Anda di halaman 1dari 9

II.

Teori Dasar

2.1 Protein

Protein menyediakan amino yang penting untuk tubuh dan digunakan sebagai
pondasi untuk pembentukan otot, tetapi tidak semua protein sama. Protein yang
terbesar dalam susu adalah kasein dan Whey. Kedua protein susu ini sama-sama
sumber asam amino essensial yang sempurna, tetapi mereka berbeda dalam satu
aspek yang penting. Whey adalah protein yang cepat dicerna dan kasein adalah
protein yang lambat dicerna (Poedjiadi, 1994 ).
Susu terdiri dari tiga komponen utama: air, lemak, dan protein. Protein yang
terdapat dalam susu terdiri dari dua jenis, yakni kasein dan whey. Ciri dari protein
adalah terdapatnya unsur N pada rantainya, tidak seperti lemak dan karbohidrat
yang hanya terdiri dari unsur C,H, dan O. Protein merupakan senyawa yang sangat
kompleks, terdiri dari 80% kasein dan 20% whey. Kasein termasuk jenus
phospoprotein, terdiri dari beberapa unit asam amino yang terikat dengan ikatan
peptida (Martoharsono, 1975).
Protein susu terbagi menjadi dua, yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh
asam dan rennin, serta protein Whey yang dapat mengalami denaturasi oleh panas
pada suhu 65ºC. Kasein dalam susu mencapai 80% dari total protein. Pengasaman
susu oleh aktivitas bakteri menyebabkan mengendapnya kasein. whey adalah
cairan susu tanpa lemak dan kasein (Retno et all, 2005).
Protein sangat mudah terdenaturasi (berubah lipatan molekulnya). Agen
denaturasi yang umum adalah suhu tinggi, pH ekstrem, konsentrasi tinggi suatu
senyawa seperti urea atau guanidin hidroklorida, dan detergen seperti natrium
dodesil sulfat (Philip et all, 2002).

2.2 Kasein

Kasein adalah protein yang paling banyak tersedia di susu. Protein ini relatif
tidak bisa larut, lambat dicerna dan cenderung membentuk struktur yang disebut
misel yang meningkatkan kelarutannya di air. Sedangkan whey adalah protein yang
cepat dicerna. Whey menyediakan hasil sintesa protein yang cepat karena whey
mengandung leusin dalam jumlah tinggi, yaitu asam amino yang potensial untuk
menstimulasi sintesa protein, sementara kasein menyediakan pasokan protein yang
berkesinambungan lama untuk pertumbuhan otot. Kasein didalam susu merupakan
partikel yang besar. Didalamnya tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan
mengandung zat-zat anorganik seperti kalsium, phosphor, dan magnesium (Anto,
1998).
Kasein termasuk jenis phospor protein, terdiri dari beberapa unit asam amino
yang terikat dengan ikatan peptida. Kasein di dalam susu merupakan partikel yang
Dalam keadaan murni, kasein berwarna putih seperti salju, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa yang khas. Kasein dapat diendapkan oleh asam, enzim, rennet dan
alkohol. Oleh karena itu kasein dalam susu dapat dikoagulasikan atau digumpalkan
oleh asam yang terbentuk di dalam susu sebagai aktivitas dari mikroba (Benardi,
1995).
2.3 Pemurnian Protein

Untuk memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang
tinggi, perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara
isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. (Wang, 1979)

Tahapan pemurnian protein adalah sebagai berikut:

