Anda di halaman 1dari 12

ALAM BUDAYA MELAYU RIAU

HUBUNGAN MANUSIA DAN ALAM DALAM BUDAYA MELAYU DI RIAU


Hubungan manusia Melayu itu dengan alam disebut interaktif dialogis atau hubungan
dialog dengan alam. Orang melayu membaca lingkungan alamnya itu, membaca alam sekitar
kemudian mengekplorasinya , menjelajahinya, menelisiknya serta mengakrabinya kemudian
alam sekitar diposisikan sebagai subjek bukan objek. “Sebagai sosok kawan berbagi, suatu
budaya yang bersifat ekologikal determinisme.
Kebudayaan Melayu mengkespresikan hubungan lingkungan itu dalam dua sikap.
Pertama ada yang dinamakan kepatuhan referensial, kebudayaan Melayu itu dalam satu pola
bergerak mengikuti gerak ekologis. Dalam hal itu, dicontohkannya, ada sejumlah bentuk
ekspresi budaya itu menampilkan penerimaan alam semesta sebagaimana adanya, ditafsirkan
dalam semangat kepatuhan yang dihidangkan dalam berbagai upacara ritual seperti semah
laut, tolak bala dan lain-lain. “Ritual-ritual seperti itu salah satu contoh yang menunjukkan
kepatuhan referensial manusia kepada gerak alam sekitarnya.
Inilah kita sebut alam terkembang menjadi guru. Alam berfungsi sebagai guru.
Berbagi pengalaman atau dialog itu tadi. Kreasi-kreasi dan ekpresi budaya bersumber dari
nilai-nilai yang dibentuk melalui keakraban dengan alam itu. Misalnya, ada ekspresi budaya
yang memperlihatkan hubungan harmonis manusia dan komuntias Melayu itu dengan
lingkungannya. Jadi, antara manusia dengan alam itu berbagi berkah, Jadi, ekologi alam
sekitar dan ekspresi budaya serta nilai-nilainya jika dianalogikan ibarat hubungan sarang dan
burung, antara tanah dan tumbuh-tumbuhan, air dan ikan, adanya penyatuan

Keraifan Lokal Menjaga Hutan dan Lahan


Dinamika kebudayaan Melayu itu di mana lingkungan ruang hidup itu mempengaruhi
kebudayaan Melayu yang berarti, berkembang atau terhambatnya perkembangan budaya
Melayu itu bergantung kepada lngkungan baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, flora,
fauna dan lingkungan sosial.
Makanya banyak sekali tunjuk ajar, petuah tetua dahulu terkait dengan larangan anak
cucu untuk merusak hutan, tahu mana hutan yang boleh ditebang, mana yang kawasan
larangan. Pedoman-pedoman tentang penggunaan hutan ditetapkan dengan teliti. Tentang
menebang pohon diuraikan apa yang boleh ditebang, seberapa banyak, dan apa yang pantang
ditebang.
Tebang tidak merusakkan
Tebang tidak membinasakan
Tebang tidak menghabiskan
Tebang menutup aib malu
Tebang membuat rumah tangga
Membuat balai dengan istana
Membuat madrasah dengan alatnya.
Tentang pantangan dalam menebang dikatakan:
Pantang menebang kayu tunggal
Pantang menebang kayu berbunga
Pantang menebang kayu berbuah
Pantang menebang kayu seminai
Pantang menebang induk gaharu
Pantang menebang induk kemenyan
Pantang menebang induk damar
Kalau menebang berhingga-hingga
Tengoklah kayu di rimba
Ada yang besar ada yang kecil
Ada yang lurus ada yang bengkok
Ada yang berpilin memanjat kawan
Ada yang dihimpit oleh kayu lain
Ada yang licin ada yang berbongkol
Ada yang tegak ada yang condong

