Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TUTORIAL 4

TRIAGE DAN BENCANA

Disusun Oleh:
Kelompok 5

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL AHMAD YANI
AGUSTUS 2018
Anggota kelompok 5 :
Vania Deviana Faustine 4111151004
Miftahudin 4111151008
Syifa Besta 4111151031
Nauvi Nurintania Sari 4111151024
Nurul Aprilia 4111151026
Putri Alizzah Dwi P 4111151052
Louis Julian Saputra 4111151078
Hasna Naufal 4111151082
Novia Kumala Beatrice 4111151101
Regita Andani P 4111151149
Syifa Salsabila 4111151150
Nadhillah Amalia Santoso 4111151152
Diandra Ayu B 4111151156
Thiara Haifa Kuntara Putri 4111151169
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai seorang dokter di IGD Rumah Sakit, saudara diperintahkan untuk


menjadi triage officer saat bencana letusan gunung merapi di Yogyakarta.
Mendapat laporan bahwa 15 orang terjebak, sehingga dikirim tim SAR
sebanyak 8 orang menggunakan helikopter. Ternyata di tengah perjalanan
helikopter hilang kontak. Tim SAR darat mencari helikopter, dan menemukan
helikopter ternyata terjatuh dan terbakar. 4 orang tim SAR helikopter telah
ditemukan meninggal. Dari 15 orang korban letusan, 4 orang berhasil
ditemukan.

Korban letusan:

Korban 1: Laki-laki, 8 tahun, dalam posisi duduk, tampak sesak napas,


terdengar wheezing, napas tersengal-sengal, bicara hanya dapat satu kata,
terdapat luka lecet di daerah kaki kanan. TD 90/60; R 14x/menit tidak adekuat;
N 120x/menit

Korban 2: Wanita, sekitar 20 tahun, tampak ketakutan, menangis dan berteriak-


teriak memanggil nama suaminya, mengeluh dada berdebar-debar, sesak napas,
dan merasa tercekik dan takut mati. Tanda vital semua dalam batas normal

Korban 3: Wanita, 30 tahun, sesak semakin memberat, terlihat luka bakar di


kepala, tampak gerakan pernapasan di dada simetris. TD 100/60; N 100x/menit;
R 32x/menit
Korban 4: Laki-laki, 5 tahun, sadar, menangis, tampak luka kecet pada sisi
kanan dari dada sampai kaki. Tanda vital semua dalam batas normal

Korban helikopter:

Korban 1: Laki-laki, 30 tahun, tidak sadar, sesak, terlihat jejas di kepala,


tampak gerakan pernapasan di dada tidak simetris, dan terlihat jejas di dada
kanan, tampak deformitas di tungkai kanan. TD 80/60; N 140x/menit; R
35x/menit

Korban 2: Laki-laki, 60 tahun, mengeluh nyeri dada kiri, keringat dingin,


menjalar ke lengan kiri, terdapat luka terbuka di kedua tungkai bawah

Korban 3: Laki-laki, 30 tahun, terlihat luka tembus dahan pohon di daerah


perut. Tidak ada napas. Tidak ada nadi

Korban 4: Laki-laki, 25 tahun, sadar, terlihat luka bakar di wajah, dan rambut
terlihat terbakar. Tampak jejas di lengan kanan dan tungkai. TD 110/80; N
80x/menit; R 20x/menit

Anda akan mengirim pasien-pasien tersebut sesuai prioritasnya ke definitif care.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Resume Kasus dan dasar dari kasus tersebut?


2. Bagaimanakah Triage dari kasus tersebut?
3. Bagaimanakah Penatalaksanaan yang tepat pada kasus?
4. Bagaimanakah Protokol Sistem Transport Pasien pada kasus tersebut?
5. Bagaimanakah Manajemen Bencana pada kasus yang benar dan tepat ?
6. Bagaimana karakteristik pada korban bencana selain pada kasus?
7. Bagaimana Sistem Komando Bencana pada kasus?
8. Bagaimana penetapan perencanaan penanganan yang tepat pada kasus
9. Bagaimana sarana pendukung yang harus disiapkan dalam kasus
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyelesaian

1. Resume Kasus

Korban Letusan
1. Laki-laki, 8 tahun, dalam posisi MERAH
DK/ Status Asmatikus
duduk, tampak sesak napas,
Primary survey:
terdengar wheezing, napas A: clear
B: oksigenasi, nebulisasi (salbutamol)
tersengal-sengal, bicara hanya
C: IV line (infus RL)
dapat satu kata, terdapat luka lecet E: debridemen luka
di daerah kaki kanan. TD 90/60; R
14x/menit tidak adekuat; N
120x/menit
2. Wanita, sekitar 20 tahun, tampak HIJAU
DK/ Gangguan Cemas
ketakutan, menangis dan berteriak-
Primary survey: ABCDE clear
teriak memanggil nama suaminya, Persiapan obat penenang: diazepam
mengeluh dada berdebar-debar,
sesak napas, dan merasa tercekik
dan takut mati. Tanda vital semua
dalam batas normal
3. Wanita, 30 tahun, sesak semakin MERAH
DK/ Suspek trauma inhalasi & luka bakar
memberat, terlihat luka bakar di
Primary survey:
kepala, tampak gerakan pernapasan A: bebaskan jalan napas
B: oksigenasi (sungkup non re-breathing)
di dada simetris. TD 100/60; N
E: tentukan derajat luka bakar,
100x/menit; R 32x/menit
penanganan luka bakar
4. Laki-laki, 5 tahun, sadar, HIJAU
DK/ Luka lecet dada sampai kaki
menangis, tampak luka kecet pada
Primary survey: ABCD clear
sisi kanan dari dada sampai kaki. E: luka lecet
Tanda vital semua dalam batas
normal.
Korban Helikopter
1. Laki-laki, 30 tahun, tidak sadar, MERAH
DK/ Suspek pneumothorax+deformitas
sesak, terlihat jejas di kepala,
tungkai kanan
tampak gerakan pernapasan di
Primary survey:
dada tidak simetris, dan terlihat A: collar neck, pasang ETT
B: torakosentesis, oksigenasi, chest tube
jejas di dada kanan, tampak
C: IV line (infus RL hangat)
deformitas di tungkai kanan. TD D: periksa GCS, pupil
E: periksa trauma di tempat lain
80/60; N 140x/menit; R 35x/menit
2. Laki-laki, 60 tahun, mengeluh MERAH
DK/ Infark Miokard Akut + Luka terbuka
nyeri dada kiri, keringat dingin,
kedua tungkai
menjalar ke lengan kiri, terdapat
Primary survey:
luka terbuka di kedua tungkai B: oksigenasi (sungkup non re-breathing)
D: balut tekan u/ luka terbuka
bawah
Berikan aspirin, nitrogliserin
3. Laki-laki, 30 tahun, terlihat luka HITAM
Identifikasi identitas
tembus dahan pohon di daerah
perut. Tidak ada napas. Tidak ada
nadi
4. Laki-laki, 25 tahun, sadar, terlihat KUNING
DK/ Luka Bakar
luka bakar di wajah, dan rambut
Primary survey:
terlihat terbakar. Tampak jejas di C: infus RL
E: penanganan luka bakar, nilai derajat
lengan kanan dan tungkai. TD
luka bakar
110/80; N 80x/menit; R 20x/menit

2. Triage

Triage berasal dari bahasa Prancis trier bahasa Inggris triage dan diturunkan
dalam bahasa Indonesia triage yang berarti sortir, yaitu proses khusus memilah
pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan
gawat darurat. Tujuan dari triage dimanapun dilakukan, bukan saja supaya
bertindak dengan cepat dan waktu yang tepat tetapi juga melakukan yang terbaik
untuk pasien. Triage dilakukan berdasarkan pada ABCDE, beratnya cedera,
jumlah pasien yang datang, sarana kesehatan yang tersedia serta kemungkinan
hidup pasien. Dalam prinsip triage diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah
penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan yang mengacu
pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien berdasarkan : 1)
Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit. 2) Dapat mati dalam
hitungan jam. 3) Trauma ringan. 4) Sudah meninggal.
1. Prioritas I
Warna merah untuk berat dan biru untuk sangat berat. Mengancam jiwa
atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, mempunyai
kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya
sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong
pada tangan dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%.
2. Prioritas II
Warna kuning. Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak
segera ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan
bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas, trauma bola
mata.
3. Prioritas III
Warna hijau. Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak perlu segera.
Penanganan dan pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-
luka ringan.
4. Prioritas 0

Warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah.
Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala berat,
kematian.

Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
metode Simple Triage and Rapid Treatment (START). Pelaksanaan triage
dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas. Tanda triage
dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatan dengan
bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Dalam memilah pasien,
petugas melakukan penilaian kesadaran, ventilasi, dan perfusi selama kurang dari
60 detik lalu memberikan tanda dengan menggunakan berbagai alat berwarna,
seperti bendera, kain, atau isolasi. Pelaksanaan triage metode START meliputi:
1) Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri ke areal
yang telah ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
2) Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa :
3) Pernapasan
a. Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label MERAH.
b. Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas dan
bersihkan jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai maka beri
label MERAH, bila tidak beri HITAM.
c. Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian kapiler.
4) Waktu pengisian kapiler :
a. Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri MERAH, hentikan perdarahan
besar bila ada.
b. Bila kurang dari 2 detik maka nilai status mentalnya.
c. Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila tidak ada
maka ini berarti bahwa tekanan darah penderita sudah rendah dan perfusi
jaringan sudah menurun.
5) Pemeriksaan status mental :
a. Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah sederhana
b. Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana maka beri
MERAH.
c. Bila mampu beri KUNING

Berikut ini adalah bagan pelaksanaan triage menggunakan metode START:


3. Penatalaksanaan Pasien

1. Pra Rumah Sakit

 Korban Letusan

 Korban 1: Oksigenasi, salbutamol inhaler (jika ada), lalu segera kirim


ke RS

 Korban 2: Pemantauan tanda vital, cek keadaan psikis

 Korban 3: Pemantauan tanda vital, perkiraan luas luka bakar, pasang Iv


line (jika tersedia)

 Korban 4: Pemantauan tanda vital, cek keadaan psikis

 Korban Helikopter

 Korban 1: Torakosentesis, oksigenasi, chest tube (jika ada)

 Korban 2: Oksigenasi, nitrat sublingual (jika tersedia)


 Korban 3: pastikan tanda-tanda kematian, beri tanda hitam, lapor pihak
RS dan pemerintah

 Korban 4: perkiraan luas luka bakar, pemantauan tanda vital

2. Rumah Sakit

 Korban Letusan

 Korban 1:

Airway clear; Breathing memberikan oksigenasi, lalu secepatnya


dilakukan nebulisasi menggunakan B2 Agonis setiap 1-2 jam atau 2-4
jam; Circulation dilakukan pemasangan IV line, berikan Aminophilin 6-
8 mg/kgBB dalam Nacl selama 20-30 menit; Disability pasien dalam
keadaan sadar; Exposure lakukan pemeriksaan di seluruh badan untuk
mengetahui apakah terdapat trauma di tempat lain atau tidak.

 Korban 2:

Pada korban 2 letusan, primary survey (airway, breathing,


circulation, disability, dan exposure) sudah clear. Dokter menyiapkan
obat penenang untuk pasien, jika kondisi cemas pasien semakin
memburuk, rujuk ke psikiatri.

 Korban 3:

Pada korban 3 letusan, Airway pastikan baik, jika pasien tidak


sadar dan dipenuhi dengan jelaga di jalan napasnya, lakukan
pemasangan alat untuk membuka jalan napas dengan oropharyngeal
tube; breathing dilakukan pemberian oksigen menggunakan sungkup
non re-breathing 10-12 liter per menit; circulation dilakukan
pemasangan IV line; Disability pastikan pasien tidak mengalami cedera
kepala dengan memeriksa GCS; Exposure lakukan penanganan luka
bakar.

 Korban 4:
Pada korban letusan 4, airway, breathing, circulation, disability clear.
Namun harus dilakukan pemeriksaan di tempat lain untuk mengetahui
apakah terdapat trauma lain atau tidak dan lakukan penanganan luka.

 Korban Helikopter

 Korban 1:

Pada korban helicopter 1, Airway pastikan baik, jika pasien tidak


sadar, lakukan pemasangan alat untuk membuka jalan napas dengan
oropharyngeal tube atau dengan endotracheal tube. Lakukan
pemasangan neck collar tube karena ditakutkan pasien mengalami
trauma cervical; breathing dilakukan torakosentesis dan pemasangan
chest tube; circulation dilakukan pemasangan 2 IV line; Disability
memeriksa GCS dan pupil untuk mengetahui apakah pasien menderita
cedera kepala atau tidak; Exposure cek trauma di tempat lain dengan
melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Dilakukan pemeriksaan
penunjang berupa foto thorax dan lakukan monitoring.

 Korban 2:

Korban 2 helikopter airway clear; breathing dilakukan pemberian


oksigen melalui sungkup non re-breathing sebanyak 10-12 liter per
menit; circulation lakukan pemasangan IV line dan berhentikan
perdarahan dari luka terbuka dengan cara balut tekan. Karena pasien
mengalami Infark miokard akut, maka dilakukan pemberian morfin,
nitrat sublingual, aspirin.

 Korban 3:

Pada korban 3 helikopter kemungkinan pasien sudah dalam


keadaan tidak bernyawa, maka dari itu harus memastikan tanda-tanda
kematian dan tidak perlu dilakukan resusitasi jantung paru.

 Korban 4:
Pada korban 4 helikopter airway dan breathing sudah clear, lakukan
pemasangan IV line dan lakukan penilaian derajat luka bakar dan
lakukan penanganan luka bakar.

4. Protokol Sistem Transport Pasien

 Memeriksa stabilitas korban


 Memeriksa peralatan yang dipasang pada korban
 Monitoring korban sebelum dilakukan pemindahan ke fasilitas lain
 Penanggung jawab transportasi merupakan petugas senior dari Dinas
Pemadam Kebakaran atau Layanan Ambulans

5. Manajemen Bencana
Siklus Penanganan Bencana (Disaster Management Cycle), yang dimulai dari
waktu sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan pencegahan, mitigasi
(pelunakan/pengurangan dampak) dan kesiapsiagaan. Pada saat terjadinya
bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat setelah
terjadinya bencana berupa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Berikut ini
adalah siklus manajemen bencana:

Pada Pra bencana terdapat pencegaha, mitigasi, dan kesiapsiagaan. Sedangkan


pada saat bencana terdapat tanggap darurat. Dan pada pasca bencana terdapat
pemulihan (recovery), rekonstruksi (development), dan rehabilitasi. Pada saat pra
bencana seharusnya dilakukan pendataan area bencana atau disebut hazard
mapping, mengenal karakteristik penduduk, mengetahui ketersediaan fasilitas atau
peralatan yang dibutuhkan. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik
melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam
bencana. Mitigasi merupakan serangkaian upaya unutk mengurangi risiko
bencana baik melalui pembangunan fisik atau penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kesiapsiagaan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Rehabilitasi merupakan
perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public atau masyarakat sampai
dengan tingkat yang memadai dengan sasaran utama untuk normalisasi secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca
bencana. Rekonnstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan
prasarana.

