini ditemukan pada sebagian kecil pasien
dengan apendisitis akut.4 Uji psoas dilakukan pada apendiks yang letaknya
retrosekal.12
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil.2 Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendiks pelvis.1,4
Pada kasus appendiksitis terdapat system penilaian yang dilihat dari
klinis pasien yang disebut dengan MANTRELS Score (Skor Alvarado).

Characteristic Score Keterangan


Nilai:
M = Migration of pain to the RLQ 1
- <4 : bukan
A = Anorexia 1
- 4-7 : ragu-ragu (observasi)
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2 - >7 : appendiksitis akut (operasi
R = Rebound pain 1 dini)
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2

8
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10

3. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis
klinis apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk
menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis
meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan
pengamatan setiap 1-2 jam.1 Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut
ini dapat pula dipermudah dengan melakukan beberapa pemeriksaan
penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan labolatorium (pemeriksaan
darah rutin, kimia darah, urinalisis, C-Reactive Protein), pemeriksaan
radiologi, dan tes lainnya (Clinical Score).4
a) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada
tidaknya infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit.1 Akan terjadi
leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien
dewasa, yang disertai dengan peningkatan jumlah netrofil lebih
dari 75% berlangsung pada 78% pasien, terlebih pada kasus
dengan komplikasi.1,3,4 Demam ditemukan pada 4% pasien dengan
apendisitis akut dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari
10.000/ml dan netrofil kurang dari 75%.4
2) Pemeriksaan Kimia Darah
Pemeriksaan kimia darah mahal, dan penemuannya tidak spesifik.
Pemeriksaan kimia darah ini biasanya memperlihatkan adanya
dehidrasi, atau kelainan elektrolit maupun cairan.2
3) Pemeriksaan Urinalisis

9
Pemeriksaan urine juga perlu dilakukan untuk membedakannya
dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih, misalnya infeksi
traktus urinarius.2,3 Satu studi pada 500 pasien dengan apendisitis
akut menampakkan adanya gejala traktus urinarius seperti disuria
dan nyeri panggul kanan. Satu dari tujuh pasien mengalami puyria
dengan 10 Leukosit/LPB, dan satu dari enam pasien ditemukan
lebih dari 3 eritrosit/LPB. Seorang dokter mungkin melakukan
pemeriksaan urinalisis untuk melihat kehamilan pada seorang
wanita dalam usia subur (mereka yang mempunyai periode
menstruasi yang teratur).2

4) Pemeriksaan C-Reactive Protein


C-Reactive Protein (CRP) merupakan reaktan yang dihasilkan oleh
hati yang merespon terhadap infeksi bakteri. Level serum
meningkat setelah 6-12 jam pada inflamasi akut jaringan.
Spesifitas 50-87%. Tiga studi pada orang dewasa dengan
kombinasi leukosit <10.500/ml, neutrofil <75%, dan CRP normal
(99-100%), memberikan hasil negative terhadap apendisitis akut.4
b) Pemeriksaan Radiologi
1) USG Abdomen
USG abdomen merupakan metode lainnya yang digunakan
untuk mengevaluasi apendisitis. Terutama digunakan pada anak-
anak, pasien yang kurus, dan kadang-kadang efektif digunakan
pada wanita hamil. Meskipun CT-Scan merupakan pemeriksaan
gold standar radiologi untuk mendiagnosis apendisitis, akan tetapi
terdapat beberapa alasan mengapa USG-Abdomen
dipertimbangkan dalam mendiagnosis, antara lain : 1) Biaya lebih

10
murah, 2) Aman digunakan pada wanita hamil, 3) dan tersedia di
institusi kesehatan lainnya.5
Beberapa studi mengemukakan bahwa USG abdomen
memiliki sensitifitas 85-90% dan spesifitas 92-96%. Lima studi
mengemukakan bahwa USG abdomen pada anak-anak memiliki
sensitifitas sebesar 85-95% dan spesifitas antara 47-96%. Dan satu
studi mengemukakan bahwa pada pasien geriatrik dengan perforasi
apendisitis, dengan pemeriksaan USG abdomen memiliki
sensitifitas 35% dan spesifitas 98%.4
2) CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi
pemeriksaan radiologi yang penting dalam mengevaluasi pasien
apendisitis dengan gejala yang tidak khas terutama mereka yang
tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-Scan abdomen
jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak
mengingat efek radiasi yang ditimbulkan).4,12
Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan
akurasi yang tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan
radiologi lainnya (sensitifitas dan spesifitas CT-Scan abdomen
hampir sama yaitu mencapai 95% = sensitivitas: 94%, spesifitas:
95%)4,12, dalam hal ini CT-Scan abdomen lebih akurat
dibandingkan dengan USG abdomen untuk mendiagnosis
apendisitis pada orang dewasa dan anak remaja.4 Keuntungan
lainnya CT-Scan tidak invasive, dan mempunyai potensi untuk
mengevaluasi kelainan akut abdominal lainnya.4,5 Kerugiannya
antara lain pasien akan terpapar oleh radiasi, berpotensi untuk
menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemakaian kontras intravena,
waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui mulut, dan
pasien akan merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui

11
rectum.4 CT-Scan abdomen merupakan metode yang dapat
digunakan untuk membedakan periappendiks flegmon dengan
abses.6
3) Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan radiologi yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi usus atau perforasi, benda asing
dan pada kasus yang jarang dapat memperlihatkan adanya
apendikolith pada apendiks.1,6 Adanya apendikolith pada pasien
dengan gejala apendisitis yang jelas adalah besar kemungkinan
merupakan apendisitis, tetapi ini hanya berlangsung pada beberapa
kasus (10% kasus).4

E. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding.1 Gastroenteritis adalah kelainan yang sering dikacaukan
dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam
dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang
timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik
merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu
observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.3
Adenitis mesenterikum, divertikulitis Meckeli, enteritis regional,
amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodenik, kolik ureter, salfingitis akut,
kehamilan ektopic terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering
dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang
juga berhubungan dengan nyeri perut di kuadran kanan bawah. Berikut ini
memperlihatkan beberapa diagnosa banding apendisitis.3

12
Tabel . Diagnosa Banding Apendisitis

F. PENATALAKSANAAN
Pada penatalaksanaan pasien dengan apendisitis beberapa hal yang perlu
dilakukan antara lain: 1) Penatalaksanaan sebelum operasi, 2) Operasi
apendektomi, 3) Penatalaksanaan pascaoperasi 4) Penatalaksanaan gawat
darurat non-operasi.3
1) Penatalaksanaan Sebelum Operasi
Penatalaksanaan pada pasien apendisitis dimulai dengan memelihara
pasien dari makanan maupun minuman apapun sebagai persiapan operasi.
Drips intravena untuk hidrasi pasien. Antibiotik diberikan secara intravena
seperti cefuoxamine dan metronidazole untuk membunuh bakteri dan
mengurangi infeksi perut maupun komplikasi postoperative pada luka di
perut.12 Antibiotik yang digunakan merupakan antibiotik gram negative
spektrum luas dan anaerobic.4 Bagaimanapun secara umum, apendisitis

13
tidak dapat diobati hanya dengan pemberian antibiotik saja, tetapi
memerlukan operasi.2
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh
diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis
lainnya. Pemeriksaan abden dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit
dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan torak tegak
dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada
kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah
kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya gejala.3
2) Operasi Apendiks
Pembedahan pada kasus apendisitis akut dilakukan oleh ahli bedah
dengan mengangkat apendiks. Pada operasi ini diperlukan kerja sama
dengan ahli anestesi, dan biasanya anestesi yang digunakan dapat berupa
anestesi umum jika lambung kosong (tidak terisi makanan sejak 6 jam yang
12
lalu), dapat pula dengan menggunakan anestesi spinal. Operasi dapat saja
dengan membuat insisi kecil pada perut bagian bawah (apendektomi) atau
dengan menggunakan laparoskop yaitu membuat insisi kecil sebanyak tiga
atau empat buah. Pada kasus lain yang dicurigai apendisitis dapat
diidentifikasi melalui pemeriksaan laparoskopi. Laparoskopi lebih disukai
pada operasi terbuka karena insisi lebih kecil sehingga luka yang dihasilkan
sedikit, waktu perawatan di rumah sakit lebih cepat, dan nyeri lebih
sedikit.2,4 Kerugiannya yaitu membutuhkan biaya yang lebih mahal, dan
waktu operasi kira-kira 20 menit lebih lama dibandingkan dengan open
apendektomi.4 Pembedahan laparoskopi dikenal juga sebagai minimally
invasive surgery (MIS), bandaid surgery, atau keyhole surgery, atau

