Desa Siaga 3 PDF
Desa Siaga 3 PDF
ABSTRACT
“Desa Siaga” is the one of government’s program for empowering community in health sector, especially to decrease maternal and infant
mortality in village areas. This program actually plays as the implementation of empowerment concept. In this paper we elaborate the step
how to implementing the concepts of empowerment, and also make an explanation of the empowerment theory as a program and process which
is influence by the role of the midwives at village level. Some research revealed that factors influencing the performance of midwives are age,
marital status, education level, knowledge, attitude, duration of job, motivation and also their activities in community organization.
91
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,
yang menggambarkan kegiatan menyeluruh dari berbagai bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
aspek yang terkait dengan kesehatan masyarakat sampai Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang
pada kesiapsiagaan bencana dan kegawatdaruratan yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan
mungkin akan terjadi di desa. memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang
dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-
Pemberdayaan Masyarakat masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya
Menurut Sulistiyani (2004) bahwa secara etimologis atau kemampuan yang dimiliki. Menurut terjadinya
pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif,
kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan
tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses kontribusi pada terciptanya kemandirian masyarakat yang
untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan dicita-citakan. Dengan demikian, dalam masyarakat akan
atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan terjadi kecukupan wawasan, yang dilengkapi dengan
dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang kecakapan keterampilan yang memadai, diperkuat oleh
atau belum berdaya. rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan
Shardlow (1998) dalam Adi (2008) pengertian kebutuhannya. Kemandirian masyarakat dapat dicapai
pemberdayaan, pada intinya membahas bagaimana tentu memerlukan sebuah proses belajar. Masyarakat
individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha yang mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang
untuk membentuk masa depan sesuai dengan bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara
keinginan mereka. Dalam kesimpulannya, Shardlow mandiri.
menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai sesuatu Menurut Nasikun (2000) paradigma pembangunan
gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek baru berprinsip bahwa pembangunan harus pertama-
(1961) dalam Notoatmodjo (2005) yang dikenal di bidang tama dan terutama dilakukan atas inisitaif dan dorongan
pendidikan ilmu kesejahteraan sosial dengan nama ‘Self- berbagai kepentingan masyarakat. Masyarakat harus diberi
Determination’. Prinsip ini pada intinya mendorong klien kesempatan untuk terlibat di dalam keseluruhan proses
untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya; termasuk
dalam kaitannya dengan upaya mengatasi permasalahan pemilikan serta penguasaan aset infrastrukturnya sehingga
yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan distribusi keuntungan dan manfaat akan lebih adil bagi
kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya. masyarakat.
Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi Proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan.
dan tanggung jawab utama dalam program pembangunan Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan
melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian
berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan. kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat
Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama
dan material, ekonomi, kelembagaan, kerja sama, tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer
kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan
menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Kemampuan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada
berdaya mempunyai arti yang sama dengan kemandirian proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
masyarakat. Salah satu cara untuk meraihnya adalah agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
dengan membuka kesempatan bagi seluruh komponen menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui
masyarakat dalam tahapan program pembangunan. Setiap proses dialog (Pranarka dan Vidhyandika, 1996). Selain
komponen masyarakat selalu memiliki kemampuan atau itu proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
berpotensi. Keutuhan potensi ini akan dapat dilihat apabila proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim
di antara mereka mengintegrasikan diri dan bekerja yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang
sama untuk dapat berdaya dan mandiri. Berdasarkan (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia
beberapa pengertian pemberdayaan tersebut, maka dapat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya
disimpulkan bahwa pada hakikatnya pemberdayaan tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat
adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah
atau memberikan daya, kekuatan atau kemampuan membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan
kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya
dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau
memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering),
sumber daya dan potensi yang dimiliki secara mandiri. sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain
Tujuan pemberdayaan menurut Sulistiyani (2004) dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga
adalah terbentuknya individu dan masyarakat mandiri. mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan,
92 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 8, No. 3 Maret 2012: 91–98
harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggung
karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang jawab. Adi (2003) menyatakan bahwa meskipun proses
kuat (Kartasasmita, 1995). pemberdayaan suatu masyarakat merupakan suatu proses
Komunitas yang baik mempunyai kompetensi yang berkesinambungan, namun dalam implementasinya
yang harus dimiliki masyarakat yaitu, sebagai berikut: tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan
(1) mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan mulus dalam pelaksanaannya. Tak jarang ada beberapa
komunitas, (2) mampu mencapai kesempatan tentang kelompok dalam komunitas yang melakukan penolakan
sasaran yang hendak dicapai dalam skala prioritas, terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang muncul.
(3) mampu menemukan dan menyepakati cara dan Watson dalam Adi (2003) menyatakan beberapa kendala
alat mencapai sasaran yang telah disetujui, dan (hambatan) dalam pembangunan masyarakat, baik yang
(4) mampu bekerja sama dalam bertindak mencapai tujuan. berasal dari kepribadian individu maupun berasal dari
Kompetensi-kompetensi tersebut merupakan kompetensi sistem sosial:
pendukung untuk mengantarkan masyarakat agar mampu a. Berasal dari kepribadian individu; kestabilan
memikirkan, mencari dan menentukan solusi yang terbaik (Homeostatis), kebiasaan (Habit), seleksi ingatan
dalam pembangunan sosial (Adi, 2003). dan persepsi (Selective Perception and Retention),
Sebagaimana dikemukakan oleh Montagu & Matson ketergantungan (Depedence), Super-ego, yang terlalu
dalam Suprijatna (2000) yang mengusulkan konsep The kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau
Good Community and Competency yang meliputi sembilan menerima pembaharuan, dan rasa tak percaya diri
konsep komunitas yang baik dan empat komponen (self- Distrust)
kompetensi masyarakat. The Good Community and b. Berasal dari sistem sosial; kesepakatan terhadap norma
Competency itu adalah: (1) setiap anggota masyarakat tertentu (Conformity to Norms), yang ”mengikat”
berinteraksi satu sama lain berdasarkan hubungan pribadi sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas
atau kelompok; (2) komunitas memiliki kebebasan atau tertentu, kesatuan dan kepaduan sistem dan budaya
otonomi, yaitu memiliki kewenangan dan kemampuan (Systemic and Cultural Coherence), kelompok
untuk mengurus kepentingannya sendiri secara mandiri kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sakral
dan bertanggung jawab; (3) memiliki vialibilitas yaitu (The Sacrosanct), dan penolakan terhadap ”Orang
kemampuan memecahkan masalah sendiri; (4) distribusi Luar” (Rejection of Outsiders)
kekuasaan secara adil dan merata sehingga setiap orang
mempunyai kesempatan dan bebas memiliki serta Pembentukan masyarakat yang memiliki kemampuan
menyatakan kehendaknya; (5) kesempatan setiap anggota yang memadai untuk memikirkan dan menentukan solusi
masyarakat untuk berpartsipasi aktif untuk kepentingan yang terbaik dalam pembangunan tentunya tidak selamanya
bersama; (6) komunitas memberi makna kepada anggota; harus dibimbing, diarahkan dan difasilitasi. Berkaitan
(7) adanya heterogenitas/beda pendapat; (8) pelayanan dengan hal ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa
masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat mungkin pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai
kepada yang berkepentingan; dan (9) adanya konflik dan target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian
manajemen konflik. dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan agar tidak jatuh lagi. Berdasarkan pendapat Sumodiningrat
dapat menjadikan masyarakat menjadi lebih berdaya berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar,
berkekuatan dan berkemampuan. Kaitannya dengan hingga mencapai status mandiri. Proses pemberdayaan
indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) masyarakat semestinya juga didampingi oleh suatu tim
menyebutkan beberapa ciri warga masyarakat berdaya fasilitator yang bersifat multidisiplin. Tim pendamping ini
yaitu: (1) mampu memahami diri dan potensinya, mampu merupakan salah satu external factor dalam pemberdayaan
merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan masyarakat. Peran tim pada awal proses sangat aktif
ke depan), (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri, tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses
(3) memiliki kekuatan untuk berunding, (4) memiliki berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan
bargaining power yang memadai dalam melakukan kerja kegiatannya secara mandiri. Dalam operasionalnya inisiatif
sama yang saling menguntungkan, dan (5) bertanggung tim pemberdayaan masyarakat akan pelan-pelan dikurangi
jawab atas tindakannya. Slamet (2003) menjelaskan lebih dan akhirnya berhenti. Peran tim sebagai fasilitator akan
rinci bahwa yang dimaksud dengan masyarakat berdaya dipenuhi oleh pengurus kelompok atau pihak lain yang
adalah masyarakat yang tahu, mengerti, paham termotivasi, dianggap mampu oleh masyarakat.
berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu
Pemberdayaan Masyarakat sebagai Suatu Program
bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil
dan Proses
keputusan, berani mengambil risiko, mampu mencari
dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai Di samping dapat dilihat dari bidang-bidang yang
dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan terlibat dalam suatu pemberdayaan masyarakat, upaya
masyarakat yang memiliki sifat seperti yang diharapkan pemberdayaan masyarakat juga dapat dilihat dari sisi
harus dilakukan secara berkesinambungan dengan keberdayaan sebagai suatu program ataupun sebagai
94 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 8, No. 3 Maret 2012: 91–98
Pengembangan Desa Siaga dilakukan dengan Program Pendidikan Bidan (P2B) yang disetarakan dengan
memfasilitasi masyarakat desa untuk menempuh siklus Diploma I, Diploma III dan Diploma IV dan lulus ujian
pembelajaran dalam menangani berbagai masalah sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sedangkan Bidan
kesehatan yang dihadapinya. Proses ini diawali dengan di Desa adalah Bidan yang ditempatkan, diwajibkan
memfasilitasi masyarakat desa dengan identifikasi tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah
masalah dan penyebabnya dalam bentuk Survei Mawas kerjanya, yang meliputi 1 (satu) sampai 2 (dua) desa.
Diri (SMD). Kemudian hasil SMD dianalisis dan ditelaah Dalam melaksanakan tugasnya, Bidan bertanggung jawab
guna merumuskan alternatif pemecahan masalah kesehatan langsung kepada Kepala Puskesmas setempat dan bekerja
yang dihadapi dalam forum Musyawarah Masyarakat sama dengan perangkat desa. Tujuan penempatan Bidan
Desa (MMD). Setelah terpilih alternatif pemecahan di Desa adalah untuk meningkatkan mutu dan pemerataan
masalah, selanjutnya disepakati upaya penetapan dan jangkauan pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan
pelaksanaan pemecahan masalah. Untuk itu, dilakukanlah angka kematian ibu, angka kematian bayi dan angka
rekrutmen dan pelatihan kader yang akan membantu kelahiran, yang didukung oleh meningkatnya kesadaran
dalam pengelolaan kegiatan kesehatan masyarakat. masyarakat untuk berperilaku hidup sehat (Depkes RI,
Selanjutnya para kader akan melaksanakan kegiatan 1996).
intervensi yang telah disepakati, disesuaikan dengan Tugas utama Bidan adalah membina peran serta
sumber daya yang dimiliki. Seiring dengan berjalannya masyarakat melalui pembinaan Posyandu dan pembinaan
kegiatan, para kader difasilitasi untuk melaksanakan kelompok Dasa Wisma, di samping memberi pelayanan
pemantauan dan evaluasi agar dapat diketahui tingkat langsung di Posyandu dan pertolongan persalinan.
keberhasilan kegiatan mereka, dan sekaligus mendapatkan Sedangkan tugas pokok bidan di desa adalah melaksanakan
informasi untuk pengembangan kegiatan lebih lanjut. Yang kegiatan Puskesmas di desa wilayah kerjanya berdasarkan
juga sangat penting diperhatikan di sini adalah fasilitasi urutan prioritas masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai
terhadap para kader dalam rangka menjaga kelestarian dengan kewenangan yang dimiliki dan diberikan. Selain
(sustainability) dari keterlibatan atau peran aktif mereka. itu Bidan di desa mempunyai tugas menggerakkan dan
Tidak jarang, selang beberapa waktu setelah suatu UKBM membina masyarakat desa di wilayah kerjanya agar
tumbuh, kemudian mati akibat banyaknya kader yang tumbuh kesadarannya untuk dapat berperilaku hidup
mengundurkan diri atau tidak aktif. Banyak hal yang sehat (Wijono, 1997). Mengacu tugas pokok dan fungsi
menyebabkan kejadian ini. Salah satunya adalah karena bidan di desa, maka program Desa Siaga tentulah sangat
kader tersebut sebenarnya masih disibukkan oleh urusan bergantung peran aktif dari bidan.
