Anda di halaman 1dari 12

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum WR.WB
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, bahwasanya saya telah dapat
membuat m a k a l a h t e n t a n g K e b u d a y a a n Y o g y a k a r t a i n i w a l a u p u n t i d a k
s e d i k i t h a m b a t a n d a n kesulitan yang saya hadapi, tiada daya dan upaya kecuali
dengan pertolongan Allah SWT.Walaupun demikian, sudah barang tentu makalah
ini masih terdapat kekurangandan belum di katakan sempurna karena
keterbatasan kemampuan saya. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak saya harapka n agar dalam pembuatan makalah di
waktu yang akan datang bisa lebih baik lagi. Harapan saya semoga makalah ini berguna
bagi siapa saja yang membacanya .

Wassalamualaikum Salam WR.WB

Sidoarjo, 27 November 2016


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan perilaku yang menjadi suatu kebiasaan di tengah
masyarakat.Banyak hal yang dapat kita sebut sebagai kebudayaan. Seperti: tari-tari an,
musik, rumah adat, pekaian, senjata dan pola hidup dalam suatu masyarakat atau
kelompok merupakan contoh yang dapat kita definisikan sebagai contoh dari
kebudayaan. Contoh-contoh tersebut lah yang sering kita bahas dalam lingkup
pendidikan. Pembahasan tentang kebudayaan pun sangat banyak sekali yang tidak akan
selesai dalam membahasnya karena kebudayaan terus berlangsung, baik faktor
pendorongnya maupun faktor penghambatnya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan Tradisi Sekaten
2. Menjelaskan Tradisi Grebeg Maulud

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, meliputi beberapa hal
diantaranya :
1.Mempelajari salah satu kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta
2.Memahami salah satu tugas mata pelajaran
3. Mengetahui Tradisi Sekaten dan Grebeg Maulud

D. Manfaat

Kita dapat memperoleh banyak wawasan dan pengetahuan tentang


tradisi sekaten dan grebeg maulud. Kita juga dapat menerapkannya dalam
kehodupan sehari-hari,karena tradisi sekaten dan grebeg mulud memiliki
makna-makna yang bermanfaat bagi kehidupan kita.
BAB 2
PEMBAHASAN

Sejarah Sekaten
Istilah sekaten berasal dari kata syahadatain yang berarti dua kalimat
syahadat, yaitu Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan N
abi Muhammmad utusan Allah.Penyelenggaraan perayaan sekaten yang
menjadi, mulai diselenggarakan pada masa kerajaan Demak dibawah
pimpinan Raden Patah dengan
bimbingan Wali Sanga. Acara sekaten kemudian diteruskan oleh sultan
Demak selanjutnya yaitu Pati Unus lalu Sultan Trenggono.
Walaupun ada sedikit perbedaan pendapat tentang apa yang me
nyebabkan sekaten pertama kali dilakukan. Dapat ditarik kesamaan ba
hwa sekaten dimulai pada masa kerajaan Demak
ketika pemerintahan Raden Patah, untuk melestarikan tradisi perayaa
n tahunan yang sudah
ada pada masa Majapahit. Hal tersebut mungkin karena Raden Patah
adalah anak raja terakhir Majapahit, Prabu
Brawijaya V, sehingga ingin melestarikan tradisi warisan leluhurnya. D
itambah sulitnya menghilangkan tradisi yang sudah berakar di
masyarakat waktu itu. Tapi tradisi yang berasal dari masa Hindu-
Budha Majapahit itu dianggap tidak sesuai
dengan islam, maka atas kesepakatan dengan wali sanga, tradisi itu di
sesuaikan dengan ajaran islam, yaitu dilaksanakan pada bulan maulud
tanggal duabelas dengan maksud memperingati hari kelahiran nabi Mu
hammmad. Masyarakatpun menyambut dengan gembira, para wali
sanga kemudian
memanfaatkan sekaten ini sebagai cara memperkenalkan islam pada
masyarakat.
Padaperayaan sekaten, gamelan yang sangat disukai masyarakat dijadik
an alat musik, hal ini menarik masyarakat untuk datang.
Gamelan sekaten masih menyisakan pertanyaan manakah gamelan
yang berasal dari warisan Prabu Brawijaya V dan dari Sunan Klijaga,
karena kraton Yogyakarrta dan kraton Solo memiliki sepasang gamelan
. GamelanSekaten sebagai pusaka kerajaan ikut berpindah tangan men
gikuti kekuasaan mulai dari Demak, Pajang, Mataram
lslam. Kemudian Mataram
lslam dipecah menjadi dua yaitu Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasul
tanan Surakarta,GamelaNsekaten juga dibagi dua. Namun tidak dapat di
pastikan manakah yangmendapat Gong kiai Sekar Delima warisan Bra
wijaya V dan Gong Kiai Sekati warisan sunan Kalijogo.