14
pinhole surgery yang merupakan tehnik operasi modern pada abdomen
dengan membuat insisi kecil (biasanya 0.5-1.5cm).17
Operasi laparoskopi apendektomi ini berhasil kira-kira 90% pada
apendisitis perforasi. Kontraindikasinya pada pasien dengan intra-
abdominal adhesi yang signifikan.4
Apendektomi direncanakan pada infiltrate periapendikuler tanpa pus
yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan
tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendektomi. Pada
anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif
tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dapat dipertimbangkan
membatalkan tindakan bedah.1
3) Penatalaksanaan Pascaoperasi
Pascaoperasi apendektomi, perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital
untuk mengetahui terjadinya perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau
gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam
posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, maka pasien dipuasakan
terus sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai
dari 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan
harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk ditempat
tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat duduk dan berdiri di
luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan diperbolehkan pulang.3
4) Penatalaksanaan Gawat Darurat Non-Operasi

15
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam
peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang.3

G. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu
peritonitis. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.
Terminology apendisitis kronik sebenarnya tidak ada.3,12 Waktu penyembuhan
bergantung pada usia, kondisi pasien, keadaan gizi, komplikasi dan berbagai
kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya penyembuhannya
berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih muda
(sekitar 10 tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Seorang
dokter menganjurkan agar pasien tidak mengkonsumsi alkohol setelahnya.12

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan appendiksitis akut berdasarkan


anamnesis, pemeriksanaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan migration of pain yang awalnya dari pusar menjalar ke kuadran kanan
bawah yang disertai dengan mual-mual dan penurunan nafsu makan. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu badan yakni 37,8oC. Pada
pemeriksaan status lokalis pada region abdomen didapatkan nyeri tekan dititik Mc
Burney (+), nyeri lepas tekan (+), defans muskuler lokal di daerah Mc Burney (+).

16
Pada pemeriksaan khusus intraperitoneal didapatkan Rebound tenderness (+),Psoas
sign (+), Obturator test (+), Rectal toucher : nyeri tekan pada jam 9-12.
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan adanya peningkatan leukosit dan
gambaran shift to the left. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium diperoleh hasil skor Alvrado yakni 10, yang berarti diduga appendiksitis
akut. Pemeriksaan gold standard pada kasus ini yakni dengan CT-scan Abdomen,
namun pemeriksaan ini tidak dilakukan.
Penatalaksaan utama pada kasus ini, yakni appendiktomi dengan memotong
bagian appendiks.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong de Wim, Sjamsuhidajat.Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. In; R.


th
Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2 ed. Jakarta.
Buku Kedokteran EGC; 2002. 639-46
2. Anonyma. Appendicitis. Available from URL;
http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=57743. Last update
July 22, 2007.

17
3. Mansjoer Alif. Bedah Digestif. In; Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika
th
Wardhani, Wiwiek Setiowulan, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3 ed.
Jakarta. Media Aesculapius FKUI; 2000. 307-13.
4. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD,
editors. Available from URL; http://www.emedicine.com/emerg/topic41.htm.
Last up date July 22, 2007.
5. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas
Joseph, James Garrett, editors. Available from URL;
http://www.ceessentials.net/article17.html. Last up date July 22, 2007.
6. Yamada Tadataka. Approach to The Patient with Acute Abdomen. In; Tadataka
Yamada,M.D, David H.Alpers,M.D, Neil Kaplowitz, M.D, Loren Laine,M.D,
th
Chung Owyang,M.D, Don W.Powell,M.D, editors. Gastroenterology. 4 ed.
USA. Wolters Kluwer Company; 2003. 818.
7. Lipsky S. Martin. Abdominal Pain in Adults. In; Martin S.Lipsky,M.D, Richard
Sadovsky,M.D, editors. Gastrointestinal Problems. USA. Wolters Kluwer
Company, 2000. 3, 9, 11, 14, 17.
8. Long Sarah Melanie. The Intestine. Daniel Horton-Szar, Paul M Smith, editors.
st
Gastrointestinal System. 1 ed. USA. Mosby; 2002. 119.
9. Lianury N Robby. Usus Besar. Robby N Lianury. Histologi Sistem
Gastrohepatologi. Makassar. FKUH. 2002. 23.
10. Anonyma. Appendectomy Series. Available from URL;
http://health.allrefer.com/health/appendectomy-appendectomy-series-2.html. Last
up date July 22, 2007.
11. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Lambung dan Duodenum. In; Sylvia
th
Anderson Price, Lorraine McCaerty Wilson, editors. Patofisiologi. 4 ed. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. 401-2.

