Makalah
disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pengambangan Profesi
Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd., Kons
oleh
Ade Sucipto
0106518038
Afrizal Puji
0106518039
A. Kesimpulan ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya,
relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara
pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang
kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para Bpendidik perlu terlebih
dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah
humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami
hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut
pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya.
Bahan ajar mandiri ini akan membantu Anda untuk memahami konsep landasan
pendidikan, hakikat manusia, dan implikasi hakikat manusia terhadap pendidikan.
Dengan mempelajari bahan ajar mandiri ini pada akhirnya Anda akan dapat
mengidentifikasi prinsip-prinsip antropologis sebagai asumsi mengenai keharusan
pendidikan (mengapa manusia perlu dididik dan mendidik diri), prinsip-prinsip
antropologis mengenai kemungkinan pendidikan (mengapa manusia dapat dididik), dan
pengertian pendidikan. Demikian pula, wawasan tentang pemahaman terhada landasan
ontologis, epitemologis dan aksiologis pendidikan, akan memberi landasan yang kuat
dalam memahami dan mengimplementasikan pendidikan yang seharusnya. Semua ini
akan mengembangkan wawasan kependidikan Anda dan akan berfungsi sebagai titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan maupun studi pendidikan lebih lanjut. Mater
bahan ajar mandiri ini terdiri atas tiga sub pokok bahasan. Sub pokok bahasan pertama
mencakup pengertian landasan filosofis pendidikan, jenis-jenis landasan pendidikan,
dan fungsi landasan pendidikan. Sub pokok bahasan kedua mencakup permasalahan-
permasalahan kajian filsafat pendidikan, yang meliputi kajian tentang masalah
antropologis, ontologis, epistemologis, dan aksiologis pendidikan.
Setelah mempelajari bahan ajar mandiri ini, Anda diharapkan memahami
hakikat landasan pendidikan, serta hakikat manusia dan implikasinya terhadap
pendidikan. Materi jenis landasan-landasan pendidikan diberikan dalam rangka
mengingatkan kembali bahwa landasan filosofis pendidikan bukan satu-satunya
landasan yang dijadikan asumsi dalam rangka teori maupun praktik pendidikan, namun
ada berbagai asumsi lain baik ilmiah maupun religi yang mempunyai fungsi dan
peranan penting dalam pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Anda diharapkan
dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Menjelaskan pengertian landasan filosofis pendidikan.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis landasan pendidikan.
3. Menjelaskan fungsi landasan pendidikan bagi pendidik (guru).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Landasan Filsafa pendidikan?
2. Apa saja landasan filosofis Filsafat pendidikan?
C. Tujuan penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
\
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Landasan Filsafat pendidikan
1. Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal dari bahasa yunani kuno philos dan sophia. Philos yang
berarti cinta dan sophia berarti kebajikan, kebaikan atau kebenaran, atau bisa juga
diartikan cinta atau hikmah (arifin, 1993;1). Menurut Hasbullah Bakry (1970;9),
ilmu filsafat merupakan suatu ilmu yang mempelajari sesuatu secara mendetail,
seperti ketuhanan, alam semesta, dan manusia, sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikat yang dapat dicapai manusia dan bagaimana
tentang sikap manusia semestinya ketika memperoleh pengetahuan. Disamping itu,
ada juga yang mengemukakan bahwa filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang
dapat dicapai dengan budi pekerti (Salam, 1998;5).
Dalam kehidupan modern ini, filsafat bisa diartikan sebagai ilmu yang
berupaya memahami semua hal yang muncul di dalam keseluruhan ruang lingkup
pandangan dan pengalaman umat manusia (Barnadib,1994;11). Dengan kata lain,
berfilsafat adalah satu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul
dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Karena itu menurut Harun Nasution
filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada
tradisi,dogma,serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke
dasar-dasar persoalan(Nasution, 1973;24).
Berfikir seperti ini, menurut jujun S. Suriasumantri, adalah sebagai
karakteristik dan berfikir filosofis. Ia berpandangan bahwa berfikir secara filsafat
merupakan cara berfikir radikal, sistematis, menyeluruh, dan mendasar untuk
sesuatu permasalahan yang mendalam. Begitupun berfikir secara spekulatif,
termasuk dalam rangkaian berfikir filsafat. Mangsut berfikir spekulatif disini adalah
berfikir dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam
dalamnya,tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objek sesuatu tersebut.
Tujuannya adalahuntuk mengerti hakikat sesuatu (Muhammad Noor
Syam,1986;25). (Abu bakar atjeh (1970;6) dalam filsafat umum, prof anwar
tafsir;2009,10) juga berpendapat jadi berdasarkan kutipan itu dapatlah diketahui
bahwa dari segi bahasa, filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk menjadi
bijak.
Karena pemikiran-pemikiran yang bersifat filsafat didasarkan atas pemikiran
yang bersifat spekulatif, maka nilai-nilai kebenaran yang dihasilkannya juga tak
terhindarkan dari kebenaran yang spekulatif hasilnya akan sangat tergantung dari
pandangan filosof yang bersangkutan. Oleh karena itu, pendapat yang baku dan
diterima oleh semua orang agak sulit diwujudkan. Padahal kebenaran yang ingin
dicapai oleh filsafat ialah kebenaran yang bersifat hakiki, hingga nilai kebenaran
tersebut dapat dijadikan pandangan hidup manusia.
Mengingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat. Maka
kebenaran yang dihasilkannya didasarkan atas penilaian kemampuan maksimal
menurut nalar manusia. Namun karena nalar manusia bersifat terbatas, maka
kebenaran yang didapat pun bersifat relatif. Dengan demikian,kebenaran filsafat
adalah kebenaran yang relatif. Artinya, kebenaran itu sendiri selau mengalami
perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia.
Bagaimanapun,penilaian tentang suatu kebenaran yang dianggap benar itu masih
tergantung pada ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh masyarakat atau
bangsa lain, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau
bangsa lain. Sebaliknya, sesuatu yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau
bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikutnya.
Dari uraian diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang
timbul didalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian,
diharapkan agar manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh
dan sistematis mengenai alam semesta dan tempat manusia didalamnya.
2. Pengertian pendidikan
Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna
(jelas), ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengentian pendidikan
itu sendiri. Pendidikan adalah bimbingan secara sadar dari pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan ruhani anak didik menuju terbentuknya manusia yang
memiliki kepribadian yang utama dan ideal. Yang dimagsut kepribadian yang
utama atau ideal adalah kepribadian yang memiliki kesadaran moral dan sikap
mental secara teguh dan sungguh-sungguh memegang dan melaksanakan ajaran tau
prinsip-prinsip nilai (filsafat) yang menjadi pandangan hidup secara individu,
masyarakat maupun filsafat bangsa dan negara.
Ki Hajar Dewantara menyatakan, bahwa pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek), dan tubuh anak. Sedangkan Crow and Crow menyatakan bahwa
pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi
individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan budaya
serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi. Kemudian Driyarkara
mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda.
Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah disebut mendidik. Pendidikan adalah
memanusiakan manusia muda. Sedangkan dalam UUPN No. 20 tahun 2003
menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam pandangan john Dewey, pendidikan adalah sebagai proses
pembentukan kemampuan dasar yang foundamental, yang menyangkut : daya pikir
(intelektual) maupun daya rasa (emosi)manusia (Arifin, 1987;1). Dalam hubungan
ini, Al-syaiban menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah
laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan
masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya (Al-syaibany, 1979;399). Lebih lanjut
Soegarda Poerwakawatja menguraikan bahwa pengertian pendidikan dalam arti
luas sebagai semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
pengetahuan, pengalaman, kecakappan, dan keterampilankepada generasi muda,
sebagai usaha menyiapkan generasi muda agar dapat memahami fungsi hidupnya
baik jasmani maupun ruhani. Upaya ini dimagsutkan agar dapat meningkatkan
kedewasaan dan kemampuan anak untuk memikul tanggung jawab moral dari
segala perbuatannya(Poerwakawatja, 1976;214).
Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Dan tujuan
dari proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan dari
kepribadian manusia. Dengan demikian jelasnya bahwa pengertian pendidikan itu
erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia. Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia
dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih,
mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada
generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab
akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri
kemanusiaannya. Dengan kata lain, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha
membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan dasar
dan kehidupan pribadinya sebagai mahluk individu dan mahluk sosial serta dalam
hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggung
jawab.
b. Metoda Pendidikan
Berdasarkan objek forma pendidikan tersebut di atas, maka persoalan
metoda pendidikan adalah bagaimana cara!yang-tepat-isi atau materi
pendidikan itu dididik dan diajarkan.Sedangkan isi atau materi pendidikan,
dijabarkan dari tujuan pendidikan dan diorganisir menjadi kurikulum.
Dalam rangka menentukan metoda pendidikan yang tepat, maka tujuan
pendidikan harus jelas.Seperti telah diungkap di dalam objek form pendidikan
di atas, bahwa tujuan pendidikan adalah pengembangan p manusia khususnya
potensi intelektualnya. Potensi ini dididik untuk dikem bangkan ke arah
keahlian dan ketrampilan. Karena di dalam diri manusia sudah ada potensi atau
bakat, maka metoda pembidanan (maiyotikos Sokrates) dinilai sebagai yang
paling tepat.
Sebagaimana seorang bidan menolong suatu kelahiran, maka peranan
seorang pendidik adalah juga menolong kelahiran bakat yang sudah ada di
dalam diri peserta didik. Setelah bakat itu lahir, bagaimana dapat dikembangkan
secara efektif dan efisien. Kemudian, bakat yang telah berkembang itu dapat
dimanfaatkan demi kemajuan kahidupan.Persoalan yang muncul adalah
bagaimana mengetahui suatu bakat yang ada di dalam diri peserta didik, dan
siapa yang bertanggung-jawab untuk menentukan jenis dan bentuk bakat yang
ada itu.Setelah itu, bagaimana pula caranya mengembangkan bakat-bakat itu,
dan atas tanggung jawab siapa pengem bangannya.Kemudian, bagaimana cara
pemanfaatan bakat-bakat itu dan siapa pula yang harus bertanggungjawab
(Suhartono, 2009 : 82).
Pertama, dalam hal mengetahui bakat yang ada di dalam diri peserta didik,
orang tua adalah penanggung jawab utama.Secara tradisional jika seorang anak
lahir dari orang-tua petani, maka anak itu mendapatkan didikan, bimbingan
untuk menjadi petani.Dalam hal ini orang-tua secara diam-diam beranggapan
bahwa anak mewarisi bakat sebagai petani.Tetapi ketika zaman mulai maju,
pendidikan sekolah berkembang di mana-mana kehidupan cenderung semakin
terdidik, maka orang-tua yang petani, nelayan pedagang dan sebagainya
cendeung lebih terbuka dalam mendidik anak anaknya.Sejak melahirkan, sesuai
dengan kemampuan inteleknya, para orang-tua secara cermat terus-menerus
mengamati dinamika tingkah-laku anak-anaknya.Sambil mengasuh dan
membimbing, orang-tua membuat catatan seluruh gerak-gerik mereka.Dari
keseluruhan perilaku anak, tercatat ada suatu tingkah-laku yang dominan,
menonjol.Kemudian orang-tua untuk sementara menyimpulkan dan menilai
bahwa seorang anaknya, misalnya berbakat 'A' (pedagang).
