PENDAHULUAN
1
3. Untuk mengetahui kode etik bankir.
4. Untuk mengetahui perlindungan nasabah.
5. Untuk mengetahui pelanggaran perbankan yang terjadi
6. Untuk mengetahui likuidasi yang dipaksakan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
prosedur dan hukum yang berlandaskan “kode etik perbankan” selalu dipegang
erat-erat.
4
likuidasi (BDL) yang terjadi pada 16 bank-bank swasta (1997) dan 38 BDL
(1999).
Selama ini mitos masyarakat umum adalah baha menyimpan uang di bank-
bank pemerintah relatif lebih aman jika dibandingkan dengan bank swasta karena
bank pemerintah tersebut hampir tidak pernah bahkan tidak mungkin bangkrut
atau terjadi collapse seperti BUMJ, Bank Duta, Bank Summa dan terakhir
puncaknya ke-16 dan 38 perusahaan bank-bank swasta dilikuidasi (BDL). Hal
tersebut memang tidak bisa disangkal karena selama beberapa tahun ini kinerja
bank-bank pemerintah selalu sehat dan mantap dalam pengelolaan dana
masyarakat, mampu menciptakan para bankir karier yang profesional atau
menelurkan kader-kader bankir berwawasan nasional maupun internasional. Di
samping itu, rata-rata aset bank pemerintah-Bank BNI, Bank Dagang Negara,
Bank Eksim, Bank Bumi Daya, Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara
dan Bapindo diatas 15 triliun rupiah sampai 28 triliun rupiah. Jumlah aset tersebut
tidak akan mampu diraih oleh kalangan bank-bank swasta terbesar sekalipun.
Hanya Bank Tabungan Negara yang asetnya baru mencapai 6 triliun rupiah dan
masih kalah dengan Bank Central Asia, yang telah mencapai 15 triliun rupiah
pada tahun 1996/1997.
5
Namun setelah meledaknya kredit bermasalah Bapindo akibat skandal
kerdit macet semilai 1,3 triliun rupiah menjelang lebaran tahun 1991 membuat
masyarakat berfikir kembali mengenai penyimpanan uang di bank pemerintah.
Kata “aman” dan “Bank Milik Pemerintah Tepercaya” mulai dipertanyakan.
Tidak hanya bank-bank swasta yang menghadapi krisis kepercayaan, bank
pemerintah juga bermasalah dalam mengelola dana masyarakat, mengalami
keredit macet, kurang profesional, dan kurang hati-hati (prudential banking
marketing).
Seperti apa yang terungkap dalam majalah mingguan berita Tempo, edisi
26 Maret 1994, pihak Bapindo terlanjur mengucurkan kredit macet cukup besar ke
perusahaan GKG milik pengusaha ET. Hal ini menyebakan pihak kejaksaan
agung menyerat mantan pimpinan Bapindo, sperti mantan pimpinan cabang dan
membebas tugaskan para direktur dari jabatan serta tersangka lainya untuk
diperiksa secara intensif.
Kini tidak hanya bank swasta yang bisa terkena guncangan krisis moneter,
manajemen dan krisis kepercayaan akibat salah pengelolaan (mismatch) hingga
terjadi kolusi serta pemberian katabelece oleh pejabat berpengaruh untuk ikut
serta tidak langsung maupun langsung mancampuri urusan pemberian kredit
perbankan secara tidak sah denagn memanfaatkan kelemahan hukum (loop hole).
Kini bank-bank pemerintah pun terkena kredirt bermasalah yang menyebabkan
terjadinya kredut macet yang cukup besar (megadept) di bank tertentu dan
tindakan korupsi oleh oknum tertentu, kurang kontrol dan sebagainya, sehingga
berdampak buruk bagi kredibilitas dunia perbankan nasional. Citra dan
kepercayaan bank swasta serta bank pemerintah tengah menghadapi ujian yang
cukup berat. Artinya, krisis puncak (krisis akut) yang terjadi di perusahaan swasta
akan terjadi pula akan terjadi di perusahaan pemerintah. Hal ini tidak bisa
dihindari karena era globalisasi yang penuh persaingan tajam dan didukung
dengan teknologi informasi serba canggih mampu menyiarkan suatu krisis yang
terjadi secara serentak dan tersebar luas dalam waktu yang sama tanpa terbendung
atau terkendali.
6
Berbagai upaya dilakukan pemerintah, baik menghadapi berbagai krisis
yang melanda dunia perbankan dalam era reformasi, dan sekaligus menghadapi
abad-21 (millinium III), untuk membenahi bisnis perbankan melalui tindakan
restruturisasi, rekapitulasi, menjer (penggabungan) dan hingga kebijakan likuidasi
bagi bank yang bermasalah.
Hal ini dapat dimengerti karena kegiatan utama usaha perbankan adalah
menyalurkan kredit yang merupakan fungsi intermediasi keuangan dari unit
ekonomi plus ke unit ekonomi minus. Fungsi utama lainnya yang cukup vital dan
bernilai strategis adalah sebagai pemasok dana bagi kegiatan perekonomian
masyarakat untuk menunjang pembangunan nasional (agent of development).
Atau, istilah yang dilontarkan oleh MacLeod, “Bank is a shop for the sale of
credit”, yang sekaligus sebagai penyandang risiko yang cukup tinggi (high risk)
kalau tidak dikelola dengan baik dan hati-hati. Kemungkinan besar terjadi
kemacetan atau permasalahan dalam pengambilan oleh pihak debitur yang nakal,
adanya kolusi antara pihak bankir dan pejabat dengan para debitur curang hingga
menyebabkan terjadinya korupsi, manipulasi, dan sebagainya.
7
masalah human error, fakta penyebab dari luar juga mampu mendikte para bankir
untuk mau atau tidak mau berkolusi, khususnya mengenai surat sakti atau melalui
telepon dari individu yang memiliki power dan pengaruh. Ia sering ikut
“mengegolkan” pencairan kredit kepada pengusaha tertentu. Walaupun sebetulnya
secara teknis perbankan, kolateral (jaminan), studi kelayakan usaha, mentalitas,
dan prospektus bisnis perusahaan bersangkutan belum siap.
Artinya, proses waktu dan pengalaman jam kerja yang panjang dan tinggi
sangat diperlukan untuk mengasah profesionalisme, kematangan pribadi
(psikologi mental) untuk dapat menanamkan ke lubuk hati yang paling dalam atau
hati nurani supaya dapat menjunjung tinggi kebenaran, kepercayaan, serta dapat
diandalkan. Kalau calon bankir akan memasuki dunia pelatihan dan pendidikan,
seperti institusi Bankir Indonesia, Lembaga Pendidikan dan Perbankan Indonesia,
pusat pendidikan dan pelatihan internal (in house training), dan sebagainya, selalu
ditanamkan “Sembilan Butir Kode Etik Bankir Indonesia”, yang sekaligus
merupakan rule of conduct untuk menunjang character building, yakni sebagai
berikut :
8
3. Seorang bankir menghindarkan diri dari persaingan yang tidak sehat.
4. Seorang bankir tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.
5. Seorang bankir menghindarkan diri dari keterlibatan dalam pengambilan
keputusan dalam hal terdapat pertentangan kepentingan.
6. Seorang bankir menjaga kerahasiaan nasabah dan banknya.
7. Seorang bankir memperhitungkan dampak yang merugikan dari setiap kebijakan
yang ditetapkan banknya terhadap keadaan ekonnomi, sosial dan lingkungannya.
8. Seorang bankir tidak menerima hadiah atau imbalan yang memperkaya diri
pribadi maupun keluarganya.
9. Seorang bankir tidak melakukan perbuatan yang tercela yang dapat merugikan
citra profesinya.
Ketika Bank Summa dikuasai oleh Menteri Keuangan tahun 1992, tidak
berarti bahwa perseroan yang bersangkutan menjadi tidak ada, namun sebagai
akibatnya perseroan tersebut tidak diperkenankan untuk menjalankan usahanya
atau aktivitas lainnya menyangkut pihak ketiga. Di sisi lain, perseroan itu hanya
diperbolehkan atau masih tetap berwenang untuk melakukan hubungan hukum
tetapi terbatas kepada tindakan pemberesan dalam upaya menjual seluruh harta
kekayaan (eksekusi) yang dipergunakan untuk membayar seluruh utang-utangnya.
Apabila seluruh harta kekayaan, baik harta tetap dan tidak tetap milik
persero tersebut dijual, maka prioritas pertama menurut undang-undang adalah
kewajiban terhadap negara, seperti pajak. Menurut pasal 121 ayat 1 Undang-
Undang No. 6 Tahun 1983, tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan yang
menyatakan bahwa negara mempunyai hak terlebih dahulu tagihan pajak atas
barang-barang wajib pajak. Setelah kewajiban prioritas tersebut terpenuhi, sesuai
dengan Pasal 1139 dan Pasal 1149, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHP), yakni :
9
c. Biaya untuk pengangkutan dan biaya tambahan lainnya.
d. Harga pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar.
e. Upah tenaga kerja dan sebagainya.
Secara teoritis menurut hukum, apa yang dilaksanakan oleh TLBS dalam
mengeksekusi aset-aset Bank Summa dan Summa Group tidak menggunakan
urutan prioritas tersebut di atas, termasuk pembayaran nasabah penabung sebagai
kreditur konkuren baru diperhitungkan kemudian setelah membayar semua
kewajiban terhadap negara. Justru bisa dilihat tindakan TLBS berikutnya adalah
lebih menekankan segi kepentingan politik dan ekonomisnya jika dibandingkan
demi kepentingan segi prosedural dalam KUHP.
10
Satu-satunya cara melindungi kepentingan dan hak para nasabah tersebut
adalah dengan bertumpu pada kesehatan bank yang bersangkutan dan bentuk
perlindungan secara tidak langsung, seperti tertera dalam Peraturan Per-UU-an
Perbankan. Dalam undang-undang itu ada tiga faktor penilaian, yaitu keadaan
keuangan bank, kualitas aktiva produktif, dan tata cara serta kepatuhan bank
terhadap peraturan perundang-undangan perbankan. Selain itu, Paket
Kebijaksanaan 29 Mei 1993 (Pakmei) meregulasi lima ketentuan perbankan, yaitu
rasio kecukupan modal bank yakni delapan persen menurut ketentuan BIS (Bank
International Settlement), batas pemberian kredit (ketentuan 3L-legal, lending,
limit), penetapan plafon kredit usaha kecil (KUK), dan pembentukan cadangan,
serta penilaian tingkat kesehatan. Di samping itu, untuk mengantisipasi pesatnya
pertumbuhan perbankan masa itu, telah pula dikeluarkan kebijakan Paktri (Paket
Februari) 1991.
11
waktu itu menegaskan bahwa pelanggaran bank bersangkutan dalah sebagai
berikut.
12
committee yang bertindak sebagai pengawas internal untuk diharapkan
dapat memberikan sinyal dini (early warning system) di bank
bersangkutan.
Untuk mengatasi prakrisis pada periode Juli 1991-1992, suatu krisis awal
yang menimpa PT Bank Summa pada waktu itu ada enam jalan keluar sebagai
tindakan penyelamatan (rescue planning), yaitu sebagai berikut.
13
e. Pengamat ekonomi, Kwik Kian Gie mengusulkan agar Astra-Summa bias
dijadikan BUMN karena saham-saham astra tersebut sebagian besar
berada di tangan bank-bank pemerintah. Artinya, pihak pemerintah
menjadi pemegang saham majority bias mengatasi kemelut tersebut
melalui pembentukan perusahaan BUMN baru.
f. Melikuidasi dengan menjual semua aset, baik yang ada di Bank Summa
maupun di Summa Group yang tersebar di berbagai tempat, di dalam dan
luar negeri untuk menutupi kesulitan likuidasi serta pengembalian dana
para nasabah serta kewajiban-kewajiban lainnya. Otomatis perusahaan
bersangkutan dibubarkan demi hokum.
Ternyata dalam hal ini dan pada akhirnya, pemerintah mengambil jalan
yang dianggap terbaik untuk menuntaskan masalah yang sudah tidak tekendali
disekitar kasus PT Bank Summa yang berlarut-larut tersebut, sehingga dapat
mengguncangkan atau mengganggu kredibilitas perbankan, baik secara nasional
maupun internasional.
14
tingkat kesehatan bank. Kalau terjadi kesulitan likuiditas yang berkepanjangan,
maka akan menimbulkan masalah pada sovabilitas dan mengakibatkan bak
tersebut mengalami kebangkrutan pada akhirnya.
15
dananya. Nama pengusaha besar kini bukan lagi jaminan untuk meraih atau
merangkul kepercayaan karena sekarang masyarakat lebih kritis dan terbuka
matanya, akibat meledaknya kedua kasus tersebut.
Pada waktu itu pihak pemilik Bank Summa mesti dipaksa lewat proses
likuidasi karena alternative tindakan penyelamatan pada “poin satu sampai lima”
tersebut diatas tidak membuahkan konkret. Bahkan oleh pemerintah, khususnya
Menteri Keuangan dan Gubernur BI, pihak keluarga pemilik dianggap tidak serius
dan bahkan terkesan terlalu bertele-tele dalam menuntaskan kemelut Bank
Summa sampai batas waktu yang ditentukan, 15 Desember 1992.
a. Pihak pemilik berniat menjual sekitar 108 juta lembar saham Astra
Internasional kepada Prajogo Pangestu Group. Pihak keluarga
menginginkan harga saham tersebut diatas Rp10.000,00 per lembar
saham (dianggap saham tersebut blue chip) dan menginginkan diberi
kesempatan membeli saham yang terjual dimasa yang akan datang,
sepuluh tahun kemudian.
b. Disamping itu, dalam waktu yang sama, pemilik juga mengadakan
pendekatan dengan pihak investor baru, Hashim Djojohadikusumo
yang tengah mengajukan proposal baru sebagai upaya penyelamatan
krisis. Selain akan “menalangi” uang muka Rp500 miliar dalam
rencana pembelian saham Astra Internasional tersebut Hashim
memberikan pihak pemilik option pembelian kembali atas saham
tersebut dikemudian hari.
c. Langkah terakhir, pihak pemilik berupaya mengadakan pendekatan ke
pusat kekuasaan (power center) melalui Prof. Sumitro
16
Djojohadikusumo dan bahkan berkeinginan untuk menemui Presiden
Soeharto, namun tidak berhasil karena pada waktu itu Kepala Negara
sebagai Ketua GNB (Negara Non Blok) tengah bersiap untuk menuju
ke KTT III di Senegal, November 1992.
17
BAB III
STUDI KASUS
Kondisi yang menimpa Bank Century bila dalam keadaan normal bisa
meminjam pendanaan dari pihak bank lain. Tetapi ketika kondisi nasional pada
waktu krisis terjadi pada 2008 tidak memungkinkan Bank Century memperoleh
pinjaman pihak bank lain.
“Dalam keadaan yang sudah mulai mengarah kepada krisis, apalagi ketika
bank itu diterpa suatu isu maka mereka sudah mulai kesulitan. Apalagi
memberikan pinjaman karena tahu bank itu sudah mulai bermasalah. Oleh karena
itulah satu-satunya jalan mereka akan datang ke Bank Indonesia. Bank Indonesia
itu banknya bank. Dalam keadaan suatu bank bermasalah likuiditasnya maka
mereka akan meminjam ke bank Indonesia. Secara umum bankir atau pegawai
bank menganggap likuiditas itu sangat vital,” jelas Sigit Pramono.
18
3.2 PEMECAHAN MASALAH
Pada saat krisis melanda perusahaan atau organisasi, sebagai tindakan korektif ada
beberapa tahapan langkah strategi atau kiat penanggulangan krisis (Rosady
Ruslan, 1999:76-78), yaitu:
1. Mengidentifikasi Krisis
Bila krisis tersebut sulit untuk diatasi, membuang waktu, tenaga, dan biaya
maka PR melihat segi lain dari krisis tersebut yang persoalannya tidak
terbayangkan sebelumnya, yakni biasanya suatu perusahaan yang terkena krisis
atau musibah disertai kemunculan masalah lain yang tidak diduga sebelumnya.
Oleh karena itu, faktor utama penyebab krisis yang signifikan tersebut
harus terlebih dahulu diidentifikasikan, untuk diambil tindakan atau langkah-
langkah penanggulangan atau jalan keluarnya secara tepat, cepat dan benar.
2. Menganalisis Krisis
19
Pada saat prakrisis atau masa akut krisis, bisa dianalisis melalui beberapa
pertanyaan yang diajukan untuk menetapkan penanggulangan suatu krisis, yakni:
f) Who – Siapa-siapa yang mampu mengatasi krisis tersebut, apa perlu dibentuk
suatu tim penanggulangan krisis
Setelah itu, PR beserta “team work yang solid” menarik suatu kesimpulan,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif selanjutnya mengambil rencana tindakan
(action plan) berikutnya baik dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Dalam jangka pendek, misalnya pada kasus biskuit beracun yang terjadi di
pasar dan beberapa anggota keluarga konsumen tercatat sebagai korbannya.
Tindakan pertama (main action) dari pihak perusahaan adalah penarikan segera
semua biskuit (product recall) di pasar, baik yang tercemar maupun tidak
tercemar racun, untuk menghindarkan jatuhnya korban baru secara cepat dan
tepat. Tindakan ini diambil bukan untuk melihat penyebab, tetapi menangani
langsung dengan menarik produknya.
20
Tahap berikutnya, baru diidentifikasi awal terjadinya mulai dari mana
(where) dan kapan (when) diketemukannya malapetaka tersebut. Lalu, sejauh
mana perkembangan krisis tersebut di mata masyarakat dan pers. Sebaiknya
tindakan pertama dan sekaligus cukup efektif, pihak perusahaan langsung
menyantuni para korban. Cara tersebut merupakan salah satu peredam pendapat
yang kontroversial dan mengurangi tekanan dan sorotan masyarakat yang
berlebihan melalui tindakan simpatik.
Dalam hal ini perlu untuk mengetahui bagaimana dan siapa-siapa personel
yang mampu diikutsertakan dalam suatu tim penanggulangan krisis. Mengatasi
krisis dalam jangka pendek sudah disebutkan di atas, maka dalam jangka panjang,
yaitu untuk selanjutnya bagaimana krisis tersebut tidak berkembang dan dicegah
agar tidak terulang lagi di masa mendatang. Terjadinya malapetaka biskuit
beracun tersebut, misalnya karena adanya pencampuran tidak sengaja antara
karung bekas “potas” yang diisi tepung untuk bahan biskuit.
Hal di atas tidak hanya akan merugikan nama, produk dan citra perusahaan
bersangkutan, tetapi akan berdampak negatif ke perusahaan lainnya yang tidak
bersalah sama sekali, melalui contagious mentality dari mulut ke mulut. Untuk
mengatasinya, selain memberikan informasi yang sejelas-jelasnya, juga perlu
diajak pihak ketiga, pejabat pemerintah yang berwenang dalam hal ini, tokoh
masyarakat dan lainnya sebagai upaya menetralisasi terhadap tanggapan negatif
dan kontroversial. Karena dianggap sebagai kekuatan, pihak ketiga berfungsi
21
mengukuhkan perbaikan situasi dan kondisi krisis (the third party endorsement),
secara tepat dan benar.
4. Mengevaluasi Krisis
Berita krisis tersebar luas tanpa kendali, dengan berbagai tanggapan dan
pendapat yang tidak didukung oleh fakta yang objektif, kadangkala didramatisasi
sedemikian rupa sehingga menarik perhatian (sensasional) bagi semua pihak.
Untuk itu perlu tindakan pencegahan dan pengisolasian krisis, agar tidak meluas
tanpa kendali dengan teknik PR dengan tujuan untuk mengantisipasi krisis yang
terjadi.
22
BAB IV
KESIMPULAN
Kini tidak hanya bank swasta yang bisa terkena guncangan krisis moneter,
manajemen dan krisis kepercayaan akibat salah pengelolaan (mismatch) hingga
terjadi kolusi serta pemberian katabelece oleh pejabat berpengaruh untuk ikut
serta tidak langsung maupun langsung mancampuri urusan pemberian kredit
perbankan secara tidak sah denagn memanfaatkan kelemahan hukum (loop hole).
Kini bank-bank pemerintah pun terkena kredirt bermasalah yang menyebabkan
terjadinya kredut macet yang cukup besar (megadept) di bank tertentu dan
tindakan korupsi oleh oknum tertentu, kurang kontrol dan sebagainya, sehingga
berdampak buruk bagi kredibilitas dunia perbankan nasional. Citra dan
kepercayaan bank swasta serta bank pemerintah tengah menghadapi ujian yang
cukup berat. Artinya, krisis puncak (krisis akut) yang terjadi di perusahaan swasta
akan terjadi pula akan terjadi di perusahaan pemerintah. Hal ini tidak bisa
dihindari karena era globalisasi yang penuh persaingan tajam dan didukung
dengan teknologi informasi serba canggih mampu menyiarkan suatu krisis yang
23
terjadi secara serentak dan tersebar luas dalam waktu yang sama tanpa terbendung
atau terkendali.
proses waktu dan pengalaman jam kerja yang panjang dan tinggi sangat
diperlukan untuk mengasah profesionalisme, kematangan pribadi (psikologi
mental) untuk dapat menanamkan ke lubuk hati yang paling dalam atau hati
nurani supaya dapat menjunjung tinggi kebenaran, kepercayaan, serta dapat
diandalkan. Kalau calon bankir akan memasuki dunia pelatihan dan pendidikan,
seperti institusi Bankir Indonesia, Lembaga Pendidikan dan Perbankan Indonesia,
pusat pendidikan dan pelatihan internal (in house training), dan sebagainya, selalu
ditanamkan “Sembilan Butir Kode Etik Bankir Indonesia”, yang sekaligus
merupakan rule of conduct untuk menunjang character building.
24
“Kesulitan struktural yang terjadi dalam PT Summa adalah diakibatkan oleh
mismanagement dalam pengelolahaannya sehinga terjadi kredit macet terutama
kepada nasabah grup pemegang saham mayoritas yang terkonsentrasipada usaha
property, dan menimbulkan kesulitan keuangan yang bersifat struktural dan
akhirnya bank mengalami kerugian”. (Keterangan pers dan pengumuman
penglikuidasian Bank Summa ilaksanakan pada Senin 14 Desember 1992 di
Jakarta, didampingi oleh Gubernur BI Adrianus Mooy, dan Mensesneg
Moerdiono).
25
DAFTAR PUSTAKA
Ruslan, Rusady, 2006. Praktek dan Solusi PR dalam Situasi Krisis dan Pemulihan
Citra. Bogor : Ghalia Indonesia
http://www.satuharapan.com/read-detail/read/krisis-bank-century-dipicu-
masalah-likuiditas
https://belajarkomunikasi.wordpress.com/2008/11/09/manajemen-isu-krisis-
konflik-minggu-ke-2/
26