Penelitian hanya menyebutkarena gamelan harus sepasang maka


masing-masing membuat
gamelan baru sebagai pasangannya. Di Yogyakarta Gamelan sekaten di
beri namaKiai Guntur Madu dan Kiai Nagawilo. Di Surakarta gamelan
sekaten diberi nama Gong Guntur Madu dan Kiai Guntur Sari.
Masjid agung Demak yang dibangun para wali menjadi tempat
penyelenggaraan sekaten.
Kedatangan masyarakat yang akan melihat perayaan sekaten kemudian
disambut para wali serta santrinya
untuk diperkenalkan agama islam. Sebelum masuk, masyarakat diajari
berwudhu, diteruskan membaca kalimat syahadat, lalu masuk ke masjid
mendengarkan ceramah tentang agama islam.
Wali sanga menggunakan sekaten sebagai sarana
memperkenalkan agama islam
pada masyarakat Demak. Perayaan sekaten turut andil
dalam penyebaran agama lslam di pulau Jawa. Para wali memanfaatka
n sekaten untuk penyebaran agama
islam. Perayaan sekaten turut mempercepat proses islamisasi di pulau
Jawa. Jadi sekaten digunakan untuk menyampaikan ajaran islam melal
ui kebudayaan.

2.2Tradisi Sekaten di Keraton Yogyakarta


Setelah menjadi sultan di Ngayogyakarto Hadiningrat, Sri Sulta
n Hamengkubuwono l, untuk pertama kalinya menyelenggarakan upac
ara perayaan sekaten.Sultan Hamengkubuwono l, yang mempunyai pe
rhatian terhadap tata cara dan adat keraton bermaksud meneruskan t
radisi yang sudah ada sejak sebelumnya
Sekaten pada masa Pemerintahan Hamengkubuwono l melibatkan
seisi keraton, aparat kerajaan, seluruh lapisan masyarakat, dan mengh
aruskan pemerintah kolonial berperan serta. Pada masa tersebut rakya
t hidup aman, tentram dan sejahtera.
Upacara kerajaan seperti sekaten juga mencerminkan kemuliaan, ke
wibawaan keraton, kehidupan, dan tingkat kebudayaan keraton. Kerat
on berfungsi sebagai pusat tradisi dan kebudayaan Jawa.
Perayaan sekaten juga terus dilangsungkan oleh sultan sesudahnya sa
mpai
sekarang pada masa Sri Sultan Hamengkubuwonop X. Walaupu
n
dalam keadaan gawat seperti ketika Belanda membuat kemelut denga
n menurunkan tahta Sri Sultan Hamengkubuwono ll, digantikan Sri Su
ltan Hamengkubuwono lll, sekaten tetap dilangsungkan.
Secara garis besar rangkaian upacara sekaten adalah sebagai berikut;
Perayaan sekaten diawali dengan slametan atau wilujengan yang b
ertujuan untukmencari ketenraman dan ketenangan. Slametan ini dim
ulai dengan
pembuatan
uborampai sampai perlengkapan gunungan. Ini juga sekaligus menandai
pembukaan pasar malam sekaten. Pada bagian ini masyarakat banyak
berkunjung untuk mencari hiburan atau membelui makanan yang dijual.
Satu minggu sebelum puncak acara
sekaten gamelan dikeluarkan dari keraton
dibawa ke Masjid Agung, kemudian diletakkan di Pagongan Utara dan
Pagongan
Selatan atau miyos gongso. Selama satu minggu gamelan Kiai Guntur
Madu dan Kanjeng Kiai Ngawila dibunyikan terus kecuali pada saat
adzan dan hari jumat.
Upacara numlak wajig yang bertempat di magangan kidul. Upacar
a ini menandai pembuatan gunungan wadon. Upacara numplak wajik
diiringi gejok lesung tujuannya agar pembuatan gunungan wadon
berjalan lancar.
Miyos Dalem di Masjid Agung Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh
Sultan, pembesar keraton,
para bupati, abdi dalem dan masyarakat, selain itu juga dihadiri wisat
awan yang ingin
menyaksikan.Pada acara ini dibacakan riwayat hidup Nabi Muhammad
Miyos Dalem berakhir dengan Kondor Gongso atau gamelan dibawa
masuk lagi ke keraton.
Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah grebeg maulid, yaitu
keluarnya sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh
ulama Kraton. Masyarakat masih percaya bahwa siapapun yang
mendapatkan gunungan tersebut, akan dikaruniai kebahagiaan dan
kemakmuran. Kemudian tumpeng tersebut diperebutkan oleh ribuan
warga masyarakat. Mereka meyakini bahwa dengan mendapat bagian dari
tumpeng akan mendatangkan berkah bagi mereka,
karena itu mereka saling berebut. Selain
di Yogyakarta grebeg maulud ini juga ada di Surakarta, Banten dan Ci
rebon
Sekaten tidak hanya menjadi milik kerajaan saja, tetapi juga rakyat bia
sa.
Bagi sebagian besar masyarakat Yogyakarta baik yang di perkotaan ma
upun pedesaan,
dari berbagai lapisan sosial, memandang sekaten sebagai sesuatu yang
penting dan merupakan upacara
khas kejawen dengan hikmah dan berkah, merupakan kebanggaan dae
rah
serta mengingatkan pada sejarah kerajaan Mataram
lslam yang didirikan Panembahan Senopati.
Bagi keraton, sekaten tetap
di teruskan dan memiliki makna tersendiri. Makna religius berkaitan
dengan kewajiban Sultan menyiarkan agama lslam, sesuai dengan gela
rnya, yaitu Sayidin Panatagama yang berarti pemimpin tertinggi agama.
Dari sejarahnya
berkaitan dengan keabsahan Sultan dan kerajaannya sebagai pewaris

