Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Di Indonesia keberhasilan pembangunan menyebabkan peningkatan usia

harapan hidup sehingga terjadi pertumbuhan jumlah penduduk usia lanjut.

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 jumlah usia lanjut di Indonesia

sebanyak 18,04 juta orang atau 7,59% dari keseluruhan jumlah penduduk di

Indonesia dengan jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah penduduk laki-

laki. Batasan lansia menurut WHO meliputi usia lanjut (elderly) antara 60-74

tahun, dan usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun, serta usia sangat tua (very

old) diatas 90 tahun (Ismayadi, 2004).

Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari berjalan

terus menerus dan berkesinambungan sehinnga menyebabkan perubahan pada

tubuh yang akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara

keseluruhan ( Maryam, 2008).

Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia, yang dimaksud dengan usia lanjut adalah penduduk yang telah mencapai

usia 60 tahun ke atas. Diperkirakan pada tahun 2000 di dunia terdapat 138 juta

orang usia lanjut, dengan perincian di Cina 32 juta orang, di India 17 juta

orang, dan di Indonesia 15,3 juta orang. Berdasarkan semua penduduk usia

lanjut di Indonesia sebanyak 18,04 juta orang atau 7,59% dari keseluruhan

jumlah penduduk di Indonesia, penduduk usia lanjut perempuan lebih banyak

dari jumlah penduduk laki-laki (BPS, 2010).

1
2

Seiring dengan meningkatnya usia akan disertai pula dengan peningkatan

berbagai penyakit dan ketidakmampuan. Peningkatan usia harapan hidup

menimbulkan konsekuensi logis, yaitu adanya masalah kesehatan yang

potensial pada seseorang dengan usia lanjut, terjadinya proses penuaan yang

menyebabkan penurunan tingkat produktivitas dan fungsi sistem organ

diantaranya pada lansia rentan terhadap faktor-faktor resiko penyakit

metabolik, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan obesitas

(Darmojo, 2000)

Adapun salah satu penyakit metabolik adalah Hipertensi (tekanan darah

tinggi). Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥140mmHg

atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (Kalpan dan Weber, 2010).

Hipertensi juga sering disebut “Silent Killer”, hal ini perlu di waspadai karena

setiap saat penyakit ini dapat menjadi pemubunuh yang tak terduga.

Hipertensi adalah salah satu penyakit yang paling umum di seluruh dunia

yang terjadi pada manusia dan merupakan faktor risiko yang utama terjadinya

stroke, infark miokard, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal kronik dan

bahkan menyebabkan kematian jika tidak dideteksi dengan cepat dan tidak

diobati dengan tepat (James, et al., 2014). Salah satu studi menyatakan pasien

yang menghentikan terapi antihipertensi kemungkinan lima kali lebih besar

terkena stroke. Penyakit ini salah satu penyumbang tingginya biaya

pengobatan akibat tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah

sakit/atau penggunaan obat jangka panjang (Depkes RI, 2006).

Menurut data WHO, di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4%

orang di seluruh dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan


3

meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,

333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang,

termasuk Indonesia (Yonata, 2016).

Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

tahun 2013 adalah hipertensi. dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun,

57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun (Infodatin

Kemenkes RI, 2016). Menurut data Riskesdas Provinsi Jawa Timur prevalensi

penyakit hipertensi mencapai 26,2%. Prevalensi penyakit hipertensi tertinggi

terdapat pada kelompok usia ≥ 75 tahun yaitu 62,4%. Prevalensi hipertensi di

kota Surabaya mencapai 22,0% (BPPK Kemenkes, 2013).

Interaksi obat adalah efek dari suatu obat yang berubah akibat adanya obat

lain, makanan, atau minuman. Interaksi dapat menghasilkan efek yang

memang di kehendaki atau efek yang tidak dikehendaki, yang lazimnya

menyebabkan efek samping obat atau toksisitas karena meningkatnya kadar

obat di dalam plasma atau sebaliknya menurunkan kadar obat dalam plasma

yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal (Gitawati, 2008).

Menurut Handayani, dkk., (2007), berdasarkan hasil penelitian mereka

terkait pengaruh usia terhadap kejadian potensi interaksi obat bahwa

Prevalensi hipertensi semakin meningkat dengan bertambahnya usia.

prevalensi hipertensi di Indonesia 14% pada tahun 2004 dan meningkat

menjadi 34,9% pada tahun 2007.

Penderita hipertensi selain diberi pengobatan farmakologi, dianjurkan juga

untuk melakukan pola hidup yang sehat. Lebih dari dua pertiga pasien

hipertensi tidak bisa dikontrol dengan satu obat dan akan menerima dua atau
4

lebih obat antihipertensi dari kelas obat yang berbeda (NHLBI, 2004).

Tekanan darah tinggi dengan komplikasi membutuhkan pengobatan lebih

cepat dan tepat. Peningkatan tekanan darah secara jelas atau terjadi mendadak

dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan kehidupan dan merupakan

indikasi peningkatan tekanan darah. Pasien hipertensi yang mendapatkan

terapi kombinasi dan pasien hipertensi dengan penyakit penyerta yang

mendapatkan pengobatan polifarmasi sangat berpotensi mengalami interaksi

obat yang dapat mengakibatkan hasil pencapaian efek terapi kurang baik

(Katzung, 2001).

Pengkhususan penelitian ini pada pasien usia lanjut didasari oleh

kenyataan bahwa proses penuaan akan mengakibatkan beberapa perubahan

fisiologi, anatomi, psikologi, dan sosiologi sehingga meningkatkan potensi

terkena penyakit degeneratif. Penyakit – penyakit tersebut biasanya ditangani

dengan penggunaan terapi obat berupa polifarmasi yang akan menimbulkan

resiko efek samping obat hampir sembilan kali di banding mengkonsumsi satu

obat (Ekowati, et al., 2006).

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian mengenai Interaksi Obat pada Pasien Lansia Rawat

Jalan dengan Penyakit Hipertensi di POLMAKODAM I/BB Tahun 2017.


5

1.2 Kerangka Pikir

Penelitian ini mengidentifikasi penggunaan polifarmasi pada pasien usia lanjut

di POLMAKODAM I/BB. Adapun kerangka pikir penelitian ini di tunjukkan

pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

Pasien

1. Jenis Kelamin
Jumlah Interaksi Obat (%)
 Pria
  Wanita
Pria

2. Poli Farmasi Jumlah obat (%)

 Dua obat
Interaksi Obat

 Tiga obat Mekanisme


 Empat obat
 Lima obat  Farmakokinetik
 Enam obat  Farmakodinamik
 Tujuh obat
atau lebih

3. Diagnosa
Tingkat Keparahan
 Satu diagnosis
 Mayor
 Dua diagnosis
 Moderate
 Tiga diagnosis
 Minor
atau lebih

Gambar 1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat.

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apakah jumlah interaksi obat pada pasien rawat jalan dengan penyakit

Hipertensi di Polmakodam I/BB Tahun 2017 tinggi ?

1.3.2 Apakah mekanisme interaksi dan tingkat keparahan interaksi obat tinggi

pada penderita Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB Tahun 2017 ?


6

1.3.3 Apakah ada hubungan antara jumlah obat dan jumlah interaksi pada

penderita Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB Tahun 2017 ?

1.3.4 Apakah ada hubungan antara jumlah diagnosis dan jumlah interaksi tinggi

pada penderita Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB Tahun 2017 ?

1.4 Hipotesa

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Terdapat interaksi obat yang tinggi pada penderita Hipertensi Lansia

Rawat Jalan di Polmakodam I/BB.

2. Terdapat mekanisme interaksi dan tingkat keparahan interaksi yang tinggi

pada penderita Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB.

3. Terdapat hubungan antara jumlah obat dan jumlah interaksi pada penderita

Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB.

4. Terdapat hubungan antara jumlah diagnosis dan jumlah interaksi yang

tinggi pada penderita Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB Tahun 2017.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui interaksi Obat pada penderita Hipertensi Lansia di

Polmakodam I/BB.

2. Untuk mengetahui mekanisme interaksi dan tingkat keparahan interaksi

pada penderita Hipertensi Lansia di POLMAKODAM I/BB.

3. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah obat dan jumlah interaksi pada

penderita Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB.

4. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah diagnosis dan jumlah interaksi

pada penderita Hipertensi Lansia di Polmakodam I/BB.


7

1.6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Agar dapat memberikan informasi terkait Interaksi Obat Hipertensi, dan faktor

yang mempengaruh usia dan jumlah obat terkait potensi interaksi di

POLMAKODAM I/BB.

2. Dapat di gunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian lainnya yang

berkaitan dengan interaksi obat.

3. Sebagai landasan untuk dokter, apoteker, perawat dan tenaga kesehatan lain

untuk penggunaan obat rasional.

Anda mungkin juga menyukai