Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH TSF STERIL

“STERILITAS DAN STERILISASI”

Disusun Oleh:
Kelompok 4/IIIB
1. Erlita Hidayatul Fitriyani (E0014036)
2. Lutfi Amaliyah (E0014043)
3. M. Abi Ubaidillah (E0014044)
4. Neneng Nur Amaliyah (E0014045)
5. Winda Agustin (E0014057)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

2017

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga dapan menyelesaikan tugas mata kuliah “Teknologi
Sediaan Farmasi Steril”. Kemudian sholawat beserta salam kita sampaikan kepada nabi kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Quran dan sunah untuk
keselamatan umat di dunia.
Makalah “Sterilitas dan Sterilisasi” ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
“Teknologi Sediaan Farmasi Steril”. Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Devi Ika K.S,M.Sc.,Apt selaku dosen pembimbing mata kuliah “Teknologi
Sediaan Farmasi Steril” dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Slawi, Maret 2017

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara
tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan
penghilangan semua mikroorganisme hidup. Konsep ini menyatakan bahwa steril adalah istilah
yang mempunyai konotasi relative, dan kemungkinan menciptakan kondisi mutlak bebas dari
mikroorganisme hanya dapat diduga atas dapat proyeksi kinetis angka kematian mikroba.
Sterilisasi adalah cara untuk mendapatkan suatu kondisi bebas mikroba atau setiap proses
yang dilakukan baik secara fisika, kimia, dan mekanik untuk membunuh semua bentuk
kehidupan terutama mikroorganisme.
Kesehatan kita tergantung pada kemampuan kita mengendalikan mikroorganisme.
Mikroorganisme dapat dikendalikan yaitu dengan dibasmi, dihambat atau juga ditiadakan dari
lingkungan dengan menggunakan berbagai proses atau sarana fisik.
Sterilisasi bukanlah hal yang asing di dunia kesehatan, mengingat banyaknya sediaan-
sediaan farmasi maupun alat-alat kesehatan yang mensyaratkan dilakukan sterilisasi terlebih
dahulu sebelum digunakan demi keamanan pasien. Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai
cara dimulai dari sterilisasi panas kering biasa hingga sterilisasi radiasi yang menggunakan inti-
inti radioaktif.
Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari
mikroorganisme hidup. Formulasi sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi
yang banyak dipakai, terutama pada pasien yang dirawat dirumah sakit. Sediaan steril sangat
membantu pada saat pasien dioperasi, diinfus, disuntuk, mempunyai luka terbuka yang harus
diobati dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari steril, sterilitas dan sterilisasi?
2. Apa saja macam-macam bentuk sediaan steril?
3. Apa tujuan dibuat obat steril?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari steril, sterilitas dan sterilisasi.
2. Untuk mengetahui macam-macam bentuk sediaan steril.
3. Untuk mengetahui tujuan dibuat obat steril.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi sterilitas dan sterilisasi
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik
yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak menimbulkan
penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam
bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan
lapisan pelindung yang kuat) (FI.Edisi IV).
Menurut Turco 1979, Steril adalah suatu kondisi absolute dan harus tidak pernah
digunakan atau dianggap secara relatifsebagai bahan atau hampir steril. Menurut Gennaro 1998,
Steril adalah suatu keadaan dimana tidak terdapat lagi mikroorganisme.
Menurut Gennaro 1998, sterilitas adalah karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan
farmasetik bebas dari mikroorganisme hidup karena metode, wadah atau rute pemakaian.
Menurut Turco 1979, sterilitas adalah karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan-sediaan
farmasetik karena metode, wadah atau rute pemakaian.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril atau suatu
proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan di dalam suatu
medium tidak ada lagi jasad renik yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat
membunuh jasad renik yang paling tahan panas yaitu spora bakteri (Fardiaz, 1992).
Menurut Jenkins 1969, Sterilisasi adalah suatu proses membunuh atau menghilangkan
bakteri dan mikroorganisme lain. Menurut Ansel 1989, Sterilisasi adalah suatu proses yang
dilakukan terhadap sediaan farmasetik berarti penghancuran sempurna seluruh mikroorganisme
dan sporanya atau penghilangan mikroorganisme dari sediaan.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh atau memusnahkan semua
mikroorganisme atau jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan didalam suatu medium
tidak ada lagi mikroorganisme atau jasad renik yang dapat berkembang biak.
2.2 Bentuk Sediaan Steril
Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroorganisme baik vegetatif atau bentuk
sporanya baik patogen ataupun nonpatogen. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk
terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Formulasi sediaan steril merupakan salah
satu bentuk sediaan farmasi yang banyak dipakai, terutama pada pasien yang dirawat dirumah
sakit. Sediaan steril sangat membantu pada saat pasien dioperasi, diinfus, disuntuk, mempunyai
luka terbuka yang harus diobati dan sebagainya.
Semuanya sangat membutuhkan kondisi steril karena pengobatan yang langsung
bersentuhan dengan sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh, dan dimasukkan langsung ke dalam
cairan atau rongga tubuh yang sangat memungkinkan terjadinya infeksi bila obatnya tidak steril.
Oleh karena itu, dibutuhkan sediaan obat yang steril. Disamping steril, sediaan obat juga harus
dalam kondisi isohidris dan isotonis agar tidak mengiritasi.
Bentuk sediaan steril antara lain yaitu injeksi, infus, dan tetes mata:
2.2.1 Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan sterilberupa larutan, emulsi,
suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit
ataumelalui selaput lendir (FI III,1979).
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas
dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan
secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kapiler (FI IV, 1995).
Berdasarkan wadahnya, injeksi dibagi menjadi:
a. Ampul
Ampul adalah wadah berbentuk silindris terbuat dari gelas, yang memiliki ujung runcing
(leher) dan bidang dasar datar ukuran normalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, kadang – kadang juga 25
atau 30 ml. Ampul adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairannya ditentukan
pemakainannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).
Sediaan suntik dibuat secara steril karena sediaan ini diberikan secara parenteral. Istilah
steril adalah keadaan bebas dari mikroorganisme baik bentuk vegetatif, nonvegetatif, pathogen
maupun nonpatogen. Sedangkan parenteral menunjukkan pemberian dengan cara disuntikkan.
Produk parenteral dibuat mengikuti prosedur steril mulai dari pemilihan pelarut hingga
pengemasan. Bahan pengemas yang biasa digunakan sebagai sediaan steril yaitu gelas, plastik,
elastik (karet), metal. Pengemasan sediaan suntik harus mengikuti prosedur aseptis dan steril
karena pengemas ini langsung berinteraksi dengan sediaan yang dibuat, termasuk dalam hal ini
wadah. Wadah merupakan bagian yang menampung dan melindungi bahan yang telah dibuat
(ansel,1989).
Wadah obat suntik (termasuk tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik
secara fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan efektifitasnya. Bila wadah
dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk
memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan
parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan dalam
wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda (Ansel, 1989).
b. Vial
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada
dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5-100 ml. Vial dapat berupa takaran tunggal
atau ganda. Digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume
sebanyak 5 mL atau lebih besar. Bila diperdagangan, botol ini ditutup dengan sejenis logam yang
dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. (R. Voight hal
464).

Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak dengan
lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonis (0,6% – 0,2%)
(FI IV hal. 13)
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet (FI IV hal 17) keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang dapat
ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara
aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet.
R.Voight menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang dapat
dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi. Injeksi intravena
memberikan beberapa keuntungan :
1. Efek terapi lebih cepat
2. Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan
3. Cocok untuk keadaan darurat
4. Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.

Macam – macam cara penyuntikan (Syamsuni,2006)


a. Injeksi intrakutan atau intradermal
Dimasukkan kedalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosis. Volume yang
disuntikkan antara 0,1-0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.
b. Injeksi subkutan
Disuntikkan kedalam jaringan dibawah kulit kedalam alveolus, volume yang disuntikkan tidak
lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonis, pH netral, dan bersifat depo (absorpsinya
lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3-4 liter/hari dengan penambahan enzim
hialuronidase), jika pasien tersebut tidak dapat menerima infus intravena. Cara ini disebut
“Hipodermoklisa”.
c. Injeksi intramuskular
Disuntikkan kedalam atau diantara lapisan jaringan atau otot. Injeksi dalam bentuk larutan,
suspensi atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan
cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek
yang lama.volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa
sakit.
d. Injeksi intravena
Disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan
bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh diberikan melalui rute ini, sebab akan menyumbat
pembuluh darah vena yang bersangkutan. Injeksi dibuat isotonis, tetapi jika terpaksa dapat
sedikit hipertonis, volume antara 1-10 ml.
e. Injeksi intraarterium
Disuntikkan ke pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume antara 1-10 ml, tidak boleh
mengandung bakterisida.
f. Injeksi intrakordal atau intrakardiak
Disuntikkan langsung kedalam otot jantung atau ventrikel, tidak boleh mengandung bakterisida,
disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.
g. Injeksi intratekal
Disuntikkan langsung kedalam saluran sumsum tulang belakang di dasar otak (antara 3-4 atau 5-
6 lumbar vertebrata) tempat terdapatnya cairan cerebrospinal. Larutan harus isotonis karena
sirkulasi cairan serebrospinal lambat, meskipun larutan anestetik untuk sumsum tulang belakang
sering hipertonis. Jaringan saraf di daerah anatomi ini sangat peka.

h. Injeksi intraartikular
Disuntikkan kedalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuknya suspensi atau larutan dalam
air.
i. Injeksi subkonjungtiva
Disuntikkan kedalam selaput lendir dibawah mata. Berupa suspensi atau larutan, tidak lebih dari
1 ml.
j. Injeksi intrabursa
Disuntikkan kedalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi
dalam air.
k. Injeksi intraperitoneal
Disuntikkan langsung kedalam rongga perut. Penyerapan berlangsung cepat, namun bahaya
infeksi besar.
l. Injeksi peridural
Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak
dan sumsum tulang belakang.

Syarat-syarat sediaan injeksi sebagai berikut :


a. Steril, yaitu sediaan harus bebas dari mikroorganisme yang bersifat pathogen yang dapat
mengurangi khasiat sediaan.
b. Bebas bahan partikulat, yaitu bebas dari bahan asing atau bahan yang tidak larut agar tidak
terjadi penyumbatan pada pembuluh darah saat digunakan.
c. Stabil, tidak berubah khasiat obat, tidak berubah bentuk atau pH dari sediaan.
d. Harus isotonis

Keuntungan dan kerugian bentuk sediaan injeksi


a. Keuntungan
1. Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok anafilaktik
2. Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena cairan lambung, merangsang jika masuk ke
cairan lambung atau tidak diabsorpsi baik oleh cairan lambung.
3. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
4. Dapat digunakan sebagai depo terapi.
b. Kerugian
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan
2.2.2 Infus
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 ml yang diberikan melalui
intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan elektrolit dapat
terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama, rasionya
dalam tubuh adalah air 57%; lemak 20,8%; protein 17,0%; serta mineral dan glikogen 6%.
Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi untuk
mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit larutan untuk infus intravenous harus jernih dan
praktis bebas partikel. (Lukas 2006).
Adapun penggolongan sediaan infus berdasarkan komposisi dan kegunaannya adalah:
a. Infus Elektrolit
Pada cairan fisiologi tubuh manusia, tubuh manusia mengandung 60% air dan terdiri atas
cairan intraseluler (di dalam sel) 40% yang mengandung ion-ion K+, Mg2+, sulfat, fosfat, protein,
serta senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa monofosfat, dan lain-lain. Air pun
mengandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20% yang kurang lebih mengandung 3 liter air dan
terbagi atas cairan interstisial (di antara kapiler dan sel) 15% dan plasma darah 5% dalam sistem
peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida, dan bikarbonat.

b. Infus Karbohidrat
Infus karbohidrat adalah sediaan infus berisi larutan glukosa atau dekstrosa yang cocok
untuk donor kalori. Kita menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot kerangka,
hipoglikemia, dan lain-lain.
c. Infus Plasma Expander atau Penambah Darah
Larutan plasma expander adalah suatu sediaan larutan steril yang digunakan untuk
menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, operasi, dan lain-lain
(Lukas, 2006).
Syarat-syarat sediaan infusa sebagai berikut:
1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis.
2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
4. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain yakni pH = 7,4.
5. Sedapat mungkin isotonis artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah atau
cairan tubuh yang lain. Tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan lumbal sama
dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
6. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup
yang patogen maupun nonpatogen, baik dalam bentuk vegetativ maupun dalam bentuk tidak
vegetativ (spora).
7. Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam. Menurut
Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung radikal yang ada
unsur N, P. Selama radikal masih terikat, selama itu masih dapat menimbulkan demam dan
pirogen bersifat termostabil. (Anief. 1997)
2.2.3 Tetes Mata
Sediaan tetes mata adalah cairan atau suspensi steril yang mengandung satu ataulebih zat
aktif, tanpa atau dengan penambahan zat tambahan yang sesuai. Sediaan inidigunakan pada mata
dengan cara meneteskan obat tersebut pada selaput lendir di sekitarkelopak dan bola
mata.Sediaan tetes mata merupakan larutan steril, yang dalam pembuatannya memerlukan
pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan formulasi sediaan, sepertipenggunaan bahan aktif,
pengawet, isotonisitas, dapar, viskositas, dan pengemasan yang cocok (Ansel H, 1989)
Tetes mata (obat tetes mata) adalah larutan steril atau minyak, suspensi, atau emulsi
ditujukan untuk penggunaan ke dalam kantung konjungtiva. Tetes tetes mata harus jernih dan
bebas dari partikel ketika diperiksa di bawah kondisivisibilitas yang sesuai.Water for Injection
harus digunakan dalam pembuatan tetes mata berair (Anonim, 2014)
Menurut FI edisi III Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi
yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata
dari bola mata.
Tetes mata harus memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan yaitu:
a. Steril
b. Sedapat mungkin isohidris
c. Sedapat mungkin isotonis
d. Larutan jernih
e. Bebas partikel asing
Keuntungan dan kekurangan sediaan tetes mata antara lain sebagai berikut:
a. Keuntungan sediaan tetes mata
1. Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan
penangananan.
2. Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu
tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata, sehingga terjadi
peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.

b. Kekurangan :
1. Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas ( 7 L) maka larutan yang
berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik
yang tidak diinginkan. Mis. -bloker untuk perawatan glaukoma dapat menjadi masalah bagi
pasien gangguan jantung atau asma bronkhial.
2. Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris
relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal/topikal.

2.3 Tujuan Suatu Obat dibuat Steril


Obat dibuat steril karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan
tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak selengkap pada saluran cerna atau
gastrointestinal, misalnya hati yang dapar berfungsi untu menetralisir atau menawarkan racun
(Syamsuni, 2006).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
maupun apatogen / non patogen baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk spora.
b. Sterilitas adalah karakteristik yang disyaratkan untuk sediaan farmasetik bebas dari
mikroorganisme hidup karena metode, wadah atau rute pemakaian.
c. Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh atau memusnahkan semua mikroorganisme atau
jasad renik yang ada, sehingga jika ditumbuhkan didalam suatu medium tidak ada lagi
mikroorganisme atau jasad renik yang dapat berkembang biak.
d. Sediaan steril yaitu sediaan terapetis yang bebas mikroorganisme baik vegetatif atau bentuk
sporanya baik patogen ataupun nonpatogen. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk
terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup.
e. Bentuk sediaan steril antara lain yaitu injeksi, infus, dan tetes mata.
3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini.
Penulis banyak berharap pada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khususnya juga para
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim .2011. Penuntun Praktikum Farmasetika. Akademi Farmasi Bina Husada.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta: UI Press.

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gennaro, A.R. Remington's Pharmaceutical Science 18th Edition. Easton: Marck Publishing Co, 1998.

Jenkins, G.L. Scoville's:The Art of Compounding. USA: Burgess Publishing Co, 1969.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Syamsuni,H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.

Turco, Salvabore. 1979. Sterile Dosage Form. Philadelpia: Lea and Flehninger.

Anda mungkin juga menyukai