1
2
itu dari segi pelayanan, maupun keberadaannya. Hingga kini, keberadaan Kesuma
sebagai kelompok dukungan bagi keluarga ODHA, telah banyak dirasakan
manfaatnya. Meski demikian, keberadaan Kesuma masih sebatas orang tertentu
saja yang mengetahui. sebagian besar orang tua mendukung penanganan terhadap
HIV/AIDS. Cuma, orang tua tidak sepenuhnya tahu tentang hal itu. Seorang anak
tidak mungkin memecahkan masalahnya sendiri. Anak butuh bantuan. Dan
bantuan yang pertama kali diminta adalah dari orang tua atau keluarga.
Injecting Drug User (IDU) merupakan salah satu jenis pengguna narkoba
yang lebih spesifik. Komunitas ini hanya menggunakan narkoba dengan cara
disuntikkan, karena itu lebih berisiko terkena berbagai macam penyakit menular
dibandingkan dengan pengguna narkoba lainnya. Hal ini disebabkan perilaku IDU
yang sering berbagi jarum antar sesama IDU (needle sharing), sehingga akan
lebih mudah tertular penyakit, misalnya Hepatitis C bahkan HIV-AIDS.
Data pada pengguna narkoba suntik di Asia sebanyak 1.3 – 2 juta jiwa dan
dari total kasus yang ada, lebih dari 1 juta jiwa adalah pengguna narkoba suntik
(IDU). Dimana 19% dari total kasus yang ada terinfeksi HIV/AIDS.
Angka pengguna narkoba di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut perkiraan jumlah pengguna narkoba di Indonesia berkisar antara 1,3
sampai dengan 3 juta jiwa, dan didominasi kota besar. Diperkirakan jumlah IDU
di Indonesia sekitar 600 ribu sampai dengan 1 juta jiwa. Pengguna IDU rata-rata
berumur antara 16-25 tahun.
Kejadian IDU selalu berhubungan dengan kejadian HIV/AIDS ( ODHA ).
Data nasional berdasarkan Departemen Kesehatan RI menunjukkan penurunan
tingkat resiko penularan HIV/AIDS lewat jalur hubungan seksual. Bila sebelum
tahun 1999 persentase penularan lewat jalur tersebut sebesar 80 persen, tahun
1999 menurun menjadi 50 persen dan tahun 2002 menurun lagi menjadi 48
persen. Sementara kasus-kasus HIV/AIDS pada pemakai narkoba, atau IDU
(Intravenous Drug Users) justru makin meningkat. Disebutkan, kasus-kasus
HIV/AIDS pada pemakai narkoba menurun dalam kurun enam tahun terakhir dan
cenderung stabil. Berkebalikan dengan persentase IDU. Bila pada tahun 1987 -
Juni 1999 hanya ditemukan 6 kasus di kalangan IDU, Desember 1999 terjadi
peningkatan 25 kasus, yang meningkat lagi menjadi 780 kasus tahun 2002. Dan
3
pada Desember 2005 tercatat 3.719 kasus IDU. Dampak IDU tersebut tentu saja
sangat erat dengan HIV/AIDS. Jumlah penderita HIV/AIDS yang tertular lewat
berbagai jalur, hubungan seksual, pemakaian jarum suntik, transfusi darah hingga
tahun 2005 mencapai 4.244 orang untuk HIV dan 5.321 orang (AIDS).
Diperkirakan kasus-kasus tersebut masih permukaan, realitanya masih lebih
banyak kasus yang belum terungkap. Bahkan Departemen Kesehatan
memperkirakan pada tahun 2007 kasus IDU yang tercatat setidaknya ada
90.000-130.000 kasus, dimana sebagian besar tidak melaporkan. ( Bernas, 2007 )
Saat ini, Jatim menduduki posisi ketiga sebagai provinsi yang jumlah
orang hidup dengan HIV-nya terbanyak setelah DKI Jakarta dan Papua. Walau
dalam data yang di dapat dari Depkes RI masih menduduki perangkat ketiga,
jumlah penderita di Jatim memang cenderung meningkat dan bisa mengalahkan
Jawa Barat dalam jumlah. Selama tahun 2006, terdapat 863 kasus AIDS, 475
kasus HIV dan 258 diantaranya meninggal (Depkes RI).
Data dari RSJ Menur Surabaya memperlihatkan bahwa dari 17 pasien
yang ada diruang Napza, sebanyak 76.5% (13 pasien) adalah pengguna (IDU).
Pada pasien yang baru masuk rumah sakit rata–rata mengalami stress psikologis
(kecemasan). Sehingga peran keluarga sangatlah penting dalam membantu untuk
mengurangi rasa cemas yang di alami pasien, dan hal itu sangat membantu dalam
proses pengobatan/terapi pasien (Rekam Medik RSJ Menur Surabaya, 2008).
Mayoritas IDU menyuntik dirinya secara intravena, tetapi juga ditemukan
secara subkutan, dan intramuskular. Jenis obat yang sering disuntikkan IDU
adalah heroin, kokain, dan juga sejenis amphetamines, buprenorphine,
benzodiazepines, dan barbiturate. Permasalahan IDU selain penyuntik akan
mengalami berbagai reaksi sistemik akibat obat yang disuntikkannya, IDU juga
dapat menularkan berbagai penyakit melalui jarum yang dipakai bergantian.
Masih belum jelas seberapa besar pengaruh peran keluarga terhadap
proses penyembuhan IDU, serta belum jelas juga jika pengaruh peran keluarga ini
dapat digunakan secara umum.
Jadi penulis berusaha mencari hubungan peran keluarga terhadap tingkat
kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.
4
5) Bagi klien
Dapat meningkatkan konsep dari klien dan motivasi untuk berobat dan
sembuh.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
7
Merasa tegang
Lesu
Tidak bisa istirahat dengan tenang
Mudah terkejut
Mudah menangis
Gemetar
Gelisah
3) Ketakutan
Pada gelap
Pada orang asing
Ditinggal sendiri
Pada binatang besar
Pada keramaian lalu lintas
Pada kerumunan orang banyak
4) Gangguan tidur
Sukar masuk tidur
Terbangun pada malam hari
Tidur tidak nyenyak
Bangun dengan lesu
Banyak mimpi-mimpi
Mimpi buruk
Mimpi menakutkan
5) Gangguan kecerdasan
Sukar konsentrasi
Daya ingat yang menurun
Daya ingat buruk
6) Perasan depresi (Murung)
Hilangnya minat
Berkurangnya kesenangan pada hobi
18
Sedih
Bangun dini hari
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7) Gejala somatik/fisik (Otot)
Sakit dan nyeri otot-otot
Kaku
Kedutan otot
Gigi gemerutuk
Suara tidak stabil
8) Gejala Somatik/ fisik(sensorik)
Tinitus (Telinga berdenging)
Pengelihatan kabur
Muka merah atau pucat
Merasa lemas
Perasaan seperti ditusuk-tusuk
9) Gejala kardiovaskuler (Jantung dan pembuluh darah)
Takikardia
Berdebar-debar
Nyeri di dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan
Detak jantung menghilang atau berhenti sejenak
10) Gejala Respiratori
Rasa tertekan atau sempit di dada
Rasa tercekik
Sering menarik nafas
Nafas pendek dan sesak
11) Gejala gastrointestinal
Sulit menelan
Perut melilit
19
Gangguan pencernaan
Nyeri sebelum dan sesudah makan
Perasaan terbakar di perut
Rasa penuh atau kembung
Mual dan muntah
Buang air besar lembek
Konstipasi (Sukar buang air besar)
Weight loss (Kehilangan berat badan)
karena faktor etiologis atau keturunan. Ada dua macam model terapi
berdasarkan konsep ini.
Konsep pertama adalah konsep menyembuhkan kecanduan obat
dengan memakai obat lain. Contohnya adalah model treatmant metadon
untuk pecandu opiat. Terapi tersebut didasarkan pada teori bahwa
kecanduan opiat merupakan hasil dari defisiensi metabolik. Defisiensi
tersebut dilakukan dengan memberikan metadon (Dole and Nyswander,
1967 : 22). Terapi medis tersebut berdasarkan adanya kesalahan
metabolisme yang harus dikoreksi. Terapi yang berbeda adalah pemakaian
naltrexone sebagai antagonis dari narkotika. Saat ini pemerintah Amerika
Serikat telah menyetujui Burpenorphine sebagai alternatif dari metadon.
Penelitian membuktikan bahwa metadon tidak terlalu memberikan hasil
yang diharapkan.
Konsep adiksi sebagai penyakit mempunyai teori lain tentang
terapi. Dari model biologis tersebut, lahir konsep dis-ease (disease–model
mempunyai dua arti : disease sebagai penyakit dan dis-ease sebagai rasa
tidak nyaman). Konsep tersebut mulai dianut sejak tahun 1960-an di
Amerika Serikat dan disebut gerakan alkoholisme (Room, 1983 : 55).
Konsep tersebut menyatakan bahwa kecanduan alkohol identik dengan
penyakit diabetes atau penderita gangguan jantung. Model tersebut
menjelaskan bahwa seorang alkoholik adalah penderita penyakit alkohol.
Seorang penderita penyakit gula yang dilarang mengonsumsi gula, maka
penderita penyakit alkohol juga tidak boleh mengonsumsi alkohol. Terapi
untuk konsep penyakit tersebut berbeda dengan terapi yang melihat adiksi
sebagai penyimpangan sosial. Pecandu dianggap pasien pada terapi ini.
Konselor adalah "dokter". Pasien direhabilitasi dengan konsep alergi.
Mereka mempunyai alergi terhadap alkohol, sehingga mereka tidak boleh
mengonsumsi alkohol seumur hidup. Konsep adiksi sebagai penyakit
mementingkan perkumpulan (fellowships) yang mempunyai (penyakit)
alkohol, narkotik, atau kecanduan lain untuk menjadi pendukung satu
sama lain, karena konsep tidak boleh minum atau menggunakan drug
seumur hidup itu sangat sulit.
25
Baik Kurang
26
27
Populasi
Seluruh pasien IDU diruang Napza RSJ Menur surabaya.
Sampling
Accidental sampling
Sample
Desain penelitian
Cross sectional
Pengumpulan data
Program SPSS
c. Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi (Nursalam & Pariani, 2001).
Pada penelitian ini menggunakan “Accidental sampling” yaitu
pemilihan sample dengan berdasarkan secara kebetulan bertemu (Alimul,
2003).
c. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang dapat
diamati (diukur) untuk diobservasi atau pengukuran secara cermat terhadap situasi
obyek yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam & Pariani,
2001). Definisi operasional meliputi :
Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Skor
opersional
Indepen Peran keluarga (Friedman, Obsevasi O Terdiri dari 20
den merupakan 1998) dan R Baik= 14-20
Peran pehatian atau 1. Mengenal kuisioner D Cukup= 8-13
keluarga kasih sayang masalah I Kurang = <7
yang diberikan kesehatan N
keluarga 2. Mengambil A
kepada pasien keputusan yang L
sehingga dapat tepat
membantu 3. Merawat
pasien untuk keluarga yang
mengurangi sakit
kecemasan 4. Memodifikasi
yang dialami. lingkungan yang
sehat
5. Menggunakan
pelayanan
kesehatan
Dependen Tingkat Hawari, HRS-A Observasi O Terdiri dari 14
Tingkat kecemasan - Perasaan cemas R Nilai :
kecemasan IDU (Ansietas) D <14 : Tidak
IDU merupakan - Ketegangan I ada cemas(0)
respon atau - Ketakutan N 14-27 : Ringan
sikap yang - Gangguan tidur A (1)
tampak pada - Gangguan L 28-41:
pasien atas kecerdasan Sedang (2)
apa yang - Perasan depresi 42-56 :Berat
telah terjadi (Murung) (3)
pada dirinya. - Gejala
somatik/fisik
(Otot)
- Gejala Somatik/
fisik(sensorik)
- Gejala
kardiovaskuler
(Jantung dan
pembuluh darah)
- Gejala
Respiratori
- Gejala
gastrointestinal
- Gejala
urogenetalia
- Gejala autonom
- Tingkah laku
(Sikap) pada saat
wawancara
4.6 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat ijin dari RSJ Menur
Surabaya kemudian dilakukan inform concent setelah mendapat persetujuan untuk
menjadi responden dibagikan kuessioner pada responden untuk peran dan
dilakukan wawancara oleh petugas kesehatan dengan bantuan kuessioner HRS-A.
4.9 Keterbatasan
Dalam penelitian ini keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah:
a. Sampel atau responden
Karena keterbatasan jumlah sampel maka keakuratannya hasil penelitian
masih perludi uji coba.
b. Pengumpulan data.
Keterbatasan dalam pernyataan sehingga tidak dapat mengungkap hal-hal
yang diperlukan lebih banyak lagi. Pengumpulan data dengan kuesioner
mewakili jawaban lebih banyak dipengaruhi oleh sikap dan harapan
pribadi yang bersifat subyektif.
TINGKAT KECEMASAN – HAMILTON RATING SCALE FOR
ANXIETY
Penilaian :
0 : Tidak ada (Tidak ada gejala sama sekali)
1 : Ringan (Satu atau kurang dari sparuh dari gejala pilihan yang ada)
2 : Sedang (Separuh dari gejala yang ada)
3 : Berat (Lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4 : Sangat berat (Semua gejala ada)
Berilah tanda (√) gejala yang terjadi selama pemeriksaan (dimulai dari anamnesa)
1) Perasaan cemas
Score :
Cemas
Mudah tersinggung
Firasat buruk
2) Ketegangan Score :
Merasa tegang
Lesu
Mudah menangis
Gelisah
Gemetar
3) Ketakutan Score :
Pada petugas kesehatan
Pada gelap
Pada keramaian lalu lintas
4) Gangguan Tidur
Score :
Sukar memulai tidur
Tidak pulas
Mimpi buruk
Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
6) Perasaan depresi
Score :
Kehilangan minat melakukan aktifitas
Kaku-kaku
Pengelihatan kabur
Merasa lemah
Berdebar-debar
Nyeri dada
Perasaan tercekik
Mual muntah
Impotensi / Frigiditas
Muka merah
Mudah berkeringat
Jari gemetar
Kerut kening
Muka tegang
Muka merah
Tanda Tangan
(......................)
Kuessioner Data Demografi :
Jawablah dengan memberikan tanda (√) pada pilihan yang anda anggap tepat
1. Berapa usia Anda saat ini ?
a. < 14 tahun
b. 15 tahun - 20 tahun
c. 21 tahun - 30 tahun
d. 31 tahun – 35 tahun
e. > 36 tahun
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
a. SD c. SMA
b. SMP d. Perguruan Tinggi
3. Apa pekerjaan Anda saat ini ?
a. TNI/POLRI
b. Wiraswasta
c. Swasta
d. Pegawai negeri
4. Anda menganut agama :
a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Katholik
d. Hindu
e. Budha
5. Pandapatan anda sekeluarga
a. <500.000
b. 500.000 – 1 juta
c. 1 juta – 2 juta
d. > 2 Juta
Pasien :
Jawablah dengan memberikan tanda (√) pada pilihan yang anda anggap tepat
1. Berapa usia pasien saat ini :
a. 15 – 19 th
b. 20 – 24 th
c. 25 -29 th
d. 30 – 35 th
2. Pendidikan terakhir :
a. SD
b. SMP
c. SLTA
d. Perguruan Tinggi
3. Pekerjaan pasien :
a. TNI/POLRI
b. Wiraswasta
c. Swasta
d. PNS
e. Pelajar atau mahasiswa
4. Status dalam keluarga
a. Ayah/ Ibu
b. Anak
5. Jenis kelamin
a. laki-laki
b. Perempuan
6. Status parital :
a. Kawin
b. Tidak kawin
c. janda
d. Duda
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Usia
0%
3% <15 tahun
28% 15-20 tahun
44%
20-30 tahun
30-35 tahun
25% >35 tahun
Gambar 4.1 Diagram Pie distribusi menurut umur keluarga responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
3
Pendidikan
13% 25% SD
SMP
25% SMA
PT
37%
13% 0%
TNI/POLRI
Wiraswasta
25% Swasta
62%
PNS
0%
Islam
3% 0%
Kristen protestan
Katolik
Hindu
97%
Budha
Gambar 4.4 Diagram Pie distribusi menurut agama keluarga responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
13% 0%
<500.000
20% 500rb-1Juta
1 - 2 juta
67%
>2 juta
Dari gambar 4.5 diatas diketahui bahwa sebagian besar yaitu 27 responden
(67%) mempunyai pendapatan < 500.000
0% <15 tahun
23%
15-20 tahun
20-30 tahun
30-35 tahun
77%
>35 tahun
Gambar 4.7 Diagram Pie distribusi menurut umur responden dengan hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung tanggal
1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.7 diatas diketahui bahwa sebagian besar pasien berusia
lebih dari 35 tahun (77%) atau 31 orang.
13% 0%
SD
SMP
25% SMA
62%
PT
25% 0%
TNI/POLRI
Wiraswasta
Swasta
75% PNS
15%
Ayah / Ibu
Anak
85%
Gambar 4.10 Diagram Pie distribusi menurut Status responden dengan hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung tanggal
1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
38%
Laki-laki
Perempuan
62%
Gambar 4.11 Diagram Pie distribusi menurut jenis kelamin responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.11 diketahui bahwa sebagian besar pasien adalah laki-laki
(62%) atau 25 orang.
6. Distribusi Status parital keluarga responden
Status parital
15% Kawin
8%
3% Tdk kawin
Duda
74% Janda
Gambar 4.6 Diagram Pie distribusi menurut Status keluarga responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.6 diatas diketahui bahwa sebagian besar yaitu 30 responden
(74%) dengan status kawin.
4.2.3 Data Khusus Responden
1. Data tentang peran keluarga responden
Tabel 4.1 Data peran keluarga dengan salah satu anggota menderita HT di
wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung tanggal 1Juli
sampai dengan 5 Agustus 2005
Jumlah Prosentas
kecemasan responden e
Tidak ada 0 0%
Ringan 0 0%
Sedang 27 67.5%
Baik 13 32.5%
Total 40 100%
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa yang mempunyai hubungan dengan tingkat
kecemasan adalah pendidikan dengan nilai p:0,001 dengan keeratan hubungan
0,575 atau sedang. Nilai positif yang ditunjukkan oleh nilai rho berarti semakin
tinggi status pendidikan seseorang semakin meningkat kecemasannya. Dari
statistik regresi didapatkan nilai signifikasi untuk status dalam keluarga 0,000 dan
status parital adalah 0,013 yang berarti ada pengaruh antara status dalam keluarga
dan status parital terhadap kecemasan responden.
4. Data tentang hubungan antara variabel
sosiodemografi dengan peran keluarga dalam kesehatan keluarga.
Tabel 4.3 Hubungan antara sosiodemografi dengan peran keluarga pasien dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Peran
CEMAS
Spearman's rho Kecemasan Koefisien korelasi keluarga
1.000 .478**
Nilai p .002
N
40 40
Peran Koefisien korelasi .478** 1.000
Keluarga Nilai p .002
N
40 40
Dari hasil korelasi antara peran keluarga dan tingkat kecemasan pasien
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung adalah ada
hubungan antara kedua variable dengan nilai p=0,02 atau <0,05.
4.3 Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang
telah dilakukan dan disajikan berdasarkan pada teori di Bab 2.
4.3.1 Hubungan Antara Sosiodemografi Dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Campur Darat
Tulungagung.
Berdasarkan dengan uji korelasi ditemukan bahwa antara pendidikan dan
tingkat kecemasan mempunyai hubungan dengan nilai p = 0,001 yang berarti ada
hubungan antara kedua variable dari data juga ditemukan tingkat kecemasan
dipengaruhi oleh status dalam keluarga dan status parital dengan nilai 0,000 dan
0,013. Nilai positif yang ditunjukkan oleh nilai rho berarti semakin tinggi status
pendidikan seseorang semakin meningkat kecemasannya. Dadang Hawari
menyatakan bahwa tingkat kecemasan sangatlah berhubungan dengan tingkat
pendidikan seseorang dimana seseorang akan dapat mencari informasi atau
menerima informasi dengan baik sehingga akan cepat mengerti akan kondisi dan
keparahan penyakitnya dan dengan keadaan yang seperti ini akan menyebabkan
peningkatan kecemasan pada orang tersebut. Selain hal tersebut pengalaman juga
merupakan hal yang sangat menentukan tingkat kecemasan. Pengaruh status
dalam keluarga dan status parital juga sangat berpengaruh terutama dalam
kecemasan yaitu sebagai ayah/ibu dan dengan status parital kawin. Kecemasan
dapat terjadi jika seseorang tidak mempunyai kesiapan dalam menerima informasi
tentang penyakitnya sehingga dengan informasi atau pengetahuan tentang
penyakitnya seseorang akan mengalami kecemasan.
Pada penderita hipertensi yang menjadi responden dengan tingkat
pendidikan yang tidak terlalu tinggi akan menimbulkan tingkat kecemasan
sedang. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kurangnya informasi tentang
penyakit atau kurangnya penangkapan terhadap informasi yang masuk. Pada
responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi juga dapat menimbulkan
kecemasan yang tinggi yang dikarenakan semakin seseorang tahu akan
penyakitnya seseorang akan semakin mengalami kecemasan. Status dalam
keluarga yaitu sebagai ayah /ibu dan juga status parital sebagian besar adalah
kawin juga mempunyai pengaruh dalam tingkat kecemasan responden yang tidak
terlalu tinggi tetapi sedang. Untuk sosiodemografi yang lain didapatkan hasil yang
menyatakan tidak ada hubungan dan tidak berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan pasien.
4.3.2 Hubungan Antara Sosiodemografi Dengan Peran Keluarga Dalam
Kesehatan Dengan Anggota Keluarga Menderita Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Campur Darat Tulungagung.
Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa yang mempunyai hubungan
dengan peran keluarga dalam kesehatan adalah pendidikan dengan nilai p=0,006
dan pekerjaan keluarga dengan nilai p=0,000. Nilai positif yang ditunjukkan oleh
nilai rho berarti semakin tinggi status pendidikan dan pekerjaan seseorang
semakin baik peran dalam keluarganya Dari uji regresi ditemukan tidak ada
pengaruh dari sosiodemografi terhadap peran keluarga responden.
Dengan pendidikan yang baik maka pengetahuan dan penangkapan
informasi akan baik pula. Seperti yang dikemukakan Freeman yang menyatakan
bahwa peran dapat dipengaruhi oleh pengetahuan. Dimana semakin tinggi
pengetahuan seseorang akan meningkatkan peran. Dari uji statistik didapatkan
pula bahwa pendapatan dan usia tidaklah terlalu mempunyai hubungan dengan
peran hal ini dapat disebabkan pendapatan masyarakat yang rendah dan usia yang
sangatlah bervariasi.
Pekerjaan pasien yang baik akan menimbulkan suatu interaksi dengan
orang lain sehingga informasi bertambah sesuai dengan jenis pekerjaan, dan hal
ini akan meningkatkan peran mereka didalam kesehatan (Freeman, 1998)
Pada responden banyak yang sudah bekerja baik itu swasta, wiraswasta
ataupun pegawai negeri yang banyak mendapatkan informasi dari orang lain yang
berinteraksi dengan mereka. Pendidikan dari responden banyak yang baik
sehingga kemudahan dalam berkomunikasi dan menerima informasi akan
menambah peran mereka dalam keluarga terutama dalam bidang kesehatan.
Dengan cara berfikir yang baik maka seseorang juga akan lebih cepat dalam
melakukan keputusan dalam kesehatan.
4.3.3 Hubungan Antara Peran Keluarga Dalam Kesehatan Keluarga Dengan
Kecemasan Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Campur Darat
Tulungagung
Sesuai dengan hasil dari uji korelasi yang dilakukan menunjukkan adanya
hubungan antara peran keluarga dalam kesehatan dengan tingkat kecemasan
pasien dengan hipertensi dengan tingkat signifikan yaitu 0.02 <0,05. Hasil ini
sangatlah sesuai dengan pendapat yang dikemukanakan oleh Freedman dimana
dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga dibutuhkan peran keluarga
dalam mengatasinya. Masalah kesehatan dalam keluarga dapat berupa maalah
kesehatan yang menimpa salah satu anggota keluarga seperti Hipertensi.
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat menyebabkan berbagai
komplikasi terutama stroke (Tagor, 2003). Menurut Dadang Hawari penyakit
kronis dapat menyebabkan stress psikologis yang dapat berlanjut menjadi
kecemasan dan bila hal ini tidak segera ditangani akan menjadi lebih parah sampai
orang tersebut mengalami Kecemasan menyeluruh, phobia, panic bahkan sampai
obsesiv konvulsif. Stress psikologis menurut Taat Putra dapat menurunkan
kekebalan tubuh seseorang yang akan membawa orang tersebut kepada keadaan
yang lebih parah dari keadaan yang sebelumnya.
Peran keluarga dalam kesehatan pada responden adalah sedang,
sebenarnya hal ini tidaklah cukup karena harusnya peran keluarga adalah baik
sehingga derajat kesehatan keluarganya akan menjadi lebih optimal. Dengan
peran yang cukup baik didapatkan pula tingkat kecemasan yang sedang pada
pasien dengan hipertensi.
Tingkat pendapatan akan mempengaruhi peran seseorang. Dadang Hawari
menyatakan tingkat pengalaman atau dalam hal ini orang terbiasa dengan keadaan
penyakit hipertensi (Kronis) akan lebih dapat bertoleransi terhadap masalah atau
keadaan tersebut dan bisa dikatakan tidak akan terlalu berpengaruh (tingkat stress
tidak terlalu tinggi). Menurut Moenir pendapatan seseorang yang digunakan
dalam memenuhi kebutuhan fisik minimum seseorang, dengan kebutuhan fisik
minimum seseorang yang terpenuhi maka peran yang dapat dilakukan oleh
keluarga adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. Hal
seperti ini akan dapat membuat pasien dengan hipertensi dapat mengatasi masalah
kesehatan baik secara fisik maupun secara psikologis sehingga kecemasan tidak
terjadi.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
1. Peran keluarga yang cukup baik tetap dilaksanakan bahkan dapat
ditingkatkan menjadi lebih baik sehingga kesehatan keluarga menjadi
lebih optimal
2. Dengan pengobatan dan peningkatan peran keluarga pasien diharapkan
tidak merasa cemas akan kondisi atau akan menjadi beban keluarga,
karena merawat anggota keluarga merupakan tugas dari keluarga.
3. bagi petugas kesehatan pentingnya peran keluarga dalam terapi pasien
hipertensi dapat dipertimbangkan, bukan hanya melalui pengobatan.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan peran keluarga
dengan tingkat kecemasan pasien hipertensi yang terkait dengan
mengembangkan variabel-variabel berpengaruh, sampel yang lebih banyak
dan tempat yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Idris dan Kasim, (2003), Buku Ajar Kardiologi, Surabaya, Universitas Airlangga