KASUS 2
Ny. N membawa anak perempuannya berumur 12 Tahun ke poliklinik sebuah Rumah Sakit
dengan keluhan panas, mudah lelah dan nyeri pada persendian disertai nyeri perut yang di alami
tiga hari yang lalu. Ny. N juga mengatakan anaknya sering mual, sakit kepala dan sulit untuk
makan. Hasil pemeriksaan didapatkan klien tampak lemas, konjungtiva pucat dan bibir pecah serta
terdapat bintik merah kehitaman di area kulit, splenomegali positif. Tekanan darah 110/70 mmhg
SB : 37O C RR : 26x/m N : 60x/m Pemeriksaan Laboratorium HB : 8,5 gr/dl Leukosit 30.000/mm3
1. KATA KUNCI
a. Umur 12 Tahun
b. Panas
c. Mudah Lelah
d. Nyeri pada persendian
e. Nyeri perut
f. Mual
g. Sakit kepala
h. Lemas
i. Konjungtiva pucat
j. bintik merah kehitaman di area kulit
k. splenomegali positif
l. HB : 8,5 gr/dl
m. Leukosit 30.000/mm3
2. KLARIFIKASI ISTILAH PENTING
a. Panas
Adalah suatu bentuk sistem pertahanan non spesifik yang mengakibatkan
kenaikan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat dari perubahan pusat
termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior, dengan suhu tubuh
diatas 37,2oC (Nelwan, 2006).
b. Nyeri
Definisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain
(IASP, 1979) adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi
kerusakan jaringan.
c. Konjungtiva pucat
Konjungtiva merupakan lapisan tipis yang berada di mata yang berguna
melindungi sklera (area putih dari mata). Sel pada konjungtiva akan
memproduksi cairan yang akan melubrikasi kornea sehingga tidak kering.
Konjungtiva terletak di kelopak mata dinamakan konjungtiva palpebral dan
yang akan memantulkan pada permukaan anterior dari bola mata dinamakan
konjungtiva bulbar. Konjungtiva merupakan lekukan pada mata, normalnya
konjungtiva itu berwarna kemerahan, pada keadaan tertentu (misal pada
anemia) konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan nama
konjungtiva anemis. Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah
merah) sehingga darah yang harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup
jadi tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu area sensitif
yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat sama
seperti halnya dengan sklera, bibir dan area kuku, sehingga selain konjungtiva,
bibir dan kuku juga tampak pucat. Jadi gambaran conjunctiva bisa dikatakan
sebagai salah satu prediktor status anemia (Muhammad Nur Qalbi, 2016)
d. Bintik merah kehitaman di area kulit
Perdarahan yang terjadi akibat kegagalan bone marrow mempertahankan
fungsinya, sehingga mengakibatkan adanya penurunan neutrofil yang
bermanifestasi menjadi perdarah dibawah kulit atau gusi, dan ekimosis sendiri
merupakan manifestasi akibat trombositopenia. (Seiter, 2012).
e. Splenomegali
adalah pembesaran limpa. Keadaan ini biasanya terjadi akibat proliferasi
limfosit dalam limpa karena infeksi di tempat lain di tubuh. Splenomegali
akibat proliferasi makrofag terjadi jika terdapat sel-sel mati (terutama sel darah
merah) dalam jumlah yang berlebihan dan perlu dibersihkan dan sirkulasi.
Splenomegali juga dapat terjadi akibat penimbunan darah dalam limpa. Hal ini
biasanya merupakan komplikasi hipertensi portal. Tumor atau kista limpa juga
dapat menyebabkan splenomegali. Splenomegali sebagai respons terhadap
infeksi biasanya disertai oleh limfadenopati; penyebab lain splenomegali tidak
disertai limfadenopati. (Corwin, 2012)
f. Tekanan darah
Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik yang sederhana
dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah menggambarkan situasi
hemodinamik seseorang saat itu. Hemodinamik adalah suatu keadaan dimana
tekanan dan aliran darah dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di
jaringan. (Muttaqin, 2012).
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di
dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia.
Tekanan darah juga termasuk salah satu parameter vital diantara tanda tanda
vital tubuh yaitu denyut nadi, pernapasan, suhu tubuh, tinggi, dan berat badan.