18
12. Hobler. Appendicitis. Available from URL;
http://en.wikipedia.org/wiki/Vermiform_appendix. Last up date July 22, 2007.
13. Anonyma. Human Anatomy. Available from URL;
http://www.factmonster.com/ce6/sci/A0804398.html. Last up date July 22, 2007.
14. Hobler E Kirtland, MD. Acute and Suppurative Appendicitis: Disease Duration
and its Implications for Quality Improvement. Available from URL;
http://xnet.kp.org/permanentejournal/spring98pj/appendicitis.html. Last up date
July 22, 2007.
15. Hadi Sujono. Nyeri Epigastrik; Penyebab dan Pengelolaannya. Available from
URL;
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigastrik
.html. Last up date July 22, 2007.
16. Forbes Alastair. Colon II. In Alastair Forbes, JJ. Misiewicz, Carolyn C Compton,
Marc S Levine, M Shafi Quraishy, Stephen E Rubesin, Paul J Thuluvath. Atlas of
th
Clinical Gastroenterology. 4 ed. USA. Elsevier Mosby; 2005. 188-9.
17. Anonyma. Laparoscopic Surgery. Available from URL;
http://en.wikipedia.org/wiki/Laparotomy. Last up date July 22, 2207.
18. Labeda Ibrahim. Akurasi Diagnosis Apendisitis Akut berdasarkan Sistem Skor
Kalesaran Mei-Oktober 1998. In: dr Ibrahim Labeda, SpB-KBD, dr. Murni A. Rauf,
SpB-KBD, dr.Djumadi Achmad, Sp.PA, dr. Nadjib Bustan, dan dr. John Pieter,
editors. Kumpulan Makalah Ilmiah Sebagai Peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis I Ilmu Bedah FK-UH. 1999.

19
IDENTITAS PASIEN

I. DATA PRIBADI
- Nama : Tn. W
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Umur : 38 tahun
- Pekerjaan : Swasta
- Masuk RS : 6 April 2017
- No. RM : 531525

20
II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Nyeri perut kanan bawah.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut di daerah kanan bawah disertai
demam, mual-mual, tetapi tidak sampai muntah. Nyeri dirasakan sejak 3 hari
sebelum MRS bersifat terus-menerus dan menetap. Nyeri mulanya dirasakan
di daerah sekitar pusar, kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Pasien
juga meneluh nafsu makan berkurang dan badan terasa lemas. Pasien tidak
mengeluhkan gangguan BAB. BAK pasien juga lancar, tidak ada rasa nyeri
saat BAK, warna kuning normal dan tidak disertai darah.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Penderita belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya.
- Riwayat penyakit gula disangkal.
- Riwayat penyakit ginjal disangkal.
- Riwayat darah tinggi disangkal.
- Riwayat penyakit jantung disangkal.
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat dengan keluhan yang sama disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Suhu : 37,80C
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan :22 x/menit
B. Status Generalis
- Kepala : Conjungtiva tidak anemis, sklera tak ikterik

21
- Leher : JVP tak meninggi, KGB tidak membesar
- Thoraks : Bentuk dan gerak simetris
- Paru-paru : VBS normal, kiri = kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-
- Jantung : Bunyi jantung S1-S2 reguler, Bunyi tambahan (-)
- Abdomen : Status lokalis
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-)
C. Status Lokalis (Regio Abdomen)
- Inspeksi : distensi(-), massa(-), sikatrik(-).
- Auskultasi : peristaltik usus normal.
- Palpasi : Supel (+), nyeri tekan dititik Mc Burney(+), nyeri
lepas tekan(+), defans muskuler lokal di daerah Mc
Burney(+), hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : hipertimpani (+)
D. Pemeriksaan Khusus Intraperitoneal
- Rebound tenderness : (+)
- Rovsing sign : (-)
- Blumberg sign : (-)
- Psoas sign : (+)
- Obturator test : (+)
- Rectal toucher : nyeri tekan pada jam 9-12
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Komponen Nilai Satuan Nilai Rujukan
HGB 14,8 g/Dl 13.0 – 18.0
RBC 4.87 106/uL 4.5 – 5.5
WBC 14.22 103/uL 4.0 – 11.0
Netrofil 12.55
Netrofil seg. 88.3

22
Limfosit 1.1
Limfosit seg. 7.7
Monosit 0.54
Monosit seg. 3.8
PLT 211 103/uL 150 – 400
GDA 102 Mg/dL <200

V. DIAGNOSA BANDING
- Appendiksitis akut
- Gastroenteritis
- Kolik Ureter

VI. DIAGNOSA
Appendiksitis akut

VII. PENATALAKSANAAN
- Pro. Appendiktomi
- Inf. RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxim 3x1 gr
- Inj. Metronidazole 3x500 mg
- Inj. Ranitidin 2x50 mg

VIII. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

23

Anda mungkin juga menyukai