Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI TEKNIK NUKLIR

PENGAWETAN CABAI GILING DENGAN IRADIATOR GAMMA

DISUSUN OLEH :

NAMA : SITI NUR ARIFAH

NIM : 011500427

KELOMPOK : 5 (LIMA)

PROGRAM STUDI : D-IV TEKNOKIMIA NUKLIR

JURUSAN : TEKNOKIMIA NUKLIR

PEMBIMBING : Ir. GIYATMI, M.Si

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2018
Pengawetan Cabai Merah Giling dengan Iradiasi Gamma

I. Tujuan :
1. Mengetahui proses pengawetan makanan menggunakan fasilitas Iradiator Gamma
2. Mengetahui perubahan yang terjadi pada bahan makanan.

II. Dasar Teori


A. Teknik Iradiasi Untuk Pengawetan Makanan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus selalu tersedia
dalam jumlah yang cukup, mutu yang memadai, dan harga terjangkau untuk dapat
menjamin kelangsungan hidup. Bahan pangan umumnya mudah rusak baik
disebabkan oleh pengaruh cuaca, serangan serangga maupun mikroba terutama yang
dapat memproduksi toksin mematikan. Oleh karena itu, perlu dipikirkan teknologi
tepat guna yang dapat mencegah kerusakan berlanjut. Teknologi pengawetan
konvensional dengan cara pengeringan, penggaraman, pemanasan, pembekuan dan
pengasapan serta fumigasi, sampai saat ini masih diterapkan untuk mempertahankan
mutu sekaligus memperpanjang masa simpan bahan pangan. Penambahan bahan
pengawet sintetis masih seringkali digunakan meskipun memberikan dampak negatif
bagi kesehatan. Pengembangan teknik nuklir dalam bidang pangan sudah terbukti
dapat menciptakan hal baru sebagai teknologi alternatif guna membantu
memecahkan berbagai masalah sanitasi yang dihadapi. Beberapa contoh aplikasi
teknik nuklir untuk tujuan tersebut dan telah dikembangkan antara lain untuk
peningkatan daya awet, keamanan pangan, dan sterilisasi bahan pangan tertentu.
Teknologi radiasi memiliki beberapa keunggulan dibanding teknologi
konvensional, yaitu hemat energi dan bahan, mudah dikontrol, dapat diproses dalam
kemasan yang tidak tahan panas, tidak meninggalkan residu, dan ramah lingkungan.
Namun, sebagian masyararakat masih memiliki pemahaman yang keliru tentang
iradiasi pada bahan pangan. Oleh karena itu sosialisasi dan edukasi kepada
masyarakat tentang manfaat teknologi tersebut harus terus ditingkatkan. Jenis radiasi
yang digunakan adalah radiasi berenergi tinggi yang disebut radiasi pengion, karena
menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya.
Energi yang dihasilkan oleh sumber radiasi dapat dimanfaatkan untuk
tujuan menghambat pertunasan dan pematangan serta membasmi serangga (dosis
rendah) dan membunuh mikroba patogen (dosis sedang), serta membunuh seluruh
jenis bakteri yang ada (dosis tinggi), sehingga mutu bahan pangan dapat tetap
dipertahankan di dalam kemasan yang baik selama penyimpanan. Sumber radiasi
yang dapat digunakan untuk proses pengawetan bahan pangan terdiri dari 4 macam,
yaitu: Co-60, Cs-137, masing-masing menghasilkan sinar gamma, mesin berkas
elektron dan mesin generator sinar-X. Dengan menggunakan pembatas dosis
iradiasi dan batas maksimum energi dari keempat sumber tersebut, maka bahan
pangan yang diawetkan dengan iradiasi tidak menjadi radioaktif.
Uji keamanan makanan iradiasi untuk konsumsi manusia dikenal dengan
istilah wholesomeness test, mencakup uji toksikologi, makro dan mikro nutrisi serta
uji mikrobiologi dan sensorik. Dalam teknologi iradiasi, terjadinya interaksi antara
radiasi dengan materi/sel hidup dapat menimbulkan berbagai proses fisika dan
kimia di dalam materi tersebut, yang diantaranya dapat menghambat sintesa DNA
dalam sel hidup, misalnya mikroba. Proses ini yang selanjutnya dimanfaatkan untuk
berbagai tujuan, yaitu menunda pertunasan, membunuh serangga dan mikroba.
Komoditi yang akan diiradiasi wajib memenuhi kriteria higienis dan dengan