memenuhi kebutuhan primernya yang berupa keamanan
secara ekonomis. Oleh karena itu, tahap ini justru sangat Faktor yang Memengaruhi Perilaku Kinerja Bidan
kritis, karena fasilitator harus dapat mengantisipasi
Menurut Gibson, et al. (1987) terdapat 3 (tiga)
kemacetan, dengan mengembangkan berbagai upaya
kelompok variabel yang memengaruhi perilaku
untuk memenuhi kebutuhan para kader. Dengan demikian,
kinerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel
fasilitasi yang dilakukan menjadi bersifat membangun
organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga kelompok
kemandirian masyarakat bukan sebaliknya menciptakan
variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada
ketergantungan (Depkes RI, 2006).
akhirnya berpengaruh pada kinerja personal. Perilaku
Terdapat 9 (sembilan) kriteria Desa Siaga di Provinsi
yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan
Jawa Timur, yaitu: (1) adanya Forum Masyarakat Desa
dengan tugas dan pekerjaan yang harus diselesaikan
(FMD), (2) Pelayanan Kesehatan Dasar, (3) ada Upaya
untuk mencapai sasaran suatu jabatan. Pertama, variabel
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), (4)
individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan
berjalannya P4K dan dibina Puskesmas PONED, (5)
dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-
Surveilans berbasis masyarakat, (6) Sistem Kesiapsiagaan
variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor
dan Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, (7)
utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja individu.
Sistem Pembiayaan Kesehatan Berbasis Masyarakat, (8)
Kedua, variabel psikologis terdiri dari sub-variabel
Lingkungan Sehat, dan (9) Masyarakat ber-PHBS dan
pengetahuan, sikap, kepribadian, motivasi. Variabel
Kadarzi. Jika semua indikator dalam kriteria Desa Siaga
ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,
sudah terpenuhi maka disebut desa siaga paripurna (Dinkes
pengalaman kerja sebelumnya, dan demografis. Variabel
Provinsi Jawa Timur, 2006).
psikologis merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur,
serta sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari
Peran Bidan Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat
variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan
Bidang Kesehatan
bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar
Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti belakang budaya, dan keterampilan berbeda satu sama
program pendidikan Bidan dan lulus ujian sesuai dengan lainnya. Ketiga, variabel organisasi berefek tidak langsung
persyaratan yang berlaku (Kepmenkes nomor 900 tahun terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel ini terdiri
2002). Ditambahkan dalam Kepmenkes nomor 1212 tahun dari sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
2002 bahwa Bidan adalah seorang yang telah mengikuti struktur, desain pekerjaan.
96 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 8, No. 3 Maret 2012: 91–98
Tempat Tinggal. Sesuai dengan namanya Bidan di positif dan negatif. Apabila individu memiliki sikap yang
Desa, maka sewajarnya ditempatkan dan diwajibkan positif terhadap suatu objek, ia akan siap membantu,
tinggal di desa atau Polindes serta bertugas melayani memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan
masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1 sampai objek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif
2 desa. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidan bertanggung terhadap suatu objek, maka ia akan mengecam, mencela,
jawab langsung kepada Kepala Puskesmas setempat menyerang bahkan membinasakan objek itu (Purba,
(Purba, 2009). Penelitian Winarni (2007) mendapati bahwa 2009). Penelitian Lubis (2006) dalam Purba (2009), yang
lokasi tempat tinggal Bidan berpengaruh terhadap peranan meneliti perilaku Bidan di Desa di Kecamatan Angkola
Bidan di Desa dalam upaya menurunkan angka kematian Tapanuli Selatan menemukan bahwa sikap Bidan di
ibu di Kabupaten Aceh Utara. Menurut Syahlan (2002), Desa berpengaruh terhadap kinerja dalam memberikan
Bidan di Desa yang bertempat tinggal di desa atau Polindes pelayanan kepada ibu dan balita. Dalam penelitian tersebut
memiliki kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan mendapati bahwa Bidan yang mempunyai sikap negatif
Bidan Desa yang tidak bertempat tinggal di Polindes. Hal terhadap profesinya memberikan pelayanan kepada ibu
ini sangat logis karena dari beberapa fakta, Bidan yang dan balita kurang baik, sebaliknya Bidan di Desa yang
bertempat tinggal di luar desa sebagian waktu kerjanya mempunyai sikap positif memberikan pelayanan dengan
habis tersita perjalanan pulang pergi dari tempat tinggal baik kepada ibu dan balita.
ke Polindes sehingga mengganggu kinerjanya. Motivasi. Menurut Gray dalam Winardi (2007)
bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang
Kondisi Psikologis Bidan di Desa bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang
menyebabkan timbulnya sikap antusias dan persistensi
Pengetahuan. Pengetahuan adalah merupakan hasil
dalam melaksanakan kegiatan tertentu. Berdasarkan
dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
beberapa definisi disimpulkan bahwa motivasi adalah
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
bagaimana menggerakkan orang agar mau bekerja dengan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
semangat dan menunjukkan kemampuan yang dimiliki
tindakan seseorang (perilaku) dan perilaku yang didasari
untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi untuk
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
keberhasilan suatu organisasi dalam hal ini Bidan di Desa
yang tidak didasari dengan pengetahuan (Notoatmodjo,
sebagai fasilitator pengembangan Desa Siaga.
2005). Beberapa faktor yang Memengaruhi pengetahuan
adalah: (1) Umur, faktor umur akan membuka perilaku
seseorang, kematangan usia sangat berpengaruh terhadap Keterlibatan Bidan dalam Kegiatan Sosial
proses berpikir seseorang. Semakin cukup umur seseorang, Organisasi sosial yang ada di masyarakat merupakan
maka tingkat pengetahuan dan kekuatannya akan lebih wadah berkumpulnya para anggota dari masing-masing
matang dalam berpikir dan bekerja. (2) Pendidikan, makin organisasi tersebut, sehingga upaya pemberdayaan
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah masyarakat akan lebih efektif dan efisien apabila
seseorang dalam menerima informasi, sehingga semakin pemerintah/tenaga kesehatan memanfaatkannya dalam
banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya upaya pembangunan kesehatan. Organisasi sosial
tingkat pendidikan yang kurang atau rendah akan yang dapat dimanfaatkan diantaranya adalah TP. PKK,
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap kelompok pengajian atau kelompok lain yang terorganisir
beberapa nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam, 2001). dengan baik.
(3) Pengalaman, merupakan sumber pengetahuan, dan Masalah kesehatan tidak dapat ditangani oleh sektor
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kesehatan sendiri, apalagi seorang Bidan di Desa tidak
kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo, 2005), sehingga mungkin melakukan tugasnya sendiri tanpa dukungan
dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak semua pihak dari kalangan masyarakat. Keaktifan Bidan
pengalaman yang didapat oleh seseorang akan semakin di Desa dalam kegiatan di desa sebagai upaya membuat
baik. (4) Pekerjaan, menurut Markum dalam Nursalam jejaring kemitraan. Kemitraan dengan dukun bayi, dengan
(2001) pekerjaan umumnya dapat menciptakan kegiatan kader di Posyandu, peningkatan kepedulian masyarakat
yang menyita waktu. Seseorang yang bekerja cenderung melalui berbagai upaya kesehatan bersumber daya
memiliki pengetahuan yang lebih baik dari pada yang masyarakat yang dibentuk atas kebutuhan penyelesaian
tidak bekerja karena teman sekerja merupakan sumber masalah yang mereka hadapi.
informasi dan menambah pengetahuan.
Sikap. Sikap adalah pandangan atau sesuatu yang
disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap KESIMPULAN
yang objektif (Purwanto, 1999). Namun menurut Charles
Abraham alih bahasa Leony Sally, 1997 mengatakan: sikap “Desa Siaga” merupakan konsep program
itu bersifat sosial dalam arti kita menyesuaikan dengan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan yang
orang lain dan kelihatannya itu menuntun perilaku kita bertujuan jangka panjang untuk menurunkan angka
sehingga kita bertindak sesuai sikap yang kita ekspresikan. kematian bayi dan ibu melahirkan telah diaplikasikan
Sikap dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu sikap di Indonesia beberapa tahun terakhir. Keberhasilan dari
98 The Indonesian Journal of Public Health, Vol. 8, No. 3 Maret 2012: 91–98