Anda di halaman 1dari 24

REKONSILIASI FISKAL

Disusun Oleh:

1. Destiawanda Isabella D.S (161600112)


2. Anggi Meitasari (161600137)
3. Aniefvia Putri Mahardika A (161600194)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA

2018
KATAPENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan
nikmat yang tiada terkira bagi kami. Oleh karena itu,tiada kata yang terindah
selain ucapan syukur tak terhingga karena saya dapat menyelesaikan tugas
akuntansi perpajakan yang berjudul "REKONSILIASI FISKAL".

Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa
maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,
yang kadangkala hanya menuruti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan
kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makalah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-
mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-
teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau
mengambil hikmah dari makalah yangmembahas tentang rekonsiliasi laporan
keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal ini sebagai tambahan dalam
menambah referensi yang telah ada.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih atas dukungan dan arahan dari
semua pihak.

Surabaya, 01 Juni 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 4

1.1 Latar belakang .......................................................................................... 4


1.2 Rumusan masalah..................................................................................... 4
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 5

2.1 Latar belakang .......................................................................................... 5

2.2 Rekonsiliasi Fiskal ................................................................................... 5

2.3 Koreksi positif dan negatif dari rekonsiliasi fiskal .................................. 6

2.4 Perhitungan pajak penghasilan ............................................................... 15

2.5 Kredit pajak tahun berjalan .................................................................... 19

2.6 Pencatatn dan penyajian kurang lebih bayar PPh .................................. 19

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 23

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 23

3.1 Saran ....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang memegang peranan penting
karena merupakan komponen yang terbesar dan sumber dana dalam negeri untuk
membiayai berbagai keperluan pembangunan nasional. Wajib Pajak dengan
pemerintah memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal pembayaran pajak.
Wajib Pajak berusaha membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar
pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di lain pihak,
pemerintah memerlukan dana sebanyak-banyaknya dari penerimaan pajak untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.

Karena adanya perbedaan kepentingan, maka dengan self assesment system Wajib
Pajak cenderung berusaha meminimalisasi jumlah pembayaran pajak. Upaya
untuk meminimalisasi pembayaran pajak ini disebut dengan perencanaan pajak.
Perusahaan harus menyusun laporan keuangan fiskal untuk kepentingan
pembayaran pajak.Tujuan utama dari laporan keuangan fiskal adalah untuk
menghitung penghasilan kena pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan
koreksi fiskal atas laporan laba rugi komersial menurut Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) dengan laporan laba rugi menurut Undang-Undang Perpajakan
yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah

 Apakah yang dimaksud Koreksi Fiskal?


 Apa saja jenis-jenis koreksi fiskal?
 Apa saja Jenis perbedaan pengakuan antara komersial dan fiskal

1.3 Tujuan

 Untuk memberi penjelasan mengenai Koreksi Fiskal


 Untuk menguraikan jenis-jenis koreksi fiskal
 Untuk mengetahui Jenis perbedaan pengakuan antara komersial dan fiscal

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang

Laba/rugi yang diperoleh dari laporan keuangan merupakan laba/rugi yang


didasarkan pada perhitungan menurut SAK-ETAP. Sedangkan untuk menghitung
besarnya PPh, didasarkan pada laba fiscal yang diperoleh dari perhitungan
menurut peraturan perpajakan. Untuk mendapatkan besarnya laba fiscal, maka
WP haruslah melakukan proses rekonsiliasi fiscal.

2.2 Rekonsiliasi (Koreksi) Fiskal

Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba akumtamsi yang berbeda
dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai
dengan ketentuan perpajakan. Dengan melakukan proses rekonsiliasi fiskla ini
maka WP tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat 1
pembukuan yang didasari SAK-ETAP. Setelah dibuatkan rekonsiliasi fiscal untuk
mendapatkan laba fiscal PhKP yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan
PPh. Koreksi fiscal tersebut dapat dibedakan anatar beda tetap dan beda waktu.
Perbedaan- perbedaan anatara akuntansi dan fiscal tersebut dapat dikelompokkan
menjadi beda tetap/permanen (permanent differences) dan beda waktu/sementara
(timing differences).

