Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam

tahun (Patmonodewo,2015). Anak prasekolah adalah pribadi yang

mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu dirangsang dan

dikembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang secara optimal.

Tertunda atau terhambatnya pengembangan potensi- potensi itu akan

mengakibatkan timbulnya masalah. Taman kanak-kanak adalah salah satu

bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program pendidikan dini

bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Supartini, 2009).

Masa usia prasekolah merupakan masa eksplorasi lingkungan yyang

intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaiman semua terjadi, pada

masa ini merupakan periode penting untuk mencapai perkembangan dan

pertumbuhan anak (Wong, 2009). Usia prasekolah adalah di mana anak

berumur 4 - 6 tahun. Pada masa ini, pertumbuhan dan perkembangan anak

berjalan sangat pesat, sehingga membutuhkan bimbingan dari orang di

sekelilingnya, terutama orang tua (Muscari, 2010). Salah satu bentuk

pertumbuhan dan perkembangan anak di usia prasekolah yang perlu

diperhatikan oleh orang tua adalah masalah Toilet training (Gilbert, 2011)

menyampaikan bahwa Toilet training adalah salah satu tugas perkembangan

1
2

anak di usia prasekolah, yaitu usaha untuk melatih kemampuan mengontrol

berkemih dan defekasi secara mandiri pada anak (Hidayat, 2009).

Tujuan Toilet training adalah anak dapat menjaga kebersihan diri,

mengajarkan anak untuk dapat memakai celananya kembali serta dapat

membentuk kemandirian yang baikdalam melakukan buang air (Wong,

2009). Salah satu faktor penunjang keberhasilan perilaku Toilet training

dipengaruhi oleh kesiapan orang tua berupa dukungan dan peran dari orang

tua. Memperkenalkan Toilet training sejak dini merupakan langkah awal dan

tepat untuk melatih kemandirian dan merangsang pertumbuhan dan

perkembangan lainnya (Brazelton, 2011).

Orang tua memiliki peran penting dalam optimalisasi perkembangan

anak, memberikan stimulasi dalam semua aspek perkembangan baik motorik

kasar, maupun motorik halus, bahasa, dan personal sosial. Namun, pada

dewasa ini tidak sedikit ibu yang belum tahu cara mengajarkan Toilet

trainings ehingga anak masih belum bisa menerapkan Toilet training

(Tukhusnah, 2012). Seperti saat memberi ataumemberlakukan peraturan yang

ketat, melarang anak buang air besar/ kecil saat bepergian, memarahi saat

mengompol dicelana, dan sebagainya (Hidayat, 2009). Pengetahuan orang

tua sangat berperan besar dalam perilaku anak dan membentuk tumbuh

kembang yang optimal, karena perhatian dan pengamatan anak tidak terlepas

dari sikap dan perilaku orang tua.

Perilaku yang kurang tepat tersebut, mengakibatkan anak dapat

cenderung berperilaku tidak percaya diri, keras kepala, takut melakukan


3

sesuatu hal. Saat orang tua memberikan aturan yang santai, anak cenderung

memiliki kepribadian yang membuat masalah, suka ceroboh dalam

melakukan sesuatu, buang airsembarangan dan kebersihan diri kurang.

Perilaku-perilaku yang kurang tepat ini dapat mempengaruhi tumbuh

kembang anak menjadi terhambat (Wati, 2015).

Toilet training merupakan suatu usah untuk melatih anak agar mampu

mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar. Salah satu

aspek perkembangan yang umum dalam periode usia pra sekolah adalah

pengajaran ke Toilet. Usia 18 bulan anak sudah mampu menahan kandung

kemih. Melakukan latihan buang air pada anak membutuhkan persiapan, baik

secara fisik, psikologis maupun secara intelektual, dimana dengan melalui

persiapan tersebut diharapan anak dapat mampu dalam mengoontrol buang air

secara mandiri (Kyle & Carman, 2015).

Penelitian lain pernah dilakukan oleh Nita (2012) dukungan orang tua

kategori sedang memiliki anak dengan perilaku Toilet trainingyang kurang

baik sebanyak 3,6% (3 responden) orang tua, dan sebanyak 73,8% (62

resonden) orang tua yang memiliki dukungan orang tua kategori tinggi

memiliki anak dengan perilaku Toilet trainingyang baik.

Berdasarkan hasil study pendahuluan tanggal 21 April 2018 peneliti

berkunjung dan mengobservasi di TK Al Irsyad, peneliti mendapat data

bahwa terdapat pernyataan dari guru wali murid dan orang tua yang

mengatakan bahwa belum semua anak yang sekolah di TK Al Irsyad bisa

BAK maupun BAB kemudian cebok sendiri. Masih banyak yang belum bisa
4

secara mandiri membuka pakaian dan memakaikan kembali, ada beberapa

yang masih menggunakan popok, masih ada yang mengompol bahkan BAB

di celana karena takut bilang ke guru untuk ke Toilet.

Keberhasilan Toilet training memberikan beberapa keuntungan atau

dampak positif bagi anak, seperti dapat mengontrol buang air, awal

terbentuknya kemandirian sehingga anak bisa melakukan sendiri BAB dan

BAK, mengetahui beberapa bagian tubuh serta fungsinya. Sebaliknya dampak

dari kegagalan dari Toilet trainig diantaranya adalah anak beresiko dengan

infeksi saluran kemih, anak memiliki sikap egois, keras kepala, cenderung

ceroboh, seenaknya sendiri dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari –

hari.

Melihat fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “ Hubungan pengetahun Orangtua dengan Keberhasilan

Toilet Training Pada Anak Pra Sekolah Di TK Alirsyad Tahun 2018”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belkang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : “Apakah terdapat Hubungan pengetahuan Orangtua

Dengan Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Pra Sekolah Di TK Al

Irsyad Tahun 2018?.”


5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan Orangtua dengan Keberhasilan

Toilet Training Pada Anak Pra Sekolah Di TK AlirsyadTahun 2018.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui pengetahuan Orangtua pada anak pra sekolah di TK Al

Irsyad.

b. Mengetahui keberhasilan Toilet Training pada Anak Pra Sekolah Di TK

Al Irsyad.

c. Mengetahui Hubungan pengetahuan Orangtua Dengan Keberhasilan

Toilet Training Pada Anak Pra Sekolah.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan dan

menambah pengetahuan yang telah ada mengenai Toilet training pada anak

usia pra sekolah.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi dinas pendidikan

Sebagai bahan masukan kepada dinas pendidikan, untuk

menentukan dan merencanakan program baru dalam Toilet training

pada anak usia pra sekolah


6

b. Orangtua

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi pada

ibu dalam mengajarkan anaknya melakukan Toilet training.

c. Perawat

Hasil penelitian di harapkan dapat menjadi masukan untuk

peningkatan asuhan keperawatan anak, dalam melihat tingkat

kemampuan kesiapan Toilet training pada anak usia pra sekolah.

d. Peneliti

Merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan S1

Keperawatan sekaligus menambah wawasan mengenai Toilet

training pada balita.

1.5 Keaslian penelitian

1. Ustari Widasari (2016) Efektivitas Pola Asuh Orang Tua Terhadap

Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Usia Pra Sekolah (4-6 Tahun) Di

TK Wahid Hasyim Malang. Metode penelitian ini menggunakan metode

deskriptif yang bermaksud untuk memaparkan atau mendeskripsikan pola

asuh orang tua terhadap keberhasilan Toilet training. Pengambilan sampel

secara sampling aksidental yaitu 40 orang tua dari anak usia 4-6 tahun

yang belajar di TK Wahid Hasyim Malang, bersedia menjadi responden

dan sesuai dengan keinginan peneliti. Pola asuh orang tua dan

keberhasilan Toilet training diukur dengan menggunakan kuesioner

kemudian disimpulkan berdasarkan keterangan dengan analisa deskriptif.


7

Dan hasil dari penelitian ini adalah bahwa kategori dengan pola asuh

orang tua autoritatif didapatkan sebanyak 85 % dengan Toilet training

berhasil dan 15 % dengan Toilet training tidak berhasil, dan tidak

didapatkan pola asuh orang tua yang otoriter, pemanja, ataupun

penelantar.sehingga dari keterangan tersebut dapat diperoleh kesimpulan

bahwa pola asuh orang tua autoritatif lebih efektif terhadap keberhasilan

Toilet training pada anak usia prasekolah (4-6 tahun ) di TK Wahid

Hasyim Malang.

Perbedaan : variabel bebas pada penelitian ini adalah efektivitas pola

asuh orang tua

Persamaan : variabel terikat keberhasilan Toilet training.

2. Ibnu Hajar Effendi (2016) Hubungan Dukungan Orang Tua Dengan

Keberhasilan Toilet Training Pada Usia Pra Sekolah Di TK Pertiwi Sine

Sragen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Dukungan

Orang Tua Dengan Keberhasilan Toilet Training Pada Usia Pra Sekolah

Di TK Pertiwi Sine Sragen, metode penelitian yang digunakan deskriptif

korelasi dengan pendekatan cross sectional, jumlah sampel sebanayak 32

responden, instrumen penelitian menggunakkan kuesioner, analisis data

menggunakan uji spearman rho.

Perbedaan : variabel bebas pada penelitian ini adalah dukungan orang tua

Persamaan : variabel terikat keberhasilan Toilet training.

3. Ningsih, Sri Fitdiyah(2012) “Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu

Dalam Menerapkan Toilet Training dengan Kebiasaan Mengompol Pada


8

Anak Usia Pra Sekolah di RW 02 Kelurahan Babakan Kota Tangerang”.

Jenis penelitian cross sectional. hasilnya menunjukan bahwa ada

hubungan antara perilaku ibu dalam menerapkan Toilet training dengan

kebiasaan mengompol pada anak usia pra sekolah dengan (p value =

0,041) dan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang Toilet

training dengan kebiasaan mengompol pada anak usia pra sekolah

dengan (p value = 0,232).

4. Lestari, Puji. 2013, melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Antara

Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training dengan Praktik Ibu

dalam Penggunaan Diapers Pada Anak UsiaToodler Di Kelurahan Putat

Purwodadi”. Peneliti menggunakan metode Cross Sectional dengan

pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling,

hasilnya menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan ibu tentang Toilet training dengan praktik ibu dalam

penggunaan diapers pada anak usia toodler (1-3 tahun) dengan (p value =

0,018).
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Tinjauan Teori

4.1.1 Pengetahuan

4.1.1.1 Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan merupakan

domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt

behavior). Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang

positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya

apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akanberlangsung lama (Notoatmodjo, 2010).

Jujun S. Surimantri (2015) mendefinisikan pengetahuan pada

hakekatnya adalah seluruh apa yang kita ketahui tentang suatu objek

tertentu, termasuk didalamnya adalah ilmu. Jadi ilmu merupakan bagian

dari pengetahuan yang diketahui manusia disamping berbagai

pengetahuan lainnya seperti seni dna agama.

9
10

4.1.1.2 Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif terbagi dalam

enam tingkatan, antara lain : (Notoatmodjo, 2011)

1) Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di

pelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (reccal) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di

terima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham dengan objek

atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya dari objek yang

dipelajari.

3) Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi yang nyata.Aplikasi disini dapat


11

diartikan penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks yang lain, misalnya dapat

menggunakan prinsip siklus pemecah masalah dalam pemecah

masalah kesehatan.

4) Analisis (Analysis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam

satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang

ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian

itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengetahuan

(knowledge) diartikan sebagai hasil penggunaan panca indra

(Notoatmodjo, 2011) .
12

4.1.1.3 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan

skala yang bersifat kualitatif, yaitu sebagai berikut (Arikunto, 2011):

1) Baik : hasil presentase 76% - 100%

2) Cukup : hasil presentase 56 % - 75%

3) Kurang : hasil presentase <56%

4.1.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah

(Mubarak, 2007)

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang didapat seseorang dari orang

lain terhadap suatu hal agar mereka memahami. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang akan semakin mudah mereka menerima informasi

yang pada akhirnya pengetahuan yang dimiliki semakin banyak.

2) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang maka akan terjadi

perubahan pada aspek fisik dan fisiologis (mentalnya). Perubahan fisik

seseorang secara garis besar ada empat kategori, perubahan yang

pertama meliputi perubahan ukuran, kedua yaitu proporsi, ketiga yaitu

hilangnya ciri-ciri lama, dan keempat yaitu timbulnya ciri-ciri baru.Ini

terjadi akibat pematangan organ.Pada aspek psikologisnya taraf berfikir

(pengetahuan) seseorang semakin matang dan semakin dewasa.


13

3) Pekerjaan

Baik secara langsung maupun tidak langsung pekerjaan dapat

menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan.

4) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang

dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan dalam

hal pengalaman, jika pengalaman yang kurang baik maka seseorang

akan berusaha melupakan namun jika pengalaman terhadap suatu objek

tersebut menyenangkan maka seseorang secara psikologis akan timbul

kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya,

yang pada akhirnya akan mempengaruhi pengetahuan dan perilaku

dalam kehidupan

5) Minat

Minat adalah keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat

menjadikan seseorang untuk menekuni dan mencoba suatu hal yang

pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

6) Informasi

Kemudahan dalam mengakses informasi akan membantu

mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

4.1.1.5 Cara Memperoleh Pengetahuan

Beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan diantaranya adalah

(Notoatmodjo, 2011) :
14

1) Cara coba salah (trial and error)

Cara coba salah atau coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba dengan kemungkinan yang

lain. Apabila kemungkinan kedua ini tidak berhasil, dicoba dengan

kemungkinan yang ketiga dan apabila kemungkinan ketiga gagal lagi, di

coba lagi dengan kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan.Oleh karena itu masalah ini disebut trial

(coba) and Error (gagal atau salah) atau metode coba salah atau coba-

coba.

2) Cara kekuasaan (Otoritas)

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-

kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa

melakukan penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak,

kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun menurun dari

generasi kegenerasi berikutnya dengan kata lain, pengetahuan tersebut

diperoleh berdasarkan pemegang otoritas, yaitu orang yang mempunyai

wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas

pemimpin agama, maupun ahli pengetahuan atau ilmuwan.

Prinsip inilah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan

oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau

membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun

berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang


15

menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dilakukan adalah

benar.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, demikian bunyi pepatah. Pepatah

ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu adalah sumber

pengetahuan, atau pengalaman itu adalah suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan.

4) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berfikir

manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu

menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Manusia

dalam memperoleh pengetahuan telah mampu menggunakan jalan

pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

5) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah.Cara ini disebut metode penelitian ilmiah

atau lebih popular metodologi penelitian (research methodology).

4.1.2 Toilet Training

4.1.2.1 Definisi

Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu

mengontrol dalam melakukan buang air besar (BAB) atau buang air kecil

(BAK) (Hidayat, 2008).


16

Toilet training merupakan suatu proses pengajaran untuk mengontrol

BAB dan BAK secara benar dan teratur (Zaivera, 2008). Toilet training

adalah pembiasaan pelatihan buang air (Koraag, 2007).

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan Toilet

training adalah sebuah usaha pembiasaan mengontrol buang air kecil dan

buang air besar secara benar dan teratur

4.1.2.2 Tanda Mulai Toilet Training

Aspek penting lain dalam perkembangan anak usia toddler yang harus

mendapatkan perhatian orang tua adalah Toileting, Wong, (2012),

Mengemukakan bahwa biasanya sejalan dengan kemampuan anak

dalam berjalan kedua Sfingter tersebut semakin mampu mengontrol rasa

ingin berkemih dan defekasi. Walaupun demikian antara anak yang satu

dengan yang lain berbeda kemampuan dalam pencapaian tersebut,

tergantung beberapa faktor baik fisik maupun psikologis.

Pelajaran menggunakan kamar kecil atau suatu peristiwa besar dalam

kehidupan seseorang kebanyakan anak siap belajar bagaimana cara

menggunakan pispot dan akan bangga dengan kemampuan mereka.

Pelatihan kamar kecil paling mudah ketika secara fisik dan secara

emosional anak-anak sudah siap yaitu ketika mereka berada pada usia

antara 2-3 tahun.

Anak perempuan pada umumnya secara fisik mempunyai keuntungan

lebih mengontrol otot sfingter uretra dibandingkan dengan anak laki–laki.


17

Kebanyakan anak perempuan dapat menggunakan pispot umur 2 tahun 6

bulan dan kebanyakan anak laki-laki sekitar 3 tahun. Rahasia kesuksesan

adalah memilih waktu yang tepat dan memerlukan kesabaran dan kesiapan

emosional. Banyak anak normal sehat dan cerdas umur 3 tahun tidak

tertarik akan pelajaran untuk menggunakan kamar kecil.

Kemampuan sfingter untuk mengontrol rasa ingin defekasi terlebih

dahulu tercapai dibandingkan kemampuan sfingter uretra dalam

mengontrol rasa ingin berkemih. Sensasi untuk defekasi lebih besar

dirasakan oleh anak dan kemampuan untuk mengkomunikasikannya lebih

dahulu dicapai. Hasil riset menunjukkan rata – rata anak mulai dapat

mengontrol pola defekasi dan berkemih antara umur 18 bulan sampai 36

bulan. Kebanyakan latihan diberikan selama 4-6 minggu, tapi kadang –

kadang latihan ini membutuhkan waktu yang lama. Latihan ini tidak

diperlukan untuk anak yang membutuhkan bantuan sampai usia 4-5 tahun.

Kebanyakan anak kecil yang baru belajar jalan dalam belajar Toilet

training tidak semudah saat mereka belajar berb berbicara, memanjat,

melompat maupun berlari. Tetapi hal ini membutuhkan suatu kesiapan

yang diperlihatkan oleh anak (Debby 2009).

Ada 12 tanda-tanda yang diperlihatkan oleh seorang anak sebelum

memulai Toilet training yaitu :

a. Telah belajar berjalan dan berdiri.

b. Dapat duduk bermain dan duduk dengan tenang

c. Dapat memakai dan menanggalkan pakaiannya sendiri.


18

d. Dapat meniru perilaku orang di sekelilingnya.

e. Dapat mengerti perintah sederhana.

f. Pola eleminasi teratur setiap hari.

g. Tidak dalam periode negativisme.

h. Memenuhi kebutuhan eliminasi.

i. Dapat mengatakan dan mengenali tanda-tanda defekasi dan berkemih

j. Anak menyadari bahwa dirinya dalam keadaan defekasi atau miksi.

k. Tidak sabar dengan popok basah.

l. Mampu untuk miksi dalam satu waktu dengan jumlah yang banyak.

Menurut (Wong 2009), tanda–tanda kesiapan anak mampu mengontrol

rasa ingin berkemih dan defekasi dibagi menjadi 3 aspek yaitu :

1) Kesiapan fisik ;

a. Usia telah mencapai 18-24 bulan.

b. Dapat duduk dan jongkok kurang lebih 2 jam.

c. Ada gerakan usus yang regular/teratur.

d. Kemampuan motorik kasar (seperti duduk, berjalan).

e. Kemampuan motorik halus (seperti membuka baju).

2) Kesiapan psikologi.

a. Dapat duduk atau jongkok di Toilet selama 5-10 menit tampa berdiri

lebih dulu

b. Mempunyai rasa penasaran atau rasa ingin tahu terhadap kebiasaan

orang dewasa dalam buang air.


19

c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat

dicelana dan ingin diganti segera.

d. Menunjukkan sikap yang ingin menyenangkan orang tua.

3) Kesiapan orang tua

a. Mengenal tingkat kesiapan anak untuk berkemih dan defekasi.

b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu yang diperlukan untuk melatih

berkemih dan defekasi pada anak.

c. Tidak mengalami konflik atau stress keluarga yang berarti {perceraian).

4.1.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Toilet Training

1) Kesiapan fisik, mental dan psikologi anak

Tumbuh kembang setiap anak akan berbeda dengan anak yang

lainnya. hal yang sangat penting diingat oleh seorang ibu ketika

mengajarkan pada anaknya tentang Toilet training adalah kesiapan fisik

dan psikologi anaknya.

Melatih anak dalam menggunakan Toilet sangat membutuhkan

kesabaran. Orang tua terlalu menekan Toilet training sebelum waktunya

tidak bias diharapkan hasil yang positif. Misalnya si kecil baru berumur

setahun tetapi sudah dipaksa duduk di kloset, secara psikologis

kemampuan tubuh untuk kematangan tubuh anak setahun belum dapat

melakukannya.orang tua yang peka terhadap kondisi anaknya tentu

tidak akan memaksa kehendaknya. Sebaliknya bila tetap memaksa

kehendak semata-mata demitegaknya kedisiplinan atau peraturan besar


20

kemungkinan akan berakibat timbulnya sifat negatifistik dalam diri

anak.

Dengan adanya tanda tanda-tanda kesiapan fisik dan psikologi

yang diperlihatkan anak orang tua yang mengajarkan Toilet training

akan menjadi lebih mudah dan anak pun akan menjadi nyaman

melakukan Toilet training.

2) Kesiapan orang tua dalam membimbing anaknya.

Hal yang kedua paling mendukung Toilet training yaitu kesiapan

orang tua dalam membimbing anaknya pada usia Toddler anak akan

meniru perilaku orang di sekitarnya dengan demikian jika ibu

memperlihatkan hal yang positif dalam Toilet training maka anak

tersebut akan menerimanya.

Jika suatu keluarga mengalami perubahan komplit atau stress

yang berarti di keluarga (misalnya perceraian, pindah rumah baru,

kelahiran adik baru) kebiasaan jelek seperti tiba-tiba buang air besar di

celana yang dilakukan oleh anak yaitu adalah suatu hal yang wajar,

tentunya sematamata hanya ingin menarik perhatian orang tuanya

(Linnm 2012).

Toilet training dapat ditunda untuk beberapa minggu atau bulan.

Penelitian akan lebih mudah dilakukan ketika orang tua memberikan

perhatian penuh pada anaknya.


21

3) Rutinitas orang tua dalam mengajarkan Toileting

Beberapa penelitian membuktikan bahwa hal ini sangat menolong

untuk menciptakan suatu rutinitas dengan membiasakan anak ke Toilet

selama 3-4 menit, setelah makan, sebelum tidur, meskipun anak tidak

berkemih atau defekasi dalam waktu tersebut. Dengan membiasakan

haltersebut anak akan mengerti bahwa jika ingin buang air kecil

seharusnya ke kamar mandi.

4) Tersedianya sarana dalam keluarga.

Hal yang mendukung sebelum toilet training adalah adanya

sarana yang biasa digunakan sehingga dalam mengajarkan anak-anak

akan lebih mudah memahami dan mengerti jika ingin buang air besar

seharusnya menggunakan pispot atau masuk Toilet.

4.1.2.4 Langkah-langkah Toileting Training

a. Rileks tenang adalah suatu pendekatan yang terbaik dalam melakukan

pelatihan kamar kecil berbeda, toilet training pada umur 2-3 tahun

adalah hal yang normal.

b. Perlihatkan pada anak apa yang di kamar mandi. Anak kecil yang baru

belajar jalan akan meniru orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua

sesuai dengan perkembangannya. Anak akan ikut dan bertanya tentang

apa yang dilakukan dikamar mandi.

c. Ajarkan pada anak toddler tentang kata-kata yang digunakan dalam

keluarga atau mengenali anggota tubuh dan fungsinya, misalnya


22

kencing tanda-tanda defekasi. Pastinya kata-kata ini membuat orang tua

merasa nyaman dengan yang lain dan sering didengar oleh anak dan

mudahnya dia ingat, misalnya e’e’, pipis dan sebagainya.

d. Bantu anak untuk mengenali tanda-tanda ketika mereka ingin buang air

kecil dan besar kebanyakan anak akan mendengkur, berjongkok, muka

merah dan ketika tiba – tiba berhenti bermain seketika. Anak juga

menunjukkan bahwamereka siap berkemih atau defekasi sebelum anak

dapat melakukan apa saja tentang hal ini.

e. Yakinkan untuk mendapatkan satu di antaranya memiliki sandaran kaki.

Hal ini akan menjadikan anak duduk jadi nyaman dan lebih mudah

untuk mengedan selama defekasi. Orang tua mungkin menginginkan

duduk di atas pispot dalam keadaan berpakaian/menggunakan baju.

f. Mulailah dengan membaca buku-buku tentang penggunaan pispot bagi

anak. Banyak buku –buku yang baik mempelajari dan menggunakan

pispot dan mungkin akan ditemukan di perpustakaan atau di toko buku.

Membaca buku bersama atau membantu anak untuk mengerti proses

eleminasi dan menyadari anak-anak lain mempelajari penggunaan

pispot sama dengan apa yang dialaminya saat ini.

g. Anjurkan orang tua agar membelikan pakaian dalam yang mudah

dilepas. Latihan menggunakan pispot bagian penting anak-anak,

pekerjaan yang lebih mudah dilakukan oleh anak jika orang tua

memakaikan anaknya pakaian yang mudah dilepas, ingatkan agar tidak

menggunakan kancing resleting atau ikat pinggang. Beberapa orang tua


23

lebih memilih mengguanakan popok terlebih dahulu kemudian pakaian

dalam daripada anaknya kencing dalam pispot beberapa kali sehari.

h. Ketika anak mengatakan kepadamu bahwa ia ingin menggunakan

pispot, bantu memakaikan pispot dan anak akan duduk di atas pispot

dalam beberapa menit. Tetaplah bersama anak kamu, mungkin

menggunakan buku, bacalah buku bersama-sama untuk membantu

melewati waktu mengeluarkan feses dengan tidak tergesa-gesa. Selama

4-5 menit tolong anak melepaskan pispotnya berikan pujian dan

penghargaan atas kesuksesan usahanya, berika komentar yang lebih

sederhana bahwa anak dapat mencoba kembali nantinya usahanya tidak

berhasil, kegagalan anak bukanlah aksi bukanlah aksi yang menentang

atas keras kepala, ini membutuhkan waktu belajar tentang keterampilan

baru jika sering terjadi mungkin lebih baik mencoba Toilet training

pada beberapa minggu berikutnaya.

i. Bersihkan dengan hati–hati pada anak perempuan, bersihkan alat

genetaliadari depan kebelakan untuk mencegah infeksi, ajarkan anak

agar selalu mencuci tangan dan sabun dengan air setelah menggunakan

pispot. Beri contoh yang baik dengan mencuci tangan terlebih dahulu.

Beberapa pembuktian bahwa hal ini sangat menolong untuk

menciptakan suatu rutinitas dengan membiasakan anak ke Toilet selama

3-4 menit setelah makan, sebelum tidur, sesudah bangun tidur,

meskipun anak tidak berkemih atau defekasi dalam waktu tersebut.


24

j. Hindari menghukum, mencaci atau mempermalukan anak. Berikan

dorongan agar tetap memperlihatkan tingkah laku yang positif. Hal ini

mampu menolong dengan menggunakan perlak, penutup meja atau

horden mandi yang terbuat dari plastic diantara seprai dan kasur sampai

anak dapat mengontrol buang air kecil dengan baik.

k. Jika memungkinkan, rencanakan untuk mengajarkan paling tidak 3-4

hari untuk memenuhi toilet training, seimbangnya rutinitas yang sama

untuk 3-4 minggu juga akan menolong dalam melakukan Toilet training

(Joanna Care and Margaret, 2009).

4.1.2.5 Keberhasilan Toileting

Tujuan Toilet training pada anak yakni memandirikan dalam hal Toileting.

Tanda-tanda anak sudah dikatakan mandiri atau berhasil dalam hal

Toileting jika anak :

a. Dapat memakai dan menanggalkan pakaian sendiri.

b. Pola eliminasi teratur setiap hari

c. Dapat mengatakan dan mengenali tanda-tanda defekasi dan berkemih

d. Anak menyadari bahwa dirinya dalam keadaan defekasi atau miksi

e. Tidak sabar/betah dengan popok yang basah

f. Mampu untuk berkemih dalam satu waktu dalam jumlah yang banyak

g. Anak ke Toilet jika ingin berkemih dan defekasi

h. Anak dapat mencuci tangan setelah menggunakan Toilet

i. Anak dapat cebok sendiri setelah berkemih


25

j. Dapat duduk atau jongkok kurang lebih 2 jam.

Toilet training pada anak merupakan usaha untuk melatih anak agar

mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.

Pada Toilet training, selain melatih anak dalam mengontrol buang air besar

dan buang air kecil juga dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab

saat anak melakukan kegiatan tersebut di situ anak akan mempelajari

anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya.

Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang

sudah memulai fase kemandirian. Suksesnya toilet training tergantung

pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga seperti kesiapan fisik

dimana kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu. Hal ini

dapat ditunjukkan apa bila anak memahami arti buang air besar dan buang

air kecil sangat memudahkan proses dalam mengontrol, anak dapat

mengetahui kapan saatnya harus buang air kecil dan kapan saatnya harus

buang air besar, kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu

mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya buang air besar

dan buang air kecil (toilet training).

Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna

denganpenerapan toilet training secara dini pada anak usia toddler, dimana

pekerjaan ibudapat menyita waktu ibu untuk melatih anak melakukan toilet

training secara dinisehingga berdampak pada terlambatnya anak untuk

mandiri melakukan Toilet training.


26

4.1.2.6 Dampak latihan Toilet training

Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training nampak yang

paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan

atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat

mengganggu kepribadian anak yang cenderung bersifat retentive dimana

anakcenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan

oleh orangtua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau

kecil atau melarang anak bepergian. Bila orang tua santai dalam

memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapt mengalami

kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka

membuat gara – gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan

sehari – hari (Hidayat, 2009).

4.1.3 Perkembangan dan Pertumbuhan Anak Usia Pra Sekolah

4.1.3.1 Definisi pra sekolah

Merupakan usia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo,

2015). Dikatakan oleh Munandar dan Supartini (2009) usia presekolah

merupakan masa-masa untuk bermain dan mulai memasuki taman kanak-

kanak.

4.1.3.2 Ciri-Ciri Anak Usia Pra sekolah

Hurlock (2007) menjelaskan bahwa ciri – ciri anak usia pra sekolah

adalah sebagai berikut :

1. Otot-otot lebih kuat dna pertumbuhan tulang menjadi besar dan keras
27

2. Mempergunakan gerak dasar seperti berlari, berjalan, memanjat dan

melompat sebagai bagian dari permainan mereka

3. Secara motorik anak mampu memanipulasi obyek kecil, menggunakan

balok balok dan berbagai ukuran dan bentuk

4. Anak mempunyai rasa ingin tahu, rasa emosi, iri dan cemburu

5. Secara sosial anak mampu menjalani kontak sosial dengan orang-

orang yang ada diluar rumah sehingga anak mempunyai minat yang

lebih untuk bermain padda temannya, orang dewasa, saudara kandung

didalam keluarganya.

4.1.3.3 Tugas-tugas Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah

Tugas perkembangan pada masa kanak-kanak awal menurut Robert J.

Havighurst (2011):

1. Toilet Training, hakikat tugas yang harus dipelajari anak yaitu buang air kecil

dan buang air besar yang bisa diterima secara sosial.Toilet training yang

berhasil dapat membentuk anak yang berhati-hati, dapatmenguasai dirinya,

mendapatkan pandangan jauh kedepan dan dapat berdiri sendiri. Tentang

Toilet training Havighurst berpendapat: “Toilet training is the first moral

training that child received. The stamp of the first moral training that child

later character”

2. Belajar membedakan jenis kelamin, serta dapat bekerja sama dengan

jenis kelamin lain. Melalui observasi, maka anak akan melihat tingkah

laku yang berbeda jenis kelamin satu dengan lain

3. Belajar mencapai stabilitas fisologis, manusia pada waktu lahir sangatlah labil
28

jika dibanding fisik orang dewasa, anak akan cepat sekali merasakan

perubahan dari panas ke dingin, oleh karena itu anak harus belajar menjaga

keseimbangan terhadap perubahan.

4. Pembentukan konsep-konsep yang sederhana tentang realitas fisik dan sosial

5. Belajar kontak perasaandengan orang tua, keluarga, dan orang lain,

menghubungkan diri sendiri secara emosional

6. Belajar membedakan mana yang baik dan buruk serta mengembangkan kata

hati.

Menurut Hurlock (2013) tugas perkembangan kanak-kanak awal adalah:

1. Belajar keterampilan fisik yang diperlukan untuk bermain

2. Membina sikap yang sehat (positif) terhadap diri sendiri sebagai seorang

individu yang berkembang, seperti kesadarn tentang harga diri dan

kemampuan diri

3. Belajar bergaul dengan teman-teman sebaya sesuai dengan etika moral

yang berkembang di masyarakat

4. Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin

5. Mengembangkan dasar-dasar keterampilan membaca, menulis dan

menghitung

6. Mengembangkan konsep-konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-

hari

7. Mengembangkan sikap objektif baik positif dan negatif terhadap kelompok dan

masyarakat

8. Belajar mencapai kemerdekaan atau kebebasan pribadi sehingga

menjadi diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab.


29

4.1.3.4 Kemandirian pada Anak Usia Pra Sekolah


1. Pada umumnya anak meulai memasuki taman kanak-kanak dna mulai

dituntut mengatasi ketergantungan pada orang tua atau pengasuhnya.

2. Amak mulai belajar menolong dirinya sendiri aeperti menggunakan

Toilet, memakai baju dan sepatu sendiri.

4.2 Kerangka Teori


Bagan 2.1 Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi Masa kanak- Faktor yg
pengetahuan : kanak awal, masa mempengaruhi toilet
training :
negatif, masa
a. Pendidikan 1. Kesiapan fisik
usiabelajar mental dan
b. Umur berkelompok, psikologi anak
c. Pekerjaan masa menjelajah, 2. Kesiapan orang tua
d. Pengalaman masa bertanya,, dalam membimbing
e. Minat masa meniru, anak
f. Informasi 3. Rutinitas orang tua
masa kreatif
dalam mengajarkan
toileting

Pengetahuan orang tua toddler Keberhasian toilet training

Cara memperoleh Tanda mulai toilet training :


a. Telah belajar berjalan dan berdiri.
pengetahuan :
b. Dapat duduk bermain dan duduk dengan tenang
1 Cara coba salah c. Dapat memakai dan menanggalkan pakaiannya
sendiri.
2 Cara kekuasaan
d. Dapat meniru perilaku orang di sekelilingnya.
3 Berdasarkan pengalaman e. Dapat mengerti perintah sederhana.
pribadi f. Pola eleminasi teratur setiap hari.
4 Melalui jalan pikiran g. Tidak dalam periode negativisme.
5 Cara modern dalam h. Memenuhi kebutuhan eliminasi.
memperoleh pengetahuan i. Dapat mengatakan dan mengenali tanda-tanda
defekasi dan berkemih
j. Anak menyadari bahwa dirinya dalam keadaan
defekasi atau miksi.
k. Tidak sabar dengan popok basah.
l. Mampu untuk miksi dalam satu waktu dengan
jumlah yang banyak.

Sumber : Notoatmodjo (2010), Wong (2012)


30

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep

yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan

(Bhisma, 2011).

Variable Independen Variable Dependen

Pegetahuan orang tua Keberhasilan toilet


training

3.2.Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu peneritian (Notatmodjo,

2010) Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

Ha = terdapat Hubungan pengetahuan Orangtua dengan Keberhasilan Toilet

Training Pada Anak Pra Sekolah Di TK Alirsyad

Ho = tidak terdapat Hubungan pengetahuanOrangtua dengan Keberhasilan

Toilet Training Pada Anak Pra Sekolah Di TK Alirsyad

30
31

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional penelitian

yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu

terjadi dengan pendekatan secara Cross Sectional di mana data yang

menyangkut variabel bebas atau risiko dan variabel terikat atau variabel

akibat, akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan. (Bhisma, 2014)

1.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran

yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep

tertentu (Bhisma, 2014).

4.2.1 Variabel Bebas

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel

terikat.Variabel bebas yang diteliti adalah Pengetahuan orang tua

4.2.2 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas.Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah keberhasilan Toilet training.

21
32

4.2 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

4.2.1 Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan penarikan batasan yang menjelaskan

suatu konsep secara singkat, jelas dan tegas. Definisi konseptual variabel

pada penelitian ini adalah :

Variabel Pengetahuan di definisikan sebagai Pengetahuan merupakan

hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra

manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba

(Notoatmodjo, 2010).

Variabel keberhasilan Toilet training merupakan suatu usaha untuk

melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air besar

(BAB) atau buang air kecil (BAK) (Hidayat, 2008).

Pra sekolah merupakan Merupakan usia antara tiga sampai enam tahun

(Patmonodewo, 2015).

4.2.2 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional

berdasarkan sesuatu yang diamati, memungkinkan peneliti untuk cermat

terhadap suatu objek atau fenomena.(Notoatmodjo, 2010)


33

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Pengetahuan Merupakan hasil dari Kuesioner Baik : hasil Ordinal
presentase
orang tua tahu yang dimiliki oleh
76% - 100%
orang tua tentang Toilet
Cukup : hasil
training serta presentase 56
% - 75%
keberhasiannya yang
Kurang: hasil
didapat melalui formal
presentase
maupun informal <56%

Keberhasilan Kegiatan BAB/BAK Kuesioner 1. Berhasil Ordinal

Toilet training yang dilakukan oleh jika skor >

anak TK Al Irsyad nilai median

secara mandiri pada 2. Tidak

masa usi apra sekolah (2- berhasil jika

6 tahun) skore <

nilai median

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua

semua siswa TK Al Irsyad berjumlah 60 orang.


34

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat

mewakili populasi yang akan diteliti(Sugiyono, 2010). Teknik

pengambilan sampel yang akan digunakan pada penelitian ini dengan

menggunakan teknik total sampling .

4.4 Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan

wawancara yang menggunakan kuesioner. Kuesioner yaitu daftar pertanyaan

yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, di mana responden tinggal

memberikan jawaban atau dengan memberikan tanda-tanda tertentu.

(Notoatmdjo, 2012).

4.5 Uji Coba Kuesioner

1.5.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-

tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrument. Suatu

instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi.

Sebaliknya, instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas

rendah (Notoatmdjo, 2012).

Untuk mengetahui apakah kuesiner yang kita susun tersebut

mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu di uji dengan

korelasi antara skor (nilai tiap- tiap item (pertanyan) dengan skor total
35

kuesioner tersebut. Teknik korelasi yang dipakai adalah teknik korelasi

“ Product Moment “ dengan rumus sebagai berikut :

N  XY  ( X )( Y )
R =
{N  X 2  ( X 2 )}( N  Y 2  ( Y 2 )}

Keterangan :

rhitung = Koefeisien korelasi

∑xi = Jumlah skor item

∑yi = Jumlah total skor item

N = Jumlah responden

Jika dihitung > t berarti valid demikian sebaliknya, jika nilai t

hitungannya < t tabel tidak valid.

1.5.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada satu pengertian bahwa sesuatu

instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrument itu tersebut sudah baik. Instrumen

yang sudah dapat dipercaya, yang reliable akan menghasilkan data

yang dapat dipercaya juga. Reliabilitas menunjukkan pada tingkat

keterandalan sesuatu. Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat

diandalkan.

Adapun mengukur reliabilitas secara statistik digunakan

koefisien reabilitas Cronbach's α (alpha) dengan bantuan jasa

komputer program SPSS, yang dengan rumus sebagai berikut :


36

Keterangan :

K = jumlah komponen.

= varians dari skor total tes.

= varians komponen sampel.

Yang dikatakan realiabel jika Cronbach's α (alpha)> r tabel,

dikatakan tidak realiabel jika Cronbach's α (alpha)< r tabel, perlu

diganti atau diperbaiki atau bahkan dihilangkan. Sehingga

diharapkan dapat digunakan seagai instrument penelitian dengan

tingkat validitas yang memadai

Rencana pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas akan

dilakukan di TK Istiqomah.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

metode angket atau kuesioner untuk mendapatkan jenis data kuantitatif. Alat

pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

terdiri atas pertanyaan melalui yang berisi tentang pengetahuan Orang tua dan

keberhasilan Toilet training.

4.7 Prosedur Penelitian

Pengumpulan data dilakukan di TK Al Irsyad Cirebon dengan

prosedur sebagai berikut :


37

1. Setelah mendapat izin dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Sekolah

berdasarkan surat permohonan yang dikeluarkan institusi. Maka peneliti

mengadakan pendekatan dengan responden memulai penelitian yang

diawali dengan pengumpulan data.

2. Sebelum pengumpulan data dilakukan, peneliti menjelaskan tujuan

penelitian, kerahasiaan data yang diberikan oleh responden dengaan

maksud agar respondendapat memberikan data secara lengkap dan

menjawab dengan sejujurnya sehingga peneliti memperoleh data-data

yang lebih akurat dan valid.

3. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti meminta responden membaca

dan menandatangani lembar persetujuan. Peneliti membagikan secara

langsung kuesioner kepada responden.

4. Selama proses pengisian kuesioner peneliti mendampingi responden dan

bila responden mengalami kesulitan dalam pengisian ini segera mendapat

penjelasan dari peneliti. Setelah diisi, kuesioner dikumpulkan sebanyak

jumlah responden dalam masa penelitian tersebut, kemudian data diolah

dengan pengukuran statistik.

4.8 Tehnik Pengolahan Data

Data yang digunakan dalam penumpulan data ini adalah data primer

yaitu data yang diperoleh dari jawaban siswa TK Al Irsyad Cirebon.

Data yang dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan data yaitu :


38

4.7.1 Editing

Pada tahap ini, mengumpulkan dan memeriksa data yang ada

lalu diperiksa apakah data yang ada sudah sesuai dengan jumlah

sampel dan apakah cara pengisianya sudah benar atau terdapat

kekeliruan.

4.7.2 Coding

Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis memberikan

kode tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam

melakukan analisis data.

4.7.3 Data Entry

Dataentry adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel

kontigensi.

4.7.4 Tabulating

Pada tahap ini, data yang sama di kelompokan dengan teliti dan

teratur, kemudian dihitung dan dijumlahkan, kemudian dituliskan

dalam bentuk tabel-tabel.

4.9 Rencana Analisa Data

Teknik analisa data adalah untuk mendapatkan gambaran umum dengan

cara mendeskripsikan variabel yang digunakan dalam penelitian ini melalui

distribusi prosentasi. (Hastono, 2009).


39

4.8.1 Analisa Univariant

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa dari

kuesioner. Pengolahan data diolah dengan cara menghitung jawaban

dari kuesioner yang didapatkan oleh responden yang dilakukan oleh

penelitian. Dalam jawaban tersebut dihitung jumlah presentase

jawaban responden dengan menggunakan rumus :

f
P x100%
N
Keterangan :

P : Prosentase

f : Frekuensi jawaban responden

N : Jumlah total pertanyaan

4.8.2 Analisa Bivariant

Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan

dianalisis dengan menggunakan analisis stastistik dan aplikasinya

menggunakan aplikasi software statistik. Teknik analisa statistk yang

digunakan adalah model analisis Chi Square.


(O-E)2
(0−𝑋)2
X2=∑ 𝐸

Keterangan :

X2 : Nilai chi square

O : Nilai observasi

E : Nilai ekspektasi (harapan)


40

P < 0,05 artinya Ho ditolak yaitu Hubungan pengetahuan Orangtua dengan

Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Pra Sekolah Di TK Alirsyad

P > 0,05 artinya Ho gagal ditolak yaitu tidak terdapat hubungan pengetahuan

pengetahuan orangtua dengan Keberhasilan Toilet Training Pada Anak Pra

Sekolah Di TK Alirsyad

Nilai P value adalah Nilai yang diperoleh dari hasil pengolahan data

ujihubungan dua variabel penelitian dengan menggunakan aplikasi statistik

SPSS.

4.10 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian direncanakan dilakukan pada bulan Mei 2018.

Tempat penelitian dilakukan di TK Al Irsyad Cirebon.

4.11 Etika Penelitian

Dalam penelitian, peneliti mendapat rekomendasi dari Program Studi

S 1 Keperawatan STIKes Mahardika Cirebon dan permintaan ijin dari

kepala dinas pendidikan kota cirebon dan kepala sekolah TK Al Irsyad.

Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan

melakukan pendekatan kepada klien agar klien setuju untuk menjadi

responden Masalah etika yang harus diperhatikan oleh peneliti adalah:

4.10.1 Inform Consent (Persetujuan Subyek Penelitian)

Tujuannya adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan

penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika

subyek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar


41

persetujuan. Jika subyek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa

dan akan tetap menghormati hak – haknya.

4.10.2 Anonymity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data

(angket) yang diisi responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor

kode tertentu.

4.10.3 Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden yang

dijamin oleh peneliti, data tersebut hanya disajikan atau dilaporkan

pada kelompok yang berhubungan dengan peneliti. (Bhisma, 2011)

Anda mungkin juga menyukai