Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KELOMPOK

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GADAR


PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

DISUSUN OLEH :

1. DEDY PURBA W (16.017)


2. GITA INDAH L (16.0)
3. NURKHASANAH (16.0)
4. PINTA IKA H (14.105)
5. WINDA SRI A (16.100)

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO


SEMARANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh berbagai
sumber non-mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar matahari atau radiasi
nuklir (Murray & Hospenthal, 2008).
Berdasarkan WHO Global Burden Disease, pada tahun 2004 diperkirakan
310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia kurang dari
20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke-11 pada anak
berusia 1 – 9 tahun. Anak – anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat luka
bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat, luka
bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari
50.000 pasien di rawat inap (Kumar et al., 2007). Di Indonesia, prevalensi luka
bakar sebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013).
Secara global, 96.000 anak–anak yang berusia di bawah usia 20 tahun mengalami
kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi kematian lebih tinggi
sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah dan menengah dibandingkan
dengan negara dengan pendapatan tinggi sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4
per 100.000 orang. Kebanyakan kematian terjadi pada daerah yang miskin,
seperti Afrika, Asia Tenggara, dan daerah Timur Tengah. Frekuensi
kematian terendah terjadi pada daerah dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa
dan Pasifik Barat (WHO, 2008).
.
B. PENYEBAB
Menurut Wong 2003, luka bakar dapat disebabkan oleh :
1. Panas : Basah (air panas, minyak)
Kering (uap, metal, api)
2. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat
Basa kuat seperti Natrium Hidroksida
3. Listrik : Voltage tinggi, petir
4. Radiasi : Termasuk X-ray
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pasa luka bakar :
1. Grade I

Kerusakan pada epidermis ( Kulit bagian luar ), kulit kering


kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada jaringan
parut
2. Grade II

Kerusakan pada epidermis ( kulit bagian luar ) dan dermis ( kulit


bagian dalam ), terdapat vesikel ( benjolan berupa cairan atau nanah )
dan oedem sub kutan ( adanya penimbunan dibawah kulit ), luka
merah dan basah, mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21-28 hari
tergantung komplikasi infeksi.
3. Grade III

Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah
keputih-putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan
merupakan jaringan mati ) atau hitam keabu-abuan ( seperti luka
kering dan gosong juga termasuk jaringan mati ), tampak kering,
lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri ( perlu skin graf ).
Metode Rule Of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh
total ( Body Surface Area : BSA ).
Table lund and browder
Usia (Tahun)
Area (%)
0-1 1-4 5-9 10-15
Kepala 19 17 13 10
Leher 2 2 2 2
Badan Depan 13 13 13 13
Badan Belakang 13 13 13 13
Pantat 5 5 5 5
Genetalia 1 1 1 1
Lengan Atas 4 4 4 4
Lengan Bawah 3 3 3 3
Tangan 2½ 2½ 2½ 2½
Paha 5½ 6½ 8½ 8½
Betis 5 5 5½ 6
Kaki 3½ 3½ 3½ 3½

D. RUMUS BAXTER

4 x BB x Luas Luka Bakar (LLB) %


E. PATHWAY
Cidera Luka Bakar

Tekanan kerusakan kapiler respon stress


hidrostatik
kapiler pada cidera kenaikan kapiler epinefrin &
norepinefin

kehilangan protein dan vasokontruksi


cairan plasma ke dalam selektif
spasium interstisial
tahanan perifer

edema hemokonsentrasi afterload


luka jantung
tekanan osmotic
koloid kapiler

vascular HP
melebihi COP

volume darah yang edema umum


bersirkulasi

curah jantung
F. PATOFISIOLOGI
Luka bakar ( Combustio ) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi
panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar
yang parah, dapat mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru,
ginjal serta metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik
saja setelah terjadi jejas yang bersangkutan, isi curag jantung akan
menurun, mugkin sebagai akibat dari refleks yang berlebihan serta
pengambilan vena yang menurun. Kontaktibilitas miokardium tidak
mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruh pembuluh darah
meningkat, sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari
ruang pembuluh darah masuk ke falam jaringan interstisial, baik dalam
tempat yang luka maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini
terjadi secara berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadi luka an
dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama
sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang,dengan demikian
kekurangan albumin serta bebrapa macam proteiin plasma lainnya
merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu bebrappa menit setelah luka bakar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerolus mengalami penurunan,
sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron
meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan
kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, eksresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara optimal.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukan adanya
pengeluaran ddarah yang banyak sedangkan peningkatanlebih dari
15% mengindikasikan adanya cidera
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi
3. GDA ( Gas Darah Arteri ): Untuk mengetahui adanya kecurigaan
cidera inhalasi
4. Elektrolit serum : Kalium dapat menigkatkan pada awal sehubungan
dengan cidera jaringan penurunan funsgi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemia dapat terjadi bila mulai diuresis
5. Natrium Urin :
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium
7. Glukosa serum : Peninggian glukosa serum menunjukkan respon stres
8. Albumin stres : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan
9. BUN atau kreatinan : peninggian menunjukan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan
10. Loop aliran volume : memberikan pengkajian invasif terhadap efek
atau luasnya cedera
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distrimia
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan
pasien dirawat me;ibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin
ilmu antara lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian),
penanganan pertama diunit gawat darurat, penanganan diruang intensif
atau bangsal. Tindakan yang diberikan antara lain adalah terapi cairan,
fiseoterapi dan psikiatri. Pasien dengan luka bakar memerlukan obat-
obatan topical. Pemeberian obat-obatan topicalanti microbial bertujuan
untuk mensterilkan luka akan tetapi akan menekan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan memeberikan obat-
obatan topical secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi
luka dan mencegah yang sering kali masih menjadi penyebab kematian
pasien ( Effendi C, 1999)

I. PENATALAKSANAAN FASE RESUSITATIF


1. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama adalah menghentikan proses kebakaran dan
mencegah mencederai diri sendiri. Berikut proses emergensi
tambahan:
 Mematikan api
 Mendinginkan luka bakar
 Melepaskan benda penghalang
 Menutup luka bakar
 Mengirigasi luka bakar kimia
Meskipun efek lokal paling tampak nyata pada luka bakar, namun
efek sistemik merupakan anacaman yang lebih besar. Harus diingat
ABC selama periode awal pasca luka abakar, yaitu: Airway
(saluran nafas), breathing (pernafasan) dan circulation/sirkulasi
darah (dan Cervical spine immobilization/fiksasi vertebra servikalis
jika diperlukan. Breathing harus dinilai dan patensi saluran nafas
diciptakan pada perawatan emergensi. Terapi yang segera
ditujukan (immediate therapy) ditujukan penciptaan saluran nafas
lapang dan pembeerian oksigen 100% yang dilembabkan. Bila
terjadi edema saluran nafas dapat dirangsang pipa endotrakeal dan
memulai ventilasi manual. Sistem sirkulasi dinilai pada denyut
apikal dan tekanan darah yang harus dimonitor dengan sering.
Takikardi dan hipotensi ringan terjadi segera pasca luka bakar.
Survei sekunder dari kepala sampai kaki untuk menemukan cedera
lainnya.
2. Perawatan di Unit Gawat Darurat
Prioritas pertama di UGD tetap ABC. Untuk cedera paru ringan,
udara pernafasan dilembabkan dan pasien didorong batuk sehingga
sekret bisa dikeluarkan dengan penghisapan. Untuk situasi parah
pengeluaran sekret dengan penghisapan bronkus dan pemberian
preparat bronkodilator serta mukolitik.
3. Perawatan di Unit Keperawatan Kritis
Resuitasi cairan adalah intervensi primer pada fase ini. Tujuan dari
fase perawatan ini adalah untuk :
a. Memperbaiki defisit cairan, elktrolit dan protein
b. Menggantikan kehilangan cairan dan mempertahankan
keseimbangan cairan
c. Mencegah pembentukan edema berlebihan
d. Mempertahankan haluaran urine pada dewasa 30 sampai 70
ml/jam
Formula untuk penggantian cairan secara umum dilakukan
penggantian kehilangan kristaloid ( RL: mendekati komposisi
cairan ekstravaskuler, molekulnya besar dapat mengembangkan
volume plasma yang bersikulasi dan koloid

J. PENCEGAHAN KOMPLIKASI
1. Segera
Sindrom kompartemen dari luka bakar sirkum ferensial ( luka bakar
pada ekstremitas iskemia ekstremitas, luka bakar toraks hipoksia dari
gagal napas restriktif) (cegah dengan eskarotomi segera )
2. Awal
a. Hiperkalemia ( Dari sitolisis pada luka bakar luas). Obati
dengan insulin dan dekstrose
b. Gagal ginjal akut ( Kombinasi dari hipovolemia, sepsis, toksin
jaringan ). Cegah dengan resusitasi dini agresif, pastikan GFR
tinggi pada pemberian cairan dan diuretik, obati sepsis
c. Ulkus akibat stres ( ulkus Curling ) (cegah dengan antasid,
bloker H2 atau inhibitor pompa proton profilaksis).
d. Infeksi ( waspadai Streptococcus). Obati infeksi yang timbul
(106 organisme pada biopsi luka ) dengan antibiotik sistemik
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KRITIS
1. Pengkajian Primer
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,
karenanya harus dicek Airway, Breathing dan circulation-nya terlebih
dahulu.
a. Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari
sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas
ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hipereksresi) dan
mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai dengan
trama inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau
krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama
sebelm dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan
distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan trauma
inhalasi, pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal merupakan
prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu adanya distres
nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau
krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari
sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif
dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada
kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan
indikasi dan pilihan
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera
pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma
inhalasi antara lain adala: terkurung dalam api, luka bakar pada
wajah, bulu hidung yang terbakar dan sputum yang hitam.
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas psaien
L : Look / lihat gerakan nafas aau pengembangan dada, danya
retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
L : Listen/dengar aliran udara pernafasan
F : Feel / rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi perawat
b. Breathing
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada
terkait keteraturan dan frkuensinya. Adanya suara nafas tambahan
ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), pastikan pernafasan adekuat dengan :
1. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 liter /menit adalah memadai. Bila sekret
banyak, ddapat ditambah menjadi 4-6 liter/menit. Dosis ini
sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami
gangguan aliran masuk (input) oksigen tinggi (>10 L/menit )
atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dn
barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif
2. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air
adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah
dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa
3. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efwktif apabila
dihembuskan melalui pipa endotrakea atau krikotiroidektomi.
Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap
gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang berisfat toksilk
terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko
konstriksi yang potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala
hipersekresi diatasi dengan pemberian atropin sulfas dan
mengatasi proses inflamasi akut menggunakan steroid
4. Lavase bronkoaveolar
5. Prosedur Lavase bronkoaveolar lebih dapat diandalkan untuk
mengatasi permaslashan yang timbul pada mukosa jalan nafas
dibandingkan tindakan humidifier atau nebulixer. Sumbatan
oleh sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan
dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode
endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart.
Setelah bertujuan terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur
duagnostik untuk melakukan evalusi jalan nafas
6. Rehabillitasi pernafasan
Proses rwhabilitas pernafasan dimulai seawal mungkin.
Beberapa proses rehabiltasi yang dapat dilakukan sejak fase
akut antara lain :
 Pengaturan posisi
 Melatih reflek batuk
 Melatih otot-otot pernafasan
Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dlaukan
secara aktif saar hemodinamik stabil dan pasien sudh lebih
kooperatif
7. Penggunaan ventilator
Penggunaan diperlukan pada kasus – kasus dengan
distresparpernafasan secara bermakna memperbaiki fungsi
sistem pernafasan dengan positive end-expiratory pressure
(PEEP) dan volume kontrol.
Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau
tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea,
bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas
tambahan seperti snoring, gargling, ronkhi atau wheezing.
Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
Warna kulit tergantung pada deerajat luka bakar, melambatnya
capillary refill time, hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan
pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan
untuk pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi
1. Pemasangan infus untravena atau IV line dngan 2 jalur
mengunakan jarum atau kateter yang besar minimal 18, hal ini
penting untuk keperluan resusitasi dan transfusi, dianjurkan
pemasangan CVP
2. Pemasangan CVP ( Central Venous Pressure )
Merupakan perangkat untuk memasukan cairan, nutrisi
parentearal dan merupakan parameter dalam menggambarkan
informasi volume cairan yang ada dalam sirkulasi. Secara
sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovalemia.
Nilai CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan
dihubungkan dengan adanya peningkatan permeabilits kapiler.
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi
syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas.
Manajemen cairan pada pasien luka bakar dapat diberikan
dengan Formula Baxter.
Formula Baxter
a. Total cairan : 4cc x berat badan x luas luka bakar
b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya
dalam 16 jam berikutnya.
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak
jantung misalnya takikardi, brakikardi. Kaji juga ada tidaknya
sianosis dan capilar refil. Kaji juga kondisi akral dan nadi
pasien
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan
refleks, pupil anisokor dan nilai GCS
e. Exposure
Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan
berkelanjutan serta menilai luas dan derajat luka bakar

2. Pengkajian Sekunder
Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
a. Monitor tanda – tanda vital
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan tambahan
 Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin,
alamat dll
 Keluhan utama : luas cidera akibat ari intensitas panas (suhu) dan
durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan
stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung
gagak ( kidd, 2010)
 Riwayat penyakit sekarang : mekanisme trauma perlu diketahui
karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup,
sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat
mennimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi
(Sjaifuddin, 2006)
 Riwayat penyakit dahulu : penting dikaji menentukan apakah
pasien mempunyai penyakit yang sama yang tidak melemahkan
kemamuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan
infeksi ( misalnya diabetes melitus, gagal jantung kongestif, dan
sianosis) atau bila terdapat masalah – masalah ginjal, pernafasan
atau gastro intestinal. Bebrapa masalah seperti diabetes, gagal
ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi
cidera inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal ( misalnya
gagal jantung kongestif, enfisema) maka status pernafasan akan
sangat tearganggu (Hudak dan Gallo, 1996)
 Penyakir keluarga : kaji riwayat penyakit keluarga yang
kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada
pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC dll.
 Review of System
a. B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat
diperkusi sonor, suara nafas normal.
b. B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP :
170/100 mmHg
c. B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik,
reflek bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik,
penghidu
d. baik, GCS : 15
e. B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg,
Natrium serum = 170 mmol/L
f. B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
g. B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa
mulut kering

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi
trakheobronkhial; oedema mukosa; kompresi jalan nafas
2. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit/ jaringan; pembentukan
oedema
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
melalui rute abnormal
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat; kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatic
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan matabolic
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan a. Manajemen jalan nafas
gas kep selama... - Buka jalan nafas dengan
Klien tidak mengalami teknik chin lift atau jaw
gangguan dalam pertukaran thrust, sabagaimana
gas dengan kriteria hasil : mestinya
1. Tidak ada dispnea saar - Posisikan pasien untuk
istirahat memaksimalkan ventilalasi
2. Tidak dispnea saat - Identifikasi kebutuhan
aktivitas aktual/potensial untuk
3. Tidak ada pernafasan memasukan alat untuk
kurang istirahat membuka jalan nafas
4. Tiadak ada sianosis - Masukan alat NPA atau
5. Tidak mengantuk OPA
6. Tidak ada gangguan - Buang sekret dengan
istirahat memotivasi pasien untuk
melakukan batau atau
menyedot lendir
- Lakukan penyedotan
melalui endotrakea atau
nasotrakea sebagaimana
mestinya
b. Monitor pernapasan
- Monitor kecepatan irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
- Catat pergerakan dada
- Monitor suara tambahan
- Monitor pola nafas
- Monitor satuarasi oksigen
- Auskultasi suara nafas
- Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
auskultasi sauara nafas
ronkhi diparu
- Catat perubahan saturasi
oksigen
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan a. Manajemen nyeri
kep selama... - Lakukan pengkajian
Klien dapat mengontrol nyeri komprehensif
nyeri dengan kriteria hasil: meliputi lokasi,
1. Mngenali kapan nyeri karakteristik, durasi,
terjadi frekensi kualitas
2. Menggambarkan - Observasi adanya
faktor penyebab nyeri petunjuk non verbal
3. Menggunakan - Dprpng pasien untuk
tindakan pengurangan memonitor nyeri dan
nyeri tanpa analgetik menangani nyeri dengan
4. Melaporakn gejal yang tepat
tidak terkontrol pada - Ajarkan metode non
profesional kesehatan farmakologi
- Dorong pasien untuk
menggunakan obat
- Obatan penurunan nyeri
yang adekuat
- Gunakan tindakan
pengontrol nyeri
- Monitor keluasan pasien
terhadap manajemen
nyeri
- Anjurkan pasien untuk
memantau kalori dan
intake
- Barikan arahan
3 Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan a. Manajemen cairan
cairan kep selama... - Monitor status hidrasi
Klien tidak mengalami - Jaga intake asupan yang
keseimbangan cairan akurat dan catat output
dengan kriteria hasil: - Monitor status
1. Tidak ada hipovensi hemodinamik
ortotastik - Bertikan terapi IV
2. Sauara nafas adventif - Monitor status gizi
3. Asites - Berikan produk darah
4. Tidak ada distensi vena
leher
5. Tidak ada edema perifer
6. Tidak kehausan
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan - Manajemen nutrisi
Nutrisi Kurang dari kep selama... - Tentukan status gizi
Kebutuhan Tubuh Klien tidak mengetahui pasien
status nutrisi yang baik, - Identifikasi adanya
dengan kriteria hasil: alergi
1. Asupan gizi terpenuhi - Tentukan jumlah
2. Asupan makanan kalori
terpenuhi - Atur diet yang
3. Energi tercukupi diperlukan
- Tawarkan makanan
ringan yang padat
gizi
- Anjurkan pasien
untuk memantau
kalori dan intake
- Berikan arahan
5 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Kontrol infeksi
keperawatan selama .. klien - Bersihkan lingkungan
terhindar dari keparahan dengan baik
infeksi dengan kriteria hasil - Ganti peralatan
: perawatan
1. Tidak ada keparahan - Isolasi orang yang
2. Tidak ada cairan yang verkena penyakit
berbau busuk menular
3. Tidak ada nyeri - Batasi jumlah
4. Tidak ada drainase pengunjung
purulwn - Ajarkan cuci tangan
dengan baik dan benar
- Pakai sarung tangan
b. Perlindungan Infeksi
- Monitor adanya tanda
dan gejala infeksi
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Batasi jumlah
pengunjung
- Perthankan teknik
isolasi
- Berikan ruang pribadi /
isolasi
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo.(1997).Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik.Jakarta:EGC


Moenadjat Y.2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Murray C & Hospenthal DR. 2008. Burn wound infections. Diakses tanggal 3 Juli
2018. Tersedia dari :http://emedicine.medscape.com/article/213595-
overview
Pusbankes. 2012. Modul pelatihan penanggulangan penderita gawat darurat
(PPGD)/ basic trauma cardiac life support (BTCLS). Yogyakarta : tim
pusbankes 118 – persi DIY
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Diakses: 3 juli 2018, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskes
das%202013.pdf.
Wong, Donna L. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2003.

Anda mungkin juga menyukai