Anda di halaman 1dari 14

COLOK DUBUR

Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination adalah pemeriksaan rektum
bagian bawah. Dokter menggunakan jari dalam sarung tangan yang dilumasi untuk
memeriksa adanya kelainan.

Beberapa penyakit yang dapat diketahui melalui pemeriksaan colok dubur :

1. Wasir (haemorrhoid). Ada yang di luar (eksterna) dan di dalam (interna). Bila
diluar, langsung keliatan tanpa perlu memasukkan jari ke anus, sedangkan yang
interna, perlu memasukkan jari ke anus.
2. Tumor dubur. Dapat langsung terlihat saat pasien mengedan sebelum memasukkan
tangan, tapi apabila tumornya di dalam dan tidak terlihat, perlu memasukkan tangan
juga.
3. Trauma usus. Biasanya ada darah saat kita memasukkan jari ke anus. Tentu saja
sebelumnya pasien harus ada riwayat trauma pada daerah dada atau daerah perut.
Tapi belum diketahui traumanya disebabkan oleh usus atau otot saja. Bila di sarung
tangan kita ada darah, hampir pasti kalo pasien tsb juga mengalami trauma pada
ususnya, sehingga ususnya berdarah.
4. Gangguan prostat. Pembesaran prostat/ tumor prostat juga bisa ditegakkan tanpa
perlu periksa PSA (Prostat Spesific Antigen). Kalo periksa PSA ini perlu pake lab (lebih
mahal). Tapi untuk prostat perlu jari yang panjang dan agak menjorok masuk, karena
letak prostat di dalam.
5. Kalo didapatkan feces saat pemeriksaan, langsung fecesnya bisa diperiksa lebih
lanjut. Kalo terlihat feces berwarna hitam (melena) atau merah (hematokhezia),
kemungkinan ada perdarahan di saluran pencernaan.

Masih banyak penyakit-penyakit lain yg dpt diketahui, bahkan sampai penyakit kelamin
pun bisa diketahui.

Bagaimana cara melakukan pemeriksaan ? (singkat)

Pertama, buka lipatan pantat sampai ketemu lubang anusnya, lalu minta pasien untuk
mengedan. Dari mengedan bisa ketahuan, kalo ada wasir atau tumor di luar. Kalo
ditemukan wasir atau tumor, jangan masukkan jari lagi karena merupakan suatu
kontraindikasi.

Selanjutnya, minta pasien tarik nafas panjang > masukkan jari telunjuk ke anus > rasakan
kekuatan otot anus (kalo meningkat atau menurun berarti ada kelainan), raba sekeliling
ototnya (jari muter) mencari ada benjolan atau sesuatu yg abnormal, lalu masuk ke
ampula rekti (kalo kolaps berarti ada kelainan), dan raba lebih jauh ke prostatnya. Kalo
udah, keluarkan jari dan lihat di sarung tangan, ada darah, feces, atau nanah tidak. Kalo
ada, oleskan pada kaca preparat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Apabila pada rectal toucher didapatkan hasil sbb, maka dicurigai :

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease


- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

Sumber :

http://dokteryudabedah.com/ileus-obstruktif-limufita/

http://kamuskesehatan.com/arti/pemeriksaan-colok-dubur

http://bukucadok.blogspot.com/2011/11/colok-dubur-antara-enggan-n-kudu.html

http://www.scribd.com/doc/53258595/5/TEHNIK-PEMERIKSAAN-PROSTAT-
DENGAN-COLOK-DUBUR (FK UNHAS 2011)
Hukum Operasi Menurut Agama Islam
Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari
penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di
mana dia diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut para
dokter adalah operasi. Pertanyaannya bagaimana pandangan syariat terhadap operasi
medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?

Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis dengan
syarat-syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk
meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.
Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:

Firman Allah, “Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Al-Maidah: 32).

Dalam ayat ini Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkan
jiwa dari kematian dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis
menjadi sebab terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.

Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada operasi
medis, tanpa operasi penyakit penderita akan memburuk dan membahayakannya, jika
tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan izin Allah berarti mereka telah
menyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas.

Adapun dari sunnah maka ada beberapa hadits yang bisa dijadikan pijakan dalam
menetapkan dibolehkannya operasi medis, di antaranya

1. Hadits hijamah (berbekam)


Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari).
Dari Jabir bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, “Aku tidak meninggalkan
tempat ini sebelum kamu berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
‘Padanya terdapat kesembuhan”. (HR. Al-Bukhari).

Hadits tersebut menetapkannya disyariatkannya hijamah dan sudah dimaklumi


bahwa hijamah dilakukan dengan membedah atau menyayat tempat tertentu pada
tubuh untuk menyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi disyariatkannya hijamah
merupakan dasar dibolehkannya membedah tubuh untuk membuang penyakit atau
penyebab penyakit.

2. Hadits Jabir bin Abdullah


Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin
Kaab maka tabib tersebut memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan
besi panas”. (HR. Muslim).
Dalam hadits ini Nabi SAW menyetujui apa yang dilakukan oleh tabib tersebut
terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah salah satu
bentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu.
Kemudian dari sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada operasi yang tidak
lepas dari dua kemungkinan yaitu menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan,
pertimbangan yang dalam kondisi tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka
tidak ada alasan yang rajih menolak operasi medis.

Penatalaksanaan Ileus
Penatalaksanaan ileus obstruktif telah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Hal
ini disebabkan telah dipahaminya dengan tepat patogenesis penyakit serta perubahan
homeostasis sebagai akibat obstruksi usus.

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi


untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan
penyebab ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh
perlengketan.

Pada umumnya penderita mengikuti prosedur penatalaksanaan dalam aturan yang tetap,
yaitu :

Persiapan penderita. Persiapan penderita berjalan bersama dengan usaha menegakkan


diagnosa obstruksi ileus secara lengkap dan tepat. Sering dengan persiapan penderita
yang baik, obstruksinya berkurang atau hilang sama sekali. Persiapan penderita meliputi
:

1. Dekompressi usus, untuk menghilangkan peregangan dan muntah.


2. Koreksi elektrolit dan keseimbangan asam basa.
3. Atasi dehidrasi.
4. Mengatur peristaltik usus yang efisien berlangsung selama 4-24 jam sampai
saatnya penderita siap untuk operasi.

Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk dua alasan :

1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.


2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan, sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen dan kemungkinan ancaman vaskular.

Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok :

1. Pendek, hanya untuk lambung.


2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.

Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan
laparatom.

Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu
mudah membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika
harus diberikan pada semua pasien ileus obstruksi.

Operatif. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah pembedahan
sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (denganpemasangan NGT,
infus, oksigen dan kateter)

Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu :

a. Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.


b. Bagaimana keadaan/fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c. Apakah ada risiko strangulasi.
Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang
ditolong dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1%
pada 24 jam pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi dilakukan dengan mengingat beberapa kondisi atau pertimbangan.
Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.

Tindakan bedah yang dilakukan pada ileus obstruktif adalah sbb :

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah


sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi
ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena
penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca
sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, lalu dilakukan reseksi usus
dan anastomosis.

Pasca bedah. Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompresi usus, gas dan cairan yang
terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh karena
mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat diperlukan. Pasca bedah tidak
dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal, walaupun terdengar bising usus. Hal
tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi
meninggi dan absorpsi sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai diare pasca bedah.
Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit serta menjaga keseimbangan
asam basa darah dalam batas normal tetap dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada
obstruksi yang lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang
teliti diperlukan sampai selama 6 – 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca
bedah adalah toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada
hari ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan disesuaikan
dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

Beberapa tindakan bedah tergantung dari etiologi masing-masing :

1. Adhesi
Pada operasi, perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih
kembali.

2. Hernia Inkarserata
Dapat dilakukan Herniotomi untuk membebaskan usus dari jepitan.

3. Neoplasma
Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus
dipulihkan kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan
reseksi radikal.

4. Askariasis
Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil
dapat dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi
apabila usus sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus
yang bersangkutan.

5. Carsinoma Colon
Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya. Apabila
obstruksi mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau
Sekostomi.

6. Divertikel
Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara elektif
setelah divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan
colostomy serendah mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon
sigmoideum. Untuk memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah
peradangan lebih lanjut pada tempat abses.

Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartman dengan colostomy


sementara. Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko tinggi gangguan
penyembuhan luka anastomosis yang dibuat primer dilingkungan radang.
Prosedur Hartman jauh lebih aman karena anastomosis baru dikerjakan setelah
rongga perut dan lapangan bedah bebas kontaminasi dan randang.

7. Volvulus
Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang
terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga
berefek fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat hidup dan
tidak terdistensi tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa
dicapai.

Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh
keluarnya flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat
dicapai sekitar 80% pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka
reseksi gelung sigmoideum yang gangrenous yang disertai dengan colostomi
double barrel atau coloctomi ujung bersama penutup tunggal rectum (kantong
Hartman) harus dilakukan.

8. Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi
barium enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.

Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi
berupa eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan
bawah. Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde
dari intusussepsi secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut
tidak dapat direduksi atau usus tersebut ganggren.

Sumber :

http://www.scribd.com/doc/37250440/Belibis-A17-Ileus-Obstruksi

dokteryudabedah.com/ileus-obstruktif-limufita/

Pemeriksaan Radiologi
A. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Foto Polos Abdomen menjadi
salah satu alat bantu dalam mendiagnosis terjadinya gangguan pada abdomen.
Abdomen akut adalah keadaan sakit perut mendadak yang memerlukan tindakan
segera. Macam-macamnya : ileus, perforasi (kebocoran dinding usus), ascites, massa
intra abdominal.

Teknik radiografi abdomen untuk kasus abdomen akut dilakukan dalam 3 posisi :

1. Abdomen AP
- Posisi Pasien. Pasien supine diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh berada di
pertengahan meja. kedua tangan diatur lurus disamping tubuh dan kedua kaki
diatur lurus.
- Posisi Objek. Aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah
pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. Pelvis TIDAK
mengalami rotasi (terlihat dari kedua SIAS berjarak sama dikedua sisinya).
- CR : vertikal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
- FFD : 100 cm
- Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya
: “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

2. Abdomen Setengah Duduk


- Posisi Pasien. Pasien duduk diatas meja pemeriksaan dengan menempatkan
MSP tubuh sejajar kaset, kedua tangan lurus disamping tubuh dan kedua kaki
diatur lurus.
- Posisi Objek. Kaset berada dibelakang tubuh pasien, aturlah kaset dengan
batas atas procxypoid dan batas bawahnya simfisis pubis, pelvis dan shoulder
TIDAK mengalami rotasi.
- CR : horisontal tegak lurus ke kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista
iliaca (umbilikus)
- FFD : 100 cm
- Jangan lupa memakai grid. Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah
ekspirasi penuh (aba-abanya : “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!”
lalu ekspos.)

3. Abdomen LLD
- Posisi Pasien. Pasien tidur miring ke sisi kiri, kedua genue ditekuk
(difleksikan), kedua tangan diletakkan ditas kepala.
- Posisi Objek. Aturlah kaset agar batas atas kaset pada diafragma, batas bawah
pada simfisis pubis dan crista iliaca berada dipertengahan. kaset berada
dibelakang punggung.
- CR : horizontal sejajar kaset, pusat sinar diatur sejajar dengan crista iliaca.
- FFD : 100 cm
- Lakukan eksposi saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh (aba-abanya
: “buang nafas….. tahan!!!” atau “tahan nafas!!!” lalu ekspos.)

Secara singkat :
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.

Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran
35 x 43 cm.

Tujuan dari masing-masing posisi adalah sbb :

- Abdomen AP. Memperlihatkan ada/tidaknya penebalan/distensi pada kolon


yang disebabkan karena massa atau gas pada kolon itu.
- Abdomen setengan duduk. Untuk menampakkan udara bebas dibawah
diafragma.
- Abdomen LLD. Untuk memperlihatkan air fluid level atau udara bebas yang
mungkin terjadi akibat perforasi kolon.

Mengapa dibuat foto LLD bukan RLD ?


Supaya terpisah dengan udara di lambung. Pada pasien tersangka kebocoran dinding
usus, udara akan berada pada permukaan teratas. Jika dibuat foto RLD, udara bebas
itu akan tampak menyatu/bercampur dengan udara diusus sehingga patologisnya
sulit dinilai.

Apa tujuan eksposi dilakukan saat pasien tahan nafas setelah ekspirasi penuh?
Pada saat tahan nafas, pergerakan usus akan berhenti, diafragma akan naik dan
gambaran abdomen akan tampak jelas.

Penggunaan Foto Polos Abdomen


1. Kolelitiasis (Gallbladder Stones)
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa
jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus
besar, di fleksura hepatika.

2. Appendisitis Akut
Foto polos jarang bermanfaat kecuali terlihatnya fekalith opaque (5% pasien)
didapatkan pada kuadran kanan bawah (terutama pada anak-anak). Sehingga, X-
ray abdominal tidak rutin dilakukan kecuali terdapat keadaan lain seperti
kemungkinan adanya obstruksi usus atau adanya batu ureter.

3. Gagal Ginjal Akut


Foto polos abdomen, dengan tomography jika perlu, adalah teknik skrining awal
pada pasien yang dicurigai mempunyai batu saluran kemih.

4. Obstruksi ileus
Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level”
pada foto polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.

Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran “step ladder dan air fluid
level” terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak
gas. Jika terjadi stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa
hilangnya mukosa yang reguler dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas
pada foto thoraks tegak menunjukkan adanya perforasi usus. Penggunaan kontras
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

5. Peritonitis
Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi. Sebelum terjadi
peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif
maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara
lain:
# Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal
daerah obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring
bone appearance).
# Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari
air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek
berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang – panjang kemungkinan
gangguan di kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra
diafragma dan air fluid level.
# Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya
air fluid level dan step ladder appearance.

Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air
fluid level, dan herring bone appearance. Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan
gambaran radiologis yaitu:
# Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang –
kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau
intestinum crassum.
# Air fluid level
# Herring bone appearance
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level
ada yang pendek – pendek (usus halus) dan panjang – panjang (kolon) karena
diameter lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila
berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus peritonitis karena
perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih
jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).

Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan


foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum,
pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah :
# Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang,
dan kekaburan pada cavum abdomen.
# Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan
sabit (semilunair shadow).
# Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan
dinding abdomen.

Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.

Perbedaan FPA dan BNO


Foto Polos Abdomen BNO (Blass Nier Oversich)
- Foto didaerah abdomen untuk melihat - Foto didaerah abdomen untuk melihat
Gastro Intestinal. tractus urinaria dari nier (ginjal)
- Indikasi pemeriksaan ini salah satunya hingga blass (kandung kemih).
adalah untuk melihat ada atau tidaknya - Pemeriksaan dilakukan DENGAN
udara bebas dalam rongga perut. PERSIAPAN.
- Pemeriksaan lengkapnya ada ABDOMEN - Biasanya indikasi pemeriksaan ini
3 POSISI. adalah batu ginjal.
- Foto abdomen diperlukan untuk indikasi - Pemeriksaan kompleksnya adalah
abdomen akut yaitu pemeriksaan yang BNO IVP yang menggunakan media
memerlukan tindakan segera. kontras.
B. BNO
BNO satu istilah medis dari bahasa Belanda yang merupakan kependekan dari Blass
Nier Overzicht (Blass = Kandung Kemih, Nier = Ginjal, Overzicht = Penelitian). Dalam
bahasa Inggris, disebut juga KUB (Kidney Ureter Blass). Jadi, BNO adalah suatu
pemeriksaan didaerah abdomen atau pelvis untuk mengetahui kelainan-kelainan
pada daerah tersebut khususnya pada sistem urinaria.

Kegunaan foto BNO :


- Mendeteksi penyakit pada sistem urinaria, misalnya batu ginjal (pada foto
rontgen, batu ginjal akan terlihat opaque : putih).
- Sebagai plain photo (foto pendahuluan) pada rangkaian pemeriksaan BNO IVP.
BNO IVP atau Intra Venous Pyelography merupakan pemeriksaan radiografi pada
sistem urinaria (dari ginjal hingga blass) dengan menyuntikkan zat kontras melalui
pembuluh darah vena.

Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran radiografi dari letak anatomi dan
fisiologi serta mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter dan blass.

Indikasi pemeriksaan IVP antara lain nephrolithiasis (batu ginjal), vesicolithiasis


(batu vesica urinari), nefritis (radang ginjal), cystitis (radang vesica urinari),
ureterolithiasis (batu ureter), tumor, hipertrofi prostat.

Syarat bahan kontras :

- Memiliki nomor atom yang tinggi (seperti : Iodium, nomor atomnya 53), sehingga
zat kontras akan tampak putih pada jaringan.
- Non Toxic atau tidak beracun, dapat ditolerir oleh tubuh.
- Bersifat water soluble dan non ionik atau larut dalam air artinya dapat dengan
mudah diserap atau dikeluarkan dari tubuh setelah pemeriksaan.

Efek samping dari penggunaan bahan kontras :

- Efek samping ringan, seperti mual, gatal-gatal, kulit menjadi merah dan bentol-
bentol.
- Efek samping sedang, seperi edema dimuka/pangkal tenggorokan.
- Efek samping berat, seperti shock, pingsan, gagal jantung.

Sumber :

http://firzandinata.wordpress.com/2012/02/24/all-about-bno-ivp-frequently-
asked-questions/

http://firzandinata.wordpress.com/2012/02/17/teknik-radiografi-abdomen-3-
posisi-abdomen-akut/

http://ino-kekasihyanghilang.blogspot.com/2009/01/foto-polos-abdomen.html

Anda mungkin juga menyukai