kontaminasi awal serendah mungkin.
Sumber radiasi pengion yang menghasilkan sinar gamma dan sinar-X untuk
pengawetan bahan pangan telah ditetapkan batasan maksimalnya masing-masing
sebesar 5 MeV dan 10 MeV untuk mesin berkas elektron. Batasan ini dibuat
berdasarkan pembentukan imbas radioaktif. Radioaktivitas imbas baru akan timbul
pada atom-atom bahan yang diiradiasi bila energi yang digunakan di atas 5 MeV
untuk radiasi gamma. Batas energi untuk sumber elektron lebih tinggi karena
radioaktivitas imbas yang timbul pada energi kurang dari 16 MeV sangat sedikit
jumlahnya dan relatif berumur pendek. Pembentukan residu zat radioaktif yang
berasal dari sumber radiasi pada bahan pangan sama sekali tidak ada, karena
radionuklida sumber radiasi tersimpan rapat dalam kapsul logam yang berlapis.
Selama proses berlangsung, bahan pangan sama sekali tidak menempel pada
sumber.
Iradiasi secara umum dapat digambarkan sebagai seberkas sinar yang
menembus dengan kekuatan yang berbeda bergantung pada panjang gelombang dan
berbanding terbalik dengan frekuensinya. Oleh karena itu, proses radiasi tidak
meninggalkan residu apapun, baik pada bahan yang disinari, maupun berada di
sekitarnya, sehingga proses tersebut benar-benar aman, bersih dan ramah
lingkungan. Proses penyinaran dengan menggunakan radiasi pengion merupakan
proses “dingin” karena tidak menimbulkan kenaikan suhu pada bahan yang
dilaluinya.
Energi yang diserap bahan pangan dengan teknik tersebut jauh lebih rendah
dari energi makanan yang dipanaskan. Akibatnya perubahan unsur kimia yang
terjadi akibat radiasi secara kuantitatif juga lebih sedikit. Senyawa kimia yang
terbentuk akibat radiasi bergantung pada komposisi bahan dan jumlahnya akan
meningkat sesuai dengan bertambahnya dosis radiasi. Perubahan kimia dapat
ditekan dengan mengatur suhu dan kadar air bahan, serta menghilangkan oksigen
udara di sekeliling bahan yang diiradiasi.
Sebagaimana diutarakan sebelumnya bahwa iradiasi dapat menimbulkan
perubahan kimia pada bahan pangan, maka timbul kekhawatiran bahwa iradiasi
dapat mempengaruhi nilai gizi dari bahan tersebut. Dari hasil penelitian terbukti
bahwa hilangnya zat gizi pada makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 kGy tidak
nyata. Iradiasi bahan pangan pada dosis sedang (1-10 kGy) dapat menurunkan
beberapa unsur mikro nutrisinya apabila udara dan suhu serta kondisi selama proses
tidak diatur dengan baik. Perlakuan kombinasi antara pengaturan kondisi iradiasi
(dosis, suhu, oksigen) dan teknik pengemasan dapat mempertahankan mutu dan
nutrisi pada bahan pangan olahan siap saji. Beberapa jenis vitamin seperti riboflavin,
niacin dan vitamin D cukup tahan terhadap radiasi, tetapi vitamin A, B, C dan E
sangat peka. Pada umumnya, penurunan kadar vitamin dalam bahan pangan akibat
iradiasi hampir sama saja dengan penurunan akibat pemanasan. Pada sterilisasi
panas, kadar thiamin, niacin dan pridoksin masing-masing mengalami penurunan
80, 35 dan 16%, sedangkan pada sterilisasi radiasi dengan dosis 45 kGy yang
dilakukan pada suhu -79 C (CO padat) masing-masing hanya mengalami 2
penurunan sebesar 15%, 22%, dan 2%.
Paparan radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan DNA pada sel
hidup termasuk sel mikroba khususnya yang bersifat patogenss. Namun, aplikasi
iradiasi dosis sedang (1-10 kGy) tidak dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada
mikroba yang bersifat lebih patogen atau resisten terhadap radiasi. Sebagian besar
bakteri patogen vegetatif, tidak berspora dan gram negatif sangat peka terhadap
radiasi, sedangkan bakteri berspora umumnya lebih tahan, kecuali diiradiasi pada
dosis tinggi (> 10 kGy). Meskipun dengan cara analisis kimia tidak ditemukan
senyawa apapun yang dapat membahayakan kesehatan, namun uji toksikologi