Beda Tetap / Permanen

Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban
menurut akuntansi dengan pajak, yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui
menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya.
Beda tetap mengakibatkan (laba/rugi sebelum pajak/ pre tax income) yang
berbeda secara tetap dengan laba atau rugi menurut fiscal PhKP (taxable income).

Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan yang


mengharuskan hal sebagai berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena
Pajak.

5
1. Penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final (Pasal 4 ayat (2)
UU PPh).

2. Penghasilan yang bukan objek pajak (Pasal 4 ayat (3) UU PPh).

3. Pengeluaran yang tak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha,


yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta
pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya
melebihi kewajaran (Pasal 9 ayat (1) UU PPh).

4. Biaya yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan yang bukan


objek pajak dan penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final.

5. Penggantian sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan


dalam bentuk natura.

6. Sanksi perpajakan,

Beda Waktu/Sementara

Sesuai namanya, beda waktu merupakan perbedaan perlakuan akuntansi dan


perpajakan yang sifatnya temporer. Artinya, secara keseluruhan beban atau
pendapatan akuntansi maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi tetap berbeda
alokasi setiap tahunnya.

Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara
fiscal dengan akuntansi dalam hal:

1. Akrual dan realisasi;


2. Penyusutan dan amortisasi;
3. Penilaian persediaan;
4. Kompensasi kerugian fiscal.

2.3 Koreksi Positif Dan Negatif Dari Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi fiscal dilakukan oleh WP yang pembukuannya menggunakan


pendektan akuntansi komresial, yang bertujuan mempermudah mengisi SPT

6
Tahunan PPh dan menyusun laporan keangan fiscal yang harus dilampirkan pada
saat menyampaikan SPT Tahunan PPh.

Koreksi fiscal dapat berupa koreksi positif dan negative. Koreksi positif
terjadi apabila laba menurut fiscal bertambah. Koreksi positif bianaya dilakukan
akibat adanya sebagai berikut.

1. Beban yang tidak diakui oleh pajak/non-deductible expense - Pasal 9 ayat


(1) UU PPh.
2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiscal.
3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiscal.
4. Penyesuaian fiscal positif lainnya.

Koreksi negative terjadi apabila laba menurut fiscal berkurang. Koreksi


negative biasanya dilakukan akibat adanya hal-hal berikut.
1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak- Pasal 4 ayat (3) UU PPh.
2. Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final- Pasal 4 ayat (2) UU
PPh.
3. Penyusutan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiscal.
4. Amortisasi komersial lebih kecil daripada amortisasi fiscal.
5. Penghasilan yang ditangguhan pengakuannya.
6. Penyesuain fiscal negative lainnya.

Contoh soal 1:

PT Father meminta bantuan anda untuk menyusun rekonsiliasi fiscal


berdasarkan data laporan keuangan tahun 2011 dibawah ini : (dalam rupiah)

Penjualan
1.250.000.000

HPP
(500.000.000)

Penghasilan Bruto Usaha


750.000.000

7
Beban Operasional

1. Gaji 55.000.000
2. Tunjangan transport karyawan 45.000.000
3. Beban makan kantor 6.000.000
4. Beban pengobatan ditanggung perusahaan 20.000.000
5. Beban training karyawan 15.000.000
6. Beban seragam satpam 12.000.000
7. Beban sanksi administrasi pajak 10.000.000
8. Beban pengangkutan 4.500.000
9. Beban bunga pinjaman 7.000.000
10. Cadangan penghapusan piutang 4.500.000
11. Beban jamuan tamu tanpa daftar 10.000.000
12. Beban listrik dan telepon kantor 24.000.000
13. PBB dan Bea Materai 3.000.000
14. Penyusutan asset tetap 40.000.000
15. Premi asuransi kebakaran pabrik 10.000.000
16. Bantuan untuk panitia HUT RI 5.000.000

Total Beban Operasional


271.500.000

Laba Usaha
478.500.000

Pendapatan Lain-lain

1. Dividen dari PT Jaya(setelah PPh)


85.000.000
(%kepemilikan 20%)
2. Sewa kendaraan box kepada Fa Maju (setelah PPh)
9.850.000
3. Keuntungan selisih kurs
5.000.000

