Anda di halaman 1dari 33

ABSTRAK

Konduksi merupakan salah satu cara perpindahan panas tanpa disertai


perpindahan bagian-bagian zat perantaranya, dimana energi panasnya berpindah
dari satu molekul ke molekul lain pada benda tersebut. Aplikasi perpindahan panas
ini pun banyak ditemui pada fenomena sehari-hari yang kemudian diadaptasi untuk
dijadikan suatu teknologi yang berkembang. Salah satu pemanfaatan konduksi
adalah pada solder. Dimana solder listrik akan menerima panas dari konversi energi
listrik, yang kemudianpanasnya diteruskan keujung logam pada solder yang
disentuhkan ketimah sehingga timah meleleh. Dari salah satu contoh aplikasi ini
lah pemahaman mengenai perpindahan panas secara konduksi perlu diketahui.

Dalam praktikum ini pada dasarnya adalah menggunakan 3 spesimen yakni


besi, alumunium, dan stainless steel sebagai elemen penghantar panas dari heater
yang kemudian dihitung temperaturnya pada 6 titik yang telah ditentukan.
Pengambilan data pun dilakukan mulai dari temperatur 100 ̊C, 125 ̊C, 150 ̊C hingga
175 ̊C. Dengan jeda waktu yakni 10 menit untuk waktu pengamatan dan 5 menit
untuk waktu pendinginan pada setiap temperatur.

Dari praktikum yang dilakukan didapatkan data berupa tegangan, arus, dan
tempeteratur tiap titik. Sehingga didapatkan grafik T = f(x), temperatur fungsi posisi
thermocouple dari setiap spesimendan didapatkan grafik perbandingan
konduksivitas termal k aktual dan k teori terhadap temperatur rata-rata.

DASAR TEORI
DASAR TEORI

1
BA1BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam pemahaman termodinamika, kita telah mengetahui bagaimana suatu
energi dapat ditransfer melalui interaksi pada suatu sistem terhadap lingkungan
sekitar, dimana energi tersebut dapat berupa panas maupun dalam bentuk kerja,
dalam lingkup transfer energi panas (heat), transfer energi dapat berlangsung
melalui konduksi, konveksi dan radiasi.
Salah satu pemanfaatan konduksi pada kehidupan sehari – hari ialah pada
solder. Solder listrik akan menerima panas dari konversi energi listrik, yang
kemudian panas dari energi listrik ini akan diteruskan keujung logam pada solder
yang disentuhkan ketimah yang diposisikan dikaki–kaki komponen elektronika dan
setelah beberapa saat, timah akan meleleh. Pada saat solder kita angkat barulah
timah tersebut akan mendingin dan membeku sehingga mampu meletakkan kaki-
kaki komponen elektronika tadi kepapan rangkaian dengan kuat
Untuk meningkatkan pemahaman dalam ruang lingkup perpindahan panas
diperlukan analisa mengenai proses perpindahan panas yang terjadi pada setiap
elemen kecil yang terkait pada suatu sistem yang akan dianalisa. Namun
pemahaman yang paling mendasar yaitu apa yang dimaksud dengan perpindahan
panas dan bagaimana hal itu terjadi.Praktikum perpindahan panas merupakan salah
satu upaya meningkatkan tingkat pemahaman dasar terhadap proses perpindahan
panas secara konveksi.

1.2 Rumusan Masalah


Ada beberapa permasalahan yang perlu diselesaikan pada praktikum
perpindahan panas sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar perpindahan panas secara konduksi.

2
2. Bagaimana cara membandingkan serta meng-estimasi nilai konduksifitas
dan overall heat transfer coefficient suatu material melalui pengolahan
data.
3. Bagaimana pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur yang terjadi dan juga pengaruh kenaikan temperatur spesimen
terhadap nilai konduksifitasnya.

1.3 Tujuan
Praktikum perpindahan panas ini memiliki beberapa tujuan, sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemahaman terhadap konsep dasar proses
perpindahanpanas secara konduksi.
2. Mampu membandingkan serta meng-estimasi nilai konduksifitas dan
overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan
data.
3. Mengetahui pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur yang terjadi dan juga pengaruh kenaikan temperatur spesimen
terhadap nilai konduksifitasnya.

1.4 Batasan Masalah


Agar didapat hasil yang akurat dari percobaan konduksi maka diperlukan
batasan masalah sebagai berikut:
1. Kondisi Steady State
Properties pada suatu titik tertentu tidak berubah terhadap fungsi waktu,
2. No Heat Generation
Tidak ada energi bangkitan yang timbul karena materialnya dianggap
homogen atau logam murni.
3. No Contact Resistant
Permukaan pada spesimen dan tembaga dianggap rata, tidak terdapat
celah atau jarak.
4. One Dimensional Conduction
Perpindahan panas hanya terjadi ke arah aksial.

