Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nodul thyroid sangat sering ditemukan, dengan angka kejadian berkisar antara 4-8%

setiap tahunnya. Menurut data WHO 2004, angka kejadiancarcinoma thyroid sebesar 1,5%

dari keganasan seluruh tubuh. Carcinomathyroid ini merupakan penyakit keganasan tersering

yang ditemukan pada sistemendokrin, yaitu 90% dari seluruh carcinoma endokrin.

Carcinoma thyroid digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan gambaran

mikroskopiknya, yakni papiler, folikular, meduler, dan anaplastik. Tipe papiler, folikular, dan

anaplastik berasal dari epitel folikel thyroid, sedangkan tipemeduler berasal dari sel-sel

sekretoir, yaitu kalsitonin dan parafolikular (sel C). Campuran antara carcinoma papiler dan

folikular dapat juga terjadi, tetapibersifat persis menyerupai carcinoma papiler murni. Selain

carcinoma, keganasan komponen non epitelial dan metastasis dari organ lain juga

dapatditemukan pada thyroid.

Pada daerah endemik insidensi carcinoma thyroid folikuler dan anaplastiklebih sering,

terutama pada usia lanjut. Sedangkan di daerah yang kaya akanyodium, tipe papiler lebih

menonjol. Golongan umur terutama pada usia 7-20 tahun dan 40-65 tahun, dimana wanita

lebih sering dari pada pria dengan perbandingan 3:1.

Carcinoma thyroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar dan lebihsering

menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) di dalam kelenjar. Pertanda awal dari carcinoma

thyroid biasanya adalah benjolan yang tidak terasa nyeri di leher. Selain itu gambaran klinis

lain yang sering ditemukan berupa nodul tunggal (70- 75%), sesak nafas, perubahan suara,

sulit menelan, dan pembesaran kelenjar limfe leher.

Sebagian besar nodul thyroid bersifat jinak dan biasanya carcinoma thyroid bisa

disembuhkan, namun tidak ada gambaran klinis yang khas untuk menyatakan suatu nodul

1
thyroid ganas sehingga perlu multi modalitas pemeriksaan agar tidak terjadi keterlambatan

terapi atau terapi yang berlebihan.

Terdapat tiga jenis pengobatan carcinoma thyroid, berupa pembedahan, penggunaan

obat-obatan, dan radioterapi. American Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 17.000

kasus baru muncul setiap tahunnya di Amerika Serikat dan sekitar 1.300 diantaranya

mengakibatkan kematian. Tetapi dengan pengobatan yang adekuat, sekitar 190.000 penderita

tetap dapat hidup normal dan beberapa dapat bertahan lebih dari 40 tahun.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kelenjar Thyroid

Thyroid merupakan kelenjar hormon; tak mempunyai ductus dan t.d 2 lobus (kanan –

kiri) yg dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yg terletak di depan trachea tepat di bawah

cartilago cricoidea.

Secara embriologi kelenjar thyroid mulanya merupakan tonjolan dr dinding dpn bag

tengah dari farings. Tonjolannya disebut pharyngeal pouch yaitu antara arcus brachialis 1 &

2  pd umur janin ± 4 minggu. Tonjolan ini selanjutnya akan hilang. Akan tetapi pada

beberapa pasien ditemukan sisanya, disebut Ductus Thyroglossus yg terbentang dari

foramen caecum pada pangkal lidah yg menonjol ke bawah bila kelenjar thyroid mencapai

kematangan di dalam pertumbuhannya, maka kelenjar tiroid ini dapat ditemukan di depan

vertebra cervicalis 5, 6, & 7. Sisa-sisa kelenjar thyroid ini juga masih sering ditemukan di

pangkal lidah (duct.thyroglossus/ lingua thyroid) dan pd bagian leher yang lain. Pada keadaan

normal beratnya 25 – 40 gram (dewasa). Besar & beratnya bervariasi tergantung usia & jenis

kelamin serta faktor endemik.