dari Panembahan Senopati dengan kerajaan Mataram lslamnya dan le


bih jauh lagi masih keturunan raja-raja dari masa kerajaan Hindu-Budha
(Majapahit). Makna kultural yaitu berkaitan dengan Sultan sebagai pe
mimpinsuku Jawa

Perkembangan Sekaten Masa Kini


Pada mulanya,
fungsi sekaten merupakan media penyampaian dakwah agama islam m
elalui kebudayaan oleh wali sanga pada masa
kerajaan Demak. Sekaten merupakan pengganti dan penyesuaian
tradisi yang sudah ada sebelumnya. Jadi fungsi utama sekaten
sebagai syiar agama islam melalui sarana kebudayaan. Para wali sanga
dengan cerdas memanfaatkan kebudayaan sebagai sarana dakwah.
Namun sekarang dengan perubahan jaman, nilai itu meluntur tapi
tidak hilang, juga lebih menonjolkan fungsi baru yaitu sisi komersil,
ekonomi dan hiburan. Salah satu sisi baru dari sekaten
yang menonjol adalah dilihat secara ekonomi. Yaitu
penyelenggaraan sekaten dikemas
dalam Pasar Malam Perayaan Sekaten atau biasa disingkat PMPS, yan
g dimulai sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono
IX. Pasar malam ini diselenggarakan selama sebulan di alun-
alun selatan dengan berbagai hiburan, stan penjualan,
stan promosi, makanan-minuman, pertunjukan seni.
Pasar malam selama sebulan di alun-alun selatan
menjadi semacam pesta bagi rakyat. Di pasar malam
sekaten terdapat hiburan rakyat yang sulit ditemui seperti ombak ban
yu,
tongsetan dan berbagai permainan lainnya. Pada hiburan seperti
itu antusiasme masyarakat cukup tinggi, karena permainan
seperti itu sulit ditemui dan kebutuhan akan hiburan.
Perubahan dan perkembangan penyelenggaraan sekaten, juga bergeser
nya
makna sekaten tidaklah mengapa karena tidak
menghilangkan esensi sekaten. Perubahan tersebut tak terelakkan kare
na
perubahan cara berpikir masyarakat, perubahan kebutuhan
dan berubahnya jaman. Perkembangan sekaten juga
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Perubahan ini menguntungkan dan memberi manfaat pada banyak pih
ak.
Penyelenggaraan sekatenpun menjadi aset
pariwisata daerah. Sekatenpun menjadi wisata tidak hanya bagi warga
Yogyakarta saja tapi juga dari
luar Yogyakarta, terbukti ketika perayaan sekaten banyak wisatawan d
ari luar daerah yang datang ke Yogyakarta untuk melihat sekaten. Ini
menunjukkan bahwa sekaten merupakan aset wisata yang menarik.
Dari sisi ritual,sekaten tetap terpelihara, dan masih mendapat perhatia
n terutama oleh generasi tua.
Bagi masyarakat terutama generasi tua yang masih percaya
memaknai sekaten sebagai sarana mencari berkah, sehingga merka ber
ebut
gunungan.
Sekaten merupakan wujud akulturasi kebudayaan yang terus bertahan
dan
berkembang melewati berbagai
jaman sampai sekarang, maka harus tetap dilestarikan. Sekaten merup
akan
fenomena budaya yang unik, menarik dan langka yang berkaitan deng
an
berbagai hal. Sekaten juga mngandung berbagai makna. Makna lama s
udah
semakin memudar tapi muncul makna baru dari sekaten. Sekaten jug
a
mendatangkan manfaat bagi banyak orang.
Penyelenggaraan sekaten penting, kerena memang dibutuhkan dan me
nguntungkan banyak pihak, dan berkaitan dengan banyak aspek. Sekat
en di
Yogyakarta ini menarik untuk dipelajari.
2.3 Grebeg Maulid
Grebeg Maulud adalah upacara tradisional yang telah berlangsung
turun temurun dan mendapatkan perhatian luas dari warga Yogyakarta
dan sekitarnya. Acara Grebeg Maulud yang sudah digelar beberapa bulan
kemarin sedikit berbeda, upacara tradisional Gregeg Maulud tahun ini
Gunungan yang dikirap ditambah satu Gunungan yang diberi nama
Gunungan Bromo karena bertepatan dengan tahun Dal (tahun dalam
kalender jawa).
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat selama setahun
menyelenggarakan upacara tradisional Grebeg Besar sebanyak tiga kali
yaitu Grebeg Syawal diselenggarakan bertepatan dengan Hari Raya Idul
Fitri, Grebeg Besar bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha dan Grebeg
Maulud atau bertepatan dengan peringatan kelahiran Nabi Muhammad
SAW.
Upacara tradisional Grebeg Maulud ini berupa iring-iringan
Gunungan Lanang, Wadon, Gepak, Pawuhan dan Dharat yang dikeluarkan
dari dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat melewati Siti Hinggil,
Pagelaran, Alun-Alun Utara hingga berakhir di halaman Masjid Gede
Kauman Yogyakarta. Iringan "Gunungan" tersebut dikawal oleh sembilan
pasukan prajurit keraton, di antaranya prajurit Wirobrojo, Ketanggung,
Bugis, Daeng, Patangpuluh, Nyutro. Mereka mengenakan seragam dan
atribut aneka warna dan membawa senjata tombak, keris serta senapan
kuno.
Ribuan warga Yogyakarta dan sekitarnya serta wisatawan
mancanegara sejak pagi sudah mulai memadati alun-alun utara. Dengan
berdesak desakan ribuan pasang mata ini melihat kirab gunungan Grebeg
Maulud yang mulai bergerak dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
menuju Alun-Alun Utara dan berakhir di Masjid Gedhe.
Selanjutnya sejumlah "gunungan" dibawa ke Masjid Agung/Besar Kauman
Yogyakarta, untuk diberkati dan didoakan oleh penghulu keraton.
Kemudian "gunungan" itu menjadi rebutan warga yang sudah sejak pagi
menunggu di halaman masjid tersebut. Sedangkan satu gunungan dibawa
menuju Pura Pakualaman dengan dikawal prajurit tradisional dan
kemudian menjadi rebutanratusan warga setempat. Mereka yang
memperoleh bagian dari "gunungan" tersebut masih mempercayai bahwa
sedekah Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku
Buwono X tersebut akan membawa berkah bagi kehidupan mereka.
Grebeg maulud dilaksanakan padan tanggal 12 bulan maulud,
tujuannya untuk memperingati kelahiran nabi Muhammad.Mereka yang
berebut gunungan itu berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi
merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW akan mendapat imbalan
pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugerahi awet muda. Sebagai Srono
(syarat)nya, mereka harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung,
terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten. Oleh karenanya,
selama diselenggarakan perayaan sekaten itu, banyak orang berjualan sirih
dengan ramuannya, nasi gurih bersama lauk-pauknya di halaman
Kemandungan, di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung
Jogjakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar
panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini,
mereka memberi cambuk (pecut) yang dibawanya pulang.
Gambar-Gambar Berlangsungnya Acara Sekaten dan
Grebeg Maulid di KERATON YOGYAKARTA
BAB 3
PENUTUP

KESIMPULAN

Istilah sekaten berasal dari kata syahadatain yang berarti dua ka


limat
syahadat, yaitu Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan N
abi Muhammmad utusan Allah. Penyelenggaraan perayaan
sekaten yang
menjadi, mulai diselenggarakan pada masa kerajaan Demak dibawah
pimpinan Raden Patah dengan
bimbingan Wali Sanga. Acara sekaten kemudian diteruskan oleh sultan
Demak selanjutnya yaitu Pati Unus lalu Sultan Trenggono.
Grebeg Maulud adalah upacara tradisional yang telah berlangsung
turun temurun dan mendapatkan perhatian luas dari warga Yogyakarta
dan sekitarnya. Acara Grebeg Maulud yang sudah digelar beberapa bulan
kemarin sedikit berbeda, upacara tradisional Gregeg Maulud tahun ini
Gunungan yang dikirap ditambah satu Gunungan yang diberi nama
Gunungan Bromo karena bertepatan dengan tahun Dal (tahun dalam
kalender jawa).

SARAN
Karena keterbatasan ilmu yang kami miliki, Kami menerima saran dan
keritik yang sifatnya konstruktif dan sifatnya membangun dari semua
pihak yang membaca Makalah ini, agar Makalah ini akan lebih sempurna di
kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai