Anda di halaman 1dari 22

Penanganan Kasus Forensik Keracunan Karbon Monoksida

Joceline Valencia (102013072)


noni_jvs@yahoo.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telephone: (021)5694-2051.

Skenario 2
Suatu hari anda didatangi penyidik dan diminta untuk membantu mereka dalam
memeriksa suatu tempat kejadian perkara (TKP). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah rumah
yang cukup besar milik seorang pengusaha dan istrinya ditemukan meninggal dunia didalam
kamarnya yang terkunci didalam.Anaknya yang pertama kali mencurigai hal itu ( pukul 08.00)
karena si ayah yang biasanya bangun untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari kamarnya. la
bersama dengan pak ketua RT melaporkannya kepada polisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tidurap
ditempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda - tanda perkelahian diruang tersebut,
segalanya masih tertata rapi sebagaimana biasa, tutur anaknya. Dari pengamatan sementara tidak
ditemukan luka - luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hiiang. Salah seorang
penyidik ditelpon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si pengusaha
berkaitan dengan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut.

Pendahuluan

Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindak kriminal merupakan suatu keharusan
menerapkan pembuktian dan pemeriksaan bukti fisik secara ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan
dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan proses peradilan pidana, dapat tercapai yaitu
mencari kebenaran materiil.
Tujuan ini yaitu: untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana
dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.
Adanya pembuktian ilmiah diharapkan polisi, jaksa, dan hakim tidaklah mengandalkan
pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan menyelesaikan suatu perkara.
Karena saksi hidup dapat berbohong atau disuruh berbohong, maka dengan hanya berdasarkan
keterangan saksi dimaksud, tidak dapat dijamin tercapainya tujuan penegakan kebenaran dalam
proses perkara pidana dimaksud. Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita

1
mengenal istilah ilmu forensik dan kriminologi. Secara umum ilmu forensik dapat diartikan
sebagai aplikasi atau pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan
hukum dan keadilan.
Mengingat sulitnya pengungkapan kejahatan yang menggunakan racun, maka saat ini
sangat diperlukan aparat penegak hukum khususnya Polisi yang mempunyai pengetahuan yang
memadai baik teori maupun teknik melakukan penyidikan secara cepat dan tepat dalam rangka
pengungkapan kejahatan pembunuhan khususnya kasus pembunuhan yang ada indikasi
korbannya meninggal karena diracun.

Aspek Hukum dan Medikolegal

KEWAJIBAN DOKTER MEMBANTU PERADILAN

Pasal 133 KUHAP

1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan pada
ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.1

Pasal 134 KUHAP

(1) Dala hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.

Pasal 179 KUHAP

1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenanr-benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahliannya.
2
BENTUK BANTUAN DOKTER BAGI PERADILAN DAN MANFAATNYA1
Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannnya1.

Pasal 184 KUHAP

1) Alat bukti yang sah adalah:


- Keterangan saksi
- Keterangan ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 180 KUHAP

1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang
pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar
diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap
hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Hakim memerintahkan agar
hal itu dilakukan penelitian ulang.
3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang
sebagaimana tersebut pada ayat (2).

SANKSI BAGI PELANGGAR KEWAJIBAN DOKTER

Pasal 216 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan
menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau
memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam

3
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak
sembilan ribu rupiah.1
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-
undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan
umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan
yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidanya dapat ditambah
sepertiga.

Pasal 222 KUHP

Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan


mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 224 KUHP

Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau jurubahasa,
dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus
melakukannnya:

1) Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.


2) Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

Pasal 522 KUHP

Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa, tidak datang
secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

RAHASIA JABATAN DAN PEMBUATAN SKA / V et R1

Peraturan Pemerintah No 26 tahun 1960 tentang lafaz sumpah dokter

Saya bersumpah/ berjanji bahwa:


Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perkemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan
martabat pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter...….dst.

4
Peraturan Pemerintah no 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia Kedokteran.

Pasal 1 PP No 10/1966

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan
kedokteran.

Pasal 2 PP No 10/1966

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3,
kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini menentukan
lain.

Pasal 3 PP No 10/1966

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:


a) Tenaga kesehatan menurut pasal 2 UU tentang tenaga kesehatan.
b) Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan
dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.

Pasal 4 PP No 10/1966

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat
melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.

Pasal 5 PP No 10/1966

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam
pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan
wewenang dan kebijaksanaannya.

Pasal 322 KUHP

1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.

5
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.

BEDAH MAYAT KLINIS, ANATOMI DAN TRANSPLANTASI1

Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

Pasal 2 PP No 18/1981

Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:

a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan
pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x
24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia dating ke rumah sakit.