Kelenjar thyroid dialiri 2 arteri utama:

1. A. Thyroidea Superior

2. A. Thyroidea Inferior

Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima  cabang langsung dari aorta atau

A.anonyma. Arteri-arteri ini saling bercabangan & berhubungan 1 dg yg lain A. thyroidea sup

& inf sering anastomose di bag post & anastomose ini menuntun kita ke lokasi dari kel.

parathyroidea (2 lobus)

3
3 pasang vena utama:

1. V. thyroidea superior

2. V. thyroidea medialis

3. V. thyroidea inferior  bermuara ke v. anonyma kiri

Umumnya vena-vena tsbt berjalan meliputi kel thyroid sebelah anterior dan juga

meliputi isthmus & trachea.

Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:

1. Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis

2. Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis

Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju

ke kelenjar limfe yg dalam sekitar v. Jugularis. Dari sekitar v.jugularis ini diteruskan ke

limfonoduli mediastinum superior

Persarafan kelenjar thyroid:

1. Ganglion simpatis (dr truncus sympaticus) cervicalis media & inferior

2. Parasimpatis  N. laryngea superior & N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)

N. laryngea sup & inf sering cedera waktu operasi, akibatnya = pita suara terganggu

(stridor/ serak)

2.2 Nodul Thyroid

2.2.1 Definisi dan Klasifikasi

Nodul thyroid merupakan neoplasia endokrin yang paling sering ditemukan di klinik.

Di kepustakaan, selain istilah nodul thyroid sering digunakan pula istilah adenoma thyroid.

Istilah adenoma mempunyai arti yang lebih spesifik yaitu suatu pertumbuhan jinak jaringan

baru dari struktur kelenjar sedangkan istilah nodul tidak spesifik karena dapat berupa kista,

karsinoma, lobul dari jaringan normal, atau lesi fokal lain yang berbeda dari jaringan normal.

4
Tabel 1. Klasifikasi nodul thyroid berdasarkan etiologinya

Adenoma Karsinoma Kista Lain-lain

Adenoma Papiler (75 persen) Kista sederhana Inflamasi tiroid

makrofolikuler (symple cyst)

(koloid sederhana)

Adenoma Folikuler (10 persen) Tumor kistik/padat Tiroiditis subakut

mikrofolikuler (fetal) (perdarahan,

nekrotik)

Adenoma embrional Meduler (5-10 Nodul kolloid Tiroiditis limfositik

(trabekular) persen) khronik

Adenoma sel hurthle Anaplastik (5 Nodul dominan pada Penyakit

(oksifilik, onkositik) persen) strauma multinodosa granulomatosa

Adenoma atipik Lain-lain : limpoma Gangguan

tiroid (5 pesen) pertumbuhan

Adenoma dengan Dermatoid

papilla

Signet-ring adenoma Agenesis lobus tiroid

unilateral (jarang)

2.2.2 Prevalensi

Prevalensi nodul tiroid berkisar antara 5% sampai 50 % bergantung pada populasi

tertentu dan sensitivitas dari tekhnik deteksi; prevalensi nodul tiroid meningkat sesuai dengan

umur, keterpajanan terhadap radiasi pengion iodium. Di amerika serikat prevalensi nodul

tiroid soliter sekitar 4-7% dari penduduk dewasa, 3-4 kali lebih sering pada wanita

dibandingkan pria.

5
2.2.3 Patogenesis

Lingkungan, genetik dan proses autoimun dianggap merupakan faktor-faktor penting

dalam patogenesis nodul tiroid. Namun masih belum dimengerti sepenuhnya proses

perubahan atau pertumbuhan sel-sel folikel tiroid manjadi nodul.

Adenoma tiroid merupakan pertumbuhan baru monoklonal yang terbentuk sebagai

respons terhadap suatu rangsangan. Faktor herediter tampaknya tidak memegang peranan

penting. Nodul tiroid ditemukan 4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria, walaupun

tidak ada bukti kuat keterkaitan antara estrogen dengan pertumbuhan sel. Adenoma tiroid

tumbuh perlahan dan menetap selama bertahun-tahun; hal ini mungkin terkait dengan

kenyataan bahwa sel tiroid dewasa biasanya membelah setiap delapan tahun. Kehamilan

cenderung menyebabkan nodul bertambah besar dan menimbulkan pertumbuhan nodul baru.

Kadang-kadang dapat terjadi pendarahan ke dalam nodul menyebabkan pembesaran

mendadak serta keluhan nyeri. Pada waktu terjadi perdarahan ke dalam adenoma, bisa timbul

tirotiksikosis selintas dengan peningkatan kadar T4 dan penurunan penangkapan iodium

(radioiodine uptake). Regresi spontan adenoma dapat terjadi.

2.2.4 Karakteristik Nodul dan Penilaian Risiko

Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dari nodul ganas yang memiliki

karakteristik antara lain sebagai berikut :

 Konsistensi keras dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami

degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak;

 Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang

mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah

berlangsung lama;

6
 Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan pertanda keganasan, walaupun nodul

ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi;

 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multpiel jarang yang ganas, tetapi nodul

multipel dapat ditemukan pada 40 % keganasan tiroid;

 Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas.

 Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau

perubahan suara menjadi serak.

2.2.5 Diagnostik

Dewasa ini tersedia berbagai modalitas diagnostik untuk mengevaluasi nodul tiroid

seperti biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH; Fine Needle Aspiration Biopsy =FNAB),

ultrasonografi, sidik tiroid (sintigrafi; thyroid scan), dan CT (Computed Tomography) scan

atau MRI (Magnetic Resonance Imaging), serta penentuan status fungsi melalui pemeriksaan

kadar TSHs dan hormon tiroid.

2.2.5.1 Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Sebagian besar ahli endokrin sepakat menggunakan biopsi aspirasi jarum halus

sebagai langkah diagnostik awal dalam pengelolaan nodul tiroid, dengan catatan harus

dilakukan oleh operator dan dinilai leh ahli sitologi yang berpengalaman.

2.2.5.2 Ultrasonografi

Ultrasonografi memberikan informasi tentang morfologi kelenjar tiroid dan

merupakan modalitas yang andal dalam menetukan ukuran dan volume kelenjar tiroid serta

dapat membedakan apakah nodul tersebut bersifat kistik, padat atau campuran kistik-padat.

Ultrasonografi juga digunakan sebagai penuntun biopsi. Sekitar 20-40% nodul yang secara

klinis soliter, ternyata multipel pada gambaran ultrsonogram. Namun demikian belum

diketahui pasti apakah multinodularitas tersebut (seringkali berukuran < 1 cm) memiliki

7
makna yang sama dengan struma multinoduler pada pemeriksaan klinik atau sidik tiroid.

Gambaran ultrasonogram dengan karakteristik dan risiko kemungkinan ganas adalah apabila

ditemukan nodul yang hipoechogenik, mikrokalsifikasi, batas ireguler, peningkatan aliran

vaskular pada nodul(melalui pemeriksaan dengan tekhnik Doppler), serta bila ditemukan

invasi atau limfadenofati regional.

2.2.5.3 Sidik Tiroid

Sidik tiroid (sintigrafi tiroid; thyroid scan) merupakan pencitraan isotopik yang akan

memberikan gambaran morfologi fungsional, yang berarti hasil pencitraan merupakan

refleksi dari fungsi jaringan tiroid.

2.2.5.3 CT Scan atau MRI

Seperti halnya ultrasonografi, CT scan atau MRI merupakan pencitraan anatomi dan

tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi nodul tiroid.

2.2.5.4 Studi in-vitro

Penentuan kadar hormon tiroid dan TSHs diperlukan untuk mengetahui fungsi tiroid.

Gambar 2.1 Rontgen Tyroid Adenoma (Mediastinal)

8
Gambar 2.2 CT-Scan Tyroid Adenoma (Mediastinal)

Gambar 2.3 CT-Scan Tyroid Adenoma (Mediastinal)

9
2.2.6 Pengelolaan Nodul Tiroid

2.2.6.1 Terapi Supresi dengan I-tiroksin

Terapi supresi dengan hormon tiroid (levotiroksin) merupakan pilihan yang paling

sering dan mudah dilakukan.

2.2.6.2 Suntikan Etanol Perkutan (Percutaneous Ethanol Injection)

Penyuntikan etanol pada jaringan tiroid akan menyebabkan dehidrasi seluler,

denaturasi protein dan nekrosis koagulatif pada jaringan tiroid dan infark hemoragik akibat

trombosis vaskular; akan terjadi juga penurunan aktifitas enzim pada sel-sel yang masih

viable yang mengelilingi jaringan nekrotik.

2.2.6.3 Terapi Iodium Radioaktif (I-131)

Terapi dengan iodium radioaktif (I-131) dilakukan pada nodul tiroid autonom atau

nodul panas (fungsional) baik yang dalam keadaan eutiroid maupun hipertiroid.

2.2.6.4 Pembedahan

Melalui tindakan bedah dapat dilkukan dekompresi terhadap jaringan vital di sekitar

nodul, disamping dapat diperoleh spesimen untuk pemeriksaan patologi. Hemitiroidektomi

dapat dilakukan pada nodul jinak, sedangkan berapa luas tiroidektomi yang akan dilakukan

pada nodul ganas tergantung pada jenis histologi dan tingkat risiko prognostik.

2.2.6.5 Terapi Laser Interstisial dengan Tuntunan Ultrasonografi

Terapi nodul tiroid dengan laser masih dalam tahap eksperimental.

2.3 Karsinoma Tiroid

2.3.1 Prevalensi

Angka kekerapan keganasan pada nodul tiroid berkisar 5-10%. Prevalensi keganasan

pada multinodular tidak jauh berbeda. Gharib H dalam laporannya mendapatkan angka 4,1%

dan 4,7% masing-masing prevalensi untuk nodul tunggal dan multipel. Bila dilihat dari jenis

10
karsinomanya, kurang lebih 90% jenis karsinoma papilare dan folikulare, 5-9% jenis

karsinoma medulare, 1-2% jenis karsinoma anaplastik, 1-3% jenis lainnya. Anak-anak usia

dibawah 20 tahun dengan nodul tiroid dingin mempunyai risiko keganasan 2 kali lebih besar

dibanding kelompok dewasa. Kelompok usia diatas 60 tahun, di samping mempunyai

prevalensi keganasan lebih tinggi, juga mempunyai tingkat agresivitas penyakit yang lebih

berat, yang terlihat dan seringnya kejadian jenis karsinoma tiroid tidak berdiferensiasi.

2.3.2 Klasifikasi

Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan atas dasar:

1. Asal sel yang berkembang menjadi sel ganas

 Tumor epitelial

a. Tumor berasal dari sel folikulare.

Jinak: Adenoma Folikulare, Konvensional, Varia.

Ganas: Karsinoma

 Berdiferensiasi baik: karsinoma folikulare, karsinoma papilare (konvensinal,

varian)

 Berdiferensiasi buruk (karsinoma insular)

 Tak berdiferensiasi (anaplastik)

b. Tumor berasal dari sel C (berhubungan dengan tumor neuroendokrin)

 Karsinoma Medulare

c. Tumor berasal dari sel folikuler dan sel C

 Sarkoma

 Limfoma Malignum (dan neoplasma hemapoetik yang berhubungan)

 Neoplasma Miselaneus

11
2. Tingkat keganasan. Untuk kepentingan praktis, karsinoma tiroid dibagi atas 3 kategori,

yaitu:

 Tingkat keganasan rendah:

a. Karsinoma papilare

b. Karsinoma folikular (dengan invasi minimal)

 Tingkat keganasan menengah:

a. Karsinoma folikulare (dengan invasi luas)

b. Karsinoma medulare

c. Limfoma maligna

d. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk

 Tingkat keganasan tinggi:

a. Karsinoma tidak berdiferensiasi

b. Haemangioendothelioma maligna (angiosarcoma)

2.3.2 Pendekatan Diagnosis

2.3.2.1 Anamnesis

Sebagian besar keganasan tiroid tidak memberikan gejala yang berat, kecuali

keganasan jenis anaplastik yang sangat cepat membesar bahkan dalam hitungan minggu.

Sebagian kecil pasien, khususnya pasien dengan nodul tiroid yang besar, mengeluh

adanya gejala penekanan pada esofagus dan trakea. Biasanya nodul tiroid tidak disertai

rasa nyeri, kecuali timbul perdarahan ke dalam nodul atau bila kelainannya tiroiditis

akut/subakut. Keluhan lain pada keganasan yang mungkin ada ialah suara serak.