(Taufik Rahman, 2012)
Anemia Hemolitik
5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Apakah gejala pada kasus di atas lebih banyak menyerang anak ?
Leukemia digambarkan berdasarkan jenis sel yang berproliferasi. Sebagai
contoh, leukemia lomfoblastik akut, merupakan leukemia yang paling sering
dijumpai pada anak, menggambarkan kanker dari turunan sel limfosit primitif.
Leukemia granulositik adalah leukemia eosinofil, neutrofil, atau basofil.
Leukemia pada orang dewasa biasanya limfositik kronis atau mieloblastik akut.
Angka kelangsungan hidup jangka panjang untuk leukemia bergantung pada
jenis sel yang terlibat, tetapi berkisar sampai lebih dari 75% untuk leukemia
limfositik akut pada masa kanak kanak, merupakan angka statistik yang luar
biasa karena penyakit ini hampir bersifat fatal. (Corwin, 2012)
b. Mengapa anak tersebut merasakan nyeri pada sendi?
Menurut Suriadi, 2001 dalam Novian Ariz 2015 nyeri pada sendi diakibatkan
karena adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia, sistem
retikuloendoteli akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah megalami infeksi. Leukemia sendiri adalah
penyakit kanker jaringan yang menghasilkan imatur atau abnormal dalam
jumlah berlebihan dan menyusup ke berbagai organ tubuh. Sel – sel leukemik
menyusup ke dalam berbagai organ tubuh, mengganti unsur unsur sel yang
normal. Di semua tipe leukemia semua sel yang berproliferasi dapat menekan
produksi dan elemen di darah yang menyusup sumsum tulang dengan berlomba
lomba untuk menghilangkan sel normal yang berfungsi sebagai nutrisi dan
metabolisme. Invasi sel sel leukemia yang berangsur angsur pada sumsum
tulang inilah yang menimbulkan kelemahan pada tulang dan cenderung
mengalami fraktur sehingga terasa nyeri pada sendi.
c. Mengapa anak tersebut mudah lelah?
Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-
sel leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel
leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan
adiposa semakin berkurang, akibatnya penderita leukemia mudah lelah. (Andra
Saferi Wijaya, 2013)
6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA
a. Apakah pengobatan dengan kemoterapi bisa membuat leukemia sembuh?
b. Apakah leukemia bisa menyerang siapa saja?
c. Apakah leukemia bisa dicegah?
7. INFORMASI TAMBAHAN
Menurut Amin Nurarif (2015) Penatalaksanaan pada penyakit leukemia adalah :
1. Kemoterapi
2. Radioterapi
3. Transplantasi sumsum tulang
4. Terapi Suportif
8. KLARIFIKASI INFORMASI
Menurut Amin Nurarief (2015) Penatalaksanaan pada penyakit leukemia adalah :
1. Kemoterapi
a. Kemoterapi pada penderita LLA
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap meskipun tidak semua fase
yang digunakan untuk semua orang.
b. Kemoterapi pada penderita LMA
- Fase induksi ; fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif,
bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal
sehingga tercapai remisi komplit
- Fase konsolidasi ; fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut
dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari
beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan
dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase
induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75% tetapi
angka rata – rata hidup masih dua tahun dan yang dapat hidup lebih
dari 5 tahun hanya 10%
c. Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menentukan strategi terapi
dan prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah
klasifikasi rai :
Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
Stadium I : limfositosis dan limfadenopati
Stadium II : limfositosis dan splenomegali / hepatomegali
Stadium III : limfositosis dan anemia (HB <11 gr/dl)
Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia < 100.000/mm3
Dengan atau tanpa gejala pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LKK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi
bersifat konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan
tidak diberikan kepada penderita tanpa gejala karena tidak
memperpanjang hidup. Pada stadium 1 atau II, pengamatan atau
kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium 3 dan 4 diberikan
kemoterapi invasif. Angka ketahanan hidup rata rata adalah sekitar 6
tahun dan 25 % pasien dapat hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan
stadium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata rata 10 tahun. Sedangkan
pada pasien dengan stadium tiga dan empat rata rata dapat bertahan
hidup kurang dari 2 tahun.
d. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
Fase kronik ; busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan
yang mampu menahan pasien bebas dari gejala untuk jangka
waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif
merupakan terapi pilihan fase kronik LMK yang tidak diarahkan
pada tindakan transplantasi sumsum tulang
Fase akselerasi ; sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respon
sangat rendah
2. Radioterapi
Menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia
3. Transplantasi sumsum tulang
Dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak karena dosis tinggi
kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu transplantasi sumsum tulang berguna
untuk mengganti sel sel darah yang rusak karena kanker.