terhadap bahan pangan yang diawetkan dengan radiasi masih tetap.
Aspek Kimia Aspek Gizi Aspek Mikrobiologi Aspek
Toksikologidilakukan, terutama apabila ada pengembangan jenis produk yang baru.
Uji coba keamanan pangan dilakukan berdasarkan kode etik (ethical clearance) baik
pada hewan maupun manusia. Sebagai relawan, responden perlu mengisi inform
consent untuk meyakinkan kesediannya. Uji toksikologi terhadap bahan pangan
iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan paling lengkap bila
dibandingkan dengan pengujian terhadap proses konvensional. Hasil pengujian
pangan iradiasi yang dilakukan para pakar yang bergabung di dalam International
Food Irradiation Project (IFIP) dan berpusat di Karlshruhe membuktikan bahwa
teknik iradiasi yang diterapkan untuk memproses bahan pangan jauh lebih aman
dibandingkan teknik pengolahan konvensional lainnya.
Persyaratan yang berlaku dalam pemilihan bahan pengemas yang
digunakan sebagai pembungkus makanan atau bahan pangan yang akan diiradiasi
harus tetap diperhatikan. Bahan dan teknik pengemasan merupakan unsur yang
tidak kalah penting, karena mutu dari bahan pangan yang diiradiasi sangat
bergantung pada kekuatannya. Bahan pengemas yang “flexible” dalam bentuk
laminasi saat ini lebih banyak disukai daripada wadah yang terbuat dari kaleng,
terutama untuk pembungkus makanan siap saji yang diiradiasi. Bahan pengemas
tersebut umumnya dibuat secara khusus dan bersifat tahan terhadap radiasi, suhu -79
C, kedap udara serta tidak mudah terkelupas, sehingga mampu mempertahankan
mutu makanan di dalamnya untuk jangka panjang pada suhu kamar (28 - 30 C).
Sebelum bahan pangan diiradiasi, dosis yang akan diterapkan sesuai
tujuannya harus sudah diketahui. Dosimetri ditujukan untuk menetapkan tingkat
keseragaman dosis, sehingga bahan pangan benar-benar menerima jumlah paparan
dosis yang sama sesuai dengan tujuan iradiasi. Penelitian makanan iradiasi sudah
dikembangkan sejak tahun 1968, dan aplikasinya terus mengalami peningkatan
yang sangat nyata. Makanan iradiasi lazim pula disebut iradiasi pangan telah
dikomersialisasikan meskipun hanya terbatas pada kebutuhan ekspor ke berbagai
negara di Eropa, Amerika dan Timur Tengah.
Komersialisasi bahan pangan iradiasi dilakukan berdasarkan peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 701/MENKES/PER/VIII/2009,
Undang-undang Pangan RI No. 7/1996, Label Pangan No. 69/1999 par. 34 dan
peraturan perdagangan internasional dari segi komersialisasinya. Aspek Pengemasan
Aspek Dosimetri Perkembangan Makanan Iradiasi di Indonesia Produk-produk
makanan yang diiradiasiIradiasi Pangan PATIR - BATAN Tahun 2010 Iradiasi
Pangan Komersial Tahun 2010 Peraturan standar internasional untuk makanan
iradiasi Codex General Standard for Irradiated Foods (Codex stan 106-1983
Rev.2003) telah mengalami revisi pertama pada tahun 2003. Tambahan peraturan
tentang dosis terabsorpsi untuk makanan yang disterilisasi dengan dosis di atas 10
kGy harus mengacu pula pada undang-undang yang berlaku.
 Dosis rendah < 1 kGy
 Menunda proses pematangan buah dan menghambat
pertunasan pada rimpang dan umbi- umbian;
 mencegah perkembangbiakan serangga dan hama gudang.
 Dosis sedang 1-10 kGy
 Dekontaminasi, eliminasi kapang/khamir dan bakteri
patogen tidak berspora.
 Dosis tinggi > 10 kGy
 Kombinasi perlakuan antara bahan pengemas, pembekuan
dan iradiasi pada dosis sterilisasi terhadap bahan
pangan/makanan untuk keperluan khusus (masyarakat rentan
terinfeksi penyakit, astronot, militer, jamaah haji dan
kegiatan di luar rumah/outdoor activities serta pemakaian
lain yang tidak bergantung pada fasilitas pendingin selama
penyimpanan). Produk ini dapat bertahan lebih dari setahun
pada suhu kamar.
B. Pelabelan