Dalam hal riwayat kesehatan, banyak faktor yang perlu ditanyakan, apakah ke arah

ganas atau tidak. Seperi misalnya usia pasien saat pertama kali nodul tiroid ditemukan,

12
riwayat radiasi pengion saat usia anak-anak, jenis kelamin pria, meskipun prevalensi

nodul tiroid lebih rendah, tetapi kecendrungan menjadi ganas lebih tinggi dibandingkan

pada wanita. Respons terhadap pengobatan dengan hormon tiroid juga dapat digunakan

sebagai petunjuk dalam evaluasi nodul tiroid.

Riwayat karsinoma tiroid medulare dalam keluarga, penting untuk evaluasi nodul

ke arah ganas atau jinak. Sebagian pasien dengan karsinoma tiroid medulare herediter

juga memilki penyakit lain yang tergabung dalam MEN (Multiple Endocrine Neoplasia)

2A atau MEN2B.

2.3.2.2 Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisis diarahkan pada kemungkinan adanya keganasan tiroid.

Pertumbuhan nodul yang cepat merupakan salah satu tanda keganasan tiroid, terutama

jenis karsinoma tiroid yang tidak berdiferensiasi (anaplastik). Tanda lainnnya ialah

konsistensi nodul keras dan melekat ke jaringan sekitar, serta terdapat pembesaran

kelanjar getah bening di daerah leher. Pada tiroiditis, perabaan nodul nyeri dan kadang-

kadang berfluktuasi karena ada abses/pus. Sedangkan jenis nodul tiroid lainnya biasanya

tidak memberikan kelainan fisik kecuali benjolan leher.

2.3.2.3 Pemeriksaan Penunjang

 Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)

Pemeriksaan sitologi dari BAJAH nodul tiroid merupakan langkah pertama yang

harus dilakukan dalam proses diagnosis. Jenis karsinoma yang dapat segera

ditentukan ialah karsinoma fokikulare, untuk membedakannya dari adenoma

folikulare, harus dilakukan pemeriksaan histologi yang dapat memperlihatkan adanya

invasi kapsul tumor atau invasi vaskular.

13
 Laboratorium

Keganasan tiroid bisa terjadi pada keadaan fungsi tiroid yang normal, hiper maupun

hipotiroid. Pemeriksaan kadar tiroid serum untuk keganasan tiroid cukup sensitif

tetapi tidak spesifik, karena peningkatan kadar tiroglobulin juga ditemukan pada

tiroiditis, penyakit Grave’s dan adenoma tiroid.

 Pencitraan

Pencitraan pada nodul tiroid tidak dapat menentukan jinak atau ganas, tetapi dapat

membantu mengarahkan dengan nodul tiroid tersebut cenderung jinak atau ganas.

Modalitas pencitraan yang sering digunakan pada nodul tiroid ialah sidik (sintigrafi)

tiroid dan USG.

Sintigrafi tiroid pada keganasan hanya memberikan gambaran hipofungsi atau

nodul dingin, sehingga dikatakan tidak spesifik dan tidak diagnostik. Sintigrafi tiroid

dapat dilakukan dengan menggunakan 2 macam isotop, yaitu iodium radioaktif (123-I)

dan technetium pertechnetate (99mTc).

USG pada evaluasi awal nodul tiroid dilakukan untuk menentukan ukuran dan

jumlah nodul, meski sebenarnya USG tidak dapat membedakan nodul jinak dari yang

ganas. USG pada nodul tiroid yang dingin sebagian basar akan menghasilkan

gambaran solid, campuran solid-kistik dan sedikit kista simpel. USG juga dikerjakan

untuk menentukan multinodularitas yang tidak teraba dengan palpasi, khususnya pada

individu dengan riwayat radiasi pengion pada daerah kepala dan leher. Nodul soliter

atau multipel yang lebih dari kecil dari 1 cm yang hanya terdeteksi dengan USG

umumnya jinak dan tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan lain kecuali evaluasi USG

ulang secara periodik.

14
Modalitas pencitraan lain seperti computed tomographic scanning (CT Scan)

dan magnetic resonance imaging (MRI) tidak direkomendasikan untuk evaluasi

kegansan tiroid, karena disamping tidak memberikan keterangan berarti untuk

diagnosis.

Gambar 2.4 USG Tumor Tiroid

 Terapi Supresi Tiroksin (untuk diagnostik).

Salah satu cara meminimalisasi hasil negatif palsu pada BAJAH ialah dengan

terapi supresi TSH dengan tiroksin ialah menekan sekresi TSH dari hipofisis sampai

kadar TSH di bawah batas nilai terendah angka normal.

2.3.4 Pengelolaan Karsinoma Tiroid

2.3.4.1 Operasi

Tiroidektomi total, bila masih memungkinkan untuk mengangkat sebanyak mungkin

tumor dan jaringan tiroid yang sehat, merupakan prosedur awal pada hampir sebagian besar

15
pasien karsinoma tiroid berdiferensiasi. Bila ditemukan metastasis kelanjar Getah Bening

(KGB) regional, diteruskan dengan radical neck dissection.

Beberapa pertimbangan dan keuntungan pilihan prosedur operasi ini adalah sebagai

berikut:

 Fokus-fokus karsinoma papilare ditemukan di kedua lobus tiroid pada 60-85% pasien

 Sesudah operasi unilateral (lobektomi), 5-10% kekambuhan karsinoma tiroid papilare

terjadi pada lobus kontralateral

 Efektivitas terapi ablasi iodium radioaktif menjadi lebih tinggi

 Spesifisitas pemeriksaan triglobulin sebagai marker kekambuhan menjadi lebih tinggi

setelah reaksi tumor dan jaringan tiroid sebanyak-banyaknya

2.3.4.2 Terapi Ablasi Iodium Radioaktif

 Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal setelah operasi, selanjutnya diberikan

terapi ablasi iodium radioaktif 131-I. Dosis 131-I berkisar 80mCi dianjurkan untuk diberikan

pada keadaan tersebut, mengingat adanya uptake spesifik iodium ke dalam sel folikulare,

termasuk sel ganas tiroid yang berasal dari sel folikulare.

Ada 3 alasan terapi ablasi pada jaringan sisa setelah operasi, yaitu:

 Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma

 Meningkatkan spesifisitas sintigrafi 131-I untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis

melalui eliminasi uptake oleh sisa jaringan tiroid normal

 Meningkatkan nilai pemeriksaan triglobulin sebagai petanda serum yang dihasilkan

hanya oleh sel tiroid

Terapi ablasi iodium radioaktif umumnya tidak direkomendasikan pada pasien dengan

tumor primer soliter diameter kurang dari 1 cm, kecuali ditemukan adanya invasi ekstratiroid

atau metastasis.

16
2.3.4.3 Terapi Supresi L-Tiroksin

Supresi terhadap TSH pada karsinoma tiroid pasca operasi dipertimbangkan karena

adanya reseptor TSH di sel-sel karsinoma tiroid, sehingga bila tidak ditekan, TSH tersebut

dapat merangsang pertumbuhan sel-sel ganas yang tertinggal.

2.3.5 Faktor Resiko Prognostik

AMES (Age, Metastasis, Event of primary cancer , Tumor size)

Age: pria < 41 tahun, wanita < 51 tahun/pria > 40 tahun, wanita > 50 tahun.

Metastasis: metastasis jauh/tanpa metastasi jauh

Extent: papilare intratiroid atau folikulare dengan invasi kapsul minimal papilare

ekstratiroidal atau folikulare dengan invasi mayor

Size: 5 cm /> 5 cm. Risiko Rendah: 1). Setiap usia risiko rendah tanpa metastasis, 2). Usia

risiko tinggi tanpa meta dan dengan ekstensi, dan ukuran tumor resiko rendah. Risiko

Tinggi: 1). Setiap pasien dengan metastasis, atau 2). Usia resiko tinggi dengan salah satu

ekstensi atau ukuran tumor untuk resiko tinggi.

DAMES (AMES + pemeriksaan DNA sel tumor dengan flow cytometry)

AMES risiko rendah + DNA euploid: risiko rendah

AMES risiko rendah + DNA aneuploid: risiko sedang

AMES risiko tinggi + DNA aneuploid: risiko tinggi

AGES (Age, tumor Grade, tumor Extent, tumor Size)

Skor prognostik: 0,05 x usia (tahun) (kecuali usia < 40 tahun = 0), +1 (grade 2) atau +3

(grade 3 atau 4), +1 (jika ekstratiroidial) atau +3 (jika metastasis jauh), + 0,2 x ukuran tumor

dalam cm (diameter maksimum). Skala skor prognostik: 0-11.65, median 2.6. kategori risiko:

0-3.99; 4-4.99; 5-5.99; >6.

MACIS (Metastasis, Age, Completenessof resection, Invasion, Size)

17
Skor prognostik: 3.1 (usia < 39 tahun) atau 0.08 x usia (jika usia > 40 tahun), + 0.3 x ukuran

tumor dalam cm, +1 (jika diangkat tidak komplit), +1 (jika invasi lokal), +3 (jika metastasis

jauh). Kategori risiko skor prognostik: 0-5.99; 6-6.99; 7-7.99; >.8.

Tabel 2.1 Angka Kelangsungan Hidup Pasien Karsinoma Tiroid Berdiferensiasi berdasarkan

Sistem Pengelompokan Faktor Risiko Prognostik

AMES Risk Group Rendah Tinggi

Overall survival rate 98 % 54 %

Disease free survival rate 95 % 45 %

DAMES Risk Group Rendah Menengah Tinggi

Disease free survival rate 92 % 45 % 0%

AGES PS <4 4-5 5-6 >6

20 year survival rate 99 % 80 % 33 % 13 %

MACIS PS <6% 6-7 7-8 >8

20 year survival rate 99 % 89 % 56 % 24 %

18
BAB III

KESIMPULAN

Carcinoma thyroid adalah suatu penyakit dimana sel maligna (carcinoma) terbentuk di

jaringan kelenjar thyroid. Carcinoma thyroid dibagi menjadi carcinoma papilare, carcinoma

folikuler, carcinoma medulare, carcinoma anaplastik, limfoma thyroid primer, dan sarkoma

thyroid primer. Setiap tahunnyakasus baru carcinoma thyroid sekitar 1% dari diagnosa kasus

baru, dengan carcinoma papilare merupakan keganasan tersering, yakni 80% dari

semuaneoplasma thyroid. Sebagaimana keganasan lainnya, penyebab carcinoma thyroid

belum diketahui secara pasti, namun diduga hal ini disebabkan oleh adanya mutasi pada gen

jaringan thyroid.

Diagnosis carcinoma thyroid dapat ditegakkan melalui anamnesa(terutama yang

berkaitan dengan faktor resiko), pemeriksaan fisik (terutama melalui inspeksi dan palpasi),

dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan

tumor marker). Pemeriksaan radiologi pada carcinoma thyroid dapat dilakukan melalui USG,

MRI dan scintigrafi. USG merupakan pemeriksaan radiologi yang paling sering digunakan

dalam pemeriksaan thyroid, karena murah, mudah digunakan, dan tidak memiliki efek

radiasi.

Terapi pada carcinoma thyroid meliputi pembedahan, radiasi, hormonal,dan

kemoterapi. Pemilihan jenis terapi ini ditentukan berdasar jenis dan stadiumklinisnya.

Prognosa carcinoma thyroid dipengaruhi beberapa faktor, yakni karakteristik tumor (ukuran

tumor, jumlah tumor, invasi tumor lokal, metastase regional maupun metastase jauh) dan

karakteristik pasien (usia pasien, jeniskelamin, dan adanya penyakit Grave).

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-dua. Jakarta:

EGC; 2004. hal. 627-29.

2. Ekayuda I. Radiologi diagnostik. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2010. hal.415-16.

3. Safitri A, editor. Lecture notes: Radiologi. Edisi ke-dua. Terjemahan Patel PR. Lecture

notes: Radiology. Jakarta: Erlangga; 2007. hal. 240-1.

4. Camoy D, R. Luben, A. Welch, S. Bingham, N. Wareham, N. Day, et al. Abdominal

obesity ad respiratory function in men and women in the EPIC-Norfolk Study, United

Kingdom. Am J Epidemiol. 2004; 159(12): 1140-9.

5. Sapan AZ, Nassir A, Azis T. Invaginasi (serial online) 1987 (diakses 26 Mar 2012); 43.

Diunduh dari: URL:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_Invaginasi.pdf/14_Invaginasi.html

6. Williams and Wilkins. Roentgen (CD-ROM). A Waverly Company: 1996.

20

Anda mungkin juga menyukai