Pasal 70 UU Kesehatan

(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam
masyarakat.

Pemeriksaan Medis

Pemeriksaan luar jenazah2

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang terlihat, tercium
maupun teraba. Diperiksa semua baik benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu
dan lain-lain juga terhadap tubuh mayat itu sendiri. Pemeriksaan harus mengikuti suatu
sistematika yang telah ditentukan.

Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika pemeriksaan luar adalah:
1. Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan pada jempol kaki
mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,
bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi
di kamar jenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.
2. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
penutup mayat.
6
3. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari
bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada.
4. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas sampai di bawah,
dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi bahan, warna dasar, warna dan
corak tekstil, bentuk/model pakaian, ukuran, merk penjahit, cap binatu,
monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila
ada tidaknya bercak/pengotoran atau robekan.
5. Mencatat benda di samping mayat.
6. Mencatat perubahan tanatologi :
i. Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
ii. Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada tidaknya
spasme kadaverik.
iii. Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu ruangan
pada saat tersebut.
iv. Pembusukan
v. Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.
7. Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan umur, warna kulit,
status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding
perut.
8. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas khusus, meliputi
rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit, anomali dan cacat pada tubuh.
9. Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut. Rambut kepala
harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong dan mencabut sampai
ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini
disimpan dalam kantungan yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
10. Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda kekerasan, kelainan.
Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna, cari pembuluh darah yang
melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan
fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat
ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan.
11. Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
12. Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan lengkap,
termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan, dan
sebagainya.
13. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran pembuluh
darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara menyeluruh.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan bawaan yang
ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat keadaan selaput darah
dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama. Perhatikan bentuk lubang
pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah dan lain-lain

7
15. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus, sianosis,
edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh.

Pada dugaan kematian akibat racun, pertama-tama harus dicium bau yang keluar dari tubuh
mayat. Hal ini harus dilakukan paling awal karena bila telah berlama-lama berada bersama
mayat, hidung pemeriksa akan beradaptasi sehingga tidak lagi tercium bau yang keluar dari
tubuh mayat.

Pembedahan mayat3

Untuk melakukan pemeriksaan pada korban yang sudah meninggal, perlu dilakukan pemeriksaan
khusus. Hal ini disebabkan bahwa racun yang telah masuk ke dalam tubuh korban tidak ada
meninggalkan bukti yang konkrit di sekitar tempat kejadian. Adapun hal-hal yang dilakukan
adalah berupa pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam tubuh korban, dan pemeriksaan toksikologi.
1. Bau yang tercium.
Ini dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya yang ditelan oleh korban. Pemeriksa dapat
mencium bau minyak tanah pada penelanan larutan insektisida, bau kutu busuk pada
malation, mau ammonia, fenol (asam karbolat), lisol, alcohol, eter, kloroform dan lain-
lain.
2. Adanya busa/ buih halus sukar pecah.
Pada mulut dan hidung dapat ditemukan adanya busa, kadang-kadang disertai bercak
darah.
3. Bercak coklat.
Kadang dapat ditemukan luka bakar kimiawi berupa bercak berwarna coklat agak
mencekung di kulit yang terkena insektisida bersangkutan
4. Pakaian.
Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh tercecernya racun
yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat
atau kuning karena asam nitrat.
5. Bercak-bercak racun.
Dari distribusi racun dapat diperkirakan cara kematian, bunuh diri, kecelakaan atau
pembunuhan. Pada kasus bunuh diri distribusi bercak biasanya teratur pada bagian depan
dan tengah dari pakaian, pada kecelakaan tidak khas, sedangkan pada kasus pembunuhan
distribusi bercak racun biasanya tidak beraturan (seperti disiram). Tanda-tanda asfiksida.
6. Lokasi.
Dapat ditemukan bibir, ujung jari, dan kuku kebiruan.
7. Lebam mayat.
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap. Kadang warna lebam mayat yang tidak biasa
juga mempunyai makna, karena pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang
tampak pada kulit.

8
Pemeriksaan organ/alat dalam4

Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, esofagus, trakea dan seterusnya
sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir. Pada pemeriksaan dalam
akibat keracunan akan ditemukan tanda-tanda seperti:
1. Darah berwarna lebih gelap dan encer.
2. Busa halus di dalam saluran nafas.
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,
berwarna gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung daerah aurikuloventrikuler, subpleura visceralis paru terutama di lobus bawah
pars diafragmatika dan fisura interlobularis, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah
otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.
5. Edema paru: bau dari zat pelarut mungkin dapat dideteksi, misalnya bau minyak tanah,
bensin, terpenting atau bau seperti mentega yang tengik. Dalam lambung akan ditemukan
cairan yang terdiri dari dua lapis, yang satu adalah cairan lambung dan lapisan lainnya
adalah lapisan larutan insektisida.
Dalam pemeriksaan dalam, segera setelah rongga perut dan dada dibuka, tentukan apakah
terdapat bau yang tidak biasa (racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium bau racun, maka
rongga tengkorak sebaiknya dibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menyelubungi
bau tersebut, terutama bila yang dicurigai adalah sianida. Bau sianida, alcohol, kloroform dan
eter tercium bau paling kuat dalam rongga tengkorak.