8
4. Penerimaan pengembalian PBB yang telah
5.000.000
Dibebankan
5. Jasa giro Bank Mamiri (sebelum PPh)
2.000.000

Total Pendapatan Lain-lain


106.850.000

Laba Usaha sebelum PPh


585.350.000

Keterangan Tambahan

Jenis asset Tahun Beli Harga beli Nilai Residu


(Rp) (Rp)
Bangunan permanen 6 Juli 2009 400.000.000 50.000.000
Kelompok 1 10 Desember 2010 60.000.000 10.000.000

Penyusutan fiscal menggunakan metode garis lurus

Diminta:

1. Buatlah rekonsiliasi fiscal untuk PT Father.


2. Berapa penghasilan neto fiscal perusahaan.

Jawab :

PT Father

Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2011

(dalam ribuan Rp)

Menurut Koreksi Fiskal Menurut


Keterangan Akuntansi Positif Negatif Fiskal Keterangan
Penjualan/Peredaran 1.250.000 - - 1.250.000

9
Usaha (500.000) - - (500.000)
 HPP 750.000 - - 750.000
Penghasilan Bruto Usaha
 Beban Usaha/Beban
Operasional 55.000 - - 55.000
- Gaji 45.000 - - 45.000
- Tunjangan transpor
karyawan 6.000 - - 6.000
- B. makan kantor 20.000 20.000 - 0 Pasal 9 ayat
- B. pengobatan (1) UU PPh
ditanggung perusahaan 15.000 - - 15.000
- B. training karyawan 12.000 - - 12.000
- B. seragam satpam 10.000 10.000 - 0 Pasal 9 ayat
- Sanksi administrasi (1) UU PPh
pajak 4.500 - - 4.500
7.000 - - 7.000
- B. pengangkutan 5.000 5.000 - 0 Pasal 9 ayat
- B. bunga pinjaman (1) UU PPh
- Cadangan penghapusan 10.000 10.000 - 0 SE-27/PJ.22/
piutang 1986
- B. jamuan tamu tanpa 24.000 - - 24.000
daftar nominatif
- B. listrik dan telepon 3.000 - - 3.000
kantor 40.000 5.000 - 35.000 Pasal 11 UU
- PBB dan Bea Materai PPh
- Penyusutan asset tetap 10.000 - - 10.000

- Premi asuransi
kebakaran pabrik 5.000 5.000 - 0 Pasal 9 ayat
(1) UU PPh
- Sumbangan HUT RI (271.500) 55.000 - (216.500)
- 533.500

10
Total beban usaha

Penghasilan Neto dari


usaha 478.500 55.000 - 100.000 Pasal 4 ayat
 Penghasilan dari luar (1) UU PPh
usaha 85.000 15.000 - 10.000 Pasal 4 ayat
- Dividen dari PT Jaya (1) UU PPh
9.850 150 - 5.000
- Sewa kendaraan box 5.000 - - 5.000
kepada Fa Maju
- Keuntungan selisih kurs 5.000 - 2.000 0 Pasal 4 ayat
- Penerimaan (1) UU PPh
pengembalian PBB yg 2.000 - 2.000 120.000
telah dibebankan 106.850 15.150 - -
- Jasa giro Bank Mamiri - - 2.000 653.500
- 585.350 70.150
Total Phs dari luar usaha
 Beban dari luar usaha
Laba neto sebelum pajak

Penghasilan neto fiscal perusahaan adalah Rp 653.500.000


Atas koreksi fiscal yang dilakukan, perusahaan tidak perlu
membuat jurnal.
Contoh soal 2:
PT Josche meminta bantuan Anda untuk menyusun rekonsiliasi fiscal untuk
tahun 2010 berdasarkan data di bawah ini: (dalam rupiah)
Penjualan
1.000.000.000
HPP
450.000.000
Beban Operasional

11
1. Gaji (termasuk pemberian sembako kepada
45.000.000
karyawan senilai Rp 5.000.000)
2. PPh 21 ditanggung perusahaan
7.500.000
3. Beban perjalanan dinas
22.000.000
4. Beban pemasaran
9.000.000
5. Sewa gedung kantor
10.000.000
6. Beban reparasi dan pemeliharaan
3.000.000
7. Kerugian cabang Bali
6.000.000
8. Beban jamuan tamu dengan daftar nominatif
10.000.000
9. Beban listrik dan telepon kantor
24.000.000
(termasuk didalamnya beban listrik dan telepon direksi
sebesar Rp 5.000.000
10. Beban jasa teknik
10.000.000
11. Bantuan GNOTA
4.000.000
12. Penyusutan asset tetap
33.125.000
13. Sumbangan untuk karyawati menikah
1.000.000
14. Pajak kendaraan bermotor
1.500.000

12
Pendapatan Lain-lain
1. Dividen dari PT Terang (% kepemilikan 20%)
40.000.000
2. Dividen dari PT Sinar (% kepemilikan 25%)
15.000.000
3. Sewa gedung kepada PT Berlian (setelah PPh)
27.000.000
4. Penghasilan dari penjualan tanah
12.000.000
5. Bunga deposito (sebelum dipotong PPh)
10.000.000
6. Bunga pinjaman dari PT Segar (sebelum dipotong PPh)
5.000.000

Beban Lain-lain
Rugi usaha di wilayah Malaysia
10.000.000

Keterangan tambahan
Jenis aset Tahun Beli Harga Beli (Rp)
Bangunan permanen 19 Agustus 1998 400.000.000
Kelompok 1 20 Januari 2007 25.000.000
Kelompok 2 10 Mei 2009 60.000.000

Diminta:
A. Buatlah rekonsiliasi fiskal untuk tahun 2010.
B. Berapa besarnya penghasilan neto fiskal PT Josche.
Jawab:
PT Josche
Rekonsiliasi Fiskal Tahun 2010
(dalam ribuan Rp)
Menurut Koreksi Fiskal Menurut

13
Keterangan Akuntans Positif Negatif Fiskal Keterangan
i
Penjualan/peredaran 1.000.000 - - 1.000.000
Usaha
 HPP (450.000) - - (450.000)
Penghasilan Bruto 550.000 - - 550.000
Usaha
 Beban Usaha/Beban
Operasional 45.000 5.000 - 40.000 Pasal 9 ayat (1)
- Gaji UU PPh
7.500 7.500 - 0 PP 94 Tahun
- PPh 21 ditanggung 2010
perusahaan 22.000 - - 22.000
- B. perjalanan dinas 9.000 - - 9.000
- B. pemasaran 10.000 - - 10.000
- B. sewa gedung kantor 3.000 - - 3.000
- B. reparasi dan peme-
liharaan 6.000 - - 6.000
- Kerugian cabang Bali 10.000 - - 10.000
- B. jamuan tamu 24.000 5.000 - 19.000 Pasal 9 ayat (1)
- B. listrik dan telepon UU PPh
kantor 10.000 - - 10.000
- B. jasa teknik 4.000 - - 4.000
- Bantuan GNOTA 33.125 - 2.500 35.625 Pasal 11 UU
- B. penyusutan 1.000 1.000 - 0 PPh
- Sumbangan karyawati Pasal 9 ayat (1)
1.500 - - 1.500 UU PPh
- Pajak kendaraan ber-
motor
(186.125) 18.500 2.500 (170.125)
Total Beban Usaha
363.875 18.500 2.500 379.875

14
Penghasilan Neto dari
Usaha
 Penghasilan dari luar
usaha 40.000 - - 40.000
- Dividen dari PT 15.000 15.000 0 Pasal 4 ayat (3)
Terang UU PPh
- Dividen dari PT Sinar 27.000 3.000 30.000 0 Pasal 4 ayat (2)
- Sewa gedung PT UU PPh
Berlian 12.000 - - 12.000
10.000 - 10.000 0 Pasal 4 ayat (2)
- Penjualan tanah UU PPh
5.000 - - 5.000
- Bunga deposito 109.000 3.000 55.000 57.000
- Bunga pinjaman
(10.000) 10.000 - (0) Pasal 9 ayat (9)
Total Phs dr luar usaha UU PPh
 Beban dari luar usaha 462.875 31.500 57.500 436.875
Kerugian usaha
Malaysia

Laba neto sebelum pajak

Penghasilan neto fiskal perusahaan adalah Rp 436.875.000


Atas koreksi fiskal yang dilakukan, perusahaan tidak perlu membuat
jurnal.