Kedua, mengenai metoda pengembangan bakat yang ada pada peserta
didk, sekolah, dalam hal indmaksud adalah guru, mempunya tanggung-jawab
besar Pengembangan bakat, seharusnya dmulai dart inven tarisasi materi
pendidkan Selanjutnya menentukan bentuk dan model pengorganisasian
kurikulum (lihat pada bahasan tentang objek forma, di atas) Jika kurikulum
sudah siap, maka phak sekolah perlu menindak-lanjut denganmelakukan tenaga
pendidik yang berkompeten, berketrampilan dan komitmen kuat, dalam
mengimplementasikan kunkulum dalam bentuk jenis- jenis mata pelajaran
Untux memandu etektivitas kegiatan belajar, maka sistem kontrol oleh sekolah
peru dikembangkan secara terus-menerus.Kontrol sebagai sistem manajemen,
sasarannya adalah menemukan titik-titk lemah yang ada pada diri para pendidk,
untuk selanjutnya dupayakan perbaikan-perbaikan, sesual dengan ketentuan-
ketentuan yang dbuat dari hasil evaluasi Misalnya, dikutkan daiam penataran,
upgrading, atau kalau perlu diberikan kesempatian tugasbelajar ke tingkat
jenjang pendidkan sekolah yang lebih tinggi.
Ketiga, tentang pemanfaatan bakat adalah menjadi tanggung-jawab
penuhnya masyarakat Pemanfaatan bakat berhubungan dengan sistem
rekrutmen untuk menyerap habis bakat terdidik ke dalam setiap bidang kegiatan
masyarakat.Sedangkan masyarakat, dapat dimengerti secara jela menurut
bidang-bidang kegiatannya.Kegiatan masyarakat dapat dirinci meliputi bidang-
bidang sosial-ekonomi, sosial politik, sosial yustisi, sosial sekuriti, sosial
budaya dan mungkin masih ada lebih banyak lagi (Suhartono, 2009 : 83).
Selanjutnya, persoalannya adalah bahwa setiap institusi sosial yang
bergerak di bidang kegiatan sosial masing-masing seharusnya merekrut mereka
untuk menjadi sumberdaya ketenagaannya sosuai dengan bakat yang
dimiliki.Menempatkan orang di suatu profesi sesuai dengan bakat dan
kompetensi serta ketrampilannya (right men on the right place) Jangan sampai
terjadi 'sarjana hukum’ direkrut sebagai tenaga administrasi di Departemen
Pendidikan Nasional, dan sebagainya.Sistem rekrutmen seperti itu, mungkin
masih bisa ditolerir, karena keahlian hukum mempunyai titik singgung yang
berguna bagi pemberdayaan administrasi manajeman di departeman itu. Tetapi,
ketika misalnya orang yang berbakat ‘bisnis' diposisikan pada bidang peradilan,
politik, pendidikan dan kesehatan, dikhawatirkan tumbuh kecenderungan moral
bisnis keadilan, politik, pendidikan dan bisinis sehatan Akibatnya, kehidupan
masyarakat luas menjadi hancur oleh keganasan bisnis negatif seperti itu.
Jadi, pemberdayaan sumber daya manusia sesuai dengan bakat,
kompetensi dan ketrampilan seseorang perlu dipedomani.Pemberdayaan
demikian, menjanjikan suatu kehidupan sosial yang kreatif dan produktif untuk
merespon kebutuhan hidup yang selalu berkembang.
c. Sistem Pendidikan
Dalam ilmu pengetahuan, berdasar pada sifat objek studi, sistem pada
dasarnya ada dua yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka.Penerapan sistem
tertutup ke dalam objek pendidikan, berupa penyelenggaraan sistem kegiatan
pendidikan menurut koridor pengajaran, Sedangkan sistem terbuka cenderung
menurut koridor pembimbingan dan pengasuhan.
Dengan sistem pengajaran, pendidikan menghasilkan ketrampilan
‘menghafal’ seluruh isi materi pelajaran. Hal ini berarti seluruh isi buku
pelajaran persis tercetak di dalam pikiran peserta didik. Apakah ini artinya,
sejauh mana fungsinya?Bagi pihak sekolah, mungkin dinilai berarti dan
berfungsi karena memenuhi ukuran dan sasaran.Tetapi apakah semua isi
pendidikan yang terhafal itu berarti dan berfungsi bagi peserta didik di dalam
kehidupan masyarakat?Trampil membaca, menulis kembali dan berhitung
menurut isi buku pelajaran, misalnya, belum tentu trampil membaca, menulis
kembali (mengungkapkan dalam bentuk tulisan), dan memperhitungkarn
kejadian yang sesungguhnya di dalam kehidupan masyarakat.Karena isi
textbook, belum tentu bersesuaian persoalan-persoalan yang sedang berjalan di
dalam kehidupan masyarakat.Sistem kegiatan pendidikan dengan penekanan
pada, pengajaran melahirkan luaran dengan keahlian dan ketrampilan imitative
(Mudyahardja, 2001 : 64).
Model pengorganisasian materi pendidikan (kurikulum) seperti itu perlu
direspon dengan ketesediaan tenaga sumber daya pendidik (guru) yang
konpeten.Yaitu guru yang berkeahlian, cakap dan mempunyai daya kreativitas
tinggi. Kualitas guru seperti itu pasti tidak, ‘textbook oriented’ melainkan
berorientasi ‘kecakapan hidup’ (competence of life) dan ketrampilan hidup.
Dalam kegiatan pembelajaran , karena itu guru lebih banyak melakukan inovasi
dan improvisasi dengan metoda memperhadapkan materi pelajaran dengan
realitas yang sedang berjalan (context), untuk menemukan titik hubungannya.
sebagai kensekuensinya adalah guru tidak mendorong pesena hak untuk
terjebak ke dalam penghafalan, tetapi lebin cenderung kearah 'pengertian’. Oleh
sebab itu guru tidak memberikan evaluasi secara tertutup, melainkan secara
terbuka Artinya jawaban yang diberikan oleh peserta didik dalam setiap tahapan
evaluasi diukur menurut kesesuainnya dengan kenteks. Dalam hal ini mungkin
tidak perlu ada nilai mutlak 10 (sepuluh) untuk jawaban yarg benar dan nilai
mutlak 0 (nol) untuk jawaban yarg keliru.Karena di dalam kehidupan praktis,
yang terjadi adalah lebih dominan pada relatvitas (Suhartono, 2009 : 85).
Jika sistem pendidikan ini dilaksanakan secara konsisten, meski
diperlukan biaya besar, pendidikan sekolah kemudian dapat diharapkarn
menghasilkan luaran yang kreatif, cakap dan trampil menurut setiap jenjang
pendidikan. Kualitas luaran seperti itu, adalah potensi bagi kemajuan kehidupan
masyarakat. Oleh karenanya diharapkan dapat mendorong kemajuan baik pada
tingkat lokal, nasional maupun global. Kemajuan dimaksud adalah berupa
kerangka dasar bagi berkembangnya tali persahabatan dunia menurut dasar
nilai-nilai pendidikan dan kebudayaan. Tegasnya nilai-nilai perikemanusiaan
dan perikeadilan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. landasan pendidikan pada hakekatnya adalah dasar dasar, titik pijak yang melandasi
oprasionalisasi sistem pendidikan. Landasan filosofis merupakan landasan yang
berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan,
2. Pendidikan, ditinjau dari sisi ontology berarti persoalan tentang hakikat keberadaan
pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan selalu berada dalam hubungannya
dengan eksistensi kehidupan manusia. Sedangkan kehidupan manusia ditentukan asal
mula dan tujuannya. Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa ontologi pendidikan berarti
pendidikan dalam hubungannya dengan asal mula, eksistensi dan tujuan kehidupan
manusia.
3. Epistemologi pendidikan dititik sentralkan pada hal-hal mengenai objek pendidikan,
metoda dan sistem penyelenggaraan pend dikan, serta pengetahuan tentang kebenaran
pendidikan itu sendiri Hakikat kebaikan yang menjadi persoalan sentral etika adalah
‘nilai baik’ menurut semua segi. Dipandang dari sisi manapun nilai kebaikan tidak
pernah mengalamu perubahan. Jadi bersifat mutlak.
4. Sasaran utama aspek etika pendidikan adalah menumbuh-kembangkan nilai kebaikan
dalam perilaku, sehingga bisa menjadi matang dan cerdas (kecerdasan emosional).
DAFTAR PUSTAKA