3
5. Kalor konstan
Nilai “q” pada setiap titik baik tembaga atau material uji selalu sama
karena nila V dan I diatur sama

1.5 Sistematika Laporan


Untuk penyusunan perpindahan panas ini digunakan sistematika sebagai
berikut:
1. Abstrak
Berisi pendahuluan, langkah kerja, tahap persiapan serta data hasil
praktikum.
2. BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang dilakukannya praktikum, tujuan praktikum, rumusan
masalah yang perlu diselesaikan, serta baasan masalah agar pada saat
perhitungan didapatkan hasil yang akurat dan sistematika penyusunan
laporan.
3. BAB II DASAR TEORI
Bagian ini memuat dasar teori yang digunakan pada saat pengolahan data
dan pada saat praktikum serta pada saat pengambilan kesimpulan.
4. BAB III METODOLOGI
Memuat mengenai peralatan yang digunakan pada saat praktikum
baikberupa spesifikasi alat maupun gambar peralatan dan instalasi, serta
urutan-urutan saat dilakukan percobaan.
5. BAB IV ANALISA DATA DAN SARAN
Berisikan data percobaan dan contoh perhitungan yang didapatkan pada
saat praktikum beserta tabel perhitungan dan grafik hasil perhitungan serta
analisa grafik.
6. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Membuat kesimpulan dari seluruh praktikum yang telah dilakukan agar
praktikum perpindahan panas ini menjadi lebih baik.

4
BAB 2
DASAR TEORI
BA2
2.1 Tinjauan Pustaka
Pada dasarnya konduksi adalah perpindahan panas disertai perpindahan
bagian-bagian zat perantaranya, dimana energi panasnya dipindahkan dari satu
molekul ke molekul lain dari benda tersebut. Contohnya perpindahan panas melalui
sepotong besi, dari salah satu ujung ke ujung lainnya untuk lebih jelasnya,
mekanisme peristiwa konduksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2. 1Aktifitas molekul pada perpindahan panas secara konduksi


Pada kondisi nilai T1>T2 menyebabkan partikel-partikel yang berbeda
dekat dengan T1 akan bergerak secara acak (berputar dan bergerak) dan saling
bertumbukan dengan partikel yang lainnya. Sehingga terjadi perpindahan energi
yaitu berupa panas dari T1 ke T2. Besarnya laju perpindahan panas dapat
dinyatakan dalam bentuk heat flux q” [W/m2], yaitu perpindahan panas tiap satuan
luas yang arahnya tegak lurus dengan luasan dan besarnya sebanding dengan
gradien temperaturnya. Secara umum, besarnya nilai perpindahan panas adalah

𝑑𝑇
𝑞"𝑛 = −𝑘
𝑑𝑛

Dalam arah x adalah:

5
𝑑𝑇
𝑞"𝑥 = −𝑘
𝑑𝑥

K adalah properties yang disebut dengan konduktifitas thermal [W/mK]. Dengan


asumsi steady state condition, distribusi temperatur pada kondisi adalah linear,
sehingga distribusi temperatur dapat dinyatakan :

𝑑𝑇 𝑇2 − 𝑇1
=
𝑑𝑥 𝐿

𝑇2 − 𝑇1
𝑞" = −𝑘
𝐿
𝑇1−𝑇2 ∆𝑇
𝑞" = −𝑘 =𝑘 .................................(2.1)
𝐿 𝐿

Heat rate konduksi pada plane wall dengan luasan A adalah q = q” x A [watt].
Kemampuan suatu material untuk menyimpan energi panas adalah Volumetric Heat
Capacity (ρ x Cp [J/m3K]). Kebanyakan solid dan liquid merupakan media
penyimpanan energi yang bagus yang mempunyai harga angka perbandingan heat
capacity (ρ x Cp > 1 [MJ /m3K]). Sedangkan gas merupakan media penyimpan
energi panas yang kurang bagus (ρ x Cp ≈ 1 [J/m3]).

Rasio thermal conductivity terhadap heat capacity disebut sebagai thermal


diffusivity.

𝑘
𝛼= [m2/s] ........................................(2.2)
𝜌 𝑥 𝐶𝑝

6
2.2 Heat Diffusion Equation untuk koordinat kartesian

Gambar 2. 2Differential control volume dx, dy dan dz


𝜕𝑞𝑥
𝑞𝑥 + 𝑑𝑥 = 𝑞𝑥 + 𝑑𝑥
𝜕𝑥
𝜕𝑞𝑦
𝑞𝑦 + 𝑑𝑦 = 𝑞𝑦 + 𝑑𝑦......................(2.3)
𝜕𝑦

𝜕𝑞𝑧
𝑞𝑧 + 𝑑𝑧 = 𝑞𝑧 + 𝑑𝑧
𝜕𝑧

Bentuk umum konservasi energi adalah

𝐸̇ 𝑖𝑛 + 𝐸̇ 𝑔 − 𝐸̇ 𝑜𝑢𝑡 = 𝐸̇ 𝑠𝑡..................................(2.4)

𝐸̇ 𝑔 = 𝑞̇ × 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧............................................(2.5)

𝜕𝑇
𝐸̇ 𝑠𝑡 = 𝜌 × 𝐶𝑝 × 𝜕𝑡 × 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧..........................(2.6)

Persamaan (2.5) dan (2.6) disubstitusikan ke persamaan (2.4)

