Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PPOK

BAB II
TINJAUAN TEORI

DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595). Tetapi dalam suatu
Negara, yang termasuk didalam copd adalah emfisema paru- paru dan Bronchitis Kronis.
Nama lain dari copd adalah “Chronic obstructive airway disease ” dan “ChronicObstructive
Lung Diseases (COLD)”

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Anatomi fisiologi Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90
m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah
(paru-paru kiri dan kanan). Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) : Paru-paru kanan,
terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Puimo dekstra superior, Lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus
superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segment. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada
lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus
medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi
lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang
lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan
saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus
ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap
duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm. Letak paru-
paru. Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum.
Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan
terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi
menjadi 2 (dua):
Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru.
Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan
normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis
dan, juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk rneminyaki permukaannya
(pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu
bernapas bergerak.
Pembuluh darah pada paru, Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal
dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan
tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung
mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya
oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan
oksigen. Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis
membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-
cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu
membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding
alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler. Dari
epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar
dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri
(darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena
bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-
dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-
paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal Dalam
keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter.
Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas
biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter), Jumlah pernapasan.
Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16-18 x/menit, Anak-anak kira-kira : 24x/menit,
Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya
akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan
tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal
dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin.
Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini
udara keluar dari hidung dan mulut.

KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2
tahun berturut-turut.

Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
Alergi
Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll.
Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa
alat tubuh, yaitu :
Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti menahun pada
dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronchus.
Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
Rokok, yang dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.

Patofisiologi
Bronchitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali sebagai
eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian atas, biasanya virus,
seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut. Dokter akan mendiagnosa
bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau produksi sputum selama beberapa hari + 3
bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut. Bronchitis timbul
sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi (terutama
rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan
menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme.
Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami :
Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
meningkatkan produksi mukus.
Mukus lebih kental
Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh karena
itu, “mucocilliary defence” dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan
untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang dan
menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus
kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa
aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula
mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan
terkena. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolar,
hypoxia dan asidosis. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia,
maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary. Selama infeksi klien
mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut
tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal
dan CHF
Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru
yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Sesuai dengan definisi tersebut, maka
jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya
destruksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya
sebagai “overinflation”.

Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :
Hilangnya elastisitas paru. Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan
saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung
alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit.
Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
Hyperinflation Paru Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi
istirahat normal selama ekspirasi.
Terbentuknya Bullae Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk
suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X ray.
Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap Ketika klien berusaha untuk ekshalasi
secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.

Tipe emfisema
Terdapat tiga tipe dari emfisema :
Emfisema Centriolobular Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan
bronchiolus, biasanya pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi
biasanya kantung alveolar tetap bersisa.
Emfisema Panlobular (Panacinar) Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya
termasuk pada paru bagian bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul
sangat sering pada seorang perokok.
Emfisema Paraseptal Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi
dari blebs sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari
pneumothorax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim
alpha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pulmoner,
seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.

Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveolar, yang
mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu
akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari
adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan
kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara
ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area yang tidak mengalami
pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi
jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan
penurunan ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia,
tetapi jika hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan
bronchitis kronis dan merokok.
Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh
berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,
muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor,
pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang
terdapat pada penderita antara lain:
Merokok sigaret yang berlangsung lama
Polusi udara
Infeksi peru berulang
Umur
Jenis kelamin
Ras
Defisiensi alfa-1 antitripsin
Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

PATOFISIOLOGI/PATHWAY
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat
oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan
terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi
gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue bloater).
Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
Kelemahan badan
Batuk
Sesak napas
Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
Mengi atau wheeze
Ekspirasi yang memanjang
Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
Penggunaan otot bantu pernapasan
Suara napas melemah
Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
Edema kaki, asites dan jari tabuh.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus
menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini
lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
Corakan paru yang bertambah.
Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan
arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan
VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada
emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal
terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS
rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
Laboratorium darah lengkap

PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari
polusi udara.
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
Pengobatan simtomatik.
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1
– 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula.
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4x0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.
Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun
hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
Terapi oksigen diberikan jika terdapata kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya golongan
adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56
IV secara perlahan.
Terapi jangka panjang di lakukan :
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4x0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
Mukolitik dan ekspektoran
Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan PaO2
(7,3 Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
Ø Fisioterapi
Ø Rehabilitasi psikis
Ø Rehabilitasi pekerjaan (Mansjoer 2001 : 481-482)]

KOMPLIKASI COPD
Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai
saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan
konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain :
nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.

Anda mungkin juga menyukai