1. Inspeksi insitu.
Perhatikan warna otot-otot dan alat-alat. Pada keracunan karbonmonoksida tampak berwarna
keracunan merah muda cerah, dan pada sianida warna merah cerah. Warna coklat pada racun
dengan eksresi melalui mukosa usus. Peradangan dalam usus karakteristik pada keracuanan air
raksa, biasana pada kolon ascenden dan transversum dietemukan colitis. Lambung mungkin
tampak hiperemi atau tampak kehitam-hitaman dan terdapat perforasi akibat zat korosif. Hati
berwarna kuning karena degenerasi lemak atau nekrosis pada keracunan zat hepatotoksik seperti
fosfor, karbontetraklorida, kloroform, alcohol, dan arsen. Perhatikan warna darah pada
intoksikasi dengan racun yang menimbulkan hemolisis (bisa ular, pirogalol, hidriquinon,
dinitrofenol dan arsen). Darah dan organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada
racun yang menimbulkan gangguan trombosit terdapat bannyak bercak perdarahan pada organ-
organ. Bila terjadi keracunan yang cepat akan menimbulkan kematian misalnya sianida, alcohol,
kloroform maka darh dalam jantung dan pembuluh darah besar tetap cair, tidak terdapat bekuan
darah.

2. Lidah.

9
Perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau menunjukan kelainan yang
disebabkan oleh zat korosif.

3. Esophagus.
Bagian atas dibuka sampai pada ikatan diatas diafragma, apakah terdapat regurgitasi dan selaput
lender. Diperthatikan adanya hiperemi dan korosif.

4. Epiglottis dan glottis.


Perhatikan apakah ada hipermi atau oedem, disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi gas atau uap
yang merangsang atau akibat regurgitasi dan aspirasi zat yang merangsang.

5. Paru-paru.
Dietmukan kelainan yang tidak spesifik berupa bendungan akut. Pada inhalasi gas yang
merangsang seperti klorin dan nitrogen oksida ditemukan perbendungan dan oedem hebat serta
emfisema akut karena terjadi batuk-batuk, dyspneu dan spasme bronchus.

6. Lambung dan usus 12 jari.


Dipisahkan dari alat-alat lainnya dan diletakkan dalam wadah bersih, lambung dibuka sepanjang
kurvatura mayor dan diperhatikan apakah mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi
lambung, warna dan terdiri atas bahan apa.

7. Usus-usus.
Secara rutin usus-usus sebaiknya dikirim seluruhnya dengan ujung terikat. Pemeriksaan isi usus
diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah korban menelan zat beracun dan
ingin diketahui berapa lama waktu tersebut. Isi usus dikeluarkan dengan membuka satu ikatan
dan mengurut usus kemudian ditampung dalam gelas dan tentukan beratnya. Selaput lender
diperiksa kemudian dicuci dengan aquadest kemudian air cucian ditimbang serta dimasukan
dalam tabung yang berisi usus. Dalam isi usus kadang-kadang dapat ditemukan enteric tablets
atau tablet lain yang belum tercena.

8. Hati.
Apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak serinng ditemukan pada
peminum alcohol. Nekrosis dapat ditemukan pada keracunan phosphor, karbon tetrachlorida.

9. Ginjal.
Perubahan degenratif pada korteks ginjal dapat disebabkan oleh racun yang merangsang ginjal
agak membesar, korteks membesar, gambaran tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning.

10. Urin.

10
Dengan semprit dan jarum yang bersih urin diambil dari kandung kemin. Urin merupakan cairan
yang baik sekali untuk spot test yang mudah dikerjakan sehingga dapat diperoleh petunjuk yang
pertama dalam suatu analisis toksikologis secar sistematis.

11. Otak.
Pada keracunan akut dengan kematian yang cepat biasanya tidak ditemukan adanya edema otak
misalnya pada kematian cepat akibat barbiturat atau eter dan juga pada keracunan kronik arsen
atau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat ditemukan pada keracunan
karbonmonoksida, barbiturate, nitrogen oksida dan logam berat seperti air raksa, arsen dan timah
hitam.

