Anda di halaman 1dari 8

1.

Definisi
Appendiksitis adalah adanya proses obstruksi (hiperplasi limponodi submokosa, fecolith,
adanya benda asing dan tumor), yang diikuti dengan infeksi dan peradangan dari appendiks
veniformis (Nugroho, 2011). Appendicitis juga merupakan peradangan pada apendiks yang
berbahaya jika tidak ditangani segera dimana terjadi infeksi berat yang dapat menyebabkan
pecahnya lumen usus (Williams &Wilkins, 2011).menurut Reksoprojo (2005) appendicitis
merupakan peradangan pada apendiks yang berbentuk umbai cacing yang berlokasi dekat
katup ileosekal. Appendicitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya histolytica (Sjamsuhidajat, 2005).
2. Etiologi
Ada banyak hal yang menjadi faktor pencetus Appendisitis salah satunya adanya sumbatan
pada lumen Appendiks merupakan faktor pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe,
fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebbakan sumbatan. Penyebab
lain diduga karena adanya erosi mukosa Appendiks oleh parasite seperti E.histolytica
(Sjamsuhidajat, 2005).
3. Manifestasi klinis
4. Gejala awal yang khas pada appendicitis yaitu nyeri samar (nyeri tumpul) didaerah
epigastrium di sekitar umblikus atau periumbilikus. Gejala ini disertai dengan mual, muntah
dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah dititi Mc Burney. Dititik ini nyeri terasa lebih jelas dan tajamsehingga merupakan
nyeri somatik setempat. Ada juga sebagian yang merasakan nyeri didaerah epigastrium yang
disertai dengan konstipasi sehingga pasien merasa memerlukan obat pencahar.appendisitis
juga disertai dengan demam sekitar 37,5-38,5. Timbulnya gejala tergantung pada letak
apendiks ketika terjadinya peradangan. Berikut gejala yang muncul:
a. Bila letak appendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum (terlindungi
oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kea rah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk dan mengedan.
b. Bila appendiks terletak di rongga pelvis, dimana apendiks terletak di dekat atau
menempel pada rectum akan menimbulkan gejala dan rangsangan sigmoid atau
rectum sehingga peristaltic meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat
dan berulang –ulang (diare).
c. Bila apendiks terletak atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kemih karena rangsangan dindingnya (Nurarif, 2013

5. Patofisiologi
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2005). Apendisitis belum ada penyebab yang pasti
atau spesifik tetapi ada faktor prediposisi yaitu:
a) Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
1) Heperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
3) Adanya benda asing seperti biji – bijian.
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus.
c) Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
1) Tergantung pada bentuk appendiks
2) Appendik terlalu panjang
3) Massa apendiks yang pendek
4) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
5) Kelainan katup di pangkal appendiks

6. Faktor Risiko yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :


a. aktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti
oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith
dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan
40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasusapendisitis akut dengan rupture.
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya
fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat
infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur
didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus, sedangkan
kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks
yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah
terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga
terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan
mengakibatkan obstruksi lumen.
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resikolebih tinggi dari Negara
yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa
kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara
berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
e. Faktor infeksi saluran pernapasan
f. Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Tapi harus hati-hati karena penyakit
infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis
5. Pemeriksaan diagnostic
Diagnosis appendicitis ditegakkan berdasarkan: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium yang digunakan untuk skor berdasarkan kriteria Alvarado. Walaupun
demikian, diagnosis definit hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histologis paska
apendektomi.
a. Anamnesis, Riwayat nyeri abdomen kanan berulang perlu ditanyakan pada pasien yang
dicurigai mengalami appendicitis. Gejala klasik appendicitis berupa nyeri abdomen.
Secara tipikal, nyeri dimulai pada epigastrium, atau sekitar umbilikal, kemudian
bermigrasi ke daerah kuadran bawah kanan abdomen. Nyeri abdomen yang bersifat
migrasi tersebut adalah gambaran khas pada kebanyakan penderita appendicitis. Selain
itu, dapat pula muncul gejala berupa mual, muntah, dan anoreksia.(Bair, 2007). Sekitar
37-45% penderita appendicitis tidak menunjukkan gejala klasik, terutama bila lokasi
apendiks berada pada tempat yang tidak biasanya. Gejala yang berlanjut, berupa
demam, diare, dan dysuria
b. Pemeriksaan Fisik, Pasien yang kesakitan biasanya menunjukkan sikap berbaring
dengan memfleksikan pinggul dan menekukkan lutut ke arah perut, untuk mengurangi
rasa sakitnya. Pada area McBurney akan ditemukan nyeri tekan. Psoas
sign dan obturator sign dapat ditemukan positif. Pada pemeriksaan rektal, intensitas
nyeri makin tinggi. (Simel, 2012)
c. Diagnosis Banding
Berikut adalah penyakit yang bisa menjadi diagnosis banding appendicitis:
 Pelvic Inflammatory Diseases (PID), atau abses tubo-ovarian
 Endometriosis
 Kista ovarium, atau torsi kista ovarium
 Kehamilan ektopik
 Penyakit Crohn
 Karsinoma Kolon
 Kolesistitis
 Enteritis bakterial
 Adenitis, atau iskemia mesenterika
 Torsi omentum
 Kolik empedu
 Kolik renal
 Infeksi saluran kemih
 Gastroenteritis
 Enterokolitis
 Perforasi ulkus duodenum (Medscape, 2017).
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada appendicitis dapat berupa laboratorium darah
dan Ultrasonography (USG). (Al-gaithy, 2012).
- Ultrasonography (USG), akurat untuk mendiagnosis appendicitis pada anak-anak.
USG akan memudahkan para klinisi dalam membedakan appendicitis yang tidak atau
sudah berkomplikasi. USG juga dapat membantu dalam membuat keputusan medis
mengenai apakah situasi pasien memerlukan inisiasi terapi antibiotika terlebih
dahulu, atau segera melakukan apendektomi. Gambaran dilatasi diameter apendiks >
6 mm menunjukkan gambaran appendicitis (Howell, 2010; Drake, 2012; Xu, 2017).
- CT Scan, Pemeriksaan ini biasanya tidak diutamakan karena paparan radiasinya, dan
beban biaya pada pasien. CT Scan mungkin dilakukan apabila gambaran klinis
appendicitis meragukan, di mana pemeriksaan laboratorium tidak mendukung, dan
USG juga tidak jelas. Pemeriksaan kombinasi dengan detektor tunggal CT Scan dan
USG memiliki keakuratan diagnosis appendicitis sekitar 78%. Dengan penggunaan
multi detektor memberikan spesifisitas 98% dan sensitifitas 98,5%, untuk
mendiagnosis appendicitis akut (Howell, 2010; Poortman, 2003; Kaddah, & Ayad,
2016; Pickhardt, 2011).
- Laboratorium Darah, Pada hitung jenis lengkap bisa didapatkan leukosit > 10500
sel/mcL dan neutrofilia >75%. Kadar C-reactive protein > 1 mg/dL disertai
lekositosis dan neutrofilia adalah umum pada pasien dengan appendicitis. Kadar
yang sangat tinggi mengindikasikan terjadinya gangren (Yokoyama, 2009; Howell,
2010)
- Urinalisis, Pada urinalisis bisa ditemukan piuria, leukosituria, eritrosituria, dan kadar
asam 5-hidroksiindolasetat (U-5-HIAA) sebagai marker dini appendicitis yang
meningkat secara signifikan sewaktu akut dan menurun ketika telah terjadi nekrosis.
- Human chorionic gonadotropin perlu diperiksa pada wanita usia produktif, untuk
mendeteksi kemungkinan kehamilan ektopik (Bolandparvaz, 2004).
Kriteria Alvarado
Diagnosis appendicitis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Alvarado.

Tabel 1 Kriteria Alvarado


Nilai
Gejala Migrasi nyeri (periumbilikal ke kuadran kanan bawah) 1
Anoreksia-aseton (pada urine) 1
Mual, muntah 1
Tanda klinis Nyeri daerah kuadran kanan bawah 2
Nyeri balik (rebound pain) 1
Suhu tubuh naik (>37,3oC oral) 1
Laboratorium Lekositosis (>10000/mm3) 2

Shhift to the left (>75% neutrofil) 1


Total Skor 10

Interpretasi :1-4 Appendicitis unlikely5-6 Appendicitis possible7-8 Appendicitis probable9-


10 Apendisits very probable

Kriteria alvarado digunakan kepada pasien anak dan dewasa, kecuali wanita usia reproduksi.
Alvarado, A., A. (1986) Untuk wanita usia reproduksi, kriteria diagnosis appendicitis
menggunakan Modified Alvarado Score

Tabel 2 Modified Alvarado Score


Nilai
Simtom Migrasi nyeri (periumbilikal ke kuadran kanan bawah) 1
Anoreksia-aseton (pada urine) 1
Mual, muntah 1
Tanda klinis Nyeri daerah kuadran kanan bawah 2
Nyeri balik (rebound pain) 1
Suhu tubuh naik (>37,3oC oral) 1
Laboratorium Lekositosis (>10000/mm3) 2
Total skor 9

Interpretasi :<4 Exclusion5-6 Observasi>7 Operasi

Kriteria modifikasi alvarado dapat digunakan kepada segala usia. (Kalan,1994; Kanumba, 2011)
Walau demikian, skor tidak dapat menentukan diagnosis definit. Diagnosis definit ditegakkan
setelah apendektomi, kemudian dilakukan pemeriksaan histologis.

Referensi
Bair, M.J., P.H. Lee, and Y.J. Chan, (2007). Urologic manifestations of acute
appendicitis secondary to metastatic cervical cancer. J Formos Med Assoc,106(9): p. 784-7.

Simel, D.L. and D. Rennie, (2012). The Rational Clinical Examination - Evidence-Based
Clinical Diagnosis David L Simel The Rational Clinical Examination - Evidence-Based Clinical
Diagnosis and Drummond Rennie | McGraw-Hill Medical | 732pp | $66/ pound45.99 978 0 0715
9030 3 9780071590303 [Formula: see text]. Nurs Stand,. 27(9): p. 30.

Alvarado, A., A. (1986). Practical Score For The Early Diagnosis Of Acute
Appendicitis. Ann Emerg Med15(5): p. 557-64.

Kalan, M., et al. (1994) Evaluation of the modified Alvarado score in the diagnosis of
acute appendicitis: a prospective study. Annals of The Royal College of Surgeons of England,.
76(6): p. 418-419.

Kanumba, E.S., et al.,( 2011) Modified Alvarado Scoring System as a diagnostic tool for
Acute Appendicitis at Bugando Medical Centre, Mwanza, Tanzania. BMC Surgery,. 11: p. 4-4.

Medscape.(2017). Appendicitis Differential Diagnoses. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/773895-differential.

Al-gaithy, Z.K., (2012). Clinical value of total white blood cells and neutrophil counts in
patients with suspected appendicitis: retrospective study. World Journal of Emergency Surgery :
WJES, 7: p. 32-32.
Yokoyama, S., et al., (2009). C-Reactive protein is an independent surgical indication
marker for appendicitis: a retrospective study. World Journal of Emergency Surgery : WJES. 4:
p. 36-36.

Howell, J.M., et al., (2010). Clinical policy: Critical issues in the evaluation and
management of emergency department patients with suspected appendicitis. Ann Emerg Med.
55(1): p. 71-116.

Bolandparvaz, S., et al., (2004).Urinary 5-hydroxy indole acetic acid as a test for early
diagnosis of acute appendicitis. Clin Biochem, 2004. 37(11): p. 985-9.

Drake, F.T., et al., (2012.). Progress in the Diagnosis of Appendicitis: A Report from
Washington State’s Surgical Care and Outcomes Assessment Program (SCOAP). Annals of
surgery, 256(4): p. 586-594.

Poortman, P., et al. , (2003). Comparison of CT and sonography in the diagnosis of acute
appendicitis: a blinded prospective study. AJR Am J Roentgenol. 181(5): p. 1355-9.

Xu, Y., et al., (2017). Sonographic Differentiation of Complicated From Uncomplicated


Appendicitis: Implications for Antibiotics-First Therapy. J Ultrasound Med,. 36(2): p. 269-277.

Kaddah, R.O. and A.M. Ayad, (2016). Multidetector CT evaluation of alternative


diagnosis of clinically suspected acute appendicitis, appendicular and nonappendicular lesions.
The Egyptian Journal of Radiology and Nuclear Medicine. 47(3): p. 669-677.

Pickhardt, P.J., et al., (2011).The Role of Multidetector Computed Tomography for


Diagnosing Acute Appendicitis (Summaries for Patients). Annals of Internal Medicine. 154(12):
p. I-36.

Nurarif, amin huda &kusuma hardhi.(2013). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis Nanda NIC NOC.Yogyakarta: MedAction,

Potter, PA & Perry, AG.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses
Praktek. Edisi 4. Jakarta: EGC

Reksoprojo.(2005). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI.Jakarta. binarupa Aksara

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. (2005). buku ajar ilmu bedah. Edisi.2. Jakarta: EGC
Riawati djahja: Diagnosis Apendisitis. Diakses melalui:
ttps://www.alomedika.com/penyakit/bedah-umum/apendisitis/diagnosis

Anda mungkin juga menyukai