Ada yang hidup ada yang mati


Ada yang berduri ada yang tidak
Ada yang bergetah ada yang tidak
Ada yang berbuah ada yang tidak
Beragam-ragam kayu di rimba
Beragam pula hidup manusia
BENTUK-BENTUK KEARIFAN LOKAL MELAYU RIAU DALAM PEMANFAATN
ALAM
Budaya Melayu dengan sangat tegas dan jelas menata ruang. Tata ruang dalam
budaya Melayu itu jelas. Pembagian ruang menurut orang melayu :
1. Tanah kampung, yaitu berarti tempat rumah tegak berjajar, tempat masyarakat dan
membuat perkampungan dan negerinya. Ungkapan adat mengatakan :
Yang disebut tanah kampung Di situ anak dipinak
Tempat koto didirikan Disitu helat dengan jamu
Tempat rumah ditegakkan Yang disebut tanah kampung
Rumah besar berumah kecil Tempat berkampung orang ramai
Rumah berpagar puding puding Tempat berkumpul sanak saudara
Rumah elok berhalaman luas Tempat berhimpun dagang lalu
Di sana rumah dicacak Tempat berundi bermufakat
Di sana darah tertumpah Tempat beradat berpusaka
Di sana adat ditegakkan Tempat gelanggang didirikan
Di sana lembaga didirikan Yang disebut tanah kampung
Di situ ico pakaian dikekalkan Berkeliling tanah dusunnya
Di situ pendam pekuburan Berkeliling tanah ladangnya
Di situ rumah diatur Berkeliling rimba larangannya
Di situ pusaka turun Tanah bertentu pemakaiannya
Di situ tuan naik Tanah bertentu letak gunanya
Di situ harta bersalinan

Kampung yang dibuat bukanlah kampung sembarangan. Tetapi ditentukan pula oleh
adat penataannya. Sebagaimana dalam ungkapan adatnya :
Apa tanda kampung halaman Rumah induk ada penanggahnya
Kampung ada susun aturnya Disusun letak dengan tempatnya
Rumah tegak menurut adat Ditentukan jalan orang lalu
Rumah bertiang bersusun anak Ditentukan tepian tempat mandinya
Rumah berselasar berumah induk Ditentukan adat dan pusakanya
2. Tanah dusun, yaitu tanah yang diperuntukkan bagi kebun tanaman keras, yang
nantinya dicadangkan pula untuk perluasan atau penambahan area perkampungan.
Ungkapan adat mengatakan :
Kampung ada dusunnya Mempelam bersabung buah
Dusun tua dan dusun muda Buah pauh bertindih tangkai
Tempat tumbuh tanaman keras Buah rambai masak berayun
Apalah tanda tanah dusun Buah durian masak bergantung
Jalin berjalin batang pinang Buah cempedak berlumut batang
Menghitam masaknya manggis Buah macang mematah dahan
Memutih bunga buah keras

3. Tanah Peladangan, yaitu tanah yang disediakan sebagai tempat berladang. Menurut
adat dalam kawasan itulah mereka berladang berpindah-pindah tetapi sangat dilarang
berpindah keluar dari areal yang disediakan. Dalam ungkapan adat dikatakan ‘ walau
ladang berpindah-pindah, pindahnya ke situ juga”, maksudnya , setiap tahun
masyarakat melakukan ladang berpindah tetapi dalam sirkulasi 5-10 tahun mereka
kembali lagi ke belukar lama (tempat berladang sebelumnya).
Ungkapan adat mengatakan :

Apalah tanda tanah peladangan Beralih tidak melanggaradat

Rimbanya sudah disukat Beralih tidak merusak lembaga


Belukarnya sudah dijangka Tidak beralih membuka rimba
Rimba tumbuh dari belukar Tidak beralih ke tanah dusun
Belukar kecil belukar tua Walau beralih ke sana juga
Bukan rimba kepungan sialang Beralih menyusuk belukar tua
Bukan pula rimpa simpanan Beralih menyesap belukar muda
apa tanda tanah peladangan Apalah tanda tanah peladangan
Tempat berladang orang banyak Tempat berladang berbanjar-banjar
Berladang menurut adatnya Bukan berladang pencil memencil
Setahun sedikitnya Bukan berladang bersuka hati
Tiga tahun naik panjatnya Bukan pula menurutkan selera
Cukup musim awak beralih Berladang menurut undang adatnya
Beralih ke belukar tua Yang disebut adat berladang
Karena berladang merupakan mata pencaharian pokok masyarakat melayu petalangan mereka
mengatur tata cara berladang dengan sebaik dan secermat mungkin yang disebut adat
berladang.
4. Rimba larangan, Menurut adat yang disebut rimba larangan ialah rimba yang tidak
boleh dirusak, wajib dipelihara dengan sebaik mungkin pelestariannya. Rimba larangan
ini terdiri dari dua jenis , yakni rimba kepungan sialang dan rimba simpanan. Rimba
kepungan sialang ialah rimba tempat pohon sialang tumbuh ( yakni pohon rimba tempat
lebah bersarang), ungkapan adat mengatakan :
Apa tanda kepungan sialang
Tempat sialang rampak dahan
Tempat lebah meletakkan sarang
Rimba dijaga dan dipelihara
Rimba tak boleh ditebas tebang
Bila ditebas dimakan adat
Bila ditebang dimakan undang
sedangkan rimba lebat/rimba simpanan tempat berbagai jenis pepohonan dan binatang
hutan hidup. Ungkapan adat mengatakan :
apa tanda rimba larangan
rimba dikungkung dengan adat
rimba dipelihara dengan lembaga
tempat tumbuh kayu kayan
tempat hidup binatang hutan
tempat duduk saudara akuan
tempat beramu dan berburu
tempat buah bermusim musim
rima tak boleh rusak binasa
Ke semua yang tersebut di atas, merupakan tanah mineral, sedangkan tanah gambut,
bagi orang Melayu, bukan untuk usaha-usaha tanaman produktif, tetapi mereka mengambil
produk-produk dari hutan itu yang non kayu seperti rotan dan lainnya.
PROSES PERLADANGAN ORANG MELAYU RIAU

Masyarakat Adat Melayu khususnya di Kecamatan Riau sudah lama mengenal adat
berladang. Dan sudah menjadi tradisi mereka pada masa itu. Diera globalisasi ini, Adat
ladang pertanian sudah mulai luntur dan sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh masyarakat
Adat setempat, sehingga generasi penerus sekarang ini kurang mengetahui tentang Adat-
istiadat yang dibudayakan oleh nenk moyang terdahulu. Disini kami mencoba menulis dan
mengangkat tentang cerita sejarah terdahulu dan Adat Berladang dalam pertanian menurut
Masyarakat Adat Melayu di Kecamatan Riau , Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat.

Kami menulis adat berladang ini supaya bisa dimengerti atau di pahami oleh Masyarakat
Adat Melayu di Kecamatan Riau , terutama generasi sekarang ini, karena mereka banyak
salah mengertikan tentang Adat-istiadat ini dan menganggap adat tersebut sudah kuno dan
ketinggalan zaman, Adat itu menyimpang dari ajaran agama dan lain-lain. Oleh sebab itu
kami menuliskan adat berladang ini agar bisa dilestarikan bagi masyarakat adat sekarang ini.
a. Asal Mula Terjadinya Benih Padi

Masyarakat adat bahkan sampai pada kehidupan sekarnag ini meyoritas penduduk di
Kecamatan Riau sebagai besar masih bergantung pada pertanian, ini sudah menjadi tradisi
secara turun-temurun dari generasi ke generasi samapi sekarang ini terutama dalam hal
membuka ladang pertanian yang menghasilakan padi,dll. Disana penduduknya mayoritas
suku Dayak dan Melayu.

Mengingat sebuah cerita yang mana cerita itu berasal dari sejarah yang turun-temurun
dari nenk moyang dampai sekarang. “ awal mulanya benih padi” sehingga sampai sekarang
ini menjadi mata pencaharian masyarakat daerah setempat. Kisah ini menceritakan dua orang
kakak beradik kandung yang berasal dari dunia kayangan. Kakak yang dikenal datok Baruang
Kulup dengan berpenduduk suku dayak dan adik berpenduduk suku Melayu.
Dimana keduanya itu adalah menetap turun kedunia untuk hidup dan merantau ke daerah.

Daerah dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Keduanya itu hidup


disuatu tempat masing-masing. Daerah dengan menganut ajaran kepercayaannya sendiri.
Sebelum mereka hendak berpisah utnuk pergi kearah tujuannya msaing-masing pada suatu
daerah atau tempat tinggal yang ingin mereka jejaki dan hidup menetap diperkampungan itu,
berkatalah siadik kepada kakanya yang bernama Datok Baruang Kulup atau yang dikenal Tok
Kulup “ saya ( adik) akan tinggal dan menetap disatu tempat didaerah pesisir di tepi pantai”
dan kakak akan menetap juga disuatu tempat pegunungan yang mana disana akan bercocok
tanam”. Dan siadik berkata kembali kepada kakaknya si datok Barunag Kulup dengan
menyebutkan peribahasanya “ Untuk Batu tenggelam, Untung sebutkan Timbul”. Dalam
artian kalau umur panjan pastikan berjumpa lagi.

Kemudian sebelum mereka akan melangkakahkan kakinya siadik bertanya lagikepada


kakaknya si Datok Baruang Kulup “ seandainya kakak mendapatkan bakalan hidup untuk
makan sehari-hari jangan lupakan adik ya kak”. Mendengar keluhan si adik in maka si datok
kulup merasa kasih dan iba tersentuh hatinya untuk membantu perbekalanadiknya yang
hendak berangkat ketujuan. Dengan begitu timbul pikiran fikiran Datok Baruang Kulup untuk
pulang kekayangan.

Maka berangkatlah sidakto Baruang Kulup untuk pergi kekayangan dengan


mengambil sebutuh benih padi dengan cara sembunyi-sembunyi karen takut diketahui oleh
kedua orang tuanya. Dengan berbagai cara dilakukan demi untuk perbekalan adiknya dan
sebutih benih padi tersebut disembunyikan kedalam bagian tubuhnya.

Setelah itu pulanglah si Datok Barung Kulup dari kayangan dengan membawa sebutir
benih padi tersebut, kemudian diberikan kepada adiknya, betapa gembira hati siadik ketika
kakaknya datang dengan selamat membawa benih padi tersebut. Dan berangkatlah sidatok
Beruang Kulup kepada adinya “ kakak berikan bibit padi ini, nenti kemudian kamu tanam
ditempat sekelilingi tanah tumbuh “. Kemudian berpisahlah kakak beradik tersebut dan
menuju tempat tujuan mereka masing-masing.

Setelah beberapa tahun kemudian dan siadik tersebut menikah, mempunyai keluarga
dan seorang anak yang hidup menetap dipesisir, setelah melakukan penanaman benih padi
yang diajari oleh kakaknya si Datok Barung Kulup, padi tersebut ditanam dan tumbuh seperti
siang dengan malam berbuah sampai pada seterusnya. Kemudian padi tersebut diberi nama “
Siti Fatimah”. Dan ini adalah sebagian nama untuk mengingat seebelum pemetikan atau
pemanenan padi, sehingga sudah menjadi tradisi adat melayu sampai sekarang ini. q

Cara Berladang :

a. Cara Bercocok Tanam Masyarakat Riau Pada Zaman Dahulu

Riau adalah salah satu Kecamatan yang di diami oleh beberapa Suku yaitu diantaranya
suku Melayu, dengan keadaan alamnya yang begitu indah dan banyak tumbuhan pohon-
pohon besar yang hidup subur. Dengan alamnya yang begitu kaya maka masyarakat adat
disana sangat pandai mengelola dan memanfaatkan keadaan yang ada itu terutama dalam hal
pertanian. Dan masyarakat adat disana tidak lupa mengikuti aturan budaya adat-istiadat yang
diteapkan oleh nenek moyang terdahulu secara turun-temurun ke generasi berikutnya.
Dimasa itu sekitar tahun 1812 masyarakat adat terdahulu sudah mulai menerapkan ladang
pertanian, terutama ladang pertanian gunung. Gunung tinggi, hutan-hutan lebat yang tidak
setarap dengan jalan selokan yang ada dan penebangan pepohonan besar dihutan, sehingga
pada waktu itu baik sekali bagai mereka untuk bercocok tanam. Sistem masyarakat adat pada
masa itu sering berpindah pindah tempat dalam hal pengelolaan bertani gunung atau hutan.
Hutan lebat yang ditemabng dan hutan tersebut hanya bisa di pergunakan untuk satu atau dua
kali dalam bertani begitu juga pada hutan lainnya. Dengan cara sistem itu maka banyak sekali
hasil yang diperoleh dari masyarakat adat tersebut. Dengan mengikuti langkah-langkah
aturan adat mereka masing-masing dan berbagi suku yang dibudidayakan oleh nenk moyang
terdahulu, meminta kepada alam agar berhasil dalam ladang pertaniannya.

Disini kita bisa melihat dan merasakan keadaan alam sekarang ini adanya hutan gundul,
banjir dan lain sebagainya. Disamping itu sistem perkembangan moderen sekarang ini
masyarakat adat khususnya sekecamatan Manyuke sudah jarang melakukan kegitan ladang
pertanian dengan cara penebangan hutan di pegunungan karena hutan tersebut sudah meulai
berkurang dan hasilnya juga kurang memadai. Bahkan untuk mayoritas masyarakat adat
penduduk ini, berladang pertanian dengan cara bersawah. Apalagi diperkembangan zaman
yang semakin moderen ini. Dengan menggunakan pupuk dan lain sebagainya dan bersawah
ini juga adalah merupakan cara yang sangat tidak membebani bagi masayrakat adat disana,
terutama dengan carara pengelolaannya sehingga langkah atau aturan adat–istiadat yang
dibudiayakan oleh nenk moyang terdahulu sedikit demi sedikit menghilang.

b. Cara Atau Langkah Yang Diambil Masyarakat Adat Melayu Dalam Membuka Ladang
Pertanian.

1. Ngawah

Ngawah adalah cara pertama kali dilakukan dalam artian mengaku bulan mulai
menebas ladang pertanian, misalnya pada hari-hari yang baikdalam bilangan bulan masehi,
satu atau dua hari dalam bulan tersebut untuk upacra adat ngawah ini yang perlu disimapkan
yaitu :

 Sirih Sekapur
 Rokok Daun
 Tembakau Jawa
 Nasi Sekapal
 Paku Sebatang

Kemudian diletakkan pada tanah yang akan menjadi ladang pertanian maka barulah kita
mulai menebas, berarti adat ini sama halnya kita meminta permisi pada penghuni hutan
tersebut. Dan jika adat ini tidak dilakukan maka hasil ladang kita akan lebih buruk. Setelah
melakukan adat ngawah biasanya yangsilakukan adalah menebas tempat perladangan dengan
cara balale.

Balale adalah suatu cara yang dilakukan secara beramai-ramai dan bergiliran atau saling
bergotong-royong.

2. Nebang

Apabila kita sudah selesai menebas barulah memulai penebangan pohon-pohon besar
yang ada dilahan tersebut dan dipotong-potong dahan atau rantingnya supaya mudah di
makan api sampai hangus apabila dibakar. Setelah kayu-kayu tersebut kering maka perlu
dibakar dahulu, agar kayu-kayu itu akan menjadi abu atau arang sehingga menjadi pupuk
padi. Sebelum membakar dibuatlah adat bubur abang, adpun bahan-bahan tersebut adalah :

 Beras
 Gula merah, garam
 Sirih sekapur
 Rokok daun
 Daun pisang

Dan selanjutnya dibikin menjadi seperti kotak lalu dipasang keempat penjuru ladang.
Setelah upacara adat bubur abang seslesai maka yang harus dilakukan adalah memumpun,
memumpun adalah mengumpulkan potongan-potongan kayu yang tidak habis dibakar oleh
api, pelaksanaannya cukup lama sampai makan waktu satu sampai dua minggu, ketika sedang
memumpun ini, biasa kita pergunakan untuk menanam sayuran-sayuran dll.

3. Morok
Morok adalah salah satu upacara yang dilakukan setelah selesai memumpun atau
membakar ulang barulah kita menaburkan benih atau menugalnya. Sebelum melaksankan
acara menugal di buat adat pemorokan terlebih dahulu adapun paraga adatnya adalah :

 Benih Padi
 Sirih Sekapur
 Nasi Kuning
 Panggang Ayam

Dengan cara membuat patok segi empat dengan ukuran 1x 1 meter dengan dibuat
patok-patok kecil dari akyu setelah itu lobang dengan ukuran yang sama 10 Cm kemudian
setiap patok ditugalkan, kemudian dibuatlah api unggun yang di taburi gula sehingga harum
keciumannya dan kemudian dibacakan doa rasul untuk meminta kepada tuhan semoga padi
tumbuh dengan baik, hidup subur dan mendapat hasil yang banyak kemudian barulah
meneruskan penugalan.

Setelah melakukan adat pemorokan barulah menuggal dilaksanakan dan ini memakai
tenaga yang benyak sekali sekitar dua puluh sampai tiga puluh orang dengan memakan waktu
sehari sampai dua hari. Waktu menugal membawa benih yang cukup banyak sekali enam
sampai tujuh gantang, tergantung pada luasnya lahan, jika bekerja bergotong royong mereka
membawa bakal sendiri-sendiri. Apabila tidak secara bergotong-royong/balale, yang
menyiapkan makanan adalah tuan ladang. Tuan ladang menyiapkan seperti kue untuk sarapan
pagi, minum dan nasi lauk pauknya apabila kira-kira sudah jam tiga sore di siapkan snack
berupa bubur atau kue yang lain. Anggota pembenih dan penugalnya harus seimbang.

4. Melao

Setelah lebih kurang satu bulan umur padi, kita sudah boleh untuk memulai
perumputan yang ada disekeliling tanaman padi tersebut, agar padi tumbuh denga subur.
Setelah umur padi satu setengah bulan itu barulah juga dilaksankannya merumput dicelah-
celah dan disekitar pohon padi tersebut dengan memakan waktu skurang-kurangnya dua
sampai tiga minggu agar padi tumbuhnya semakin baik. Setelah itu menyesek, menyesek
adalah merumput untuk yang ketiga kalinya supaya buah padi jernih, tidak banyak gabah
yang kosong dan inipun tergantung pada iklim. Apabila padi sedang murai datang musaim
kemarau maka padi itu kurang baik buahnya. Dan jika musim ada hujan ada panas padi akan
baik hasilnya.
5. Memangku Bulan

Apa bila padi sudah mulai menguning atau masak maka kita boleh mengaku bulan.
Menganku bulan adalah mematah atau memetik rumpun padi yang terbaik buahnya dari yang
lain. Ini kita menyiapkan : 1( Sirih Sekapur, 2) Nasi Kuning,3) Panggang Ayam. Dan juga
disiapkan tali untuk mengikat rumpunpadi tersebut, dan kemudian dibacakan Doa Rasul yaitu
memohon pada tuhan semoga hasil tersebut melimpah ruah, kemudian dipilih sebanyak tujuh
tangkai dan dibungkus dengan kain untuk dibawa pulang dan nasi kuning, panggang ayam itu
boleh di makan bersama keluarga dan sebagian diberikan bagi orang memanen padi tersebut.
Bergotong royong atau balale masih rutinitas dilakukan masyarakat Melayu Darit terutama
juga dalam hal mengetam padi yang sudah si dipanen. Sebelum berangkat menuju ladang
atau tempatpengetaman. Sebelum berangkat menuju ladang atau tempat pengetaman padi
terlebih dahulu sarapan pagi, yang dimaksud perut kita kenyang dan cepat juga mengisi
tempat yang kita bawa, tuan ladang memasukan setangkai padinya kemasing-masing orang
yang akan mengetam. Setelah itu barulah rombongan mengetam sendiri untuk mengisi tempat
yang dibawa, cara pengetaman padi kita harus keliling memutari perladangan itu dan
menghadap pada mata hari terbit.

6. Meres Padi

Setelah pengetaman padi selesai, barulah rombongan membawa padi pulang kerumah
tuan ladang, dan serta membawa alat-alat seperti engge,kebudang atau rampun yang atasnya
disambung dengan tikar. Padi yang sudah di panen tadi dikumpulkan dan siap untuk di irit
dengan beramai-ramai sehingga tanggal dari tangkainya, kemudian padi tersebut diayak oleh
kaum wanitanya.

Meruman adalah pekerjaan yang dilaksankan setelah padi diirit dari tangkai-
tangkainya, itu juga dilakukan oleh perempuan dengan menggunakan alat nyiru yang terbuat
dari bambu.
7. Menjemur ke Langko

Langko adalah tempat penyimpanan padi, pada langko itulah padi di jemur dan
dikeringkan selama sebulan atau dua bulan. Untuk meyimpan padi dilangko padi tersebut
diberi sirih sekapur, besi sebatang sebgai pengkeras. Kemudian padi yang pertama di ambil
untuk di jadikan beras setelah di jemur bisa ditumbuk atau digiling.

8. Syukuran

Setelah nasi dimasak diadakan acara mawai atau matik ( nasi baru ) dan kemudian
dibacakanlah doa selamat memohon syukur kepada Tuhan bahwa rezeki yang di berikan
berasal dari Dia kemudian dibagikan kepada tetangga-tetangga terdekat untuk mencicipi nasi
baru hasil ladang itu tadi.

9. Nyimpan Padi

Setelah padi kering semuanya di bawa kerumah dan disimpan. Waktu untuk
menyimpan di ber lagi besi sebatang untuk pangkaras. Sebelum mengeluarkan padi kita harus
membuat adat dengan membuat nasi kuning ,penggang ayam, maksudnya supaya padi yang
dikeluarkan ada berkatnya, dan kata mohon kepada Tuhan agar padi tersebut cukup untuk
kita menggunakannya, kemudian waktu kita mengeluarkan padi kita harus makan dahulu
supaya perut kita kenyang dan menurut hakekatnya supaya padi tersebut tidak cepat habis.
Bagi hasil panennya yang memuaskan diwajibkan untuk membayar zakat menurut Hukum
Islam.

Anda mungkin juga menyukai