Anda di halaman 1dari 6

TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN MINYAK GORENG SAWIT

SECARA KIMIA

Pabrik Minyak Goreng (PMG) adalah pabrik yang memproduksi minyak goreng dari
bahan baku minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) baik secara proses kimia atau
secara proses fisika. CPO yang diperoleh dari hasil proses pressing dan ekstraksi di pabrik
kelapa sawit (PKS) masih mengandung komponen-komponen yang tidak diinginkan yaitu
asam lemak bebas (ALB), resin, gum, protein, fosfatida, pigmen warna dan bau. Agar dapat
dipergunakan sebagai bahan makanan, maka CPO tersebut harus diproses lagi di Pabrik
Minyak Goreng (PMG).
Proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
proses secara kimia dan proses secara fisika. Perbedaan utamanya yaitu cara menghilangkan
kandungan asam lemak bebas (ALB) dan impuritis yang dikandung dalam CPO. Proses
pemurnian secara kimia ialah proses pemurnian CPO, dimana proses menghilangkan
kandungan ALB dan impuritisnya dengan jalan reaksi kimia, yaitu mereaksikan NaOH dengan
ALB yang berada dalam CPO. Sedangkan proses pemurnian secara fisika ialah proses
pemurnian CPO dengan cara menghilangkan kandungan ALB dan impuritisnya secara distilasi
(penyulingan), yaitu dengan jalan memanaskan CPO pada keadaan vacuum pada temperatur
dimana ALB bisa diuapkan.
Secara garis besar proses pengolahan Pabrik Minyak Goreng Secara Kimia terdiri dari
dua proses, yaitu proses rafinasi (pemurnian) dan proses fraksinasi (pemisahan). Proses rafinasi
terdiri dari proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching dan proses deodorisasi.
Minyak yang diperoleh dari proses rafinasi terdiri dari olein dan stearin, dalam proses
fraksinasi stearin dipisahkan dari olein. Untuk memperjelas proses pengolahan minyak goreng
secara kimia dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
1). Proses Degumming
Proses degumming bertujuan untuk menghilangkan zat-zat yang terlarut atau zat-zat
yang bersifat koloidal, seperti resin, gum, protein, dan fosfatida dalam minyak mentah. Pada
prinsipnya proses degumming ini adalah proses pembentukan dan pengikatan flok-flok dari
zat-zat terlarut dan zat-zat yang bersifat koloidal dalam minyak mentah, sehingga flok-flok
yang terbentuk cukup besar untuk bisa dipisahkan dari minyak. Beberapa cara yang sering
dilakukan untuk melaksanakan proses degumming ini, antara lain :
- Degumming dengan pemanasan.
- Degumming dengan menggunakan asam seperti asam fosfat, asam sulfat, asam kloroda, asam
asetat dan lain-lain.
- Degumming dengan kostik alkali.
- Degumming dengan hidrasi
- Degumming dengan reagen khusus, seperti asam formiat, natrium fosfat, natrium klorida dan
lain-lain.
Proses degumming yang paling banyak digunakan dewasa ini adalah proses
degumming dengan menggunakan asam. Pengaruh yang ditimbulkan oleh asam tersebut adalah
menggumpalkan dan mengendapkan zat-zat seperti protein, fosfatida, gum dan resin yang
terdapat dalam minyak mentah. Proses degumming dengan kostik alkali, partikel-partikel
sabun yang terbentuk akan menyerap zat-zat lendir dan sebagian pigmen, tetapi proses ini
mempunyai kelemahan, yaitu adanya kecenderungan untuk membentuk emulsi dari sabun yang
terbentuk sehingga makin banyak minyak hilang.

2). Proses Netralisasi

Proses netralisasi atau deasidifikasi pada pemurnian minyak sawit kasar bertujuan
untuk menghilangkan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak sawit kasar. Asam lemak
bebas (ALB) dapat menimbulkan bau yang tengik. Beberapa proses netralisasi yang digunakan
pada industri kimia antara lain :
- Netralisasi dengan soda kostik.
- Netralisasi dengan alkali karbonat.
- Netralisasi dengan kapur.
- Deasidifikasi dengan distilasi uap.
- Deasidifikasi dengan ekstraksi solvent.
- Deasidifikasi dengan esterifikasi.
- Deasidifikasi dengan resin penukar ion.
Proses netralisasi yang paling sering digunakan dalam industri kimia adalah proses
netralisasi dengan soda kostik, dengan prinsip reaksi penyabunan antara asam lemak bebas
dengan larutan soda kostik, yang reaksi penyabunannya sebagai berikut :

R COOH + NaOH R-COONa + H2O (2-3)


Kondisi reaksi yang optimum pada tekanan atmosfir adalah pada suhu 60 – 80 oC,
dimana reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan yang akan bergeser ke sebelah kanan. Soda
kostik yang direaksikan biasanya berlebihan, sekitar 5 – 7 % dari kebutuhan stokiometris.
Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan atau sentrifugal. Soda kostik
disamping berfungsi sebagai penetralisir asam lemak bebas, juga memiliki sifat penghilang
warna (decoulorization). Keburukan pemakaian soda kostik adalah adanya gliserida-gliserida
netral turut tersabunkan serta adanya kehilangan minyak netral yang turut terbawa soap stock.
Proses netralisasi lain yang sering digunakan adalah netralisasi dengan distilasi uap.
Proses ini dilakukan pada suhu tinggi dan tekanan rendah (vacuum), dimana asam lemak bebas
yang lebih volatile dari gliserida akan menguap. Netralisasi atau deasidifikasi dengan distilasi
uap ini dapat dikatakan cukup efektif, karena dapat mereduksi asam lemak bebas sampai 0,01
– 0,03 %.
Netralisasi merupakan suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak
atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya,
sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan
dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah deasidifikasi. Netralisasi dengan
menggunakan NaOH juga membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa
getah dan lendir dalam minyak. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna
dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Emulsi yang
terbentuk ini dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi. Netralisasi dengan
menggunakan NaOH akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Hal serupa juga terjadi
pada komponen minor dalam minyak berupa sterol, klorofil, vitamin E, dan karotenoid yang
hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi (Ketaren)
Proses pemisahan asam lemak bebas dengan cara penyulingan merupakan proses
penguapan asam lemak bebas langsung tanpa mereaksikan dengan larutan basa, sehingga asam
lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak sawit kasar yang akan disuling terlebih dahulu
dipanaskan dengan alat penukar kalor (heat exchanger). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan
secara kontinyu ke dalam alat penyuling dengan letak horizontal. Sepanjang dasar ketel
terdapat pipa-pipa berlubang tempat menginjeksikan uap air ke dalam minyak yang sudah
dipanaskan pada suhu kurang lebih 240 - 270 oC, sehingga asam lemak bebas menguap
bersama-sama dengan uap panas tersebut. Hasil sulingan berupa campuran uap air dan asam
lemak bebas akan mengembun dalam kondensor pada suhu 70 – 80 oC. Kerusakan minyak
hasil penyulingan akibat suhu tinggi dihindari dengan menetralkan asam lemak bebas yang
tertinggal dengan persenyawaan basa (Ketaren).
3). Proses Bleaching.
Proses bleaching (pemucatan) dimaksudkan untuk mengurangi atau menghilangkan
zat-zat warna (pigmen) dalam minyak mentah, baik yang terlarut ataupun yang terdispersi.
Warna minyak mentah dapat berasal dari warna bawaan minyak ataupun warna yang timbul
pada proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng. Pigmen yang biasa terdapat di dalam
suatu minyak sawit kasar ialah karotenoid yang berwarna merah atau kuning, chlorophillida
dan phaephytin yang berwarna hijau. Beberapa cara yang digunakan dalam bidang industri
kimia, untuk melakukan proses bleaching, diantaranya adalah :
- Bleaching dengan absorbsi.
- Bleaching secara kimia.
- Bleaching dengan hidrogenisasi.
- Bleaching dengan pemanasan.

Proses bleaching yang paling banyak digunakan adalah proses bleaching dengan
absorbsi. Proses ini menggunakan zat penyerap (absorben) yang mempunyai aktivitas
permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yang terdapat dalam minyak sawit kasar.
Disamping menyerap zat warna, absorben juga dapat menyerap zat yang memiliki sifat koloidal
lainnya seperti gum dan resin.
Absorben yang paling banyak digunakan dalam proses bleaching minyak dan lemak
adalah tanah pemucat (bleaching earth) dan arang (karbon). Arang sangat efektif dalam
penghilangan pigmen warna merah, hijau dan biru, tetapi karena harganya terlalu mahal, maka
dalam pemakaiannya biasanya dicampur dengan tanah pemucat dengan jumlah yang
disesuaikan terhadap jenis minyak sawit kasar yang akan dipucatkan.
Proses bleaching secara kimia pada dasarnya adalah reaksi oksidasi zat warna oleh
suatu zat kimia, sehingga terbentuk senyawa tanpa warna, mungkin juga terjadi oksidasi
terhadap gliserida, sehingga proses ini jarang digunakan dalam pemucatan minyak untuk bahan
makanan. Bahan-bahan yang biasa dipakai sebagai oksidator antara lain adalah chlorine,
hypochloride, ozone, peroksida, sinar ultra violet dan lain-lain. Bleaching dengan hidrogenisasi
dan pemanasan biasanya dilakukan terhadap minyak yang mengandung pigmen carotenoid.
Pemucatan merupakan suatu proses untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak
disukai di dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah
kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay), dan arang aktif
atau juga menggunakan bahan kimia. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan
adsorben yang juga akan menyerap suspensi koloid serta hasil degradasi minyak. Pemucatan
minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa
uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan dalam suhu 105 oC selama 1 jam. Penambahan
adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai 70 – 80 oC dan jumlah adsorben kurang lebih
sebanyak 1,0 – 2,5 % dari berat minyak sawit kasar. Selanjutnya minyak dipisahkan dari
adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau pengepresan dengan filter
press. Cara pemucatan dengan bahan kimia banyak digunakan untuk minyak yang akan
digunakan sebagai bahan pangan karena lebih baik dibandingkan dengan adsorben.
Keuntungan menggunakan bahan kimia adalah hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan
dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna yang tetap tinggal di dalam minyak (Ketaren).

4). Proses Deodorisasi


Proses deodorisasi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa dan bau yang
tidak dikehendaki dalam minyak sawit kasar untuk makanan. Senyawa-senyawa yang
menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak tersebut biasanya berupa senyawa karbohidrat tak
jenuh, asam lemak bebas dengan berat molekul rendah, senyawa-senyawa aldehid dan keton
serta senyawa-senyawa yang mempunyai volatilitas tinggi lainnya. Kadar senyawa-senyawa
tersebut, walaupun cukup kecil telah cukup untuk memberikan rasa dan bau yang tidak enak,
kadarnya antara 0,001 – 0,1 %.
Proses deodorisasi yang banyak dilakukan adalah cara distilasi uap yang didasarkan
pada perbedaan harga volatilitas gliserida dengan senyawa-senyawa yang menimbulkan rasa
dan bau tersebut, dimana senyawa-senyawa tersebut lebih mudah menguap daripada gliserida.
Uap yang digunakan adalah superheated steam (uap kering), yang mudah dipisahkan secara
kondensasi.
Proses deodorisasi sangat dipengaruhi oleh faktor tekanan, temperatur dan waktu, yang
kesemuanya harus disesuaikan dengan jenis minyak mentah yang diolah dan sistem proses
yang digunakan. Temperatur operasi dijaga agar tidak sampai menyebabkan turut
terdistilasinya gliserida. Tekanan diusahakan serendah mungkin agar minyak terlindung dari
oksidasi oleh udara dan mengurangi jumlah pemakaian uap. Pada umumnya, tekanan operasi
sekitar 5 – 20 mmHg dan temperature 240 – 270 oC, serta menggunakan gas nitrogen untuk
menghindari terjadinya oksidasi.
Deodorisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak
enak dalam minyak sawit kasar. Prinsip proses deodorisasi adalah penyulingan minyak dengan
uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan
terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Proses deodorisasi dilakukan dengan
cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan
pada suhu 240 – 270 oC pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah dengan
tetap dialiri uap panas, selama 4 - 6 jam. Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang
menimbulkan bau dalam minyak akan lebih mudah menguap. Penurunan tekanan selama
proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisis
minyak oleh uap air. Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan
dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak menurun menjadi
sekitar 84 oC dan selanjutnya ketel dibuka serta minyak dikeluarkan. Gambar di bawah ini
menunjukkan proses pemurnian minyak yang biasa dilakukan di industri. Hasil minyak yang
telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak banyak mengalami kerusakan dengan
memperhatikan faktor-faktor suhu, cara penanganan, dan kemasan yang dipakai (Ketaren)

5) Proses Fraksinasi
Proses fraksinasi terdiri atas kristalisasi suatu fraksi yang menjadi padat pada
temperatur tertentu dan disusul dengan pemisahan dengan cara filtrasi kedua fraksi itu. Fraksi
yang menjadi kristal adalah stearin dan yang tetap cair adalah olein. Beberapa proses fraksinasi
yang sering digunakan yaitu :
 Fraksinasi kering (fraksinasi tanpa pelarut).
 Fraksinasi basah (fraksinasi dengan pelarut).
 Fraksinasi menggunakan larutan detergen sodium lauryl sulphat.
Proses fraksinasi kering didasarkan pada pendinginan minyak dengan kondisi yang
terkendali tanpa penambahan bahan kimia apapun. Ada tiga operasi yang terlibat yaitu seeding,
kristalisasi, dan filtrasi. Mula-mula minyak dipanasi sampai 70 oC untuk memperoleh cairan
homogen dan kemudian didinginkan dengan air pendingin, selanjutnya didinginkan sampai
temperatur 18 oC dan dipertahankan sampai proses kristalisasi dianggap selesai.

Anda mungkin juga menyukai