Anda di halaman 1dari 7

1.

Penyebab Kusta dan Faktor Risiko

Bakteri Mycobacterium leprae menjadi penyebab utama kusta. Bakteri ini tumbuh pesat

pada bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki dan lutut.

M. leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa tumbuh berkembang di dalam beberapa sel

manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini adalah melalui cairan dari hidung

yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin.

Selain penyebab utamanya, ada juga faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang

untuk mengidap penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut meliputi:

 Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung

tangan.Beberapa di antaranya adalah armadilo dan simpanse afrika.

 Melakukan kontak fisik secara rutin dengan penderita kusta.

 Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.

 Menderita cacat genetik pada sistem kekebalan tubuh.

2. . Etiologi Penyakit Kusta

Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium leprae yang berbentuk batang

panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 mikron x 1-8 mikron. Basil ini

berbentuk batang gram positif, tidak bergerak, tidak berspora, dapat tersebar atau dalam

berbagai ukuran bentuk kelompok. Pada pemeriksaan langsung secara mikroskopis, tampak

bentukan khas adanya basil yang mengerombol seperti ikatan cerutu, sehingga disebut packet

of cigars (globi).Basil ini diduga berkapsul tetapi rusak pada pewarnaan menggunakan

karbon fukhsin. Organisme tidak tumbuh pada perbenihan buatan.Penyakit kusta bersifat

menahun karena bakteri kusta memerlukan waktu 12-21 hari untuk membelah diri dan masa

tunasnya rata-rata 2-5 tahun.


3. Diagnosis Kusta

Kebanyakan kasus kusta didiagnosis berdasarkan temuan klinis, karena penderita

biasanya bertempat tinggal di daerah yang minim peralatan laboratorium. Bercak putih atau

merah pada kulit yang mati rasa dan penebalan saraf perifer (atau saraf yang terletak di

bawah kulit dapat teraba membesar bahkan terlihat) seringkali dijadikan dasar pertimbangan

diagnosis klinis. Pada kawasan endemik kusta, seseorang bisa dianggap mengidap kusta

apabila menunjukkan salah satu dari dua tanda utama berikut ini:

 Adanya bercak pada kulit yang mati rasa.

 Sampel dari usapan kulit positif terdapat bakteri penyebab kusta.

4. Pengobatan Kusta

Mayoritas penderita kusta yang didiagnosis secara klinis akan diberi kombinasi antibiotik

sebagai langkah pengobatan selama 6 bulan hingga 2 tahun. Dokter harus memastikan jenis

kusta serta tersedianya tenaga medis yang mengawasi penderita untuk menentukan jenis,

dosis antibiotik, serta durasi pengobatan.

Pembedahan umumnya dilakukan sebagai proses lanjutan setelah pengobatan antibiotik.

Tujuan prosedur pembedahan bagi penderita kusta meliputi:

 Menormalkan fungsi saraf yang rusak.

 Memperbaiki bentuk tubuh penderita yang cacat.

 Mengembalikan fungsi anggota tubuh.

Risiko komplikasi kusta dapat terjadi tergantung dari seberapa cepat penyakit tersebut

didiagnosis dan diobati secara efektif. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi jika kusta

terlambat diobati adalah:


 Mati rasa atau kebas. Kehilangan sensasi merasakan rasa sakit yang bisa membuat

orang berisiko cidera tanpa menyadari dan rentan terhadap infeksi.

 Kerusakan saraf permanen.

 Otot melemah.

 Cacat progresif.

Contohnya kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan dan hidung

5. Pencegahan dan Pengawasan Penyakit

kusta adalah penyakit yang memberi stigma yang sangat besar besar pada masyarakat,

sehingga penderita kusta menderita tidak hanya kerena penyakitnya saja, juga dijauhi atau

dikucilkan oleh masyarakat. Hal tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan karena cacat

tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut sebenarnya lebih banyak disebabkan

karena cacat tubuh yang tampak menyeramkan. Cacat tubuh tersebut sebenarnya dapat

dicegah apabila diagnosis dan penanganan penyakit dilakukan secara dini. Demikian pula

diperlukan pengetahuan berbagai hal yang dapat menimbulkan kecacatan dan pencegahan

kecacatan, sehingga tidak menimbulkan cacat tubuh yang tampak menyeramkan.

a. Identifikasi dan pengobatan penderita kusta merupakan kunci pengawasan.

Anakanak dari orang tua yang teinfeksi diberikan kemoprofilaksis dengan sulfon sampai

orang tua tidak infeksius lagi. Jika salah satu anggota dalam keluarga menderita lepra

lepromatosa, maka profilaksis demikian diperlukan bagi anak-anak dalam keluraga tersebut.

1. Pencegahan Primodial

Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki

faktor resiko penyakit kusta melalui penyuluhan. Penyuluhan tentang penyakit kusta adalah

proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat oleh petugas

kesehatan sehingga masyarakat dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi

kesehatannya dari penyakit kusta.


2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan seseorang yang telah

memiliki faktor resiko agar tidak sakit. Tujuan dari pencegahan primer adalah

1. untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-

penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya.

2. Untuk mencegah terjadinya penyakit kusta, upaya yang dilakukan adalah

memperhatikan dan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, personal

hygiene, deteksi dini adanya penyakit kusta dan penggerakan peran serta

masyarakat untuk segera memeriksakan diri atau menganjurkan orang-orang

yang dicurigai untuk memeriksakan diri ke puskesmas.

3.Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder merupakan upaya

pencegahan penyakit dini yaitu mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat

progresifitas penyakit dan menghindari komplikasi.

Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati penderita dan mengurangi akibat-

akibat yang lebih serius dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian

pengobatan.Pencegahan sekunder ini dapat dilakukan dengan melakukan diagnosis dini dan

pemeriksaan neuritis, deteksi dini adanya reaksi kusta, pengobatan secara teratur melalui

kemoterapi atau tindakan bedah. Universitas Sumatera Utara Untuk menetapkan diagnosa

penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda pokok atau “cardinal sign” pada badan, yaitu :

a. Lesi (Kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-

putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematousa) yang mati rasa (anestesi).

b. Penebalan saraf tepi Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan

fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi

(neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bias berupa:

a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa


b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (Parese) atau kelumpuhan (Paralise)

c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak.

d. Ditemukan Basil Tahan Asam2 Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit

(BTA Positif). Pemeriksaan kerokan hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Seseorang

dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tandatanda utama di atas.

Apabila hanya ditemukan cardinal sign ke-2 dan petugas ragu perlu dirujuk kepada WASOR

atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai

(suspek). Universitas Sumatera Utara Tanda-tanda tersangka kusta (suspek) .

Tanda-tanda pada kulit

a. Bercak/Kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh

b. Kulit mengkilap

c. Bercak yang tidak gatal

d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut.

e. Lepuh tidak nyeri.

2. Tanda-tanda pada saraf

a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.

b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka

c. Adanya cacat (deformitas) d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh

4. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)

Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan

mengadakan rehabilitasi.

Rehabilitasi adalah upaya yang dilakukan untuk memulihkan seseorang yang sakit

sehingga menjadi manusia yang lebih berdaya guna, produktif, mengikuti gaya hidup yang

memuaskan dan untuk memberikan kualitas hidup yang sebaik mungkin, sesuai tingkatan

penyakit dan ketidakmampuannya.


5. Pencegahan tertier meliputi:

a. Pencegahan Kecacatan Pencegahan cacat kusta jauh lebih baik dan lebih ekonomis

daripada penanggulangannya. Pencegahan ini harus dilakukan sedini mungkin, baik oleh

petugas kesehatan, maupun oleh penderita itu sendiri dan keluarganya.

Upaya pencegahan cacat terdiri atas :

a. Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi :

1) Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis

2) Pengobatan secara teratur dan adekuat

3) Deteksi dini adanya reaksi kusta

4) Penatalaksanaan reaksi kusta

b. Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi :

1) Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka

2) Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah

terjadinya kontraktur.

3) Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak

mendapat tekanan yang berlebihan.

4) Bedah septik untuk mengurangi perluasan infeksi.

5) Perawatan mata, tangan dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan

otot

b. Rehabilitasi

Rehabilitasi yang dilakukan meliputi rehabilitasi medik, rehabilitasi sosial, dan

rehabilitasi ekonomi. Usaha rehabilitasi medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh ialah

antara lain dengan jalan operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali

ke asal, tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki. Cara lain adalah kekaryaan,

yaitu memberi lapangan pekerjaan yang sesuai cacat tubuhnya, sehingga dapat berprestasi
dan dapat meningkatkan rasa percaya diri, selain itu dapat dilakukan terapi psikologik

(kejiwaan).

c. Program Pemberantasan Penyakit Kusta

Pada tahun 1991 World Health Assembly telah mengeluarkan suatu resolusi yaitu

eliminasi kusta pada tahun 2000. Indonesia sebagai anggota Organisasi Kesehatan Sedunia

(WHO) harus memenuhi resolusi tersebut. Suatu kenyataan bahwa kusta tersebar di Indonesia

secara tidak merata dan prevalensi rate (PR) sangat bervariasi menurut propinsi,

Kabupaten/Kota/Kecamatan. Penderita terdaftar di Indonesia sampai dengan desember 2003

sebanyak 18.312 penderita. Eliminasi kusta di Indonesia yang ditargetkan tahun 2000 sudah

dicapai secara nasional pada pertengahan tahun 2000, namun demikian pada tingkat propinsi

dan kabupaten masih banyak yang belum mencapai eliminasi. Sampai akhir desember 2003,

baru 18 dari 30 propinsi dan 325 dari 440 Kabupaten yang dapat mencapai eliminasi.

Sumber : https://www.alodokter.com/kusta di akses pada tanggal 26 November 2016

pada pukul 19.17 WIB.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22370/4/Chapter%20II.pdf di akses pada

tanggal 26 November 2016 pada pukul 19.39 WIB.

Anda mungkin juga menyukai