12. Jantung.
Racun-racun yang dapat menyebabkan degenerasi parenkim, lemak atau hidropik pada
epitellium dapat menyebabkan degenerasi sel-sel otot jantung sehingga jantung menjadi lunak,
berwarna merak pucat coklat kekuning-kuningan dan ventrikel mungkin melebar. Pada
keracunan karbonmonoksida bila korban hidup selama 48 jam atau lebih dapat ditemukan
perdarahan berbercak dalam otot septum iterventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan
bergaris pada musculus papillaris ventrikel kiri dengan garis menyebar radier dari ujung otot
tersebut sehingga tampak gambaran seperti kipas. Pada keracunan arsen hamper selalu
ditemukan perdaraha kecil-kecil seperti nyala api (frame like) di bawah edokardium septum
interventrikel ventrikel kiri. Juga pada keracunan fosfor dapat ditemukan perubahan-perubahan
itu.

13. Limpa.
Selain adanya pembendungan akut, limpa tidak menunjukan kelainan patologik. Limpa jarang
dipergunakan dalam analisis toksikologik, sehingga umumnya limpa tidak diambil terkecuali bila
tidak dapat diperoleh lagi darah dari jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.

14. Empedu.
Empedu merupakan bahan yang baik untuk penentuan glutetimida (doriden), quabaina
(Strophantin, Strophantus gratus), morfin dan heroin.

15. Lemak
Jaring lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak bawah kulit daerah perut. Beberapa
racun cepat di absorpsi dalam jaringan lemak dan kemudian dengan lambat dilepaskan kedalam
darah. Jika terdapat persangkaan bahwa korban meninggal akibat penyuntikan jaringan di sekitar
tempat suntikan diambil dalam radius 5-10 cm.

16. Rambut

11
Pada dugaan keracunan arsen rambut kepala. Rambut diikat terlebih dahulu sebelum dicabut,
harus berikut akar-akarnya, dan kemudian diberi label agar ahli toksikologi dapat mengenali
mana bagian yang proksimal dan bagian distal. Rambut diambil kira-kira 10 gram tanpa
menggunakan pengawet. Kadar arsen ditentukan dari setiap bagian rambut yang telah digunting
beberapa bagian yang dimulai dari bagian proksimal dan setiap bagian panjangnya ½ inci atau 1
cm. terhadap
setiap bagian itu ditentukan kadar arsennya.

17. Kuku
Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapat kuku-kuku kedua ibu jari
tangan dan ibu jari kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa diawetkan. Ahli toksikologi membagi
kuku menjadi 3 bagian mulai dari proksimal. Kadar tertinggi ditemukan pada 1/3 bagian
proksimal.

Pemeriksaan Penunjang
Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :
1) Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.
Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi dalam formalin
10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas, otot jantung, arteri
koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari
bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.
2) Pemeriksaan toksikologi
Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya
setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatolgik. Secara umum
sampel yang harus diambil adalah :
a. Lambung dan isinya
b. Seluruh usus dan isisnya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus
setiap jarak sekitar 60 cm.
c. Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer (V. jugularis,
A. femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan dibagi dua, satu diberi
bahan pengawet dan yang lain tidak diberi bahan pengawet.
d. Hati, sebagai tempat detoksikasi, diambil sebanyak 500 gram.
e. Ginjal diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat khususnya atau bila
urine tidak tersedia.
f. Otak diambil 500 gram khusus untuk keracunan. Kloroform dan sianida,
dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan
untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembusukan.
g. Urin, diambil seluruhnya, karena pada umumnya racun akan diekresikan lewat urin,
khususnya pada tes penyaring untuk keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.
h. Empedu, diambil karena tempat ekresi berbagai racun.

