Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mahluk hidup membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup. Oleh
karena itu diperlukan adanya pengolahan makanan yang tepat. Pengolahan
makanan adalah kumpulan metode dan teknik yang digunakan untuk
mengubah bahan mentah menjadi makanan atau mengubah makanan menjadi
bentuk lain untuk konsumsi oleh manusia atau hewan di rumah atau oleh
industri pengolahan makanan. Proses pengolahan makanan biasanya
dilakukan seminimal mungkin atas sesuai kebutuhan. Hal tersebut dilakukan
untuk meminimalkan hilangnya kandungan gizi dalam makanan tersebut.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat
penting bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan keseharian manusia tidak
bisa lepas dari pangan. Oleh karena itu, banyak produsen berlomba-lomba untuk
memproduksi pangan yang berkualitas yaitu pangan yang aman, sehat, dan
bergizi. Perkembangan teknologi juga mendorong perkembangan dunia pangan
karena dengan kesibukan aktifitas manusia yang hanya memiliki sedikit waktu
untuk melakukan pengolahan pangan maka kini muncul teknologi untuk pangan
cepat saji. Oleh karena itu, kini banyak makanan kemasan atau makanan instan
yang telah mengalami proses pengawetan yang memiliki banyak manfaat bagi
masyarakat.
Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan
perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang
aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan
pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang
meliputi penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan,
kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan). Di satu sisi pengolahan dapat
menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman,
bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan

1
juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawatoksik
sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan
perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang
diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak
disukai. Dengan demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu
pengolahan agar apa-apa yang diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan
ditekan sampai minimal. Untuk itulah pentingnya pengetahuan akan pengaruh
pengolahan terhadap nilai gizi dan keamanan pangan. Walaupun demikian,
hal yang lebih penting adalah bagaimana seharusnya melakukan suatu pengolahan
pangan agar bahan pangan yang kita hasilkan bernilai gizi tinggi dan aman.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pengolahan makanan?
2. Bagaimana pengolahan makanan dengan suhu tinggi?
3. Bagaimana pengolahan makanan dengan suhu rendah?
4. Bagiaman pengolahan makana dengan cara pengeringan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengolahan makanan
2. Untuk mengetahui pengolahan makanan dengan suhu tinggi
3. Untuk mengetahui pengolahan makanan dengan suhu rendah
4. Untuk mengetahui pengolahan makana dengan cara pengeringan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pengolahan Bahan Makanan


Pengertian mengolah atau memasak adalah menghantarkan panas ke dalam
makanan atau proses pemanasan bahan makanan. Proses termal (thermal process)
termasuk ke dalam proses pengawetan yang menggunakan energi panas.
Tujuan utama proses termal adalah mematikan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas
dengan kemasan yang hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas jar. Proses
termal merupakan salah satu proses penting dalam pengawetan pangan untuk
mendapatkan produk dengan umur simpan yang panjang. Perambatan panas dari
sumber panas ke dalam bahan makanan melalui 3 cara yaitu:
a. Konduksi
Merupakan perambatan panas melalui benda perantara yang saling
bersentuhan dengan bahan makanan yang dimasak. Contoh, Ketika
kita memasak dengan griddle, teflon, merebus dengan panci,
menggoreng dengan wajan.
b. Konveksi
Merupakan perambatan panas melalui benda perantara dimana panas dari
benda perantara tersebut ikut berpindah.Contoh, Membakar dalam oven.
c. Radiasi
Merupakan perambatan panas melalui pancaran langsung dari sumber
panas ke bahan makanan yang dimasak, panas langsung kebagian dalam
bahan makanan kemudian menyebar ke seluruh bagian makanan. Contoh,
Memasukkan makanan yang disimpan dalam oven ke dalam microwave,
makanan akan lebih cepat panas pada bagian luar dan dalam.

Proses pengolahan makanan biasanya dilakukan seminimal mungkin atau


sesuai kebutuhan, untuk meminimalkan hilangnya kandungan gizi dalam makanan
tersebut

3
2.2 Pengolahan Bahan Makanan Dengan Suhu Tinggi
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan
pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-
cara pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat
makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian
suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada
kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar
mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman
karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri
Clostridium botulinum.
Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan
makanan, meskipun disimpan dalam wadah tertutup.Lamanya pemberian panas
dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan
serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan
yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di dalamnya.
Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.Efek yang
ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.Makin
tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan
untuk mematikan mikroba.
Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan,
penggorengan, maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan
menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial dimana penggunaan
panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.

Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,
yaitu :
a. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan
kesehatan manusia harus dimatikan
b. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan
c. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.

4
Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum
dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.
1. Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan
pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama
beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang
digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit.Contoh blansing misalnya
mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 –5 menit atau
mengukusnya selama 3 – 5 menit.Tujuan utama blansing ialah menginaktifan
enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian
dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling
tahan terhadap panas.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan
yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran
dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing
yaitu membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam
bahan mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman,
sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan
vakum yang baik dalam “headspace” kaleng. melayukan atau melunakkan
jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah
menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki menghilangkan lendir pada
beberapa jenis sayur- sayuran memperbaiki warna produk, a.l. memantapkan
warna hijau sayur-sayuran.

Blancing sayuran

5
2. Pasteurisasi
Merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu
tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri
penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan
pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan pangan yang telah
dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
a. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan
pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari
kesehatan masyarakat
b. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan
menginaktifkan enzim.
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada
bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan
simpannya tidak lama.Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan
pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam
lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan
pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan
lainnya, misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu
yang digunakan di bawah 100o C. Contohnya :
- pasterurisasi susu umumnya dilakukan pada suhu 61 - 63oC selama 30 menit
- pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74oC selama 15 – 30 menit.

6
Proses Pateurisasi

3. Sterilisasi
Perkataan steril mengandung pengertian :
1. Tidak ada kehidupan
2. Bebas dari bakteri patogen
3. Bebas dari organisme pembusuk
4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan,
tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan
dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-
sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba han sehingga tetap bernilai
gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu :
1. Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan
musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang
dipanaskan
2. Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua
mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.

7
Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba
tertentu yang tahan suhu tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan
yang normal tidak dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi
kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak.
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta
sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya
diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC atau ekivalennya ,
artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas.
Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng,
gelas) dan bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan
dalam autoklaf akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama
pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan kualitas yang tidak
diinginkan.Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna
agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan
kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril
komersial .Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah
kira-kira 2 tahun.Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan
akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-
sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.

Proses sterilisasi
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan
pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah.
Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging,
susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan

8
pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium
botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam
makanan kaleng.Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan
pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu
121,1 oC selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan
dalam autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri
patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan
sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal,
yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi
(sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang
sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang
biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri
Bacillus stearothermophillus.

Keuntungan dan Kerugian Pemanasan pada Proses Termal


a. Keuntungan Pemanasan Proses Termal
1. Destruksi senyawa beracun (toksin) dan antinutrisi (seperti antitripsin)
2. Meningktakan citarasa dan karateristik sifat organoleptik yang diinginkan
(cita rasa dan bau)
3. Meningkatkan daya cerna protein dan gelatinasi pati
b. Kerugian Pemanasan pada Proses Termal baik secara konvenional, HTST
(High Temperatur Short Time), UHT (Ultra High Temperatur),
maupun teknik proses aseptik mengakibatkan sejumlah destruksi atau
kerusakan beberapa atribut mutu.

Klasifikasi Proses Termal


Berikut ini adalah bagan klasifikasi proses termal secara garis besar :
1. Penggunaan uap air/air panas: Pemasakan, blansing. Pasteurisasi,
sterilisasi, evaporasi, ekstruksi
2. Penggunaan udara panas: Pemanggangan, penyangraian, pengeringan
3. Penggunaan minyak panas: Penggorengan

9
4. Penggunaan energi radiasi: gelombang mikro, radiasi infra merah, radiasi
ionisasi

Efek Proses Termal


a. Aktivitas Mikroba
Proses termal digunakan terutama untuk menghilangkan atau
menurunkan sejumlah mikroba sampai batas yang dapat diterima dan
menghasilkan kondisi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen dan
pembusuk
b. Aktivitas Enzim
Beberapa enzim (peroksidase, lipoksigenasi, dan pektinesterase) jika tidak
diinaktivasi menyebabkan perubahan mutu produk pangan selama
penyimpanan. Ketidakcukupan panas untuk inaktivasi enzim dapat menyebabkan
masih terdapat residu aktivitas enzim.
c. Nilai Nutrisi
Pada proses blansing, kehilangan zat gizi dapat mencapai 40% untuk
mineral dan vitamin (terutama vitamin c), 35% gula, 20% protein, dan asam
amino. Selain nutrisi, senyawa toksik juga mengalami penurunan baik
karena larut dalam air pemblansing maupun inaktif karena panas.
d. Sifat Organoleptik
Pada proses termal terjadi perubahan sifat organoleptik produk,
seperti denaturasi protein, pelelehan, dan restrukturisasi lemak, serta gelatinisasi
pati yang kesemua itu dapat menyebabkan perubahan tekstur dan cita rasa produk.
Perubahan lainnya yang terjadi seperti warna dan flavor yang juga berperan
terhadap sifat organoleptik produk. Selain itu, reaksi yang terjadi selama proses
termal yaitu reaksi Maillard dan karamelilsasi yang juga berperan terhadap
perubahan cita rasa produk

10
2.3 Pengolahan Bahan Makanan Dengan Suhu Rendah
Pengolahan dengan suhu rendah dibedakan atas refrigerasi dan pembekuan.
Refrigerasi adalah penyimpanan pada suhu tubuh di atas titik beku antara -20C
sampai -160C. Suhu dalam lemari es umumnya berkisar antara 40C – 80C, tetapi
unit-unit pendingin komersial biasanya memiliki suhu yang lebih rendah
bergantung pada jenis produk yang akan disimpan. Hal ini dimungkinkan karena
bahan pangan umumnya memiliki titik beku sekitar -2,20C.
Pengawetan dengan pembekuan dilakukan dengan cara menyimpan
makanan dalam keadaan beku, dan suhu penyimpanan yang baik adalah -180C.
Daya tahan simpan makanan yang disimpan dengan refregerasi berkisara
antara beberapa hari sampai beberapa minggu bergantung pada jenis bahan
makanan. Dengan pembekuan makanan dapat ditahan antara beberapa bulan
sampai beberapa tahun.
Pada suhu rendah, kecepatan pertumbuhan mikroorganisme serta kecepatan
reaksi-reaksi dan biokimia akan berlangusng lebih lambat sehingga kerusakan
akan diperlambat.
Pada suhu di atas 100C mikroorganisme pembusuk tumbuh lebih cepat.
Beberapa jenis mikroorganisme penghasil toksin masih dapat tumbuh sampai
suhu 30C meskipun lambat. Pada suhu 40C – 90C masih ada mikroorganisme yang
dapat tumbuh pada makanan, karena tidak seluruhnya makanan tersebut beku.
Mikroorganisme tersebut adalah jenis psikotrof, tetapi dapat melakukan
pembusukan pada suhu 40C. Pada suhu -90C pertumbuhannya akan dihambat
secara nyata sehingga jumlah populasinya makin lama akan semakin sedikit.
Dengan suhu rendah tidak mematikan semua mikroorganisme yang ada, karena
begitu suhu dinaikkan maka mikroba akan tumbuh dan berkembangbiak dengan
pesat.

Perlakuan sebelum pendinginan dan pembekuan


A. Perlakuan pada refrigerasi (pendinginan) adalah sebagai berikut :
1. Pendinginan Pendahuluan
a. Pada Hewan

11
Setelah pemanenan pada hewan segera dilakukan pemotongan
biasanya suhu hewan yang dipotong sekitar 380C dan suhu ini harus segara
diturunkan dengan cepat hingga 20C. Pada suhu ini kualitas daging sapi
dapat dipertahankan selama 8 hari. Untuk daging kambing 6 hari dan
daging anak sapi 6 hari.
Dalam proses pendinginan karkas akan kehilangan berat hampir 2 %,
disebabakan oleh kehilangan air. Jika kelembaban relatif di dalam ruang
penyimpanan > 90%, daging akan bercendawan. Jika kelembaban < 90%
maka karkas akan kehilangan berat berlebihan. Cendawan dan pembentuk
lendir dalam karkas yang didinginkan dalam ruang penyimpanan dapat
dicegah dengan menggunakan sinar UV (Ultra Violet). Ikan segar lebih
mudah rusak dibandingkan dengan daging. Pada penangkapan ikan perlu
segara dilakukan penyimpanan dengan es. Penyimpanan ikan dalam es
memperlambat proses, akan tetapi daging ikan akan menjadi lunak,
warnah cerah dari kulitnya akan berubah kusam. Cita rasa ikan segar akan
hilang. Bau yang tajam akan timbul. Kerang jika didinginkan sampai suhu
es dapat disimpan selama 1 minggu. Udang, lobster dan kepiting sangat
mudah sekali rusak. Lobster seringkali disimpan dalam keadaan hidup di
dalam air laut. Perendaman dalam air tawar akan mempercepat
kematiannya.
b. Pada Nabati
Pemanenan buah-buahan dan sayuran maka hasil penen diletakkan di
tempat yang teduh, ditutup dengan daun-daun dan diperciki denga air.
Pada Negara yang sudah maju pendinginan pendahuluan pada buah dan
sayuran dilakukan dengan alat hydro-cooler yaitu dengan menyemprotkan
air dingin pada bahan panenan. Air yang digunakan kadang juga dicampur
dengan zat-zat disinfektan untuk membunuh mikroorganisme yang
menempel pada permukaan. Selanjutnya panenan diangkut dengan truk
atau kereta api yang dilengkapi dengan pendingin ke gudang-gudang
penyimpanan. Untuk mempertahankan kualitas produk, suhu rendah ini
harus dipertahankan terus selama penyimpanan, pengangkutan ke pasar,

12
penyimpanan di pedagang atau pengecer bahkan selama penyimpanan di
kosumen.
2. Pembersihan
Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat. Cara
pembersihan bias beraneka ragam antara lain, dicuci dengan air dingin atau air
panas, direndam kemudian diagitasi dengan cara mekanis atau vibrasi ultrasonic,
disemprot dengan air bertekanan tinggi, disikat atau dilap. Trimming yaitu
membuang bagian-bagian yang tidak dikehendaki seperti pemisahan daun,
kelobot, polong, bagian-bagian yang cacat, memar, atau bterpotong, bagian-
bagian yang tidak dapat dimakan seperti biji, kulit, dan lain-
lain.Grading dan sortasi bertujuan memisahkan produk berdasarkan criteria
tertentu seperti ukuran, bentuk, warna, berat, jenis, derajat kematangan dan lain-
lain. Pengemasanbertujuan untuk melindungi produk dan memudahkan
penanganan dalam penyimpanan transportasi dan pemasaran.

B. Pembekuan
Tujuan perlakuan pendahuluan adalah untuk mempertahankan mutu buah
dan sayuran selama pembekuan dan penyimpanan beku, dengan cara mengurangi
kerusakan selama pembekuan dan penyimpanan beku. Pembekuan tidak dapat
memperbaiki mutubahan pangan.
1. Seleksi Bahan
Pembekuan tidak dapat memperbaiki mutu bahan pangan, tetapi hanya
dapat mengawetkan mutu asli dari bahan pangan tersebut. Oleh sebab itu mutu
bahan pangan yang akan dibekukan harus lah dalam keadaan paling baik (prime
condition). Buah dan sayuran haruslah dipilih pada dasar kematangan yang paling
cocok untuk dibekukan.
Buah harus dalam keadaan cukup keras dan matang; sayuran harus dalam
keadaan segar lapang (gardep fresh), lembut dan dalam keadaan matang yang
seragam untuk kebutuhan memasak.
2. Persiapan Bahan

13
Beberapa tahap dilakukan dalam menyiapkan bahan pangan sebelum
dibekukan, termasuk pencucian untuk mereduksi jumlah mikroba melepaskan
tangkai buah, mengupas kulit dan bagian yang tidak dimakan serta memotong
buah dalam bentuk yang diinginkan. Buah yang kecil seperti "strawberry" dapat
dibekukan dalam keadaan utuh atau bulat-bulat. Buah yang besar dipotong dua
atau lebih. Ada juga buah yang diserut atau dihancurkan manjadi pasta, misalnya
advokat. Buah dapat diberi pemanis sebelum di bekukan.
3. Blansir
Blansir adalah proses pemanasan dengan suhu tinggi (80 – 100 derajat C),
dengan menggunakan uap atau air Panas. Blansir umumnya dilakukan terhadap
buah dan sayuran. Tujuan proses blansir adalah sebagai berikut:
a. Menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat dalam buah dan sayuran
yang dapat menyebabkan perubahan flavor dan rasa serta warna selama
penyimpanan. Menurut Desrosier dan Desrosier (1977), enzim masih
dapat mempertahankan aktifitasnya pada suhu serendah -730 derajat C,
walaupun pada suhu tersebut kecepatan reaksinya sangat rendah. Oleh
karena itu penyebab kerusakan buah-buahan dan sayuran selama
pembekuan, penyimpanan beku dan thawing sebagian besar disebabkan
oleh aktifitas enzim.
b. Wengerutkan dan melemaskan bahan pangan, sehingga memudahkan
pengolahan selanjutnya.
c. Menurunkan kontaminasi mikroba awal.
d. Menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan bahan dan mengusir
udara atau mengurangi kadar oksigen dari jaringan bahan pangan.

4. Mencegah perubahan warna.


Perubahan warna yang utama pada sayuran dan buah-buahan disebabkan
oleh reaksi browning (pencoklatan). Reaksi pencoklatan terdiri atas pencoklatan
(browning) enzimatis dan non enzimatis. Browning enzimatis disebabkan oleh
aktifitas enzim phenolase dan poliphenolase. Pada buah dan sayuran utuh, sel-
selnya masih utuh, sehingga substrat yang terdiri atas senyawa-senyawa fenol

14
terpisah dari enzim phenolase sehingga tidak terjadi reaksi browning. Apabila sel
pecah akibat terjatuh/memar atau terpotong (pengupasan, pengirisan) substrat dan
enzim akan bertemu pada keadaan aerob (terdapat oksigen) sehingga terjadi reaksi
browning enzimatis. Pembentukan warna coklat disebabkan oksidasi senyawa-
senyawa fenol dan polifenol oleh enzim fenolase dan polifenolase membentuk
quinon, yang selanjutnya berpolimerisasi membentuk melanin (pigmen berwarna
coklat). Untuk terjadinya reaksi browning enzimatis diperlukan adanya 4
komponen fenolase dan polifenolase (enzim), senyawa-senyawa fenol dan
polifenol (substrat), oksigen dan ion tembaga yang merupakan sisi aktif enzim.
Untuk menghindari terjadinya reaksi browning enzimatis dapat dilakukan dengan
mengeliminasi (menghilangkan) salah satu atau beberapa komponen tersebut.
Browning non enzimatik terutama disebabkan reaksi Maillard, yaitu reaksi yang
terjadi antara gula pereduksi (melalui sisiketon dan aldehid yang reaktif)
dengan asam-amino (melalui gugus amina). Reaksi ini banyak terjadi selama
penyimpana bahan pangan. Reaksi non enzimatik browning yang lain adalah
karamelisasi dan oksidasi asam askorbat.

Kerusakan Akibat Suhu Rendah


Kerusakan karena penyimpanan dingin dapat dibedakan atas 3 golongan
yaitu Chiling injury, kerusakan fisiologis dan kerusakan serangan
penyakit. Chiling injury pada komiditi-komiditi yang peka terhadap suhu rendah
umumnya terjadi bila produk-produk itu di simpan pada suhu dibawah 15oC,
tetapi suhu pada gejala Chiling injury ini berbeda-beda untuk setiap komuditi.
Gejala-gejala Chiling injury adalah tampak jaringan-jaringan yang keropos
yang ditimbulkan oleh rusaknya sel-sel dibawah kulit, terdapat bercak-bercak
yang berwarna gelap, selain itu juga sering tampak pencoklatan dari jaringan
daging buah. Pencoklatan terjadi di sebabkan reaksi antara enzim phenolase
dengan senyawa phenol. Enzim-enzim ini tersimpan dalam vakuola, karena
kerusakan pada jaringan sel maka enzim akan berhamburan dan kontak dengan
substratnya. Suatu gejala lain yang sering di jumpai adalah pada buah yang
dipanen terlalu muda tidak akan masak atau pemasakannya tidak merata.

15
Pada sayuran berdaun dan papaya kerusakan bisa tampak sebagai jaringan
yang berair, gejala-gejala Chiling injury biasanya tampak saat produk disimpan
pada suhu rendah tetapi kadang-kadang gejalanya baru tampak setelah komuditi
dikeluarkan dan di simpan pada suhu yang lebih tinggi.

2.4 Pengolahan Bahan Makanan Dengan Pengeringan


Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan
kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang.
 Tujuan :
- Mengurangi kadar air sampai batas minimum pertumbuhan mikroba.
- Awet
- Mengurangi volume dan berat produk.
 Prinsip :
Terjadi pindah masa air dari bahan atau produk pangan ke lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi :
- Suhu : semakin besar suhu maka semakin cepat perpindahan
panasnya.
- Kecepatan udara : jika suhu tinggi maka kecepatan angin harus
tinggi.
- Kelembapan udara : jika kelembapan tinggi maka makin lama dalam
pengeringan.
- Keseimbangan nisbi : RH udara rendah maka kelembapan
lingkungan rendah.
- Tekanan ATM dan Vacum.
 Tipe pengeringan :
a. Pengeringan dengan radiasi matahari
b. Proses pengeringan tanpa vacum/atmosferik : cabinet drying, tunnel
drying, spray draying, drum/roller drying.
c. Pengeringan dengan kondisi vacum/sub atmosferik.
 Jenis :
a. Sun drying : dengan menggunakan panas matahari.
b. Solar drying : perpaduan antara sun dan solar.

16
c. Kiln drying : hanya mengeringkan pada permukaan saja dan hal ini
perlu dikontrol proses pembalikannya.
d. Kabinet drying : suhu dijaga konstan digunakan untuk uji coba
sebelum scale up.
e. Tunnel drying : seperti halnya dengan kabinet drying namun bersifat
kontinue namun tidak terkontrol.
f. Spray drying : cocok untuk pembuatan produk bubuk.
g. Drum drying : cocok untuk produk cair,sluri dan puree.
h. Vacum drying : pengunaaan panas yang berineraksi dengan
penarikan kadar air. Tidak terjadi oksidasi selama pengeringan.
i. Freeze drying : air dihilangkan melalui proses sublimasi.
j. Conveyor drying : bersifat kontinue dan terkontrol. Hanya untuk satu
jenis sampel dalam pengeringan.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di tarik dari maklah ini yaitu :
Proses termal (thermal process) termasuk ke dalam proses
pengawetan yang menggunakan energi panas. Tujuan utama proses
termal adalah mematikan mikroorganisme yang dapat menyebabkan
penyakit dan menimbulkan kebusukan pada produk yang dikemas
dengan kemasan yang hermetis, seperti kaleng, retort pouch, atau gelas
jar.
Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan
didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat
membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim.
Pengolahan dengan suhu rendah dibedakan atas refrigerasi dan
pembekuan. Refrigerasi adalah penyimpanan pada suhu tubuh di atas
titik beku antara -20C sampai -160C.
Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan
kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang. Yang
bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai batas minimum
pertumbuhan mikroba, awet dan mengurangi volume dan berat produk.

3.1 Saran
Demikian makalah yang telah diselesaikan oleh penulis. Semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi semua kalangan khususnya para pendidik serta calon
pendidik. Untuk memperbaiki kualitas, maka penulis mengharapkan kritik dan
saran agar makalah ini menjadi lebih baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2012. Pengolahan Makanan Dengan Suhu Tinggi.(online).


Tersedia:.http://ginaozy.blogspot.com/2012/08/pengolahan-dengan-suhu-
tinggi-uap-atau.html (diakses pada 21 desember 2017)
Anonim 2. 2012. Pengolahan Dengan Suhu Tinggi. (online). Tersedia:
https://dokumen.tips/documents/makalah-pengolahan-dengan-suhu-tinggi-
4kb.html (diakses pada 21 desember 2017)
Apriantono, Anton. 2002. Pengaruh Pengolahan Terhadap Nilai Gizi dan
Keamanan Pangan. Makalah seminar Kharisma Online. Dunia Maya.
Muchtadi, Tien. Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi proses pengolahan
pangan. ALFABETA: Jakarta
Winarno, F.G.I. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan konsumsi. Jakarta; Gramedia
Pustaka.

19

Anda mungkin juga menyukai