2.4 Perhitungan Pajak Penghasilan


PPh terutang dihitung dengan mengalikan tarif PPh 17 ayat (1b) terhadap
Penghasilan Kena Pajak (PhKP). Sebelum dikalikan tarif PPh, PhKP terlebih
dahulu dibulatkan ke bawah dalam ribuan Rupiah penuh, sesuai dengan Pasal 17
ayat (4) UU PPh.
PPh terutang = PhKP x Tarif PPh

15
1.1.1 Penghasilan Kena Pajak (PhKP)
PhKP yang digunakan sebagai dasar menghitung PPh tersebut
dihitung dengan cara yang berbeda-beda tergantung pada jenis WP.
a. WP Badan
PhKP = Penghasilan Neto
b. WP Orang Pribadi yang menyelenggarakan pembukuan
PhKP = Penghasilan Neto – PTKP
c. WP Orang Pribadi yang menggunakan Norma Perhitungan
Penghasilan Neto
PhKP = (% Norma Perhitungan Penghasilan Neto x Peredaran
Usaha) – PTKP
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
PhKP = Penghasilan Neto (berdasarkan Pasal 5 UU PPh)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hanya ada untuk WP


Orang Pribadi. PTKP yang berlaku sejak tahun 1999 adalah
berdasarkan Pasal 7 UU PPh tahun 2000, sedangkan PTKP Tahun
2005 ditetapkan berdasarkan KMK-564/KMK.03/2004. Sementara
itu, PTKP terbaru yang berlaku mulai tahun 2006 ditetapkan
berdasarkan KMK-137/KMK.03/2005 jo. PER-15/PJ/2006, dan
berdasarkan PER-31/PJ/2009 mulai tahun 2009, serta PMK-
162/PMK.011/2012 yang berlaku mulai tahun 2013.
Berikut ini merupakan table perubahan PTKP (dalam RP)
Uraian 1999 2005 2006 2009 2013
Wajib Pajak 2.880.00 12.000.00 13.200.00 15.840.00 24.300.00
Status kawin 0 0 0 0 0
Tanggungan 1.440.00 1.200.000 1.200.000 1.320.000 2.025.000
(max 3 org) 0 1.200.000 1.200.000 1.320.000 2.025.000

1.440.00
0

16
1.1.2 Tarif Pajak
System penerapan tarif PPh sesuai dengan Pasal 17 UU PPh
Nomor 36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut.
a. Tarif PPh 17 untuk WP Orang Pribadi dalam negeri, yaitu:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%

b. Tarif PPh 17 untuk WP badan dalam negeri dan BUT adalah


sebesar 28% untuk tahun 2009 dan menjadi 25% yang mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010.
c. Tarif PPh Pasal 31E untuk WP badan dalam negeri dengan
peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 mendapatkan
fasilitas pengurangan tarif 50% dari tarif PPh 17 yang dikenakan
atas PhKP dari bagian bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000
(SE-66/PJ/2010).
d. Tarif PPh 17 untuk WP badan dalam negeri yang berbentuk PT
Tbk, yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham
yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia dan
memenuhi persyaratan tertentu lainnya (PP 18 81 Tahun 2007 jo.
PMK-238/PMK.03/2008 jo. SE-42/PJ/2009) dapat memperoleh
tarif 5% lebih rendah. Untuk tahun pajak 2009 dari 28% 23%
dan mulai tahun pajak 2010 sebesar 25% 20%.

1.1.3 Kompensasi kerugian


Kerugian fiskal suatu tahun pajak dapat dikompensasikan
dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya bertyrut-turut
sampai dengan 5 tahun. Perusahaan yang mengoperasikan cabang di
luar negeri tidak dapat mengonsolidasikan kerugian yang diderita

17
oleh cabang tersebut. Kompensasi kerugian hanya dapat dilakukan
oleh WP badan atau WP orang pribadi yang menyelenggarakan
pembukuan.
Penghasilan Neto fiskal xxx
- Kompensasi Kerugian selama 5 tahun (xxx)
Penghasilan Kena Pajak xxx

Contoh:
a) Peredaran bruto PT Bening dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp
4.200.000.000 dengan PhKP sebesar Rp 500.000.000.
Perusahaan memperoleh fasilitas pasal 31E secara penuh maka
jumlah PPh yang terutang adalah sebesar (50% x 28%) x Rp
500.000.000 = Rp 70.000.000.
b) Peredaran bruto PT Berlian dalam tahun pajak 2010 sebesar Rp
30.000.000.000 dengan PhKP sebesar Rp 3.000.000.000.
Perusahaan hanya sebagian memperoleh fasilitas pasal 31E untuk
bagian penghasilan bruto s.d. Rp 4,8 miliar maka jumlah PPh
yang terutang adalah sebesar total PPh fasilitas dan PPh non
fasilitas yaitu Rp 60.000.000 + Rp 630.000.000 = Rp
690.000.000, terdiri atas:
 PPh fasilitas sebesar (50% x 25%) x Rp 480.000.000 = Rp
60.000.000, untuk jumlah PhKP dari bagian peredaran bruto
yang memperoleh fasilitas sebesar (Rp 4.800.000.000 : Rp
30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000 = Rp 480.000.000; dan
 PPh nonfasilitas sebesar 25% x Rp 2.520.000.000 = Rp
630.000.000, untuk jumlah PhKP dari bagian peredaran bruto
yang tidak memperoleh fasilitas sebesar Rp 3.000.000.000 –
Rp 480.000.000 = Rp 2.520.000.000.
c) peredaran bruto PT Binar dalam tahun pajak 2011 sebesar Rp
200.000.000.000 dengan PhKP sebesar Rp 12.000.000.000.
Perusahaan tidak memperoleh fasilitas pasal 31E maka jumlah

18
PPh yang terutang adalah sebesar 25% x Rp 12.000.000.000 =
Rp 3.000.000.000.

2.5 Kredit Pajak Berjalan


Kredit pajak tahun berjalan dapat terdiri atas berikut:
1. Kredit Pajak dalam negeri
Untuk WP Orang Pribadi, kredit pajak dalam negeri dapat terdiri atas PPh
yang dipotong/dipungut pihak lain, meliputi PPh 21, 2, atau 23. Sementara itu
untuk WP badan, kredit pajak dalam negerinya dapat terdiri atas PPh 22 atau
23. Sedangkan untuk WP dalam negeri atau BUT terdiri atas PPh 26 ayat (5).
2. Kredit Pajak luar negeri
Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri dapat
dikreditkan di Indonesia (PPh 24). Pengkreditan PPh 24 dilakukan pada tahun
pajak digabungkannya penghasilan tersebut. Namun, keruian di luar negeri
tidak boleh digabungkan.
3. PPh yang dibayar sendiri
Pembayaran pajak yang dilakukan oleh WP sendiri berupa angsuran PPh 25
yang dibayar setiap bulan ataupun fiskal luar negeri.

2.6 Pencatatan Dan Penyajian Kurang/Lebih Bayar Pph


PPh terutang xxx
- Kredit Pajak (xxx)
PPh kurang/lebih bayar xxx

Apabila untuk suatu pajak Kredit Pajak < PPh Terutang, maka timbul
PPh Kurang Bayar sebesar selisihnya. Hal ini dicatat perusahaan dengan
jurnal sebagai berikut:
Keterangan Debit Kredit
PPh Badan Xxx -
PPh 22 dibayar di muka - Xxx
PPh 23 dibayar di muka - Xxx
PPh 24 dibayar di muka - Xxx

19
PPh 25 dibayar di muka - Xxx
Utang PPh 29 - Xxx

PPh Kurang Bayar tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya


sebelum SPT tahunan PPh disampaikan, pada akhir bulan ke-4 setelah tahun
pajak berakhir. Jurnal yang dibuat perusahaan pada saat pembayaran
kekurangan PPh tersebut dengan formulir SSP PPh 29 dilampirkan dalam
SPT tersebut, yaitu sebagai berikut:
Keterangan Debit Kredit
Utang PPh 29 Xxx -
Kas/Bank - xxx