12
i. Pada kasus khusus dapat diambil : jaringan suntikan, ajringan otot, lemak di bawah
kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak. Pada pemeriksaan intoksikasi,
digunakan alkohol dan larutan garamjenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1%
dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium
benzoate dan phenyl mercury nitrate khusus untuk pengawet urin.
Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali. Ambil 2 tabung
reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban dan tabung kedua 1-2 tetes
darah normal sebagai control. Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air
sehingga warn merah pada kedua tabung kurang lebih sama. Tambahkan pada masing-masing
tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%, lalu dikocok. Darah normal segera berubah warna menjadi
merah hijau kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu, tergantung pada konsentrasi
COHb, karena COHb bersifat lebih resisten terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar
saturasi 20% member warna merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa detik, dan
setelah 1 menit baru berubah warna menjadi coklat kehijauan.
Dapat pula dilakukan uji Formalin (Eachlolz-Liebmann). Darah yang akan diperiksa
ditambahkan larutan formalin 40% sama banyaknya. Bila darah mengandung COHb 25%
saturasi maka akan terbentuk koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung
reaksi. Semakin tinggi kadar COHb, semkain merah warna koagulatnya. Sedangkan pada darah
normal akan terbentuk koagulat yang berwarna coklat. Pemeriksaan adanya COHb dalam darah
juga dapat melalui penentuan secara spektroskopis. Pemeriksaan kuantitatif CO dapat dilakukan
dengan cara Gettler-Freimuth, spektrofotometrik maupun kromatografi gas.
Cara Gettler-Freimuth (semi-kwantitatif), menggunakan prinsip sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida → CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H20 → Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna hitam. Dengan
membandingkan intensitas warna hitam tersebut dengan warna hitam yang diperoleh dari
pemeriksaan terhadap darah dengan kadar COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan
konsentrasi COHb secara semi kuantitatif.
Cara spetrofotometrik adalah cara yang terbaik untuk melakukan analisis CO atas darah segar
korban keracunan CO yang masih hidup, karena hanya dengan cara ini dapat ditentukan rasio
COHb : HbO2. Darah mayat adalah darah yang tidak segar, sehingga memberikan hasil yang
tidak dapat dipercaya.
Cara kromatografi gas banyak dipakai untuk mengukur kadar CO dari sampel darah mayat
(darah tidak segar) dan cukup dapat dipercaya.

Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)

Pemeriksaan ditempat kejadian penting untuk membantu penentuan penyebab kematian dan
menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan untuk menjelaskan apakah orang itu

13
mati karena keracunan, misalnya dengan memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau
pembungkusnya. Apakah terdapat gelas atau alat minum lain, atau ada surat perpisahan/
peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin
tentang saat kematian, kapan terakhir kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini
apakah sehat-sehat saja. Berapa lama gejala yang timbul setelah makan/ minum terakhir, dan apa
saja gejala-gejalanya. Bila sebelumnya sudah sakit, apa penyakitnya, obat-obat apa yang
diberikan serta siapa yang memberi.
Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak, tanyakan dimana zat beracun disimpan,
apakah dekat makan minuman. Bagaimana keadaan emosi korban tersebut sebelumnya dan
apakah pekerjaan korban. Kemungkinan adanya industrial poisoning, yaitu racun yang diperoleh
dari tempat dia bekerja. Mengumpulkan barang bukti. Kumpulkan obat-obatan dan
pembungkusnya muntahan harus diambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples,
periksa adanya tiket dari apotik dan juga memeriksa tempat sampah.

Toksikologi

Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam rangka membantu
penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun, menyusun dan menilai
barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar dapat membuat terang suatu
kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal akibat racun. Untuk mewujudkan
penyidikan secara cepat dan tepat dalam rangka pengungkapan kejahatan pembunuhan
khususnya kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal karena diracun, maka
sangat diperlukan ilmu mengenai racun atau toksikologi forensik. Biasanya dokter pemeriksa,
pada saat melakukan pemeriksaan luar dan dalam korban mati dugaan tindak pidana sudah
memikirkan untuk melakukan atau tidak melakukan pemeriksaan toksikologi. Terutama jika
keadaan korban mati lebih mengarah kepada keracunan suatu zat. Jika dugaan ini diperkuat
dengan hasil pemeriksaan racun tertentu, seperti: cairan pembasmi serangga, obat-
obatan/narkoba, atau zat-zat lainnya positif tentu saja kesimpulan pada visum et repertum korban
akan lebih jelas dan dapat disimpulkan dengan tepat.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penting yaitu pemeriksaan di tempat kejadian, pemeriksaan forensik dan pemeriksaan
toksikologi.
a. Pengelompokan racun dibagi berdasarkan:
1) Sumber racun
 Racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti opium (dari Papaver somniferum),
kokain , kurare, aflatoksin (dari Aspergilus niger), Amygdala (sianida dalam
tumbuhan).
 Racun yang berasal dari hewan: bisa/ toksin ular/ laba-laba/ hewan laut. Berasal dari
mineral: arsen, timah hitam atau sintetik: heroin.
2) Tempat Dimana Racun Berada.
a. Racun yang terdapat di alam bebas, misalnya gas beracun di alam.

14
b. Racun yang terdapat dalam rumah tangga misalnya, deterjen, desinfektan, insektisida,
pembersih (cleaners).
3) Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida. Racun
yang digunakan dalam industry dan laboratorium, misalnya asam, basa kuat, dan logam
berat.
4) Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam singkong, toksin botulinus,
bahan pengawet, zat aditif serta “racun” dalam bentuk obat, misalnya hipnotik, sedative
dan lain sebagainya.
5) Racun yang banyak beredar dikalangan medis. Hipnotika, sdativa, transqullizer, Anti
Depresan, Analgetika, Narkotika, Antibiotika.
6) Mekanisme kerja
a. Racun yang bekerja local atau setempat.
1. Zat- zat korosif: lisol, asam urat, basa kuat.
2. Zat yang bersifat iriatan: arsen, HgCl2.
3. Zat yang bersifat anestetik: kokain, asam karbol.
b. Racun yang bekerja secara sistemik.
1. Narkotika, barbiturat dan alcohol, terutama berpengaruh terhadap susunan syaraf
pusat.
2. Digitalis dan amsam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung.
3. Karbon-monoksida dan sianida terutama berpengaruh terhadap sistem enzim
pernafasan dalam sel.
4. Insektisida golongan “chlorinated hydrocarbon”, dan golongan fosfor organic;
terutama berpengaruh terhadap hati.
5. Strychnine, terutama berpengaruh pada medulla spinalis.
6. Cantharides dan HgCl2; terutama berpengaruh terhadap ginjal.
c. Racun yang bekerja secara local dan sisematik.
1. Asam okslat
2. Asam karbol
3. Arsen
4. Garam Pb
d. Racun yang mengikat gugus sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada
ATP-ase.
e. Racun yang membentuk methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit dalam usus.

Tanatologi

Tanatologi mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu
mati somatic, mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).

15
Mati somatic (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan,
yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskular dan system pernafasan, yang menetap
(irreversible). Secara klinis tidak ditemukan reflkes-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak terdengar
pada auskultasi.

Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga sistim kehidupan di
atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih
masih dapat dibuktikan bahwa ketiga ketiga system tersebut masih berfungsi, Mati suri sering
ditemukan pada kasus keracunan bat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.

Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa
saat setelah kematin somatic. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.

Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua system ainnya yaitu system pernafasan dan kardiovaskular masih
berfungsi dengan alat bantuan.

Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial
yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup
lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.

Tanda kematian tidak pasti5,6


1. Pernafasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga kadang-kadangmembuat orang menjadi tampak lebih muda. Kelemasan
otot sesaat setelah kematian disebut relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran
daerah-daerah yang tertekan, misalnya daerah belikat dan bokong pada mayat yang
terlentang.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasibeberapa menit setelah kematian. Segmen-
segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan memeteskan air.

Tanda pasti kematian5,6

16
1. Lebam Mayat (livor mortis)
Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati tempat terbawah akibat gaya tarik
bumi (gravitasi), mengisi vena dan venula, membentuk beercak warna merah ungu (livide)
pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap
cair karena adanya aktivitas fibinolisin yang berasal dari endtel pembuluh darah. Lebam
mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit setelah mati, dan intensitas nya bertambah setelah
8-12 jam. Sebelum itu, lebam mayat masih hilang (pucat) pada penekanan dan berpindah jika
posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih lengkap apabila penekanan perubahan
posisi dilakukan 6 jam setelah mati klinis. Setelah 24 jam, darah masih cukup cair untuk
membentuk lebam mayat. Kadang dijumpai bercak perdarahan berwarna biru kehitaman
akibat pecahnya pembuluh darah.
Lebam mayat digunakan untuk tanda pasti kematian, memperkirakan sebab kematian,
misalnya lebam berwarna merah terang pada keracunan CO atau CN, warna kecoklatan pada
keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulfonal; mengetahui perubahan psoisi mayat yang dilakukan
setelah terjadinya lebam mayat dan memperkirakan saat kematian. Apabila lebam mayat
terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan perubahan posisi
menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam mayat baru di daerah
dada dan perut. Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan
menunjukkan saat kematian kurang dari 8-12 jam sbelum saat pemeriksaaan. Bila pada
trauma, daerah tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna
merah darah akan hilang atau pudar pada lebam mayat, sedangkan pada resapan darah tidak
menghilang.
2. Kaku Mayat (rigor mortis)
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-kira 2
jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian tubuh luar (otot-otot kecil) kearah dalam
(sentripental). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayat ini menjalar kraniokaudal.
Setelah mati klinis 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat
umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat otot
berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi pemendekan otot.
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati,
suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu lingkungan
tinggi.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian. Terdapat kekauan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:
i. Cadaveric spasm (instantaneuous rigor), adalah bentuk kekauan otot yang terjadi pada
saat kematian dan menetap tanpa didahului relaksasi primer.Cadaveric spasm jarang
terjadi, penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat
setempat pada mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal. Kepentingannya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya.
Misalnya tangan yang menggenggam erat benda dan meraihnya pada kasus tenggelam.

