Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu.
Ketika kita berpikir seseorang sangat pandai dalam bidang tertentu atau tahu banyak tentang
hal itu, kita dapat mengatakan bahwa ia cerdas. Kita asumsikan bahwa setiap orang lahir
dengan sejumlah kemampuan mental, yang secara genetik kita warisi dari orang tua.
Anggaplah faktor genetik itu mempengaruhi kemampuan kita. Dengan kata lain, ada orang
yang cerdas, dan beberapa orang tidak. Namun perlu disadari bahwa setiap manusia lahir
dengan dibekali perangkat berpikir yaitu otak.
Otak manusia memiliki wilayah-wilayah kecerdasan, ini berarti sepanjang anak
manusia terlahir dengan memiliki otak, maka ia memiliki potensi untuk menjadi cerdas.
Akan tetapi yang membuat setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda adalah
pemberian perlakuan atau stimulus positif pada masing-masing wilayah kecerdasan
(DePorter, 1999). Contoh, seorang siswa yang berprestasi semenjak sekolah dasar belum
tentu dia akan berhasil pada jenjang yang lebih tinggi. Sebaliknya, siswa yang kurang
berhasil di sekolah dasar mungkin akan berhasil di jenjang yang lebih tinggi. Semua ini
bukan hanya ditentukan kecerdasan. Semua ini bukan hanya ditentukan kecerdasan kognitif
yang ia miliki tetapi lebih kepada sikap siswa tersebut terhadap kecerdasan yang dia punya.
Otak yang cerdas adalah otak yang mampu menjalankan fungsinya sebagai pemikir,
bukan otak yang hanya pandai merekam kejadian saja, dimana seseorang itu tidak mampu
menghasilkan hikmah dari suatu kejadian yang masuk lewat inderanya. Hal inilah yang
menyebabkan kita harus mengenal apa yang dimaksud sebagai kecerdasan intuitif dan
kecerdasan reflektif.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan intuitif?
2. Apa yang dimaksud dengan kecerdasan reflektif?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui konsep kecerdasan intuitif
2. Untuk mengetahui konsep kecerdasan reflektif
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kecerdasan Intuitif


Pada tingkat intuitif, kita menyadari bahwa melalui reseptor/alat indera (terutama
penglihatan dan pendengaran), kita dapat mengetahui lingkungan luar. Hal ini dikarenakan,
secara otomatis data tersebut diklasifikasikan dan dihubungkan dengan data serupa yang
sudah ada. Dengan otot-otot yang dimiliki, kita dapat menggerakan kerangka untuk berbuat
pada lingkungan luar. Aktifitas ini banyak dikontrol dan diarahkan oleh umpan balik,
selanjutnya informasi mengenai kemajuan dan hasilnya dapat diketahui melalui reseptor
luar. Dalam banyak kasus, hal tersebut dapat berhasil tanpa adanya kesadaran. Misalnya,
ketika membaca dengan suara keras, mengemudikan mobil, atau menjawab pertanyaan 16 x
25.
Berikut skema kecerdasan Intuitif

Campur tangan aktivitas mental

Reseptor Efektor

LINGKUNGAN LUAR

Kecerdasan intuitif merupakan kemampuan untuk memunculkan dan menyeleksi


ide/konsep/skema yang sudah kita ketahui untuk merespon stimulus secara otomatis dan
spontan dengan tingkat akurasi yang tinggi. Kecerdasan ini mencerminkan peran
pengetahuan dalam membantu kita untuk memutuskan dan bertindak lebih efektif. Ketika
kita pertama kali menyelesaikan permasalahan matematika yang masih baru, kita mungkin
bergerak perlahan karena kita tidak yakin terhadap solusi yang mungkin. Tetapi ketika kita
berpengalaman dengan soal yang bervariasi maka akan lebih mudah bagi kita untuk
menyelesaikan permasalaha tersebut. Dengan kata lain intuisi yang dilatih dari pengalaman
membuat kita cerdas. Perkins (John Tagg, 2000).
B. Pengertian Kecerdasan Reflektif
Pada tingkat reflektif, aktifitas mental yang berintervensi itu menjadi obyek kesadaran untuk
introspeksi/ mawas diri. David Parkims (Rose 2002: 403) mendefinisikan kecerdasan reflektif
adalah kemampuan untuk menyadari kebiasaan mentalnya dan kemampuan untuk
mentransendenksikan pola-pola yang terbatas, dengan kata lain kemampuan untuk memikirkan
cara berpikir. Sebagai cotoh seorang siswa yang menumpang kendaraan bertanya “Mengapa kita
harus mengubah gigi (gear) sebelum melewati tikungan tajam?”. Seolah-olah kita telah
melakukan “tanpa berpikir” terlebih dahulu, dan kita tidak akan kesulitan dalam menerangkan
alasannya. Contoh lainnya, kita dapat menjawab 400 dengan cepat ketika diberikan pertanyaan
16 x 25. Berikut ini skema kecerdasan reflektif.

Reseptor

Campur tangan aktivitas mental

Reseptor Efektor

LINGKUNGAN LUAR
D. Mengembangkan Kecerdasan Intuitif dan Kecerdasan reflektif
Salah satu hal yang penting dalam mengembangkan kecerdasan reflektif adalah
komunikasi. Komunikasi muncul sebagai salah satu pengaruh yang menguntungkan pada
perkembangan kecerdasan reflektif. Di dalamnya perlu ada kaitan antara ide dengan
simbol-simbol. Selain itu, adanya interaksi ide-ide seseorang dengan ide-ide orang lain,
yaitu menjelaskan ide-ide dalam pikiran seseorang, menyebutnya dengan istilah-istilah
yang tidak menimbulkan salah paham, menyatakan hubungannya dengan ide-ide lain;
memodifikasi kelemahan pihak lain, dan akhirnya mendapatkan struktur yang lebih kuat
dan lebih kohesif dibandingkan sebelumnya. Sehingga diskusi merupakan salah satu
aktivitas yang mendukung pengembangan kecerdasan reflektif. Berdasarkan contoh-
contoh sebelumnya, kita bisa melihat bahwa kecerdasan reflektif selalu mengiringi
kecerdasan intuisi. Intuisi berasal dari hal-hal yang kita ketahui, pola yang kita kenali
yang memandu kita secara otomatis dan spontan dalam merespon stimulus. Ketika intuisi
sudah muncul maka ada kecenderungan untuk memikirkan kembali respon yang sudah
dilakukan, dengan kata lain merefleksikan kembali cara berpikirnya. Ketika kita sudah
sanggup melakukan sesuatu dengan cepat (tanpa perlu berpikir keras, panjang dan lama)
dan tingkat akurasi yang tinggi (The unconsciously skilled), maka tingkat keahlian kita
sudah tinggi levelnya, Stephen R. Covey, menyebutnya sebagai habit. Untuk melatih
habit, maka syaratnya harus tiga, yaitu: a) mengasah ketrampilan, b) menambah
pengetahuan, dan c) memiliki keinginan yang kuat.
Dominasi Intuisi dalam pengambilan keputusan, dapat mengakibatkan beberapa
hal berikut (Robert. C. L & Miranda Zen) : a. (hasty) make snap judgments without
taking time to consider the situation fully b. (narrow) focus only on a small area that we
think we know well or feel comfortable with c. (fuzzy) look at a situation without clarity,
discrimination, or synthesis of deeper insight d. (sprawling) jump from idea to idea
without organization or connectednes Sehingga dalam hal ini dibutuhkan kecerdasan
reflektif yang mampu mengatur dan mengontrol kecerdasan intuisi. Kecerdasan reflektif
tidak terpisah dari kecerdasan intuitif. Jika kita terjebak dalam kesalahan bepikir diatas,
maka kita butuh waktu untuk berpikir lebih, berpikir lebih jernih dan mendalam serta
menyusun cara berpikir yang kesemua itu adalah kecerdasan reflektif. Salah satu hal
yang penting dalam mengembangkan kecerdasan reflektif adalah komunikasi.
Komunikasi muncul sebagai salah satu pengaruh yang menguntungkan pada
perkembangan kecerdasan reflektif.
Di dalamnya perlu ada kaitan antara ide dengan simbol-simbol. Selain itu, adanya
interaksi ide-ide seseorang dengan ide-ide orang lain, yaitu menjelaskan ide-ide dalam
pikiran seseorang, menyebutnya dengan istilah-istilah yang tidak menimbulkan salah
paham, menyatakan hubungannya dengan ide-ide lain; memodifikasi kelemahan pihak
lain, dan akhirnya mendapatkan struktur yang lebih kuat dan lebih kohesif dibandingkan
sebelumnya. Sehingga diskusi merupakan salah satu aktivitas yang mendukung
pengembangan kecerdasan reflektif.

Anda mungkin juga menyukai