𝜕𝑇
̇ 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 − 𝑞𝑦 + 𝑑𝑦 − 𝑞𝑧 + 𝑑 = 𝜌 × 𝐶𝑝 × ×
𝑞𝑥 + 𝑞𝑦 + 𝑞𝑧 + 𝑞 × 𝜕𝑡

𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧.........................................................................................................(2.7)

7
Substitusi persamaan (2.3)

𝜕𝑞𝑥 𝜕𝑞𝑦 𝜕𝑞𝑧 𝜕𝑇


− 𝑑𝑥 − 𝑑𝑦 − 𝑑𝑧 + 𝑞̇ 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 = 𝜌 × 𝐶𝑝 × 𝜕𝑡 × 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧...(2.8)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧

Karena laju perpindahan panas konduksi adalah

𝜕𝑇
𝑞𝑥 = −𝑘 × 𝑑𝑦𝑑𝑧
𝜕𝑥
𝜕𝑇
𝑞𝑥 = −𝑘 × 𝑑𝑥𝑑𝑧 𝜕𝑦.....................................(2.9)

𝜕𝑇
𝑞𝑥 = −𝑘 × 𝑑𝑥𝑑𝑦
𝜕𝑧

Maka substitusi (2.9) ke (2.8)

𝜕 𝑘𝜕𝑇 𝜕 𝑘𝜕𝑇 𝜕 𝑘𝜕𝑇 𝜕𝑇


( 𝜕𝑥 ) + 𝜕𝑥 ( 𝜕𝑥 ) + 𝜕𝑥 ( 𝜕𝑥 ) + 𝑞̇ = 𝜌 × 𝐶𝑝 × 𝜕𝑡 ........................(2.10)
𝜕𝑥

2.3 Tahanan Termal pada Plane Wall

Gambar 2. 3Perpindahan panas konduksi satu dimensi

8
𝑇1−𝑇2 𝐿
𝑅𝑓. 𝑐𝑜𝑛𝑑 = = 𝐾×𝐴........................................(2.11)
𝑞𝑥

2.4 Overall Heat Transfer Coefficient

Gambar 2. 4Perpindahan panas pada dinding komposit


Berikut adalah rumusan overall heat transfer coefficient pada tiga dinding berlapis
A, B dan C disertai konveksi pada udara bebas.

1 1
𝑈 = 𝑅𝑡𝑜𝑡×𝐴 = 1 𝐿 𝐿 𝐿 1
..............................(2.12)
( + 𝐴+ 𝐵+ 𝐶+ )
ℎ1 𝐾𝐴 𝐾𝐵 𝐾𝐶 ℎ4

𝑞 = 𝑈 × 𝐴 × ∆𝑇.......................................................(2.13)

2.5 Thermal Conductivity


Dari persamaan Fourier, conductivity thermal didefinisikan sebagai berikut.

−𝑞"
𝑘= 𝑑𝑡 .......................................(2.14)
( )
𝑑𝑥

Dimana : q” = heat flux

9
k = konduktivitas termal

𝑑𝑡
(𝑑𝑥) = gradien temperatur

Persamaan diatas menunjukkan hubungan antara q” dan k yang linear, dimana


semakin besar konduktivitas termal (k) maka heat flux juga semakin besar.
Umumnya konduktivitas termal pada solid lebih besar daripada cairan, yang mana
konduktivitas termalnya lebih besar daripada konduktivitas gas.

Berikut ini adalah grafik konduktivitas termal dari beberapa benda solid
terhadap kenaikan temperatur.

Gambar 2. 5 Pengaruh temperatur terhadap konduktivitas termal pada solid

10
BA3BAB 3
METODOLOGI

3.1 Peralatan Percobaan


3.1.1 Peralatan penunjang dan alat ukur yang digunakan
Peralatan penunjang dan alat ukur yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai
berikut:

1. Sistem sirkulasi air (water circulation system).


Sistem sirkulasi air diperlukan untuk mendinginkan permukaan logam
perantara (tembaga) bagian bawah, sehingga timbul adanya perbedaan
temperatur.
1.1 Pompa air
 Tipe : Centrifugal Pump
 Merek : Dyna
 Buatan : Jepang
 Daya : 220V-50Hz 12W-60Hz 10W
2. Sistem pemanas dan kontrol temperatur (heating and thermocontrol
system).
Sistem pemanas berfungsi untuk menjaga temperatur kerja elemen
pemanas, terdiri dari:
2.1 Thermocontrol
 Tipe : IL - 70
 Merek : TEW Electric Heating Equipment Co.
 Range : 0 - 400 ̊C
 Sensor input tipe : K type
 Voltage : 110/220V
2.2 Thermocouple
 Tipe : K type
 Range : 0 - 400 ̊C
 Sensor input tipe : K type

11
 Akurasi : 2% of full scale

3. Alat ukur temperatur (thermometer)


Pengukuran pada masing-masing titik menggunakan thermometer yang
sama, thermocouple dihubungkan dengan digital thermometer sehingga
pembacaan temperatur dapat dilihat pada display.
3.1 Thermocouple
 Tipe : IL - 70
 Range : 0 - 400 ̊C
 Sensor input tipe : K type
 Akurasi : 2% of full scale
3.2 Digital Thermometer
 Tipe : K type
 Buatan : Jepang
 Range : 0 / 0,1
 Akurasi : ± 2% untuk -50 s/d 0
± 0,3% s/d 1% untuk 0 s/d 1000
4. Safety equipment
 Sarung tangan

3.1.2 Spesifikasi Spesimen dan Logam Penghantar


Berikut adalah spesifikasi spesimen dan logam penghantar:
Tabel 3. 1 Spesifikasi spesimen dan logam penghantar
Bahan Logam Penghantar Diameter (mm) Tinggi (mm)
Tembaga 1 40 140
Tembaga 2 40 140

Bahan Spesimen Diameter (mm) Tinggi (mm)


Stainless Steel 40 49
Besi 35,3 49
Alumunium 40 50

12
3.2 Instalasi Percobaan
Praktikum dilakukan dengan menggunakan logam tembaga dalam bentuk
silinder sebagai logam penghantar dengan pemberian panas melalui elemen heater,
spesimen yang digunakan adalah besi, alumunium, dan stainless steel. Deskripsi
jelasnya dapat digambarkan pada skema instalasi sebagai berikut:

Gambar 3. 1Instalasi peralatan uji konduksi


Keterangan :
1. Amperemeter 11. Thermocouple 6 (TC 6)
2. Thermocouple Selector 12. Pompa
3. Setpoint adjuster 13. Thermocontrol referensi
4. Voltmeter 14. Elemen pemanas
5. Thermocontrol 15. Logam perantara 1
6. Thermocouple 1 (TC 1) 16. Spesimen
7. Thermocouple 2 (TC 2) 17. Isolator
8. Thermocouple 3 (TC 3) 18. Logam perantara 2
9. Thermocouple 4 (TC 4) 19. Penampung air
10. Thermocouple 5 (TC 5)

13
3.3 Langkah-langkah Percobaan
Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang akurat,
berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum.
1. Tahap Persiapan
a) Penggunaan sarung tangan sebagai perlengkapan dan tindakan
keselamatan diri.
b) Memastikan sistem peralatan uji konduksi telah terinstalasi dengan baik
dan benar sesuai dengan skema instalasi peralatan konduksi.
c) Memastikan tegangan voltage regulator pada nilai 0 volt dan set point
thermocontrol pada nilai 0 ̊C.
d) Memastikan thermocouple terpasang baik dengan mengecek nilai yang
ditunjukkan pada display digital thermocouple. Apabila digital
thermocouple tidak menampilkan nila temperatur yang relevan, cek
kembali pemasangan thermocouple pada spesimen atau atur kabel
penghantar antara therocouple selector dan thermometer digital.
e) Pemasangan thermocouple pada spesimen pada sistem peralatan uji
konduksi, tutup dan rapatkan insulator, kemudian kencangkan
pemasangan heater dengan logam penghantar pada bagian atas sistem
peralatan uji konduksi.
f) Pemasanganthermocouple referensi pada heater.
g) Pengecekan kembali pembacaan temperatur pada digital thermocouple.
Apabila digital thermocouple tidak menampilkan nilai temperatur yang
relevan ulangi mulai langkah a).

2. Tahap Pengambilan Data


a) Pengaturan tegangan voltage regulator pada nilai 220 volt.
b) Memastikan pompa mensirkulasikan air pendinginan dengan baik.
c) Thermocontrol dinyalakan dengan menekan saklar tegangan
thermocontrol pada posisi on.
d) Pengaturanset point thermocontrol pada nilai 100 ̊C.

14
e) Data siap diambil dengan waktu tunggu minimum 10 menit setelah
prosedur d). Data yang diambil terdapat pada lembar data praktikum
konduksi. Pengambilan data arus dapat dilihat pada amperemeter, data
tegangan dapat dilihat pada voltmeter, dan data temperatur tiap titik dapat
dilihat pada digital thermometer dengan mengatur set point
thermoselector.
f) Melakukan pengambilan data tiap spesimen dengan kenaikkan set point
thermocontrol sebesar 25 ̊C hingga set point thermocontrol mencapai
nilai 175 ̊C. Waktu tunggu pengambilan data minimum 5 menit untuk
tiap kenaikan nilai set point thermocontrol.
g) Setelah pengambilan data selesai, atur set point thermocontrol pada nilai
0 ̊C dan matikan thermoocontrol dengan menekan saklar tegangan
thermocontrol pada posisi off.
h) Melakukan prosedur persiapan hingga pengambilan data untuk masing-
masing spesimen, mulai dari stainless steel, besi, kemudian alumunium,
dan dengan waktu pendinginan minimum 5 menit. Pendinginan sistem
peralatan uji dilakukan dengan tetap mensirkulasikan air pendinginan
dan juga melepaskan spesimen yang telah diambil data.
i) Setelah melakukan pengambilan data untuk spesimen yang terakhir,
yakni alumunium, voltage regulator dengan mengatur tegangannya pada
nilai 0 volt. Kemudian kabel supply untuk pompa dilepas.
j) Langkah terakhir, pengembalian dan penataan kembali sistem peralatan
uji konduksi pada kondisi semula.

3.3.1 Data Praktikum


Dalam praktikum ini data yang dapat diambil diantaranya sebagai berikut:
a) V : Tegangan pada proses pamanasan (volt)
b) A : Arus pada proses pemanasan (Ampere)
c) T1 : Temperatur point 1 (̊C)
d) T2 : Temperatur point 2 (̊C)
e) T3 : Temperatur point 3 (̊C)

15
f) T4 : Temperatur point 4 (̊C)
g) T5 : Temperatur point 5 (̊C)
h) T6 : Temperatur point 6 (̊C)

3.3.2 Pengolahan Grafik


Setelah dilakukan praktikum dan pengolahan data praktikum konduksi, buat
grafik-grafik sebagai berikut:
1. Grafik T = f(x) untuk tiap spesimen
2. Grafik k = f(Tavg) gabungan seluruh spesimen
Kemudian lakukan pembahasan grafik yang diperoleh dan ambil
kesimpulan.

16
3.4 Flowchart Percobaan

MULAI

Spesimen : 1. Stainless Steel


2. Besi
3. Alumunium

Menyiapkan alat dan bahan

Menyalakan pompa

Menyalakan heater

n =1

x =100

Tunggu ± 10 menit
n+1
Mencatat data x + 25

arus (v) dan tegangan (ampere)

Tidakk
x=

Ya
Tidak
n=3

Ya

- V, I
- T1, T2, T3, T4, T5, T6

SELESAI

17
BA4BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


terlampir.

18
4.2 Flowchart Perhitungan

19
20
B C

𝑇1+𝑇2
Tavg2 =
2

Interpolasi Tabel A1untuk k2

A2 =¼ π(d2)2

𝐿2
R2A2 =
k2

1 1 1
U= = = 𝐿1 𝐿𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛
𝑅𝑡𝑜𝑡.𝐴 ሺ𝑅1+𝑅𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛+𝑅2ሻ.𝐴 +
𝑘1 𝑘𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛

No
T=
150˚C

Yes

No
n=3

Yes

21
A

U
k tspesimen
k pspesimen
qT
qs

End

4.3 Contoh Perhitungan


a. Menghitung Rth konduksi tembaga 1
 Diketahui:
T1 = 335.6 K Dtembaga = 0.04 m
T2 = 332.9 K Ltembaga = 0.14 m

 Ditanyakan:
Tavg, kteori,temb1, Rth,kond

 Analisa:
𝑇1 +𝑇2 335.6+332.9
 𝑇𝑎𝑣𝑔 = = = 334.25 𝐾
2 2

1 1
 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏 = 4 𝜋𝐷𝑡𝑒𝑚𝑏 2 = 4 𝜋 0.042 = 1.3 ∙ 10−3 𝑚2

22
 𝑘𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏1 = 339.58 𝑊/𝑚𝐾

𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏 ∙∆𝑇 1.3 ∙10−3 ∙ሺ335.6−332.9ሻ


 𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏1 = 𝑘𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏1 ∙ = 399.58 ∙
𝐿𝑡𝑒𝑚𝑏 0.14

= 10.02 𝑊

𝐿𝑡𝑒𝑚𝑏 0.14
 𝑅𝑡ℎ,𝑘𝑜𝑛𝑑 = 𝑘 = 399.58∙1.3∙10−3 = 0.27 𝐾/𝑊
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏1 ∙𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏

b. Menghitung Rth spesimen (Stainless steel pada set point 100)


 Diketahui:
T3 = 319.1 K Dspesimen = 0.04 m
T4 = 317.4 K Lspesimen = 0.049 m

 Ditanyakan:
Tavg, kspesimen (teori dan praktikum) Rth,spesimen

 Analisa:
𝑇3 +𝑇4 319.1 + 317.4
 𝑇𝑎𝑣𝑔 = = = 318.25 𝐾
2 2

1 1
 𝐴𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 = 4 𝜋𝐷𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 2 = 4 𝜋 0.042 = 1.26 ∙ 10−3 𝑚2

 𝑘𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 = 401.18 𝑊/𝑚𝐾

𝐴𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 ∙∆𝑇
 𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 = 𝑘𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 ∙ = 401.18 ∙
𝐿𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑚𝑒𝑛

1.26 ∙10−3 ∙ሺ319.1−317.4ሻ


0.049

= 10.02 𝑊

𝐿𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 0.049
 𝑅𝑡ℎ,𝑘𝑜𝑛𝑑,𝑠𝑝𝑒𝑠 = 𝑘 = 401.18∙1.26∙10−3 = 0.097 𝐾/𝑊
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 ∙𝐴𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛

23
 𝑞𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘,𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 = 𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏1 = 10.02 𝑊

𝑞𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘,𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 ∙𝐿𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑚𝑒𝑛 10.02 ∙0.049


 𝑘𝑝𝑟𝑎𝑘𝑡𝑖𝑘,𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 = = 1.26 ∙ 10−3 ∙ሺ319.1 − 317.4ሻ
𝐴𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑚𝑒𝑛 ∙∆𝑇

= 229.22 𝑊/𝑚 𝐾

c. Menghitung Rth konduksi tembaga 2


 Diketahui:
T5 = 303 K Dtembaga = 0.04 m
T6 = 302.4 K Ltembaga = 0.14 m

 Ditanyakan:
Tavg, kteori,temb2, Rth,kond

 Analisa:
𝑇5 +𝑇6 303+302.4
 𝑇𝑎𝑣𝑔 = = = 302.7 𝐾
2 2

1 1
 𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏 = 4 𝜋𝐷𝑡𝑒𝑚𝑏 2 = 4 𝜋 0.042 = 1.26 ∙ 10−3 𝑚2

 𝑘𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏2 = 402.73 𝑊/𝑚𝐾

𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏 ∙∆𝑇 1.26 ∙10−3 ∙ሺ303−302.4ሻ


 𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏2 = 𝑘𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏2 ∙ = 402.73 ∙
𝐿𝑡𝑒𝑚𝑏 0.14

= 2.18 𝑊

𝐿𝑡𝑒𝑚𝑏 0.14
 𝑅𝑡ℎ,𝑘𝑜𝑛𝑑 = 𝑘 = 402.73 ∙ 1.26 ∙ 10−3 = 0.27 𝐾/𝑊
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖,𝑡𝑒𝑚𝑏1 ∙𝐴𝑡𝑒𝑚𝑏

d. Menghitung Rth total

24
 𝑅𝑡ℎ,𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑡ℎ,𝑡𝑒𝑚𝑏1 + 𝑅𝑡ℎ,𝑠𝑝𝑒𝑠 + 𝑅𝑡ℎ,𝑡𝑒𝑚𝑏2 = 0.27 + 0.097 + 0.27 =
0.637 𝐾/𝑊

1 1 𝑊
 𝑈=𝑅 = 0.637 ∙1.26 ∙ 10−3 = 1245.92 𝑚2 𝐾
𝑡ℎ,𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ∙𝐴

4.4 Pembahasan Grafik


4.4.1 Pembahasan Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada
Spesimen Stainless Steel

Perbandingan Jarak terhadap T (˚K)


pada Stainless Steel
340

330
Set Point 100

320 Set Point 125


Set Point 150

310 Linear (Set Point 100)


Linear (Set Point 125)

300 Linear (Set Point 150)

290
1 2 3 4 5 6

Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada


Spesimen Stainless Steel
Pada gambar 4.1 di atas, grafik tersebut merupakan perbandingan
antara suhu material dalam Kelvin dengan jarak. Set point thermocontrol
100 ditunjukkan dengan trendline berwarna biru dengan nilai T1=335,6˚K,
T2=332,9˚K, T3=319,1˚K, T4=317,4˚K, T5=303˚K dan T6=302,4˚K,
dimana trendline set point 100 cenderung menurun tiap titiknya. Set point
thermocontrol 125 ditunjukkan dengan trendline berwarna oranye dengan
nilai T1=328,2˚K, T2=326,3˚K, T3=319,4˚K, T4=317,2˚K, T5=303,5˚K
dan T6=303,3˚K, dimana trendline set point 125 cenderung menurun tiap

25
titiknya. Set point thermocontrol 150 ditunjukkan dengan trendline
berwarna abu-abu dengan nilai T1=331,4˚K, T2=330,1˚K, T3=315,3˚K,
T4=316,6˚K, T5=304˚K dan T6=303,7˚K, dimana trendline set point 150
cenderung menurun tiap titiknya kecuali pada titik ke-3 menuju titik ke-4
terjadi peningkatan trendline.
Secara teori trendline set point 150 berada di atas trendline set point
125 dan 100 dimana suhu semakin menurun dengan bertambahnya jarak.
Hal ini dapat dijelaskan melalui rumusan berikut:
𝐴 𝑘 ∆𝑇
q= 𝐿

Besarnya nilai q berbanding lurus dengan besarnya nilai perbedaan


temperature dimana semakin besar nikai ∆T maka nilai q juga akan semakin
besar, begitu pula sebaliknya. Sedangkan nilai set point adalah variable
temperature langsung yang mengatur temperature panas dari heater. Dengan
set point yang tinggi maka akan menghasilkan q yang besar. Selain
dipengaruhi oleh set point tersebut, trendline grafik yang menurun juga
dikarenakan jarak titik referensi pengecekan yang jauh dari heater. Hal ini
sesuai dengan rumusan di atas, dimana L sebagai variable pembagi akan
mempengaruhi nilai q. Oleh karena itu, urutan trendline secara teoritis
berturut-turut dari atas dimulai dengan grafik set point 150, 125 dan 100.
Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa terjadi pebedaan
antara grafik yang didapat dari hasil praktikum dengan teori yang ada.
Menurut teori seharusnya grafik akan mengalami penurunan suhu seiring
bertambahnya jarak dari titik 1 hingga 6. Namun pada grafik ini terjadi
penurunan drastis pada titik 3 lalu mengalami kenaikan nilai suhu pada titik
4 di trendline set point 150 kemudian dilanjutkan penurunan hingga akhir.
Terlihat juga bahwa trendline set point 150 dan 120 berada dibawah
trensline set point 100 pada titik ke-1 hingga titik ke-3 Hal ini dapat terjadi
karena adanya kesalahan pengujian antara lain kesalahan pengamatan oleh
praktikan, kondisi alat yang tidak baik, dan lain sebagainya.

26
4.4.2 Pembahasan Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada
Spesimen Besi

Perbandingan Jarak terhadap T (˚K)


pada Besi
370

360

350
Set Point 100
340 Set Point 125

330 Set Point 150


Linear (Set Point 100)
320
Linear (Set Point 125)
310
Linear (Set Point 150)
300

290
1 2 3 4 5 6

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada


Spesimen Besi
Pada gambar 4.2 di atas, grafik tersebut merupakan perbandingan antara
suhu material dalam Kelvin dengan jarak. Set point thermocontrol 100
ditunjukkan dengan trendline berwarna biru dengan nilai T1=339˚K,
T2=328˚K, T3=313˚K, T4=310,1˚K, T5=303,8˚K dan T6=303,7˚K, dimana
trendline set point 100 cenderung menurun tiap titiknya. Set point
thermocontrol 125 ditunjukkan dengan trendline berwarna oranye dengan nilai
T1=350,7˚K, T2=338˚K, T3=318˚K, T4=314,2˚K, T5=304,5˚K dan
T6=303,9˚K, dimana trendline set point 125 cenderung menurun tiap titiknya.
Set point thermocontrol 150 ditunjukkan dengan trendline berwarna abu-abu
dengan nilai T1=367˚K, T2=350˚K, T3=323,6˚K, T4=318,1˚K, T5=304,6˚K
dan T6=303,8˚K, dimana trendline set point 150 cenderung menurun tiap
titiknya.

27
Secara teori trendline set point 150 berada di atas trendline set point 125 dan
100 dimana suhu semakin menurun dengan bertambahnya jarak. Hal ini dapat
dijelaskan melalui rumusan berikut:

𝐴 𝑘 ∆𝑇
q= 𝐿

Besarnya nilai q berbanding lurus dengan besarnya nilai perbedaan temperature


dimana semakin besar nikai ∆T maka nilai q juga akan semakin besar, begitu
pula sebaliknya. Sedangkan nilai set point adalah variable temperature langsung
yang mengatur temperature panas dari heater. Dengan set point yang tinggi
maka akan menghasilkan q yang besar. Selain dipengaruhi oleh set point
tersebut, trendline grafik yang menurun juga dikarenakan jarak titik referensi
pengecekan yang jauh dari heater. Hal ini sesuai dengan rumusan di atas,
dimana L sebagai variable pembagi akan mempengaruhi nilai q. Oleh karena
itu, urutan trendline secara teoritis berturut-turut dari atas dimulai dengan grafik
set point 150, 125 dan 100.

Berdasarkan gambar 4.2, dapat diketahui bahwa antara grafik yang didapat
dari hasil praktikum dengan teori yang ada sudah sesuai, dimana menurut teori
grafik akan mengalami penurunan suhu seiring bertambahnya jarak dari titik 1
hingga 6.

4.4.3 Pembahasan Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada


Spesimen Aluminium

Pada gambar 4.3 di bawah, grafik tersebut merupakan perbandingan antara


suhu material dalam Kelvin dengan jarak. Set point thermocontrol 100
ditunjukkan dengan trendline berwarna biru dengan nilai T1=328,3˚K,
T2=322,1˚K, T3=307,3˚K, T4=307,2˚K, T5=301,9˚K dan T6=301,7˚K, dimana
trendline set point 100 cenderung menurun tiap titiknya. Set point
thermocontrol 125 ditunjukkan dengan trendline berwarna oranye dengan nilai
T1=347,1˚K, T2=340,3˚K, T3=316,1˚K, T4=316˚K, T5=305˚K dan
T6=303,5˚K, dimana trendline set point 125 cenderung menurun tiap titiknya.
Set point thermocontrol 150 ditunjukkan dengan trendline berwarna abu-abu
28
dengan nilai T1=365,2˚K, T2=357,5˚K, T3=322,8˚K, T4=322,5˚K, T5=306˚K
dan T6=304,2˚K, dimana trendline set point 150 cenderung menurun tiap
titiknya.

Perbandingan Jarak terhadap T (˚K)


pada Aluminium
370

360

350
Set Point 100
340 Set Point 125

330 Set Point 150


Linear (Set Point 100)
320
Linear (Set Point 125)
310
Linear (Set Point 150)
300

290
1 2 3 4 5 6

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada Spesimen


Besi

Secara teori trendline set point 150 berada di atas trendline set point
125 dan 100 dimana suhu semakin menurun dengan bertambahnya jarak. Hal
ini dapat dijelaskan melalui rumusan berikut:

𝐴 𝑘 ∆𝑇
q= 𝐿

Besarnya nilai q berbanding lurus dengan besarnya nilai perbedaan temperature


dimana semakin besar nikai ∆T maka nilai q juga akan semakin besar, begitu
pula sebaliknya. Sedangkan nilai set point adalah variable temperature langsung
yang mengatur temperature panas dari heater. Dengan set point yang tinggi
maka akan menghasilkan q yang besar. Selain dipengaruhi oleh set point
tersebut, trendline grafik yang menurun juga dikarenakan jarak titik referensi
pengecekan yang jauh dari heater. Hal ini sesuai dengan rumusan di atas,

29
dimana L sebagai variable pembagi akan mempengaruhi nilai q. Oleh karena
itu, urutan trendline secara teoritis berturut-turut dari atas dimulai dengan grafik
set point 150, 125 dan 100.

Berdasarkan gambar 4.3, dapat diketahui bahwa antara grafik yang didapat
dari hasil praktikum dengan teori yang ada sudah sesuai, dimana menurut teori
grafik akan mengalami penurunan suhu seiring bertambahnya jarak dari titik 1
hingga 6.

4.4.4 Pembahasan Grafik Perbandingan Konduktivitas Termal (K) Spesimen


terhadap Temperatur Average (Tavg)

Perbandingan Konduktivitas Termal K (W/m˚K)


Spesimen terhadap Temperatur Average (Tavg)
8800

7800

6800
K Teori Stainless Steel
5800
K Praktikum Stainless Steel
4800 K Teori Besi
3800 K Praktikum Besi
2800 K Teori Aluminium

1800 K Praktikum Aluminium

800

-200
100 125 150

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Konduktivitas Termal (K) Spesimen


terhadap Temperatur Average (Tavg)

Terlihat dari grafik K praktikum di atas, K praktikum dari stainless steel


cenderung mengalami penurunan cukup signifikan untuk Taveragenya. Pada K
praktikum dari aluminium, terlihat kenaikannya cukup signifikan pada awalnya.
Kemudian pada titik Taverage tertentu ia mengalami penurunan yang sangat

30
ekstrim. Untuk K praktikum besi, cenderung mengalami penurunan yang sangat
kecil di setiap titik Taveragenya. Trendline keseluruhan garis adalah hampir semua
mengalami penurunan kecuali trendline K praktikum aluminium yang diawali
dengan kenaikan yang cukup signifikan.

Berdasarkan figure 2.5 chapter 2 Text Book “Fundamentals of Heat and


Mass Transfer 6th Edition” dapat dilihat bahwa nilai K aluminium, besi, dan
steinless steel. Berdasarkan teori, nilai K tertinggi adalah aluminium dan yang
terendah adalah stainless steel. Dari praktikum diperoleh nilai konduktivitas
paling tinggi adalah aluminium dan yang paling rendah stainless steel sehingga
dapat disimpulkan bahwa hasil praktikum sesuai dengan teori yang ada.

31
BA5BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh berdasarkan percobaan, yaitu :

1. Grafik perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada Spesimen Stainless


Steel berdasarkan teori dan percobaan adalah tidak sesuai. Dimana trendline
yang terbentuk saat set point thermocontrol 100, 125, dan 150 tidak
mengalami penurunan suhu yang sesuai seiring bertambahnya jarak dari
titik 1 sampai 6. Adanya penurunan temperatur yang drastis pada titik
tertentu yang selanjutnya mengalami kenaikan. Hal ini terjadi karena
adanya beberapa kesalahan dari praktikan dalam melakukan pengamatan
ataupun kondisi peralatan yang digunakan.
2. Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada Spesimen Besi
berdasarkan teori dan percobaan adalah sesuai. Dimana secara teori
trendline set point 150 berada di atas trendline set point 125 dan 100 dimana
suhu semakin menurun dengan bertambahnya jarak. Selain itu, trendline
grafik yang menurun juga dikarenakan jarak titik referensi pengecekan yang
jauh dari heater.
3. Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada Spesimen Aluminium
berdasarkan teori dan percobaan adalah sesuai. Dimana secara teori
trendline set point 150 berada di atas trendline set point 125 dan 100 dimana
suhu semakin menurun dengan bertambahnya jarak. Selain itu, trendline
grafik yang menurun juga dikarenakan jarak titik referensi pengecekan yang
jauh dari heater.
4. Grafik Perbandingan Konduktivitas Termal (K) Spesimen terhadap
Temperatur Average (Tavg) berdasarkan teori maka nilai K Aluminium
adalah paling tinggi dan yang K Stainless steel adalah paling rendah. Dan
berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh nilai K
praktikum tertinggi hingga terendah adalah K praktikum aluminium, K

32
praktikum besi, dan K praktikum stainless steel. Jadi, antara teori dan
percobaan adalah sesuai.
5. Spesimen Aluminium memiliki nilai konduktivitas termal (k) praktikum
dan U yang tertinggi, lalu disusul oleh besi, dan yang terendah adalah
stainless steel. Dapat dijelaskan bahwa nilai k berbanding lurus dengan nilai
U, dimana semakin tinggi nilai k maka nilai U juga akan semakin tinggi.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan terhadap percobaan yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Sebaiknya sebelum praktikum alat-alat yang akan digunakan
dikalibrasi terlebih dahulu.
2. Menjaga kondisi instrumen praktikum pada kondisi yang baik
sehingga hasil pengamatan dapat lebih maksimal.
3. Pengukuran dilakukan lebih cermat, dengan memperhatikan tata
cara pemasangan dan penempatan sensor thermocouple pada titik
yang telah ditentukan sehingga kesalahan dalam pengambilan nilai
temperatur dapat dihindari.
4. Sebaiknya prosedur keselamatan di dalam praktikum lebih
diperhatikan lagi terutama pada insulasi kabel.

33

Anda mungkin juga menyukai