Mola Hidatidosa Referat
Mola Hidatidosa Referat
PENDAHULUAN
1
Penanganan mola hidatidosa tidak terbatas pada evakuasi kehamilan
mola saja, tetapi juga membutuhkan penanganan lebih lanjut berupa
monitoring untuk memastikan prognosis penyakit tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Definisi
berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili
pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter
sampai 1 atau 2 cm. Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa
ialah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik
Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam
rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut
uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar
bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya.
Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi
uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30
– 60 gram.
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu fundus bagian lambung di atas muara tuba
uterine. Badan uterus melebar dari fundus ke serviks. Isthmus terletak antara
3
badan dan serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus
melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui
os eksterna. Ligamentum pada uterus: ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan
panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh
darah dan ditutupi peritoneum. Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung
peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai
dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum
latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum,
sesudah keluar dari ovarium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan
ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal
lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam
4
trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan
2.3 Epidemiologi
5
terjadi kehamilan mola yaitu 1-2 kehamilan per 1000 kelahiran di Amerika
Serikat dan Eropa Insidensi mola hidatidosa dilaporkan pada bagian barat
Mola hidatidosa ditemukan kurang lebih 1 dari 600 kasus abortus medisinalis. Di
Asia insidensi mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat, dengan
Jepang yang melaporkan bahwa terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000
kehamilan per 1000 kelahiran. Secara etnis wanita Filipina, Asia Tenggara dan
Meksiko, lebih sering menderita mola daripada wanita kulit putih Amerika. Di
tinggi lagi yakni 1:120 kehamilan. Pada penelitian Maria Loho tahun 2015
2.4 Etiologi
ovum abnormal tersebut tidak diketahui. Bila fertilisasi dengan kondisi tersebut
chorion, amnion atau korda umbilikalis dan fetus juga tidak terbentuk. Sebaliknya
sel 5 trofoblast pembentuk plasenta akan berkembang pesat menjadi CMH. 4,5
Embrio atau janin pada PMH secara parsial berkembang tetapi biasanya tidak
6
kehamilan dianggap berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal terhadap ibu. 8,9 CMH
dapat berkembang setelah terjadinya abortus ataupun dari sisa-sisa sel trofoblast
a. Usia reproduksi
Mola hidatidosa (MH) dapat terjadi pada semua wanita dalam masa reproduksi.
Kehamilan pada usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun memiliki risiko
lebih tinggi mengalami MH.
b. Status gizi
Status gizi dianggap berpengaruh terhadap kejadian MH. MH sebagai suatu
kehamilan abnormal yang berasal dari ovum patologis. Keadaan tersebut
disebabkan oleh adanya defisiensi protein berkualitas tinggi (highclass protein).
Beberapa peneliti mengaitkan hal ini dengan kenyataan bahwa di Asia banyak
kejadian MH pada penduduk yang termasuk golongan sosioekonomi rendah
dengan tingkat konsumsi protein yang minim. Secara empiris, teori tersebut
didukung dengan tingginya angka kejadian MH pada beberapa daerah dengan
pola konsumsi rendah protein, seperti di Indonesia dan Filipina. Meski demikian,
teori tersebut belum menjawab kenyataan bahwa terdapat daerah-daerah dengan
angka kejadian MH tinggi pada penduduk yang mengonsumsi protein tinggi,
seperti seperti di Alaska dan Hawai. Defisiensi asam folat dan histidine pada
wanita hamil juga dianggap sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
kejadian MH. Pada wanita dengan defisiensi asam folat dan histidine, terutama
pada hari ke-13 dan 21 kehamilan, akan mengalami gangguan pembentukan
thymidine, yang merupakan bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi
ini akaan menyebabkan kematian embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada
gilirannya akan menimbulkan perubahan hidropik. Teori gizi sebagai faktor
risiko yang banyak dianut saat ini adalah teori yang diajukan oleh Parazzini &
Berkowitz, yaitu bahwa berdasarkan studi kasus kontrol, MH banyak terjadi
7
pada wanita dengan defisiensi B-Carotene/vitamin A. Hal ini pula yang dapat
menerangkan mengapa terjadi variasi dalam insidensi secara regional.
c. Riwayat Obstetri
Menurut WHO, riwayat obstetrik juga mempengaruhi kejadian MH. Hal ini
disebabkan pada wanita dengan riwayat MH sebelumnya berisiko mengalami
MH pada kehamilan selanjutnya. Begitu pula pada wanita dengan riwayat
melahirkan gemelli. Namun, multiparitas bukan merupakan faktor risiko MH.
d. Suku Bangsa dan Ras
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi pada wanita kulit hitam lebih
rendah dibandingkan yang lain. Insidensi MH pada wanita Euroasian dua kali
lebih tinggi dari wanita Cina, Melayu, dan India.
e. Genetik
Hasil penelitian sitogenetik menunjukkan bahwa pada kasus MH lebih banyak
normal. Pada wanita dengan kelainan sitogenik tersebut lebih banyak mengalami
2.6 Patofisiologi
8
sperma haploid (23X), yang mereplikasi dari kromosomnya sendiri.
Kromosom pada MHK berasal dari pihak ayah dan DNA mitokondria berasal
dari pihak ibu. Kromosom asal dari MHK adalah diploid. Pada 90 % kasus,
ovum yang kosong tidak mengandung genom DNA dibuahi oleh satu sperma,
yang berduplikasi DNA nya sendiri. Sehingga dapat menjadi 15 abnormal
46XX karyotip. Sedangkan 10% kasus, ovum yang kosong dibuahi oleh dua
sperma, hasilnya adalah abnormal 46XX atau 46XY karyotype.
Karyotip pada PMH biasanya triploid 69,XXX, 69,XXY, atau 69,XYY
dengan satu komplemen haploid ibu dan dua haploid ayah. Janin pada mola
parsial memiliki stigmata triploid, yaitu malformasi kongenital multipel dan
hambatan pertumbuhan, serta tidak mungkin hidup.
2.7 Gambaran klinis
kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing dan lain lain, hanya saja derajat
pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-
kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum
dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif
menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien mola
9
hidatidosa masuk dalam keadaan anemia. Seperti juga pada keharnilan biasa,
tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti
kita selalu mencari tanda-tanda preeklampsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya
penderita meninggal karena krisis tiroid. Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah
emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada
migrasi sel trofoblas ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi,
pada mola kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun
bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi
ada juga kasus-kasus di mana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up.
Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10,2 %, tetapi bila
lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan
2.8 Diagnosis
amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan
10
dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung
Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara bioasay,
100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, di mana
kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung mola.
Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah
banyak dan keadaan umum pasien menurun. Terbaik ialah bila dapat
comb) atau badai salju (snow storrn). Pada 20-50 % kasus dijumpai adanya massa
kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka-
lutein.
11
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi
janin yang ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.
Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada jrtga yang hidup sampai cukup
tempat vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi,
sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal. Umumnya mola
a. Diagnosis banding uterus yang ukurannya lebih besar dari pada umur
minggu , Kematian janin intra uterine , Solusio plasenta & missed abortion.
d. Diagnosa banding pemeriksaan USG → Missed abortion, Massa dirongga
panggul, Massa plasenta yang besar pada kehamilan ganda, Kematian janin
dalam rahim
2.10 Komplikasi
Komplikasi pada Ibu dengan mola hidatidosa adalah :
a. Perdarahan yang hebat sampai syok,kalau tidak segera ditolong dapat
berakibat fatal.
b. Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia,
c. Infeksi sekunder,
d. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan,
12
e. Menjadi ganas (PTG) pada kira-kira 18-20% kasus,akan menjadi mola
antara 7-12 mg/100 ml, sedangkan T3 tidak terlalu banyak meningkat, tetapi yang
Agaknya yang menyebabkan perubahan ini adalah kadar estrogen yang meninggi
pada kehamilan. Pada penyakit trofoblas baik mola maupun PTG perubahan fungsi
tiroid lebih menonjol lagi. Kadar T4 dalam serum biasanya melebihi 12 mg/100
ml, tetapi kadar TBG sendiri lebih rendah dibandingkan dengan pada kehamilan
biasa. Akibatnya kadar T4 bebas lebih tinggi. Terjadinya hiperfungsi tiroid pada
Dianggap ada peningkatan bila 2 atau lebih dari gambar ini ditemukan :
13
Diagnosis pasti hyperthyroidi adalah dengan pemeriksaan laboratorium yaitu
tindakan ini tanpa pengobatan yang cukup, dapat memperberat hipertiroidi yang
kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi.
14
Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga
tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan
invasif/koriokarsinoma.
c. Pemeriksaan Tindak Lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah
mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah
pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu
jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju kematian karena mola hampir tidak
ada lagi. Akan tetapi, di negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar
antara 2,2 % dan 5,7 %. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali
15
keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar
antara 5,56 %. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada
BAB III
KESIMPULAN
biasanya disertai keluhan uterus membesar lebih cepat dari biasa serta mengeluh
mual dan muntah yang lebih hebat dan tidak jarang pula terjadi perdarahan per
obstetric sebelumnya dengan mola hidatidosa, faktor ras dan suku bangsa, dan
genetik. Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan
amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan
dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detik jantung
Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin, baik secara bioasay,
16
perbaikan keadaan umum dan pengeluaran mola dengan cara vakum kuretase
ataupun histerektomi.
DAFTAR PUSTAKA
17
11. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
18