17
ii. Heat stiffening, adalah kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot
berwana merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat ditemukan
pada korban mati terbakar. Serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan
fleksi leher, siku, paha dan lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude).
iii. Cold stiffening, adalah kekakuan otot akibat lingkungan dingin,terjadi pembekuan cairan
tubuh, cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot.
3. Penurunan Suhu Tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu ke benda ke benda
yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi. Penelitian akhir-
akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat kematian melalui pengukuran suhu tubuh
pada lingkungan yang menetap di TKP. Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali
penentuan suhu rectal dengan interval waktu yang sama (minimal 15 menit). Suhu
lingkungan diukur dan dianggap konstan karena factor-faktor lingkungan dibuat menetap,
sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat celcius bila tidak ada penyakit demam.
Penelitian menunjukkan bahwa perubahan suhu lingkungan yang kurang dari 2 derajat
Celcius tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna.
4. Pembusukan (decomposition, putrefaction)
Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah
pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat
kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pascamati dan hanya dapat dicegah dengan
pembekuan jaringan. Setelah seseorang meninggal, bakteri yan ghidup dalam tubuh segera
masuk ke dalam jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk
bertumbuh. Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium
welchii. Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S dan HCN, serta asam
amino dan asam lemak.
Pembusukan baru terjadi kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
terletak dekat dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-
hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada,
dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar
dan berwarnna hijau kehitaman. Selanjutnya kulit ari akangnya perut dan keluarnyaan
terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk.
Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan mengakibatkan
tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas yang terdapat di
dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik (krepitasi). Tubuh berada
di dalam sikap petinju (pugilistic attitude) akibat terkumpulnya gas pembusukan di dalam
rongga sendi. Rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem, bibir
tebal, lidah membengkak dan sering terjulur diantara gigi.

18
Luka akibat gigitan binatang pengerta khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi
bergerigi. Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-
kira 36-48 jam pasca mati. Telur lalat akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam.
Dengan identifikasi spesies dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva
tersebut yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat mati.
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan waktu yang berbeda. Perubahan
warna terjadi pada lambunng terutama di daerah fundus, usus, menjadi ungu kecoklatan.
Mukosa saluran nafas menjadi kemerahan, endokardium dan intima pembuluh darah juga
kemerahan, akibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung empedu mengakibatkan
warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Tak melunak,hati menjadi berongga seperti
spons,limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat-alat dalam akan mengerut. Prostat
dan uterus non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan
pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5 derajat
celcius hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan udara yang cukup, banyak bakteri
pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat
terdapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk
dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau daam tanah.
5. Adiposera (lilin mayat)
Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau berminyak
berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca mati. Adiposera terutama
terdiri dari asam-asam lemak tidak jenuh dari hidrolisis lemak. Adiposera dapat terbentuk di
sebarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, yang pertamakali terkena adalah lemak
superficial. Perubahan bentuk berupa bercak pada pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh
atau ekstremitas. Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh dapat bertahan
hingga bertahuntahun, sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masih
dimungkinkan. Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman
dan dehidrasi jaringan bertambah.
6. Mummifikasi
Merupakan proses penguapann cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan
berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput dan tidak membusuk karena
kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mummifikasi terjadi bila suhu
hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang
lama (12-14 minggu). Mummifikasi jarang dijumpai pada cuaca yang normal.

Interpretasi temuan

Pada kedua mayat, interpretasi hasil yang dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan luar antara lain
:

19
Kaku mayat terdapat pada seluruh tubuh, sukar dilawan. Ini berarti korban telah meninggal
melebihi 12 jam yang lalu . Lebam mayat berwarna merah muda terang yang terdapat pada
bagian punggung dan tidak hilang pada penekanan mengarah kepada keracunan karbon
monoksida sebagai penyebab kematian. Tidak ada sebarang bau yang tercium dari tubuh korban.
Tidak ditemukan juga bercak-bercak racun pada pakaian kedua korban berarti korban tidak
meminum racun atau dipaksa minum racun. Tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat.
Bagi memastikan lagi penyebab kematian, telah dilakukan pemeriksaan organ dalam mayat
sehingga ditemukan:
1 Otot-otot, hati, lambung dan usus berwarna merah berwarna merah terang, adanya
pneumonia hipostatik paru di paru kanan dan kiri. Penampang paru juga tampak merah
terang dan dari irisan keluar sedikit darah.
2 Terdapat bintik perdarahan pada selaput luar jantung, ditemukan adanya perdarahan dan
nekrosis pada otot jantung, terutama di muskulus papilaris ventrikel kiri.
3 Pada pemeriksaan mikroskopik penampang memanjang muskulus papilaris ditemukan
berbercak-bercak perdarahan, adanya perdarahan pada otot bilik terutama di superikardial
dan subendokardial serta terdapat thrombosis di bilik jantung. Pada penampang ginjal
pula menunjukan gambaran nekrosis tubuli ginjal.
4 Ditemukan ensefalomalasia simetri pada globus palidus. Pemeriksaan mikroskopik pada
otak pula memberikan gambaran pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombi
hialin, nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung
trombi hialin dengan perdarahan di sekitarnya, nekrosis halus yang dikelilingi oleh
pembuluh-pembuluh darah yang mengandung trombi, dinding arteriol memecah yang
merupakan gambaran keracunan yang lebih ke mengarah kepada keracunan karbon
monoksida.
5 Dilakukan pemeriksaan laboratorium uji dilusi alkali dengan hasil memberi warna merah
muda terang yang bertahan selama beberapa detik dan setelah satu menit baru berubah
menjadi coklat kehijauan. Dilakukan uji kromatografi gas dengan kadar gas CO di dalam
darah mencapai dua puluh persen.
Pada pemeriksaan TKP, ditemukan barang-barang di dalam ruangan masih tertata rapi dan tidak
ada barang yang hilang menunjukkan tidak ada berlaku perkelahian. Tidak ditemukan juga sisa
obat, pembungkus obat, atau gelas minum di dalam kamar. Pemeriksaan di kamar mandi
ditemukan sebuah alat “water heater” yang telah usang masih bernyala.

Asuransi Jiwa7

Asuransi jiwa adalah jenis asuransi yang menyediakan pengalihkerugian finansial atas bencana
yang bisa terjadi pada manusia, baik akibat langsung seperti kematian atau cacat maupun akibat
tidak langsung seperti biaya pengobatan atau kehilangan penghasilan.
Karakteristik asuransi jiwa :

20
a) Masa Pertanggungan
- Umumnya lebih dari 1 tahun, kecuali polis perjalanan atau rider dari suatu polis
jangka pendek.
b) Obyek Pertanggungan
- Jiwa manusia dan fisik manusia.
c) Risiko yang Ditanggung
- Kematian, cacat badan, biaya pengobatan, kehilangan pendapatan.

Jenis-jenis asuransi jiwa :


a) Ordinary Life Assurance
- Whole life
- Term life
b) Pension Plan
- Defined Contribution
- Defined Benefit
c) Annuity
- Immidiate annuity
- Deferred annuity
d) Accident & Health Assurance

Subjek dalam asuransi jiwa :


 Pemegang polis
- Pihak yang memegang/menyimpan dokumen polis.
 Tertanggung
- Pihak yang jiwa atau kesehatannya ditanggung/dilindungi oleh asuransi.
 Ahli waris
- Pihak yang berhak memperoleh santunan asuransi.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari temuan-temuan pada tubuh korban, serta identifikasi korban
secara menyeluruh, dapat dipastikan korban telah meninggal melebihi 12 jam dengan gambaran
penyebab kematian yang spesifik. Dugaan penyebab kematian korban sangat mengarah kepada
akibat keracunan karbon monoksida yang berasal dari alat pemanas air (water heater) yang telah
usang dibiarkan menyala lama di dalam kamar mandi. Korban kekurangan oksigen untuk
bernafas dan mengalami hipoksia jaringan sehingga otak kekurangan oksigen menyebabkan
korban meninggal sewaktu tidur.

21
Daftar Pustaka

1. Staf Bagian Kedokteran Forensik. Peraturan perundang-undangan bidan kedokteran &


prosedur medikolegal. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1994.h. 11-8.
2. Staf Bagian Kedokteran Forensik. Teknik autopsi forensik: pemeriksaan luar. Edisi ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h. p7-20
3. Staf Bagian Kedokteran Forensik. Teknik autopsi forensik: pemeriksaan organ/alat dalam.
Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h. 32-44.
4. Pemeriksaan organ dalam. Diunduh dari
http://minaoto02.blogspot.com/2011/01/pemeriksaan-otopsi.html.15 Desember 2017.
5. Arif Mansjoer et all. Tanatologi forensik dalam kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga.
Jakarta: Penerbit Media Aescuapius; 2000.h. 209-11.
6. Staf Bagian Kedokteran Forensik. Ilmu kedokteran forensik: tanda pasti dan tanda kematian
tidak pasti. Edisi pertama. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.h. 28-
36.
7. Asuransi Jiwa. Diunduh dari http://pengertianasuransi.com/pengertian-asuransi-jiwa.html. 15
Desember 2017.

22

Anda mungkin juga menyukai