6. Karakteristik Korban Bencana

Jenis Bencana Karakteristik Permasalahan


Erupsi gunung • ada peringatan, dapat • Debu vulkanik mjd masalah
berapi  dapat diprediksi pernapasan
• Merusak bangunan • Tercemar sumber air
terjadi gempa bumi
• Kebakaran • Luka bakar
• Banjir lava • Perlu evakuasi & tindakan
• Awan panas
medis
• Stress, patah tulang, trauma
inhalasi jangka lama
Tanah longsor • Cepat tanpa • Perlu evakuasi dan tindakan
peringatan medis segera
• Kerusakan bangunan • Kerusakan akses
• Menutup akses
transportasi darat
Tsunami • Ada tanda peringatan • Waktu evakuasi yang singkat
• Gelombang merusak • Tindakan evakuasi & medis
tsunami (bangunin & segera
infrastruktur)
Banjir • Onset bisa cepat, • Dapat mengakibatkan
lambat, atau tanpa masalah kesehatan di masyarakat
• Perlu evakuasi
peringatan
• Terkait musim
Gempa Bumi • Onset mendadak • Akses yang bermasalah
• Tanpa peringatan • Kerusakan bangunan

7. Sistem Komando Bencana


Pos Komando merupakan unit kontrol multisektoral yang dibentuk dengan
tujuan: 1. Mengoordinasikan berbagai sektor yang terlibat dalam penatalaksanaan
di lapangan. 2. Menciptakan hubungan dengan sistem pendukung dalam proses
penyediaan informasi dan mobilasi sumber daya yang diperlukan. 3. Mengawasi
penatalaksanaan korban. Semua hal di atas hanya dapat terwujud jika Pos
Komando tersebut mempunyai jaringan komunikasi radio yang baik.
Pos Komando merupakan pusat komunikasi/koordinasi bagi penatalaksanaan
pra Rumah Sakit. Pos Komando ini secara terus menerus akan melakukan
penilaian ulang terhadap situasi yang dihadapi, identifikasi adanya kebutuhan
untuk menambah atau mengurangi sumber daya di lokasi bencana untuk:
1. Membebastugaskan anggota tim penolong segera setelah mereka tidak
dibutuhkan di lapangan. Dengan ini, Pos Komando turut berperan dalam
mengembalikan kegiatan rutin di Rumah Sakit.
2. Secara teratur mengatur rotasi tim penolong yang bekerja di bawah situasi
yang berbahaya dengan tim pendukung.
3. Memastikan suplai peralatan dan sumber daya manusia yang adekuat.
4. Memastikan tercukupinya kebutuhan tim penolong (makanan dan minuman).
5. Menyediakan informasi bagi tim pendukung dan petugas lainnya, serta media
massa (melalui Humas).
6. Menentukan saat untuk mengakhiri operasi lapangan.

8. Menetapkan Perencanaan Penanganan Berdasarkan Analisis


Permasalahan
1. Korban  membuat RS. Lapangan, melakukan triage, membuat rujukan
ke RS. yang lain
2. Fasilitas  membuat tempat pengungsian, menyiapkan obat-obatan dan
alat kesehatan
3. Geografis  tempat evakuasi yang aman dari bencana, tempat melakukan
triage yang aman, RS. yang aman dari bencana
4. SDM  mengirimkan full team yang lengkap
5. Jumlah Korban  menentukan RS. yang akan dirujuk, menentukan
fasilitas medis yang ada

9. Pertimbangan Berkaitan Dengan Lokasi, SDM, Waktu dan Sarana


Pendukung yang dipersiapkan
1. Lokasi  tempat pengungsian, posko, penampungan air bersih, MCK,
dapur umum
2. Sarana  tenda pengungsian, peralatan komunikasi, peralatan medis
(obat-obatan, dll), peralatan non medis (makanan, minuman, baju, masker,
boots, google, selimut, dll), dan transportasi
3. SDM  tim SAR, tim bantuan sosial, tim bantuan medis
4. Waktu  Rotasi SDM; Penetapan jangka waktu korban hilang; Lama
waktu korban di tenda pengungsian

Anda mungkin juga menyukai