Anda di halaman 1dari 4

Hakikat Filsafat

Bila dilihat dari artikatanya, filsafat berasal dari dua kata Yunani: philo dan
shopia. Philo berarti cinta, sedangkan shopia berarti bijaksana. Dengan demikian,
philoshopia berarti cinta terhadap kebijaksanaan (Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid
Mutawalli, 2003). Karakteristik utama berpikir filsafat adalah sifatnya yang menyeluruh,
sangat mendasar, dan spekulatif. Sifatnya yang menyeluruh, artinya mempertanyakan
hakikat keberadaan dan kebenaran tentang keberadaan itu sendiri sebagai satu
kesatuan secara keseluruhan, bukan dari perspektif bidang per bidang, atau sepotong-
sepotong.

Menurut Suriasumantri (2000), pokok permasalahan yang dikaji filsafat


mencakup tiga segi, yaitu: apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika),
mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang
dianggap indah dan apa yang di anggap jelek (estetika). Itulah sebabnya mengapa
filsafat dikatakan sebagai indukndari seluruh cabang ilmu pengetahuan dan seni.
Sifatnya yang mendasar berarti bahwa filsafat tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu
adalah benar. Sifatnya yang spekulatif karena filsafat selalu ingin mencari jawab bukan
saja pada suatu hal yang sudah diketahui, tetapi juga segala sesuatu yang belum
diketahui.

Theo Huijbers (dalam Abdulkadir Muhammad, 2006) menjelaskan filsafat


sebagai kegiatan intelektual yang metodis, sistematis, dan secara reflektif menangkap
makna hakiki keseluruhan yang ada. Abdulkadir Muhammad menjelaskan filsafat
dengan melihat unsur-unsurnya sebagai berikut:

a. Kegiatan intelektual (pemikiran).


b. Mencari makna yang hakiki (interpretasi).
c. Segala fakta dan gejala (objek).
d. Dengan cara refleksi, metodis, dan sistematis (metode).
e. Untuk kebahagiaaan manusia (tujuan).

Untuk membedakan suatu cabang ilmu dengan cabang ilmu lainnya, dapat dilihat
dari tiga aspek, yaitu: (1) objek yang dikaji (ontologis), (2) prosedur/metode untuk
mengkajinya (epistemologis), dan (3) tujuan penggunaan filsafat/ilmu itu sendiri
(aksiologis).

Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu

No. Aspek Filsafat Ilmu


1 Ontologis Segala sesuatu yang Segala sesuatu yang
bersifat fisik dan bersifat fidik dan yang
nonfisik, baik yang dapat direkam melalui
dapat direkam melalui indra
indra maupun yang
tidak
2 Epistemologis Pendekatan yang Pendekatan ilmiah,
bersifat reflektif atau menggunakan dua
rasional-deduktif pendekatan: deduktif dan
induktif secara saling
melengkapi
3 Aksiologis Sangat abstrak, Sangat konkret, langsung
bermanfaat tetapi tidak dapat dimanfaatkan bagi
secara langsung bagi kepentingan umat
umat manusia manusia

Hakikat Agama

Berikut beberapa kutipan pengertian dan definisi untuk memperoleh


pemahaman tentang agama.

1. Agus M. Harjana (2005) mengutip pengertian agama dari Ensiklopedi Indonesia


karangan Hassan Shadily. Agama berasal dari bahasa sanskerta: a berarti
tidak , gam berarti pergi, dan a berarti tidak berubah. Jadi istilah agama berarti:
bersifat tidak pergi, tetap, lestari, kekal, tidak berubah. Dengan demikian,
agama adalah pegangan atau pedoman bagi manusia untuk mencapai hidup
kekal.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) menjelaskan bahwa
agama adalah satu bentuk ketetapan Ilahi yang mengarahkan mereka yang
berkekal—dengan pilihan mereka sendiri terhadap ketetapan Ilahi tersebut—
kepada kebaikan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat.
3. Abdulkadir Muhammad (2006) memberikan dua rumusan agama, yaitu:
menyangkut hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain
dan lebih daripada apa yang dialami oleh manusia, dan apa yang disyariatkan
allah dengan perantara para nabi-Nya, berupa perintah dan larangan serta
petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

Dari beberapa definisi diatas, dapat dirinci rumusan agama berdasarkan unsur-
unsur penting sebagai berikut:

1. Hubungan manusia dengan sesuatu yang tak terbatas, yang transdental, yang
Ilahi—Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berisi pedoman tingkah laku (dalam bentuk larangan dan perintah), nilai-nilai,
dan norma-norma yang di wahyukan langsung oleh Ilahi melalui nabi-nabi.
3. Untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan hidup kekal di akhirat.

Dalam pengertian agama tercakup unsur-unsur utama sebagai berikut:

1. Ada kitab suci.


2. Kitab suci yang ditulis oleh Nabi berdasarkan wahyu langsung dari Tuhan.
3. Ada suatu lembaga yang membina , menuntun umat manusia, dan menafsirkan
kitab suci bagi kepentingan umatnya.
4. Setiap agama berisi ajaran dan pedoman tentang:
a. Tatwa, dogma, doktrin, atau filsafat tentang ketuhanan.
b. Susila, moral, atau etika.
c. Ritual, upacara, atau tata cara beribadat.
d. Tujuan agama.
Hakikat Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat
tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini ,
kata etika sama pengertiannya dengan moral. Moral berasl dari kata Latin: mos
(bentuk tunggal), atau mores (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup (Kanter, 2001).