1. Ekstraksi
Metode ekstraksi enzim ditentukan oleh jenis sumbernya. Enzim yang
terdapat pada tepung biji-bijian diekstraksi dengan cara mencampur pada media
cair kemudian diaduk, enzim dari bagian tanaman yang bersifat lunak diekstraksi
dengan dipotong kecil-kecil, dipres kemudian disaring dengan kain, sedangkan
untuk mengekstrak enzim dari daun dan biji-bijian atau daging dengan cara
digiling, dihomogenasi dalam media cair atau langsung diblender dalam media cair.
Dalam ekstraksi enzim dari tanaman atau daging digunakan bufer untuk
mempertahankan harga pH. Beberapa pH yang dapat digunakan misal: buffer tris-
hidroksimetil amino metan, bufer glisin dan bufer fosfat (Mayes et all, 1990).
2. Fraksinasi dengan salting out
Banyak metode yang digunakan untuk fraksinasi protein terutama
berdasarkan ukuran molekul dari protein. Sebagai contoh, protein yang diangkat
dari larutan dengan menambahkan garam, proses dari ukuran molekul protein yang
lebih besar ke ukuran yang lebih kecil. Peristiwa pemisahan atau pengendapan
protein oleh garam berkonsentrasi tinggi disebut salting out. Metode salting out ini
mungkin bergantung pada fenomena fisik, dua fenomena tersebut yang penting di
antaranya adalah penghentian dari daya tarik dari permukaan protein oleh ion garam
dan perpindahan air dari sekitar molekul protein oleh kompetisi dari ion dari garam
dengan air (Cantarow and Schepartz, 1963).
Salting out merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan protein
yang didasarkan pada prinsip bahwa protein kurang terlarut ketika berada pada
daerah yang konsentrasi kadar garamnya tinggi. Konsentrasi garam diibutuhkan
oleh protein untuk mempercepat keluarnya larutan yang berbeda dari protein satu
ke protein yang lainnya (Mayes et all, 1990).
Kegunaan dari ammonium sulfat untuk perpisahan protein adalah untuk
mempercepat dalam menghubungkan klasifikasi dari albumin dan globulin.
Sodium sulfat lebih sesuai untuk memisahkan analitik dari plasma protein
(Cantarow and Schepartz, 1963).
Pengaruh penambahan garam terhadap kelarutan protein berbeda-beda,
tergantung pada konsentrasi dan jumlah muatan ionnya dalam larutan. Semakin
tinggi konsentrasi dan jumlah muatan ionnya, semakin efektif garam dalam
mengendapkan protein (Yazid dan Nursanti, 2006).
Kelarutan protein akan berkurang bila kedalam larutan protein ditambahkan
garam- garam anorganik. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam
untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan
molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih menarik air
maka jumlah air yang tersedia untuk molekul protein akan berkurang (Mayes et all,
1990).
2.4 Sentrifugasi

Sentrifugasi banyak digunakan untuk mempercepat pengendapan protein.


Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis
molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih
berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di
atas. Teknik sentrifugasi tersebut dilakukan di dalam sebuah mesin yang bernama
mesin sentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi, contohnya 2500 rpm
(rotation per minute) atau 3000 rpm (Holme and Peck, 1993).

2.5 Kromatografi Gel

Teknik kromatografi permeasi gel (GPC) berkembang sebagai cara


penentuan bobot molekul polimer yang digunakan sejak tahun 1960-
an. Kromatografi gel merupakan metode kromatografi baru, meliputi kromatografi
eksklusi, kromatografi penyaring gel, dan kromatografi permeasi gel. Kromatografi
ini paling mudah dimengerti dan paling mudah dikerjakan dan sederhana. Diantara
aplikasinya dapat digunakan untuk menentukan bobot molekul polimer
(Sastrohamidjojo, 1985).

Metode ini dapat digunakan terhadap suatu cuplikan yang larut dan
penggunaan utama kromatografi gel biasanya dalam salah satu dari tiga hal ini.
Pertama, kromatografi gel sangat berguna untuk untk pemisahan spesies dengan
berat molekul tinggi (BM >2000), terutama yang tak terionkan. Selain dari resolusi
dari setiap makromolekuler seperti protein dan asam nukleat, kromatografi gel
dapat digunakan untuk mendapatkan distribusi berat molekul dari polimer sintetis.
Kedua, campuran sederhana dapat dipisahkan secara mudah dengan kromatografi
gel, terutama jika penyusun campuran itu memiliki berat molekul yang sangat
berbeda. Untuk hal ini dapat dilakukan dalam jumlah besar. Ketiga, kromatografi
gel sangat cocok untuk kerja awal, pemisahan eksplorasi dari cuplikan yang tak
diketahui. Pemisahan ini memberikan gambaran isi cuplikan, sehingga dapat
diketahui dengan cepat apakah cuplikan itu memiliki berat molekul rendah atau
berat molekul tinggi (Sastrohamidjojo, 1985).
Metode ini didasarkan pada teknik fraksinasi yang tergantung dari ukuran
molekul polimer yang diinjeksikan ke dalam suatu kolom yang terdiri atas gel
berpori berjari – jari sekitar 50 – 1060 A. Kolom dapat melewatkan molekul pelarut
yang merupakan fasa bergerak, sedangkan molekul polimer yang lebih kecil dapat
memasuki pori – pori gel, karena itu bergerak lebih lambat disepanjang kolom
dibanding molekul besar (Sastrohamidjojo, 1985).

2.6 Kromatografi Afinitas

Kromatografi afinitas memisahkan protein-protein berdasarkan interaksi


reversibel antara satu protein dan pasangan ligan spesifik ke matriks kromatografi.
Teknik ini ideal untuk menangkap tahap intermediet dalam protokol pemurnian dan
dapat digunakan kapanpun ligan yang cocok sesuai untuk ketertarikan dari protein
atau protein-protein tersebut. Kromatografi tipe ini menggunakan bahan stasioner
jenis khusus untuk mengikat salah satu komponen dari sampel campuran secara
spesifik. Molekul pengikat tersebut memiliki nilai afinitas khusus, yang cenderung
mudah mengikat suatu substansi tertentu. Sifat inilah yang digunakan untuk proses
kromatografi afinitas (Sastrohamidjojo, 1985).
Pembahasan

Whey adalah protein essensial yang dibuthhkan tubuh tetapi tubuh tidak
memproduksi atau hanya sedikit yang menghasilkan whey. Whey bisa diperoleh
dari sapi ataupun kambing. Whey protein dikenal dengan dua istilah yaitu High
Grade Whey Protein Concentrate (WPC) yang mengandung antara 75 – 80%
protein dan Whey Protein Isolate (WPI) yang mengandung antara 90 – 94% protein.
Pembuatan serbuk whey protein (WPC) dapat dilakukan dengan du acara, yang
pertama adalah dengan pemanasan dan pengandukan hingga diperoleh serbuk whey
dan yang kedua adalah dengan proses pengendapan menggunakan metode Salting
Out.
Pada pembuatan whey protein dimana pada tahap pembuatannya susu
yang digunakan adalah susu ultramilk. Susu terlebih dahulu di panaskan pada suhu
90ºC dimana tujuannya untuk menurunkan kelarutan protein sehingga dapat
mengendapkan protein susu pada kondisi yang sesuai. Pemanasan dapat
menyebabkan denaturasi atau rusaknya struktur protein sehingga mempercepat
pengendapan protein. Pemanasan tidak dilakukan pada suhu yang sangat tinggi
melainkan pada suhu 90˚C agar denaturasi struktur protein tidak terlalu banyak /
hanya mengubah kestabilannya Pada dasarnya kasein merupakan protein yang
stabil terhadap pemanasan dan tidak mengalami denaturasi apabila air susu
dipanaskan. Akan tetapi pemanasan ini akan mengubah stabilitas kasein dan
menyebabkan kasein nantinya mudah dilakukan pengendapan (presipitasi).
Kemudian susu yang dipanaskan ditambah dengan 1 gram asam sitrat ke dalam
susu. Adanya penambahan asam pada susu yang dipanaskan mengakibatkan
penambahan ion H+ sehingga akan menetralkan protein dan menuju tercapainya pH
isoelektrik. pH isoelektrik adalah keadaan dimana asam amino mempunyai muatan
listrik yang netral. Titik isoelektrik untuk asam amino yang asam terletak kira-kira
pada pH = 3. Pada titik isoelektris ini kasein bersifat hidrofobik, kasein akan
berikatan antar muatannya sendiri membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi
pengendapan yang relatif cepat. Jika asam ditambahkan ke dalam susu, muatan
negatif pada permukaan luar misel ternetralisasi dan protein menjadi netral dan
terpresipitasi (membentuk endapan)
Dalam kondisi asam atau pH yang rendah, kasein akan mengendap karena
memiliki kelarutan yang rendah pada kondisi asam. Penambahan asam dapat
menghilangkan muatan listrik dari partikel kasein karena asam akan mengikat
kalsium dan kalsium kaseinat, sehingga kasein menjadi terlepas dan terbentuk
endapan. Setelah penambahan asam sitrat, sambil diaduk sampai terdapat endapan
dengan filtrat, kemudian filtrat ditampung.

Setelah pembuatan Whey protein yang menghasilkan filtrat, filtrat masing


– masing dibagi menjadi dua bagian pada tabung reaksi dimana pada tabung
pertama filtrat ditambahkan dengan pereaksi Millon dan menghasilkan warna
kuning lalu menjadi keruh dan kemudian menjadi bening dan tidak ada endapan.
Ini menunjukkan bahwa pada filtrat tersebut menghasilkan uji positif ketika
ditambahkan pereaksi Millon yang artinya filtrat tersebut mengandung protein.
Kemudian pada tabung kedua yaitu filtrat ditambahkan dengan pereaksi biuret yang
bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan peptida di dalam larutan. menghasilkan
warna kuning awalnya lalu bening kemudian lebih keruh lalu menjadi warna ungu
muda. Hal ini menunjukkan bahwa filtrat tersebut mengandung protein karena pada
pereaksi Biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-
ikatan peptida yang menyusun protein membentuk senyawa kompleks berwarna
ungu Akan tetapi, ketika ditambahkan pereaksi Biuret, awalnya menjadi berwarna
kuning lalu lama – kelamaan filtrat menjadi berwarna ungu muda yang artinya
dalam filtrat positif mengandung protein.

Prosedur selanjutnya pada pembuatan Whey protein adalah pembuatan


serbuk Whey dengan cara salting out atau pengendapan, dimana pada prosedur ini
10 ml filtrat ditambahkan garam ammonium sulfat yang kemudian endapan yang
didapat disaring hal ini bertujuan untuk memisahkan endapan dengan larutannya
dan dicuci dengan aquadest dimana hal ini bertujuan agar dapat membersihkan
endapan dari asam sitrat. kemudian didapatlah bobot endapan sebesar 4,4 gram
sehingga rendemen endapan yang didapat adalah sebesar 44,081% . ini
menunjukkan bahwa kasein yang terdapat di dalam susu ultramilk adala sebesar
44,081%.

Kemudian dilakukan pembuatan serbuk Whey dengan cara pengeringan.


Terlebih dahulu 20mL filtrat dipanaskan sambal diaduk secara konsisten kemudian
pemanasan yang bertujuan menurunkan kelarutan protein lalu dilanjutkan hingga
larutan menjadi serbuk dan serbuk yang dihasilkan dihitung rendemen endapannya.
Didapatlah hasil endapan dengan bobot sebesar 17,63 gram sehingga rendemen
yang didapat sebesar 2,938% yang artinya kasein yang terdapat di dalam susu
adalah sebesar 2,938%. Maka dapat dinyatakan bahwa untuk membuat serbuk
Whey protein, lebih efektik menggunakan cara salting out atau pengendapan karena
hasil endapan yang dihasilkan atau serbuk Whey lebih banyak daripada dengan cara
pengeringan yang ditandai dengan hasil rendemen dari cara salting out cukup jauh
daripada rendemen yang didapat dengan cara pengeringan. Dimana perbedaannya
sampai 41,143% .
DAFTAR PUSTAKA

Anto. 1998. Mengenal Susu dan Manfaatnya. UGM: Yogyakarta


Benardi. 1995. Makanan Fungsional Kanisius. Mediatama: Jogjakarta.
Cantarow and Schepartz. 1963. Biokimia Untuk Universitas. UI Press: Jakarta.

Holme.D.J and Peck Hazel. 1993. Analytical Biochemistry Second Edition.


Longman Scientific & Technical: New York.

Kuchel.Philip,Ralston.Gregory, and Cullen.Katherine. 2002. Terjemahan Biokimia


Schaum’s easy outlines. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Martoharsono, Soeharsono. 1975. Biokimia. Gadjah Mada University Press:


Yogyakarta.

Mayes. P.A., Granner, D.K., Rodwell, V.W., dan Martin, D.W. 1990. Biokimia
Harper Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran: Jakarta.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press: Jakarta

Retno, et all. 2005. Buku Ajar Bedah Bagian 2, Penerjemah: Andrianto Petrus.
Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Sastrohamidjojo, H. 1985. Kromatografi. Liberty: Yogyakarta.

Wang, I.C. 1979. Fermentation and Enzymes Technology. John Wiley and Sons:
New York

Yazid dan Nursanti. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis.
Penerbit Andi: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai