Anda di halaman 1dari 28

BAB I

LANDASAN TEORI

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian Fraktur
a. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(Sjamsuhidajat R., 1997)
b. Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik.
(Price and Wilson, 2006).
c. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan
(Mansjoer,dkk, 2000)
d. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
(Sorensen’s Medical Surgical Nursing, 2000)

2. Anatomi dan Fisiologi tulang


Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat
badan, dan ototmenyusun kurang lebih 50%.Kesehatan baikya fungsi
system musculoskeletal sangattergantung pada sistem tubuh yang lain.
Struktur tulang- tulang memberi perlindunganterhadap organ vital
termasuk otak, jantung dan paru. Kerangka tulang merupakan
kerangkayang kuat untuk meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuhbergerak metrik.Tulang meyimpam kalsium, fosfor,
magnesium, fluor. Tulang dalam tubuh manusia yangterbagi dalam empat
kategori: tulang panjang (missal : femur tulang kumat ) tulang
pendek (missal tulang tarsalia), tulang pipih (sternum) dan tulang tak
teratur (vertebra). Tulangtersusun oleh jaringan tulang kanselus
(trabekular atauspongius).
Tulang tersusun atassel,matrik protein,deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas,osteositdan osteocklas. Osteoblas
berfungi dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matrikstulang.
Matrik merupakan kerangka dimana garam - garam mineral anorganik di
timbun.Ostiosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan
fungsi tulang dan tarletak ostion.
Ostioklasadalah sel multi nukliar yang berperan dalam
panghancuran,resorpsi danremodeling tulang. Tulang diselimuti oleh
membran fibrus padat di namakanperiosteummengandung
saraf,bempembuluh darah dan limfatik. Endosteum adalah membrane
faskulertipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga– rongga
dalam tulangkanselus.Sumsum tulang merupakan jaringan faskuler dalam
rongga sumsum tulang panjang dandalam pipih.Sumsum tulang merah
yang terletak di sternum,ilium,fertebra dan rusuk padaorang
dewasa,bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih.
Pembentukan tulang. Tulang mulai tarbentuk lama sebelum kelahiran.
(Mansjoer, 2000)

Terdiri atas 26 tulang, yaitu :14 phalanges, 5 os metatarsal dan 7 os


Tarsi. Os tarsi terdiri atas os calcaneus,os talus, os navicular,3 os
cuneiform, dan os cuboid. Berdasarkan fungsinya dibedakan menjadi 3
yaitu :
a. Forefoot (metatarsal dan toes),
b. Midfoot (cuneiform, navicular, dan cuboid),
c. Hindfoot (talus/astragalus, dan calcaneus(os calcis).

Tulang kaki dibentuk dan bersatu untuk membentuk kesatuan


longitudinal dan arcus transversal. Bagian permukaan anterior (superior)
kaki disebut dengan dorsum atau permukaan Dorsal, dan inferior(posterior)
aspek dari kaki disebut permukaan plantar. Karena ketebalan yang beragam
pada anatomi kaki, maka harus kita perhatikan pemberian faktor eksposi
untuk dapat menunjukkan densitas keseluruhan bagian tulang kaki.

3. Penyebab patah tulang


Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
a. Cedera traumatic
1) cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga
tulang patah secara spontan
2) cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.

b. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada
keadaan :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas)
2) Infeksi seperti osteomielitis
3) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
c. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

4. Klasifikasi Fraktur
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Terbagi dalam:
a) Derajat I :
(1) Luka < 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka
remuk
(3) Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif
ringan
(4) Kontaminasi minimal
b) Derajat II :
(1) laserasi > 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
(3) Fraktur kominutif sedang
(4) Kontaminasi sedang
c) Derajat III :
(1) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi
struktur kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terbagi atas.
(2) Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur
segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh
trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran
luka.
(3) Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi massif.Luka pada pembuluh
arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme


trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
3) Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
f. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)

5. Patofisiologi
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan
fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 )
7. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang, yaitu:
a. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.
Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.
b. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow
yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini
terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah
osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam
setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi
oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan
tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih
tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan
normalnya.
(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

8. Manifestasi Klinis
a. Nyeri, terus menerus dan bertambah berat sampai fragme tulang di
imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk menimbulkan gferakan atar
afragmen tulang.
b. Setelah fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstimitas yang bisa diketahui adengan membandingkan
dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi denga baik
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulag tempat
melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendeka tulang karena kontraksi otot
yang melekat diatas da bawah tempat fraktur.
d. Saat diperiksa dengan tangan teraba derik tulang yang disebut krepitus
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji kreptus dapat
berakibat kerusakan jaringan lunak yang lebih berat)
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit karena trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari.
Tidak semua tanda dan gejala diatas terdapat pada setiap fraktur. Diagnosis
fraktur tergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaaan sinar X.
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang
yang cedera.
b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. CCT kalau banyak kerusakan otot.

e. Pemeriksaan Darah Lengkap


1) Haemoglobin : turun
2) Lekosit : turun/meningkat
3) Eritrosit : turun.
4) Albumin : turun
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Bila dicurigai adanya fraktur penting untuk mengimobilisasi
bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan bila pasien yang
mengalami cidera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ekstrimitas harus disangga diatas dan di bawah
tempat fraktur untuk mencegah gerakan rotasi/angulasi. Gerakan
frgmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
lunak, dan perdarahan lebih lanjut. Nyeri dapt dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmnen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak
oleh fragmen tulang.
Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah juga dapat
dilakkan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan
ekstrimitas yang sehat sebagai bidai bagi ekstrimitas yang cidera. Pada
ekstrimitas atas lengan dapat dibebatkan pada dada atau lengan bawah
yang cidera digantung pada sling. Pada fraktur terbuka luka ditutup
dengan pembalut erdih atau steril untuk mencegah kontaminasi
jaringan yang lebih dalam, jangan sekali-kali melakukan reduksi
fraktur bahkan jika ada fragmen tulang melalui luka.

b. Prinsip Penanganan Reduksi Fraktur


1) Reduksi fraktur, mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, fraksi, atau
reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode
yang dipilih tergantung pada sifat fraktur tapi prinsip yang
mendasari sama. Sebelu reduksi dan imobilisasi fraktur pasien
harus dipersiapkan: ijin melakukan prosedur, analgetik sesuai
ketentuan, dan persetujuan anestasi.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisiya dengan manipulasi dan trksi manual.
2) Traksi, digunakan utuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi yang
disesuaikan denganspsme otot yang terjadi.
3) Reduksi terbuka, alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya.
4) Imobilisasi Fraktur, setelah direduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi dan dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal (gips, pembalutan, bidai, traksi kontinyu, pin dan teknik gips
atau fiksator eksternal) dan internal (implant logam).
5) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dam imoblisasi
harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neuroveskuler (misal.
pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau dan ahli
bedah ortopedi dibri tahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai
pendekatan. Latihan isometrik dan setting otot diusahaka untuk
meminimalkan atrifi disuse dan meningkatkan peredaran darah.
Pengembalian brtahap pada aktifitas semula diusahakan sesuai dengan
batasan terapeutik.
c. Perawatan Pasien Fraktur tertutup
Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahan untuk kembali kepada
aktifitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan
pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas memerlukan waktu
berbulan-bulan. Pasien diajari mengontrol pembengkaa dan nyeri,
mereka diorong untuk aktif dalam batas imoblisasi fraktur . pengajaran
pasien meliputi perawatan diri, informasi obat-obatan, pemantauan
kemungkinan potensial masalah, sdan perlunya supervisi perawatan
kesehatan.
d. Perawatan Pasien Fraktur Terbuka
Pada fraktur terbuka (yang berhubungan luka terbuka memanjang
sampai ke permukaan kulit dan ke daerah cedera tulang) terdapat
resiko infeksi-osteomielitis, gas gangren, dan tetanus. Tujuan
penanganan adalah untuk meminimalkan kemungkina infeksi luka,
jaringan lunak da tulang untuk mempercepat penyembuhan jaringan
lunak dan tulang. Pasien dibawa ke ruang operasi, dilakukan usapan
luka, pengangkatan fragmen tulang mati atau mungkin graft tulang.
(Mansjoer, Arif, et al, 2000)
11. Komplikasi fraktur
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain
itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang
terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk
ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

b. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah
6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)

B. KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Data Biografi
Identitas pasien seperti umur, jenis kelamin, alamat, agama, penaggung
jawab, status perkawinan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat medis dan kejadian yang lalu
2) Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan
penyebab terjadinya
3) Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas/istirahat
Tanda: Keterbatasab/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri).
2) Sikulasi
Tanda: Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardia
(respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian
distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang terkena. Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada
sisi cedera.
3) Neurosensori
Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas/kesemutan
(parestesis).
Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau
trauma lain).
4) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang
pada imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan
saraf.Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
Tanda: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan
warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba).
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan Ronsen : menentukan lokasi/luasnya fraktur
femur/trauma.
2) Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur,
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
3) Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4) Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah SDP adalah
respon stres normal setelah trauma.
5) Kreatinin : trauma otot mungkin meningkatkan beban
kreatininuntuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multipel, atau cedera hati.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan
dengan kerusakan jaringan
b. Kerusakan integritas
jaringan b/d prosedur luka terbuka
c. Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
d. Deficit Self Care b/d
kelemahan dan kelelahan
e. Resiko Infeksi
3. Rencana Keperawatan

NO Diagnose NOC NIC Rasional


Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah dilakukan o Kaji keluhan nyeri,mengenai lokasi, Membantu dalam
berhubungan dengan perawatan 3 hari, nyeri intensitas dan durasi, perhatikan identifikasi derajat
kerusakan jaringan berkurang atau hilang petunjuk verbal dan non verbal ketidaknyamanan dan
dengan kriteria : o Ajarkan latihan teknik relaksasi, untuk keefektifan
sentuhan terapeutik, dan dorong
pemberian analgetik
o klien tenang, nyeri ambulasi dini
kepala dan pusing o Buat posisi kepala lebih tinggi 30 Membantu
hilang, klien dapat derajat dan bantu pasien menemukan memfokuskan
istirahat dengan posisi yang nyaman
perhatian dan
tenang o Kurangi stimulus/batasi pengunjung
o Kolaborasi derngan tim medis dalam meningkatkan
o Skala nyeri 1-2
o Tanda vital normal pemberian obat-obatan analgetik kemampuan koping
2. Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1. Perawatan luka jaringan Untuk memberikan
jaringan b/d tindakan selama 6 hari o Catat karakteristik luka, tentukan penghilangan
prosedur luka luka jaringan membaik ukuran dan kedalaman luka ketidaknyamanan nyeri
terbuka dengan kriteria : o Catat karakteristik cairan sekret yang dan memfasilitasi tidur,
keluar
partisipasi pada terapi
- luka mengecil dalam o Bersihkan dengan cairan anti bakteri
pasca operasi
ukuran dan o Bilas dengan cairan NaCl 0,9 %
peningkatan o Lakukan nekrotomi
granulasi jaringan. o Lakukan tampon yang sesuai
o Dresing dengan kasa steril sesuai
kebutuhan
o Lakukan pembalutan Pengkajian luka akan
o Pertahankan tekhnik dresing steril lebih realible dilakukan
ketika melakukan perawatan luka oleh pemberi asuhan
o Amati setiap perubahan pada balutan yang sama dengan
o Bandingkan dan catat setiap adanya posisi yang sama dan
perubahan pada luka tekhnik yang sama.
o Berikan posisi terhindar dari tekanan

3.
Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Terapi exercise : pergerakan sendi ROM exercise
fisik berhubungan tindakan perawatan membantu
dengan tidak selama 6 hari dapat o Pastikan keterbatasan gerak sendi mempertahankan
yang dialami
nyaman nyeri, teridentifikasi Mobility mobilitas sendi,
o Kolaborasi dengan fisioterapi
intoleransi aktifitas, level, Joint Movement o Pastikan m otivasi klien untuk meningkatkan
penurunan kekuatan aktif, dengan kriteria mempertahankan gerakan sendi sirkulasi, mencegah
otot hasil : o Pastikan klien untuk mempertahankan kontraktur,
gerakan sendi meningkatkan
o aktifitas fisik o Pastikan klien bebas dari nyeri kenyamanan
meningkat sebelum diberikan latihan
o ROM normal o Anjurkan ROM Exercise aktif, jadual
o Melaporkan perasaan teratur, Latih ROM pasif.
peningkatan Pengetahuan yang
kekuatan, Exercise Promotion : cukup akan
kemampuan dalam memotivasi klien untuk
bergerak o Bantu identifikasi program latihan melakukan latihan
o Klien bisa melakukan yang sesuai
aktifitas walaupun o Diskusikan dan anjurkan pada klien
dengan dibantu untuk latihan yang tepat
Meningkatkan dan
membantu berjalan
Exercise terapi ambulasi /ambulasi akan
memperbaiki otonomi
o Anjurkan dan bantu klien duduk di
tempat tidur sesuai toleransi dan fungsi tubuh dari
4. o Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai injuri.
toleransi
Membantu klien dalam
o Penuhi Fasilitas penggunaan alat
memenuhi kebutuhan
Deficit Self Care Aktifitas kehidupan bantu PH
b/d kelemahan dan sehari-hari adekuat 1. Self care : mandi
kelelahan dengan kriteria :
o Tempatkan perawatan mandi di dekat
o kemampuan klien bed pasien Membantu klien untuk
dalam memenuhi o Fasilitasi klien untuk menggosok gigi makan dalam
ADL o Fasilitasi klien untuk membersihkan memenuhi keb nutrisi
o toleransi terhadap diri
tanda2 vital o Monitor kebersihan gigi dan kuku
o Libatkan keluarga dalam membantu
Membantu klien untuk
klien
2. Self care makan : BAB / BAK

o Identifikasi diet
o Ciptakan lingkungan yang nyaman
saat makan
o Lakukan oral higene sebelum makan
3. Self care toileting

o Identifikasi kebutuhan toileting


o Jaga privaci klien
o Libatkan keluarga dalam membantu
klien

5.

Pengendalian
terjadinya status
Resiko Infeksi Pasien menunjukkan infeksi yang dapat
kontrol terhadap resiko memperparah sakitnya
setelah dilakukan 1.Infection Control
perawatan 3x24 jam o Terapkan pencegahan universal
dengan indikator : o Berikan hiegine yang baik lingkungan
atau personal
o Bebas dari tanda o Batasi jumlah pengunjung dan
dan anjurkan cuci tangan ketika kontak
gejala dengan klien
infeksi. o Lakukan dresing pada IV line dan
o Mampu Cegah infeksi,
Kateter
menjela melindungi dari resiko
o Tingkatkan intake nutrisi dan istirahat
skan terjadinya infeksi
yang cukup
tanda
2. Infection Protection
dan
gejala o Monitor tanda dan gejala infeksi
infeksi
lokal/sistemik
o Leukosit dalam
o Pantau hasil pemeriksaan laboratorium
batas
yang mengindikasikan infeksi (WBC)
normal
o Amati faktor2 yang dapat
o Tanda vital dalam
meningkatkan infeksi
batas
o Observasi area invasive
normal
o Pertahankan tekhnik aseptic dalam
perawatan klien
3. Monitor Vital Sign

o Pantau suhu tubuh setiap 8 jam


4. Enviroment management

o Batasi pengunjung yang sedang


demam/influensa/sakit infeksi
5. Health education

o Jelaskan mengapa sakit dan


pengobatan meningkatkan resiko
infeksi Dengan HE dharapka
o Anjurkan untuk menjaga kesehatan pasien dan keluarga
personal untuk melindungi dari infeksi tahu hal-hal yang dapat
o Ajarkan metode aman untuk beresiko mendatangkan
pengamanan/penyiapan makanan infeksi
o Pengendalian infeksi : Ajarkan tekhnik
cuci tangan
o Ajarkan tanda2 infeksi
o Anjurkan untuk lapor perawat/dokter
bila dirasakan muncul tanda2 infeksi
6. Medication Administration

o Kelola Therapi sesuai advis


Pantau efektifitas, keluhan yang
muncul pasca pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C. B., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Volume I,


EGC: Jakarta.

Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta

Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media Aesculapius:


Jakarta

Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyaki. Volume
2. Edisi 6. EGC : Jakarta.

Sjamsuhidajat R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta

Smeltzer & Bare, (2003). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3. Edisi 8.
EGC: Jakarta

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Laporan Asuhan Keperawatan ini sudah diteliti dan disetujui oleh


Pembimbing Laboratorium Klinik STIKES Bethesda YAKKUM Yogyakarta

Yogyakarta, Juli 2012

Pembimbing Klinik I, Pembimbing Klinik II,

(Dewi Purnasiwi, S.Kep., Ns.) (Endarwati S., AMK.)

Pembimbing Akademik,

(Isnanto, S.Kep., Ns.)

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

Disusun Oleh:
Desta Windy Pamungkas

0902014

PROGRAM STUDY S-1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai