Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA

KLIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT


MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan


Kegawatdaruratan

Dosen Pembimbing :

Viyan Septiyana Achmad, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun oleh :

Aisyah Fathaniah H P27904116002

Amalia Sholiha P27904116004

Ayu Suwarna Putri P27904116008

Dwi Riski Suryani P27904116012

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D IV KEPERAWATAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan karunia-Nya. Kami selaku penulis masih diberikan nikmat akal dan pikiran
sehingga dapat menyusun dan menyelesaikan masalah “Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Pada Klien Dengan Cedera Kepala Berat”. Sholawat serta
salam kami curahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Yang
berkat hadirnya membawa cahaya yang membuat manusia melangkah keluar dari
dunia gelap.

Disusunnya makalah ini adalah untuk meningkatkan pengembangan


keilmuan mata kuliah serta memenuhi tugas Keperawatan Kegawatdaruratan
dengan pokok bahasan Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Klien
Dengan Cedera Kepala Berat. Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak berkait :

1. Bapak Viyan Septiyana Achmad S.Kep, Ners, M.Kep selaku dosen


pembimbing keperawatan medikal bedah yang telah memberikan
bimbingan kepada kami sehingga tersusunlah makalah ini.
2. Rekan kelompok yang telah bersama-sama mengerjakan serta menyusun
makalah ini

Makalah ini jauh dari kata sempurna segala saran dan kritik sifatnya
membangun, senantiasa kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga
Allah SWT memberikan keberkatan kepada kita semua. Amin

Tangerang, 06 Agustus 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak

karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Cidera kepala

merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur

produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak

hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan.

Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan

dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita

cedera kepala.

Cedera kepala adalah suatu gangguaan traumatic dari fungsi otak

yang disertai pendarahan interstitial dalam substansi otak. Cedera kepala

adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-

organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif /

non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga

timbul gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan

atau tanpa penurunan tingkat kesadaran. Cedera kepala adalah salah satu

bentuk trauma yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak.

Di Amerika Serikat tahun 2017, kejadian cedera kepala setiap

tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut,

10%meninggal sebelum tiba dirumahsakit. Sedangkan yang sampai di


rumah sakit, 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan (CKR),

10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah

cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada

kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas

merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lain

nya karena jatuh, 3%-9% lainyya disebabkan karena tindak kekerasan,

kegiatan olahraga dan rekreasi. Data epidemiologi di Indonesia belum ada,

tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto

Mangunkusumo, untuk penerita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan

CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian

tertinggi sekitar 35-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk

CKR tidak ada yang meninggal.

(http://eprints.ums.ac.id/22036/12/02._NASKAH_PUBLIKASI.pdf)

Berdasarkan data tersebut bahwa cedera kepala kepala dapat

mengakibatkan beberapa dampak yaitu, B1 diantaranya : ketidakefektifan

jalan nafas dan ketidakefektifan pola nafas, B2 : syok hipovolemik, B3 :

penurunan kesadaran dengan GCS 3-8, B4 : Setelah cedera kepala klien

mungkin mengalami inkontinensia urin karena konfusi, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk

menggunakan urinal karena kerusakan kontrok motorik dan postural, B5 :

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual dan muntah pada fase akut, mual sampai muntah di hubungkan

dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan

masalah pemenuhan nutrisi B6 : adanya kesulitan untuk beraktivitas


karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah

lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat serta nyeri

hebat pada kepala.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :


a. Tujuan Umum
Dapat mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan
pada Cedera Kepala Berat.
b. Tujuan Khusus
- Dapat melakukan pengkajian Airway Breathing Circulation pada
klien dengan Cedera Kepala Berat.
- Dapat menentukan diagnosis keperawatan dengan Airway
Breathing Circulation pada pasien dengan Cedera kepala Berat.
- Dapat menentukan intervensi pada pasien dengan Cedera Kepala
Berat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kepala
a. Tengkorak Otak (Neuro Cranial)
Tengkorak otak terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain
oleh tulang bergerigi yang disebut sutura, banyaknya 8 buah dan terdiri dari
bagian yaitu:

1. Kubah tengkorak, terdiri dari:

a) Os frontal: tuang dahi

b) Os parietal: tulang ubun-ubun

c) Os oksipital: tulang belakang kepala

2. Dasar tengkorak, terdiri dari:

a) Os sfenoidal: tulang baji (terdapat di tengah dasar tengkorak)

b) Os etmoidal: tulang tapis (terletak di sebelah depan dari os sfenoidal di


antara lekuk mata.

3.Samping tengkorak (os temporal): tulang pelipis.

Pada neuro cranial terdapat celah yang memisahkan antara tulang yang
disebut sutura. Ada 3 buah sutura yaitu:

a) Sutura coronalis: antara os frontal dan os parietalis

b) Sutura sagitalis: antara kedua os parietal

c) Sutura lambdoidalis: antara os parietal dan kedua os parietalis.

Di neuro cranial juga terdapat fontanel yaitu rongga pada ubun-ubun.


Fontanel ini akan tertutup sempurna pada usia 18 bulan. Terdapat 2
fontanel, yaitu fontanel anterior (fontanel depan) dan fontanel posterior
(fontanel belakang).

b. Tengkorak Wajah (Fasial Cranial)


Pada manusia bentuknya lebih kecil dari neuro cranial, di dalalmnya
terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut (kavum oris), rongga
hidung (kavum nasi) dan rongga rongga mata (kavum orbita). Fasial cranial
dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Bagian hidung (nasalis)

a) Os lakrimal: tulang mata,

b) Os nasal: tulang hidung

c) Os konka nasal: tulang karang hidung, terletak di dalam rongga hidung

d) Septum nasi: sekat rongga hidung

2. Bagian rahang

a) Os maksilaris: tulang rahang atas

b) Os zigomatikum: tulang pipi

c) Os palatum: tulang langit-langit, terdiri dari 2 buah tulang kiri/kanan.

d) Os mandibularis: tulang rahang bawah.

e) Os hyoid: tulang lidah, terdapat di pangkal leher di antara otot-otot leher.

f) Procesus alveolaris: taju di daerah os maksilaris yang merupakan tempat


melekatnya urat gigi.

B. Konsep Cedera Kepala Berat


1. Pengertian Cedera Kepala Berat
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer,A 2011 ). Cedera
kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat
mengakibatkan perubahan fisik, intelekual, emosional, dan sosial.
Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau
terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif ,
fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011 ). Cedera kepala berat
merupakan cedera kepala yang mengakibatkan penurunan kesadaran
dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad,
2012). Cedera kepala sering terjadi karena trauma mekanik pada
kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang
kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi
fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen (Nasution,
2014)
Menurut pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, cedera
kepala adalah suatu masalah yang berada di otak yang disebabkan oleh
benturan keras yang tepat di kepala, bisa berasal dari benda tumpul
atau tajam yang bisa berakibatkan kematian otak, dan cedera kepala
berat adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi
baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan score GCS 3
sampai 8.
2. Etiologi
Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh, kecelakaan industri, serangan dan yang berhubungan
dengan olahraga, trauma akibat persalinan, menurut Mansjoer (2011),
cedera kepala merupakan penyebab sebagian besar kematian dan
kecacatan umum pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Hudak dan Gallo (1996:108)
mendeskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah karena adanya
trauma rudapaksa yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:
1. Trauma Primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselarasi dan deselerasi).
2. Trauma Sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui, akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
siskemik.
3. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, ada dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian
trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya
menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal. Sedangkan cedera otak
sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan (on going
process) sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik.
Proses berkelanjutan tersebut sebenarnya merupakan proses
alamiah. Tetapi, bila ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi dan
tidak ada upaya untuk mencegah atau menghentikan proses tersebut
maka cedera akan terus berkembang dan berakhir pada kematian
jaringan yang cukup luas. Pada tingkat organ, ini akan berakhir
dengan kematian/kegagalan organ. Cedera otak sekunder disebabkan
oleh keadaan-keadaan yang merupakan beban metabolik tambahan
pada jaringan otak yang sudah mengalami cedera (neuron-neuron
yang belum mati tetapi mengalami cedera). Beban ekstra ini bisa
karena penyebab sistemik maupun intrakranial. Berbeda dengan
cedera otak primer, banyak yang bisa kita lakukan untuk mencegah
dan mengurangi terjadinya cedera otak sekunder.
Penyebab cedera otak sekunder di antaranya :
1. Penyebab sistemik: hipotensi, hipoksemia, hipo/hiperkapnea,
hipertermia, dan hiponatremia.
2. Penyebab intrakranial: tekanan intrakranial meningkat, hematoma,
edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan
infeksi.
Mencegah, mendeteksi, dan melakukan penanganan dini terhadap
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder adalah hal
yang penting dan utama dilaksanakan.
KLL

Trauma Kepala

Terputusnya Kontinuitas Jaringan

Kerusakan Pembuluh Darah

Pendarahan

Vol.Darah Suplai O2 ke sel comp paru ↑ RR ↑


Berkurang otak berkurang

Perubahan Pola nafas


Iskemia
TD Menurun

Syok Hipoksia Perubahan pompa Na


Hipovolemik (Kekurangan O2 dijaringan)

Cairan CES pindah ke CIS

Penurunan Kesadaran

↑ a𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑎𝑘𝑡𝑎𝑡 Akumulasi cairan

↓ otot –otot darah diotak


Nyeri Kepala
Pernafasan Nyeri kepala Edema cerebri

Akumulasi cairan/sekret
Peningkatan
Obstruksi jalan nafas TIK
Type equation here.

Bersihan jalan nafas


tidak efektif
4. Penanganan
Umumnya, penderita cedera kepala berat menjalani perawatan
secara intensif di rumah sakit untuk menurunkan risiko komplikasi.
Beberapa tahapan pengobatan terhadap cedera kepala berat meliputi:
a. Memeriksa pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah.
b. Melakukan resusitasi jantung paru (CPR), yaitu dengan menekan
dada dari luar dan memberikan bantuan pernapasan, ketika pasien
mengalami henti napas atau henti jantung.
c. Menstabilkan leher dan tulang punggung dengan penyangga leher
atau penyangga tulang punggung.
d. Memberikan cairan infus untuk mencegah syok hipovolemik akibat
perdarahan.
e. Menghentikan perdarahan.

C. Konsep Airway Breating Circulation Pada Cedera Kepala Berat.


Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Pengkajian jalan nafas
- Looking : tanda-tanda hipoksia, trauma jelas yang ada di
jalan nafas
- Listening : suara nafas abnormal, contoh : Stridor
- Imobilisasi tulang belakang dengan hard collar atau
imobilisasi yang digunakan dengan alat keras, panjang dan
datar ( long spine board)
- Oksigen tambahan (aliran rendah)
- Pemeliharaan kepatenan jalan nafas dengan : jaw
thrust/head till chin lift, oral airway, suction
- Intubasi endotrakeal, indikasi : kebutuhan untuk menjaga
kepatenan jalan nafas, koreksi terhadap hipoksemia, trauma
kepala berat, tingkat kesadaran yang berubah ubah, injuri
traumatik mayor
- Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi
atau rotasi dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding
dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
- Cek nadi dan iramanya
- Cek perfusi perifer
- Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus
dianggap disebabkan oleh hipovelemia. observasi yang
dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna
kulit dan nadi.
Intervensi Primer
a. Buka jalan nafas dengan teknik “jaw thrust”, kepala jangan ditekuk,
hisap lendir kalau perlu
b. Beri O2 4-6 liter/menit untuk mencegah anoksia serebri
c. Hiperventilasi 20-25 x?menit meningkatkan vasokontriksi pembuluh
darah otak sehingga edema serebri menurun
d. Kontrol pendarahan, jangan beri tekanan pada luka pendarahan di
kepala, tutup saja dengan kassa, diplester. Jangan berusaha
menghantikan aloran darah dari lubang telingan atau hidung dengan
menyumbat/ menutup lubang tersebut.
e. Pasang infus
BAB III
CONTOH KASUS
Seorang laki-laki usia 23 tahun di bawa ke IGD dalam keadaan tidak sadar pasca
kecelakaan lalu lintas. Hasil pengkajian : K.U tampak lemah, GCS 8, tampak
pendarahan di mulut, seluruh extermitas baik, TD 90/60 mmHg, N :110 x/menit,
pernapasan 34 x/menit observasi dada terlihat fraktur midklavikula 1/3 distal
kanan, suara nafas gugling

A. Primary Survey
A : Airway (jalan napas)
Pada saat dilakukan pengkajian, terdapat sekret berupa darah di mulut
yang mengakibatkan masalah masalah keperawatan yaitu jalan nafas tidak
efektif masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif.
B : Breathing
Look
Pada saat dilakukan pengkajian, terlihat jejas pada dada, pernafasan
tachipneu sebanyak 34x/menit, dan klien bernafas menggunakan otot
bantu pernafasan

Listen
Pada saat dilakukan pengkajian, terdengan suara nafas gugling

Feel
Pada saat dilakukan pengkajian, masih terasa hembusan nafas

C :Circulation
Pada saat dilakukan pengkajian, tekanan darah klien rendah yaitu 90/60
mmHg, serta akral dingin

B. Diagnosis Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d dengan akumulasi penumpukan


sekret
2. Ketidakefektifan pola napas b.d suplai o2 ke otak berkurang
3. Peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat
penumpukan cairan / darah di dalam otak
4. Syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan - Kaji frekuensi dan
bersihan jalan napas tindakan keperawatan kepatenan jalan napas
b.d dengan selama 1 x 24 jam, jalan
akumulasi napas adekuat dan tidak - Evaluasi pergerakan
penumpukan sekret ada tanda-tanda aspirasi. dada

Dengan kriteria hasil: - Lakukan pengisapan


- Tidak terdengar lendir kurang dari 15
bunyi napas menit bila sekret
tambahan menumpuk
- Tidak ada tanda-
tanda sianosis
- RR dalam batas
normal

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan - Pantau frekuensi,


napas b.d suplai o2 tindakan keperawatan
diharapkan pola napas irama, kedalaman
ke otak berkurang pernafasn. Catat
kembali efektif dengan
kriteria hasil: ketidakteraturan
klien tidak tampak sesak pernafasan
sekret tidak ada - Monitor tanda tanda
irama teratur vital
frekuensi normal (16- - Aukultasi suara napas,
24x/menit) perhatikan daerah
hipovebtilasi dan
adanya suara-suara
tambahan yang tidak
normal seperti
krekels, ronki dan
mengi)
- Monitor pemasukan
dan pengeluaran
cairan
- Lakukan penghisapan
dengan hati-hati
- Kolaborasi Pemberian
oksigen
Peningkatan tekan-an Setelah dilakukan - Pantau tanda dan
intrakranial b.d pro- tindakan keperawatan gejala peningkatan
ses desak ruang diharapkan dapat TIK
akibat penumpukan mencegah atau - Kaji respon membuka
cairan / darah di meminimalkan mata, respon motorik,
dalam otak komplikasi dari dan verbal, (GCS)
peningkatan TIK, - Kaji perubahan tanda-
dengan kriteria hasil : tanda vital
- Kesadaran stabil - Kaji respon pupil
(orientasi baik) - Catat gejala dan
- Pupil isokor, tanda-tanda: muntah,
diameter 1mm sakit kepala, lethargi,
- Reflek baik gelisah, nafas keras,
- Tidak mual\ gerakan tak bertujuan,
- Tidak muntah perubahan mental

Syok hipovolemik Setelah dilakukan - Observasi tanda tanda


berhubungan dengan tindakan keperawatan vital
penurunan volume diharapkan dapat - Observasi tanda tanda
darah terjadinya pendarahan
mencegah atau
meminimalkan - laboratorium elektrolit,
komplikasi dari syok hemoglobin, hematokrit
hipovelemik dengan
kriteria hasil:
- Nadi dalam batas
normal
- Irama jantung
dalam normal
- Frekuensi nafas
dalam batas
normal
- Irama pernapasan
dalam batas
normal
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan

traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai pendarahan

innerstill dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak,

penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi

trauma oleh benda, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak

dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi dan deselerasi pada otak)

pada kasus cedera kepala berat, biasanya diikuti dengan penurunan GCS

dalam rentang 3-8. Cedera kepala adalah masalah kesehatan yang sangat

serius di seluruh dunia. Tiap tahun cedera kepala menyumbang kasus

kematian dan kecacatan permanen yang berarti. Manajemen cedera kepala

yang baik akan meminimalisir resiko terjadinya masalah yang lebih

kompleks pada penderita dengan cedera kepala berat.

B. Saran
Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan kegawatdaruratan
pada pasien dengan Cedera Kepala Berat, berdasarkan pengalaman yang
berkaitan dengan masalah keperawatan tersebut, penulis akan
memberikan saran yang bertujuan agar dapat lebih memperbaiki dan
mengoptimalkan pelayanan perawatan di rumah sakit, diantaranya :

1. Untuk klien dan keluarga baiknya melakukan aman diri dengan


menggunakan alat pelindung diri sewatu bepergian keluar remah
menggunakan kendaraan untuk meminimalisir resiko cedera kepala.
2. Untuk institusi pendidikan dapat menyediakan buku-buku sumber yang
lebih lengkap lagi sebagai pedoman untuk melakukan asuhan
keperawatan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Boswick, John A. 2013. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC

Kartikawatika, Dewi. 2011. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat


Darurat. Jakarta : Salemba Medika

Kristanty, Paula Dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Trans
Info Media

Wilkonson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC

http://eprints.ums.ac.id/22036/12/02._NASKAH_PUBLIKASI.pdf

http://jayao77.blogspot.com/2014/11/askep-ckb-cidera-kepala-berat.html

http://bkp2011.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan_25.html

https://www.alodokter.com/trauma-kepala-berat

http://hardinburuhi88.blogspot.com/2014/07/makalah-anatomi-rangka-
manusia.html

Anda mungkin juga menyukai