Berikut beberapa kutipan pengertian etika:

1. Ada dua pengertian etika, sebagai praksis dan sebagai refleksi. Sebagai
praksis, etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral baik yang di praktikkan
atau justru tidak dipraktikkan. Etika sebagai refleksinadalah pemilkiran moral
(Bertens, 2001).
2. Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan sengan hidup
yang baik dan buruk (Kanter, 2001).
3. Istilah lain dari etika adalah susila. Su artinya baik, dan sila artinya kebiasaan
atau tingkah laku. Jadi, susila berarti kebiasaan atau tingkah laku manusia yang
baik. Etika sebagai ilmu disebut tata susila, yang mempelajari tata nilai, tentang
baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari
sehingga tercipta hubungan yang baik diantara sesama manusia (Suhardana,
2006).

Dari uraian diatas , dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti.
Namun demikian setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:

a. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok
atau masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu tata atau tata susila adalah pemikiran/penilaian moral. Etika
sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran
terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis.

Hakikat Nilai

Nilai uang (harga) yang dibayar untuk memperoleh barang sering disebut nilai
ekonomis. Sesuatu yang memiliki nilai ekonomis karena sesuatu tersebut dapat
bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan hidup secara fisik, atau memberi kenikmatan
rasa dan fisik, atau untuk meningkatkan citra/gengsi. Apakah nilai hanya diartikan
sebatas nilai ekonomis saja?

Untuk memahami pengertian nilai secara lebih mendalam, berikut beberapa


kutipan definisi tentang nilai.
1. Doni Koesoema A. (2007) mendefinisikan nilai sebagai kualitas suatu hal yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dan dihargai sehingga
dapat menjadi semacam objek bagi kepentingan tertentu.
2. Fuad Farid Ismail dan Abdul Hamid Mutawalli (2003) merumuskan nilai sebagai
tandar atau ukuran (norma) yang kita gunakan untuk mengukur segala sesuatu.
3. Sorokin dalam Capra (2002) mengungkapkan tiga sistem nilai dasar yang
melandasi semua manifestasi suatu kebudayaan yaitu: nilai indriawi, ideasional,
dan idealistis. Sistem nilai indriawi menekankan bahwa nilai-nilai indriawi
(materi) merupakan realitas akhir (ultima), dan bahwa fenomena spiritual
hanyalah suatu manifestasi dari materi. Sistem nilai ideasional berada pada
ekstrem lain dimana realitas sejati berada di luar dunia materi, dan bahwa
pengetahuan sejati dapat diperoleh melalui pengalaman batin.saling
mempengaruhi antara kedua paham ini menghasilkan suatu tahap sintetis
tingkat menengah, yaitu sistem idealitas yang merupakan perpaduan harmonis
dan seimbang antara kedua nilai ekstrem indriawi dan ideasional tersebut.
4. Filsuf cemerlang asal Jerman, Max Scheller dalam bukunya yang berjudul
Formalisme in der Ethik und due Materiale Wertethik (dalam Suseno, 2006).
Berikut esensi dan pendapat Max Scheller sekitar persoalan nilai:
a. Ia membantah anggapan Immanuel Kant bahwa hakikat moralitas terdiri
atas kehendak memenuhi kewajiban.
b. Nilai-nilai itu bersifat material (berisi, lawan dari formal) dan apiori.
c. Harus dibedakan dengan tajam antara nilai-nilai itu sendiri (werte,
values) dan apa yang bernilai/realitas bernilai (guter, goods)
d. Cara menangkap nilai bukan dengan pikiran, melainkan dengan suatu
perasaan intensional.
e. Ada empat gugus nilai yang mandiri dan jelas berbeda antara satu
dengan lainnya, yaitu: (1) gugus nilai-nilai sekitar yang enak dan tidak
enak, (2) gugus nilai-nilai vital sekitar yang luhur dan yang hina, (3)
gugus nilai-nilai rohani, dan (4) gugus nilai-nilai tertinggi sekitar yang
kudus dan yang profane yang dihayati manusia dalam pengalaman
religius.
f. Pada gugus ketiga dan keempat, keduanya mempunyai ciri khas yaitiu
tidak mempunyai acuan apapun pada perasaan fisik disekitar tubuh kita.
Ada tiga macam nilai rohani, yaitu: (1) nilai estetik, (2) nilai-nilai yang
benar dan tidak benar, dan (3) nilai-nilai pengertian kebenaran murni.
g. Corak kepribadian, baik orang per orang maupun sebuah komunitas,
akan ditentukan oleh nilai-nilai mana yang dominan.

Dari penjelasan tentang nilai tersebut, dapat disimpulkan tiga hal, yaitu:

a. Nilai selalu dikaitkan dengan sesuati (benda, orang, hal).


b. Ada bermacam-macam (gugus) nilai selain nilai uang (ekonomis) yang sydah
cukup dikenal.
c. Gugus-gugus nilai itu membentuk semacam hierarki dari yang terendah sampai
dengan yang tertinggi.

Anda mungkin juga menyukai