Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination adalah pemeriksaan rektum
bagian bawah. Dokter menggunakan jari dalam sarung tangan yang dilumasi untuk
memeriksa adanya kelainan.
1. Wasir (haemorrhoid). Ada yang di luar (eksterna) dan di dalam (interna). Bila
diluar, langsung keliatan tanpa perlu memasukkan jari ke anus, sedangkan yang
interna, perlu memasukkan jari ke anus.
2. Tumor dubur. Dapat langsung terlihat saat pasien mengedan sebelum memasukkan
tangan, tapi apabila tumornya di dalam dan tidak terlihat, perlu memasukkan tangan
juga.
3. Trauma usus. Biasanya ada darah saat kita memasukkan jari ke anus. Tentu saja
sebelumnya pasien harus ada riwayat trauma pada daerah dada atau daerah perut.
Tapi belum diketahui traumanya disebabkan oleh usus atau otot saja. Bila di sarung
tangan kita ada darah, hampir pasti kalo pasien tsb juga mengalami trauma pada
ususnya, sehingga ususnya berdarah.
4. Gangguan prostat. Pembesaran prostat/ tumor prostat juga bisa ditegakkan tanpa
perlu periksa PSA (Prostat Spesific Antigen). Kalo periksa PSA ini perlu pake lab (lebih
mahal). Tapi untuk prostat perlu jari yang panjang dan agak menjorok masuk, karena
letak prostat di dalam.
5. Kalo didapatkan feces saat pemeriksaan, langsung fecesnya bisa diperiksa lebih
lanjut. Kalo terlihat feces berwarna hitam (melena) atau merah (hematokhezia),
kemungkinan ada perdarahan di saluran pencernaan.
Masih banyak penyakit-penyakit lain yg dpt diketahui, bahkan sampai penyakit kelamin
pun bisa diketahui.
Pertama, buka lipatan pantat sampai ketemu lubang anusnya, lalu minta pasien untuk
mengedan. Dari mengedan bisa ketahuan, kalo ada wasir atau tumor di luar. Kalo
ditemukan wasir atau tumor, jangan masukkan jari lagi karena merupakan suatu
kontraindikasi.
Selanjutnya, minta pasien tarik nafas panjang > masukkan jari telunjuk ke anus > rasakan
kekuatan otot anus (kalo meningkat atau menurun berarti ada kelainan), raba sekeliling
ototnya (jari muter) mencari ada benjolan atau sesuatu yg abnormal, lalu masuk ke
ampula rekti (kalo kolaps berarti ada kelainan), dan raba lebih jauh ke prostatnya. Kalo
udah, keluarkan jari dan lihat di sarung tangan, ada darah, feces, atau nanah tidak. Kalo
ada, oleskan pada kaca preparat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Apabila pada rectal toucher didapatkan hasil sbb, maka dicurigai :
Sumber :
http://dokteryudabedah.com/ileus-obstruktif-limufita/
http://kamuskesehatan.com/arti/pemeriksaan-colok-dubur
http://bukucadok.blogspot.com/2011/11/colok-dubur-antara-enggan-n-kudu.html
http://www.scribd.com/doc/53258595/5/TEHNIK-PEMERIKSAAN-PROSTAT-
DENGAN-COLOK-DUBUR (FK UNHAS 2011)
Hukum Operasi Menurut Agama Islam
Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari
penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di
mana dia diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut para
dokter adalah operasi. Pertanyaannya bagaimana pandangan syariat terhadap operasi
medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?
Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis dengan
syarat-syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk
meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.
Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:
Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).
Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkan
jiwa dari kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis
menjadi sebab terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.
Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada operasi
medis, tanpa operasi penyakit penderita akan memburuk dan membahayakannya, jika
tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan izin Allah berarti mereka telah
menyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas.
Adapun dari sunnah maka ada beberapa hadits yang bisa dijadikan pijakan dalam
menetapkan dibolehkannya operasi medis, di antaranya
Penatalaksanaan Ileus
Penatalaksanaan ileus obstruktif telah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Hal
ini disebabkan telah dipahaminya dengan tepat patogenesis penyakit serta perubahan
homeostasis sebagai akibat obstruksi usus.
Pada umumnya penderita mengikuti prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap,
yaitu :
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok :
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan
laparatom.
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu
mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika
harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi.
Operatif. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (denganpemasangan NGT,
infus, oksigen dan kateter)
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu :
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi dilakukan dengan mengingat beberapa kondisi atau pertimbangan.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Pasca bedah. Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompresi usus, gas dan cairan yang
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena
mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak
dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal
tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi
meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan
asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada
obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang
teliti diperlukan sampai selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca
bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada
hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan
dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
1. Adhesi
Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih
kembali.
2. Hernia Inkarserata
Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.
3. Neoplasma
Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan
reseksi radikal.
4. Askariasis
Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil
dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi
apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus
yang bersangkutan.
5. Carsinoma Colon
Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya. Apabila
obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau
Sekostomi.
6. Divertikel
Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara elektif
setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses.
7. Volvulus
Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang
terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga
berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat hidup dan
tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa
dicapai.
Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh
keluarnya flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat
dicapai sekitar 80% pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka
reseksi gelung sigmoideum yang gangrenous yang disertai dengan colostomi
double barrel atau coloctomi ujung bersama penutup tunggal rectum (kantong
Hartman) harus dilakukan.
8. Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi
barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.
Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi
berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan
bawah. Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde
dari intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut
tidak dapat direduksi atau usus tersebut ganggren.
Sumber :
http://www.scribd.com/doc/37250440/Belibis-A17-Ileus-Obstruksi
dokteryudabedah.com/ileus-obstruktif-limufita/
Pemeriksaan Radiologi
A. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Foto Polos Abdomen menjadi
salah satu alat bantu dalam mendiagnosis terjadinya gangguan pada abdomen.
Abdomen akut adalah keadaan sakit perut mendadak yang memerlukan tindakan
segera. Macam-macamnya : ileus, perforasi (kebocoran dinding usus), ascites, massa
intra abdominal.
Teknik radiografi abdomen untuk kasus abdomen akut dilakukan dalam 3 posisi :
1. Abdomen AP
- Posisi Pasien. Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di
pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki
diatur lurus.
- Posisi Objek. Aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah
pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK
mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya).
- CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
- FFD : 100 cm
- Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya
: “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
3. Abdomen LLD
- Posisi Pasien. Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk
(difleksikan), kedua tangan diletakkan ditas kepala.
- Posisi Objek. Aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah
pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada
dibelakang punggung.
- CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
- FFD : 100 cm
- Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya
: “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)
Secara singkat :
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran
35 x 43 cm.
Apa tujuan eksposi dilakukan saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh?
Pada saat tahan nafas, pergerakan usus akan berhenti, diafragma akan naik dan
gambaran abdomen akan tampak jelas.
2. Appendisitis Akut
Foto polos jarang bermanfaat kecuali terlihatnya fekalith opaque (5% pasien)
didapatkan pada kuadran kanan bawah (terutama pada anak-anak). Sehingga, X-
ray abdominal tidak rutin dilakukan kecuali terdapat keadaan lain seperti
kemungkinan adanya obstruksi usus atau adanya batu ureter.
4. Obstruksi ileus
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.
Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid
level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak
gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa
hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas
pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.
5. Peritonitis
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi. Sebelum terjadi
peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara
lain:
# Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring
bone appearance).
# Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari
air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang – panjang kemungkinan
gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra
diafragma dan air fluid level.
# Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya
air fluid level dan step ladder appearance.
Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air
fluid level, dan herring bone appearance. Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan
gambaran radiologis yaitu:
# Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang –
kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau
intestinum crassum.
# Air fluid level
# Herring bone appearance
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level
ada yang pendek – pendek (usus halus) dan panjang – panjang (kolon) karena
diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila
berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus peritonitis karena
perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih
jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.
Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran radiografi dari letak anatomi dan
fisiologi serta mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter dan blass.
- Memiliki nomor atom yang tinggi (seperti : Iodium, nomor atomnya 53), sehingga
zat kontras akan tampak putih pada jaringan.
- Non Toxic atau tidak beracun, dapat ditolerir oleh tubuh.
- Bersifat water soluble dan non ionik atau larut dalam air artinya dapat dengan
mudah diserap atau dikeluarkan dari tubuh setelah pemeriksaan.
- Efek samping ringan, seperti mual, gatal-gatal, kulit menjadi merah dan bentol-
bentol.
- Efek samping sedang, seperi edema dimuka/pangkal tenggorokan.
- Efek samping berat, seperti shock, pingsan, gagal jantung.
Sumber :
http://firzandinata.wordpress.com/2012/02/24/all-about-bno-ivp-frequently-
asked-questions/
http://firzandinata.wordpress.com/2012/02/17/teknik-radiografi-abdomen-3-
posisi-abdomen-akut/
http://ino-kekasihyanghilang.blogspot.com/2009/01/foto-polos-abdomen.html