PPh Kurang Bayar akan disajikan dalam neraca sebagai Utang Pajak
dalam kelompok Kewajiban Lancar.
Sementara itu, apabila untuk suatu tahun pajak Kredit Pajak > PPh
Terutang, maka terjadi PPh Lebih Bayar sebesar selisihnya yang dicatat
perusahaan dengan jurnal sebagai berikut:
Keterangan Debit Kredit
PPh Badan Xxx -
PPh 28A xxx -
PPh 22 dibayar di muka - Xxx
PPh 23 dibayar di muka - Xxx
PPh 24 dibayar di muka - Xxx
PPh 25 dibayar di muka - Xxx

PPh lebih bayar ini, setelah dilakukan pemeriksaan kelebihan pembayaran


tersebut, dapat direstitusi atau dikompensasikan setelah diperhitungkan
dengan utang pajak dan sanksi-sanksinya (PPh pasal 28A). PPh lebih bayar
disajikan dalam neraca sebagai biaya dibayar di muka dalam kelompok asset
lancar.

20
Contoh:
PT Aldi mempunyai penghasilan neto fiscal tahun 2011 sebesar Rp
500.000.000. Tahun lalu PT Aldi menderita kerugian sebesar Rp
150.000.000. Pajak yang dapat dikreditkan adalah PPh 22 sebesar Rp
9.000.000, PPh 23 sebesar Rp 7.000.000, dan PPh 24 sebesar Rp 5.000.000.
Selama tahun 2011, PT Aldi membayar angsuran PPh 25 sebesar Rp
10.000.000

Diminta:
1. Hitunglah besarnya PPh terutang.
2. Berapa besarnya total pajak yang dapat diperhitungkan PT Aldi sebagai
Kredit pajak.
3. Hitunglah besarnya PPh kurang/lebih bayar.
4. Buatlah jurnal yang dibuat PT Aldi.

Jawaban:
1. Penghasilan neto fiscal = Rp 500.000.000
- Kompensasi kerugian = Rp 150.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp 350.000.000
PPh Terutang = (50% x 25%) x Rp 350.000.000 = Rp 43.750.000
2. Kredit Pajak PT Aldi = PPh 22 + PPh 23 + PPh 24 + PPh 25
= Rp 9.000.000 + Rp 7.000.000 + Rp
5.000.000 +
Rp 10.000.000
= Rp 31.000.000
3. PPh terutang = Rp 43.750.000
- Kredit Pajak = Rp 31.000.000
PPh Kurang Bayar = Rp12.750.000
4. Jurnal yang dibuat PT Aldi adalah sebagai berikut:
Keterangan Debit Kredit
PPh Badan 43.750.000 -
PPh 22 dibayar di muka - 9.000.000

21
PPh 23 dibayar di muka - 7.000.000
PPh 24 dibayar di muka - 5.000.000
PPh 25 dibayar di muka - 10.000.000
Utang PPh 29 - 12.750.000

Jurnal saat pembayaran PPh Kurang Bayar adalah sebagai berikut:


Keterangan Debit Kredit
Utang PPh 29 12.750.000 -
Kas/Bank - 12.750.000

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib
pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badandan
wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung
penghasilan kena pajak).

Jenis koreksi fiscal

 Koreksi Fiskal Positif


 Koreksi Fiskal Negatif

Jenis perbedaan pengakuan antara komersial dan fiskal

o Beda tetap (permanent different)


o Beda Waktu (Time Different)

3.2 Saran

Dengan adanya koreksi Fiskal diharapkan para Wajib Pajak dapat memenuhi
kewajiban perpajakannya sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.Sedangkan bagi pemerintah diharapakan dapat meningkatkan
pengawasan dalam penyelenggaraan pembayaran pajak.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno, Trisnawati, Estralita. 2013. Akuntansi Perpajakan Edisi 3.


Jakarta. Salemba Empat.

24

Anda mungkin juga menyukai