4. Terapi Suportif
Berfungsi untuk mengatasi akibat akibat yang ditimbulkan penyakit leukemia
dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita
leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
KONSEP MEDIK
A. Definisi
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. (Hasan,
R dalam Amien Nurarif 2015)
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang,
yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel lain. Leukemia tampak merupakan penyakit klonal,
yang berarti satu sel kanker abnormal proliferasi tanpa terkendali menghasilkan
sekelompok sel anak yang abnormal. Sel sel ini menghambat sel darah lain di
sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di
sumsum tulang. Karena faktor faktor ini leukemia disebut gangguan akumulasi
sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel sel leukemia mengambil alih
sumsum tulang. Sehingga menurunkan kadar sel sel non leukemic didalam
darah yang merupakan penyebab berbagai gejala umum leukemia. (Corwin,
2012)
B. Etiologi
Menurut Amin Nurarif 2015 dalam Asuhan Keperawatan Praktis (2016)
penyebab pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur
gen (Tcell Leukemia – lhymphoma Virus /HLTV)
b. Radiasi
c. Obat obat imunosupresif, obat obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol.
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom
Leukemia biasanya mengenai sel sel darah putih. Penyebab dari sebagian
besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi)
dan bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat anti kanker,
meningkatkan resiko terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan
genetik tertentu (misalnya sondroma down dan sindroma fanconi), juga lebih
peka terhadap leukemia.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Amin Nurarif 2015 manifestasi klinis yang sering dijumpai pada
penyakit leukemia adalah sebagai berikut :
a. Leukemia Limfostik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan
perdarahan. selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan
sendi, hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada
sternum, tibia dan femur.
b. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA
dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100rb/mm3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme
yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
c. Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukan gejala. Penderita LLK
yang mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati
generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu
hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau
olahraga. Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan
dengan perjalanan penyakitnya.
d. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis
blas. Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat
kenyang akibat desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan
terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi
ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis
dan demam yang disertai infeksi.
Sedangkan menurut Corwin (2012) leukemia akut memperlihatkan gejala
klinis yang mencolok. Leukemia kronis berkembang secara lambat dan mungkin
hanya memperlihatkan sedikit gejala sampai stadium lanjut.
a. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
b. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
c. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan
koagulasi
d. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang
menyebabkan peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti
nyeri yang semakin meningkat, Nyeri tulang berhubungan dengan
leukemia biasanyan bersifat progresif.
e. Limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel
leukemik ke organ-organ limfoid dapat terjadi.
f. Gejala sistem saraf pusat dapat terjadi.
D. Klasifikasi
Leukemia diklasifikasikan menjadi 4 bagian, diantaranya yaitu sebagai berikut :
1. Leukemia Meilogenus Akut
AML mengenai sel sistem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid, monosit, granulosit, eritrosit, dan trombosit. Semua
kelompok usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai bertambahnya
usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis
CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel mieloid. Namun banyak
sel normal dibandingkan bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.
CML jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip
dengan AML, tapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa
gejala selama bertahun tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah
yang luar biasa, limpa membesar
3. Leukimia Lomfositik Akut
ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak
anak laki laki lebih banyak dibanding perempuan puncak insiden usia 4
tahun, setelah 15 tahun ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit
berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga
mengganggu perkembangan sel normal.
4. Leukemia Limfosit Kronik
CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun.
Manifestasi pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat
pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain. (Novian Ariz 2015)
E. Patofisiologi
Manifestasi klinis penderita leukemia disebabkan adanya penggantian sel
pada sumsum tulang oleh sel leukemik, menyebabkan gangguan produksi sel
darah merah. Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan
kecenderungan terjadinya perdarahan. Kegagalan mekanisme pertahanan seluler
karena penggantian sel darah putih oleh sel leukemik ke organ organ vital seperti
liver dan limpa oleh sel sel leukemik dapat menyebabkan pembesaran dari organ
organ tersebut. (Cawson, 1982 dalam Samsul Arif 2010 )
Leukemia adalah jenis gangguan pada sistem hematopoetik yang total
dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak
terkendalinya proliferasi dari leukemia dan prosedurnya.
Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit
dan sumsum tulang, limfosit didalam limfenode) dan menyebar ke organ
hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar (splenomegali,
hepatomegali). Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi
normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke pengembangan atau
pembelahan sel yang cepat dan kesitopenias (penurunan jumlah). Pembelahan
dari sel darah putih mengakibatkan menurunnya imunocompetence dengan
meningkatnya kemungkinan terjadinya infeksi (Long 1996 dalam Novian Ariz
2015)
Jika penyebab leukemia adalah virus, maka virus tersebut akan mudah
masuk kedalam tubuh manusia, jika struktur antigen virus sesuai dengan struktur
antigen manusia. Begitu juga sebaliknya, bila tidak sesuai maka akan ditolak
oleh tubuh. Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari
berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan
tubuh. Istilah HL-A (Human Leucocite Lotus-A) antigen terhadap jaringan telah
ditetapkan (WHO). Sistem HL-A individu ini diturunkan menurut hukum
genetika sehingga adanya peranan faktor ras dan keluarga dalam etiologi
leukimia tidak dapat diabaikan (Ngastiyah, 1997 dalam Novian Ariz 2015)
Menurut Suriadi, 2001 dalam Novian Ariz 2015 prosesnya meliputi;
normalnya tullang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel
blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia, sistem
retikuloendoteli akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah megalami infeksi, manifestasi akan tampak pada
gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat.
Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang akan
berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan
peningkatan tekanan jaringan, dan adanya infiltrasi pada ekstra medular akan
berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, dan nyeri persendian.
Leukimia adalah penyakit kanker jaringan yang menghasilkan imatur
atau abnormal dalam jumlah berlebihan dan menyusup ke dalam berbagai organ
tubuh. Sel sel leukemik menyusup ke dalam sumsum tulang, mengganti unsur
unsursel yang normal. Akibatnya timbul anemia dan dihasilkan eritrosit dalam
jumlah yang tidak mencukupi. Timbul perdarahan akibat menurunnya jumlah
trombosit yang bersikulasi. Inflasi juga terjadi lebih sering karena berkurangnya
jumlah leukosit. Penyusupan sel sel leukemik ke dalam semua organ organ vital
menimbulkan hepatomegali, splenomegali dan limfadenopati. Timbul disfungsi
sumsum tulang, menyebabkan turunnya jumlah eritrosit, neutrofil dan trombosit.
Sel sel leukemik menyusupi limfonodus, limfa, hati, tulang dan SPP (Betz, 2002
dalam Novian Ariz 2015)
Disemua tipe leukemia, sel yang berproliferasi dapat menekan produksi
da elemen di darah yang menyusup sumsum tulang dengan berlomba –lomba
untuk menghilangkan sel normal yang berfungsi sebagai nutrisi untuk
metabolisme. Tanda dan gejala dari leukemia merupakan hasil dari infiltrasi
sumsum tulang, dengan 3 manifestasi yaitu anemia dan penurunan RBC’s
infeksi dari neutropenia, dan pendarahan karena produksi platelet yang menurun.
Invasi sel leukemia yang berangsur – angsur pada sumsum menimbulkan
kelemahan pada tulang dan cenderung terjadi fraktur, sehingga menimbulkan
nyeri.
Ginjal, hati dan kelenjar limfe mengalami pembesaran dan akhirnya
fibrosis, leukemia juga berpengaruh pada SSP dimana terjadi peningkatan
tekanan intra kranial sehingga menyebabkan nyeri pada kepala, letargi, papil
edema, penurunan kesadaran dan kaku kuduk (Wong, 2000 dalam Novian Ariz
2015)
F. Pemeriksaan Medik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah tepi
Gejala yang terlihat berdasarkan kelainan sumsum Tulang yaitu
berupa pansitopenia, limfositosis yang dapat menyebabkan
gambaran dari tepi monoton dan terdapatnya sel blast
2. Kimia darah
Kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat,
hipogamaglobinemia.
3. Sumsum tulang
Hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem
lain terdesak (aplasia sekunder) aspirasi sumsum tulang (BMP) =
hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda.
b. Pemeriksaan Lain
1. Biopsi limpa
Memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES,
granulosit, pulp cell.
2. Lumbal punksi; yaitu untuk mengetahui apakah SSP terinfiltrasi
yang dapat dilihat dari peningkatan jumlah sel patologis dan
protein (CSS). Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada
perjalanan penyakit baik dalam keadaan remis atau pada keadaan
kambuh.
3. Sitogenik
Pemeriksaan pada kromosom baik jumlah maupun
morfologisnya. (Doengoes, 2000 dalam Andra, dkk 2013)
G. Penaatalaksanaan Medik
a. Transfusi darah :
Biasanya diberikan jika kadar Hb <6 gr%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit, jika ada tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kortikosteroid
(Prednison, kortison) deksametason dsb. Setelah dicapai remisi dons
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika
Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Efek ; alopesia, stomatitis, leucopneia, infeksi
sekunder (kandidiasit) jika kadar leukosit <2000/m3 pemberian harus
hati hati
d. Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang baru, imunoterapi diberikan jika
telah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106)
H. Penatalaksanaan Kemoterapi
Terdapat 3 fase pelaksanaan kemoterapi
a. Fase induksi
Dimulai 4-6 mg setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi : kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L-asparaginase.
Fase ini dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang
atau tidak ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5 % dalam
sumsum tulang.
b. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi, methotrexate, cytrabine dan
hydrocortison melalui intratrakeal untuk mencegah invasi sel
leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada
pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisi dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia
yang beredar dalam tubuh. Secara berkala dilakukan pemeriksaan
darah lengkap untuk menlai respon sumsum tulang terhadap
pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan
dihentikan untuk sementara atau posisi obat dikurangi (Suparman,
2005 dalam Andra, dkk 2013)
I. Komplikasi
a. Sepsis
b. Perdarahan
c. Gagal organ
d. Iron Deficiency Anemia (IDA)
e. Kematian
Penyimpangan KDM
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Identitas klien
Nama : An. X
Usia : 12 Tahun
Tidak dikaji
Riwayat penyakit keluarga
Tidak dikaji
Riwayat psikososial dan spiritual
Tidak dikaji
Pemeriksaan fisik
B. Klasifikasi Data
Leukemia
Menumpuk di sumsum
tulang
Nyeri tulang
2 DS : Nutrisi kurang
dari kebutuhan
Orang tua klien mengeluh Faktor Etiologi : virus,
anaknya mudah lelah abnormalitas, kromosom,
Orang tua klien
sinar radioaktif dan sinar
mengatakan anaknya
sering mual X, bahan Kimia, infeksi
Orang tua klien
mengatakan anaknya
sulit untuk makan Leukosit immatur yang
berlebihan
DO:
Leukemia
Splenomegali
Menekan Lambung
Mual
Anoreksia, Muntah
DO:
Menekan produksi
elemen darah yang
normal
Leukemia
Menurunkan neutrofil
Neutropenia
Menurunkan sistem
pertahanan tubuh
sekunder
Leukemia
Menurunkan eritrosit
Eritropeni
HB menurun
Suplai O2 menurun
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan tubuh
3. Resiko infeksi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
E. Rencana Asuhan Keperawatan
Analgesic administration
1. Tentukan lokasi,
karakteistik, kwalitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
Satu
5. Tentukan pilihan
analgesic tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
6. Tentukan analgetik
pilihan, rute
pemberian dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM, untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
9. Berikan analgesic
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
10. Evaluasi
efektivitas analgesic,
tanda dan gejala.
nutrition monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktifitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orang tua
selama makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual dan
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, HB, dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva pucat
14. Monitor kalori
dan intake nutrisi
15. Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertoni papilla
lidah dan kavitasi
oral.
16. Catat jika lidah
berwarna magenta,
scarlet
3 NOC NIC
Resiko Infeksi 00004
1. Imunestatus Infection control (control
Domain 11
2. Knowlage: Intektion infeksi)
Kelas 1
control 1. Bersihkan
Definisi : 3. Risk control lingkungan setelah
dipakai pasien lain
Mengalami peningkatan Kriteria hasil: 2. Pertahankan tehni
resiko terserang isolasi
1. Klien bebas dari 3. Batasi pengunjung
organisme patogenik
tanda dan gejala bila perlu
4. Instruksi pada
infeksi pengunjung untuk
Batasan Karakteristik 2. Mendeskripsikan mencuci tangan saat
berunjung dan
DS : proses penularan setelah berkunjung
penyakit, factor meninggalkan
Orang tua Klien pasien
Mengeluh anak yang mempengaruhi 5. Gunakan sabun anti
panas
penularan serta mikroba untuk cuci
tangan
penatalaksanaanya 6. Cuci tangan setiap
DO:
3. Menunjukkan sebelu dan sesudah
Hemoglobin 8.5 tindakkan
kemampuan untuk keperawatan
g/dl mencegah timbulnya 7. Gunakan baju,
sarung tangan
Leukosit infeksi
sebagai alat
30.000/mm3 4. Jumlah leukosit pelindung
8. Pertahankan
dalam batas normal
lingkungan aseptic
5. Menunjukkan selama pemasangan
alat
perilaku hidup sehat
9. Ganti letak IV
6. perifer dan line
sentral dan dressing
sesuai dengan
petunjuk umum
10. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotic bilah perlu
infection protection
(proteksi terhadap
infeksi)
13. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan local
14. Monitor hitung
granolosit, WBC
15. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
16. Batasi pengunjung
17. Sering pengunjung
terhadap penyakit
menular
18. Pertahankan tehnik
asepsik pada pasien
beresiko
19. Pertahankan tehnik
isolasi k/p
20. Berikan perawatan
kulit pada area
epidema
21. Inspeksi kulit dan
membrane mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
22. Inspeksi kondisi
luka / insisi bedah
23. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
24. Dorong masukan
cairan
25. Dorong istirahat
26. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotic sesuai
resep
27. Ajarkan pasein dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
28. Ajarkan cara
menghindari infeksi
29. Laporan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
4. Ketidak efektifan NOC NIC
Peripheral
perfusi jaringan perifer 1. Circulation
Sensation
00204 status Management
(Manajemen
Domain 4 Kriteria hasil :
Sensasi Perifer)
Kelas 4 1. Tekanan sistol dan
1. Monitor adanya
diastol dalam rentang
daerah tertentu
Definisi : yang diharapkan yang hanya peka
terhadap panas/
Penurunan sirkulasi 2. Tidak ada orostatik
dingin/ tajam /
darah ke perifer yang hipertensi tumpul
2. Monitor adanya
dapat mengganggu 3. Tidak ada tanda
paretese
kesehatan penigkatan tekanan 3. Instruksikan
keluarga untuk
intrakranial (tidak
mengobservasi
Batasan karakteristik : lebih dari mmHg) kulit jika ada isi
atau laserasi
DS :
4. Gunakan sarung
Orang tua klien tangan untuk
proteksi
mengatakan
5. Batasi
anaknya mudah pergerakan pada
lelah kepala, leher dan
punggung
DO :
6. Monitor
Klien tampak kemampuan
BAB
lemas
7. Kolaborasi
Konjungtiva pemberian
pucat analgetik
Terdapat bintik 8. Monitor adanya
merah tromboplebitis
kehitaman di 9. Kolaborasi
pemberian
area kulit
produk tambah
HB : 8,5 gr/dl darah
DAFTAR PUSTAKA
Corwin Elisabeth J, 2012. Buku Saku Patofisiologi; Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Hincliff Sue, 2013. Kamus Keperawatan Edisi 17. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Nurarif Amin Huda, dkk, 2015. NANDA NIC NOC Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta ;
Medi Action
Nur Qalbi Muhammad, dkk, 2014. Indikator Antropometri Dan Gambaran Conjunctiva
Sebagai Prediktor Status Anemia Pada Wanita Prakonsepsi Di Kota Makassar
Wijaya Andra Saferi, dkk, 2013. KMB 2 Keperawatan Mendikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta; Nuha Medika
Jurnal :
web_Penyakit_Leukemia_Kanker_Darah_Sastaviyana_Yuliangga.pdf
jtptunimus-gdl-s1-2007-erianiradi-97-2-bab2.pdf