Label harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan


perundang- undangan, juga harus memuat: tulisan “PANGAN IRADIASI”; tujuan
iradiasi; tulisan “TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG”; Nama dan alamat
penyelenggara iradiasi; tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun; nama negara
tempat iradiasi dilakukan. Pada label juga dilengkapi dengan logo radura (radiation
durable).No. Jenis Pangan Tujuan Iradiasi Dosis Serap Maksimum (kGy).

C. Dosimetri

Sebelum bahan pangan diiradiasi, dosis yang akan diterapkan sesuai


tujuannya harus sudah diketahui. Dosimetri ditujukan untuk menetapkan tingkat
keseragaman dosis, sehingga bahan pangan benar-benar menerima jumlah paparan
dosis yang sama sesuai dengan tujuan iradiasi. Penelitian makanan iradiasi sudah
dikembangkan sejak tahun 1968, dan aplikasinya terus mengalami peningkatan
yang sangat nyata. Makanan iradiasi lazim pula disebut iradiasi pangan telah
dikomersialisasikan meskipun hanya terbatas pada kebutuhan ekspor ke berbagai
negara di Eropa, Amerika, dan Timur Tengah. Komersialisasi bahan pangan
iradiasi dilakukan berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 701/MENKES/PER/VIII/2009, mengenai pangan iradiasi.

III. Alat dan Bahan


1) Bahan
 Cabai Merah Giling.
 Air
2) Peralatan:
 Iradiator gammaCo-60 12000 Ci
 Wadah kaca/Platik PE
 Neraca
 pH meter
 Deksicator
 Sendok sungu
 Blender
 Cawan
 Oven
 Aw meter

IV. Langkah Kerja


A. Proses Iradiasi
1. Cabai merah dicuci dan dibersihkan
2. Cabai dihaluskan dengan menggunakan blender, ditambahkan sedikit air
untuk memudahkan.
3. Cabai yang sudah halus kemudian dikurangi kadar airnya dengan disaring.
4. Cabai kemudian dihitung kadar air awal dengan menimbang massa awal,
memasukkan ke dalam oven, mengeluarkan dan meletakkan ke dalam
deksikator lalu menimbangnya, semuanya dilakukan sampai diperoleh
massa yang konstan. Kadar air yang dibolehkan untuk diiradiasi adalah
<14%
5. Dilakukan uji pH dan organoleptic pada cabai yang telah konstan
6. Cabai kemudian ditempatkan dalam 15 buah plastic zip, masing-masing
diisi sebanyak 12 gram, di seal agar kedap udara, lalu diiradiasi dengan
dosis 1 kGy, 2 kGy, 3 kGy, 4 kGy.
7. Cabai yang telah diiradiasi dikeluarkan, dan dilakukan uji seperti
sebelumnya, yaitu uji pH, kadar air, dan organoleptic.
8. Cabai kembali disimpan dalam plastic zip yang diseal untuk kemudian
dilakukan pengujian secara rutin pada hari ke 5, 10, 15, dan 20 setelah
iradiasi.
9. Pengujian dilakukan pada cabai yang diiradiasi maupun cabai kontrol

B. Analisis
 Pengukuran pH
1. Sampel ditimbang sebanyak ± 3 gram.
2. Sampel yang telah ditimbang dilarutkan dengan akuades sebanyak 30
mL
3. Diukur dengan menggunakan pH meter.
 Pengukuran Kadar Air
1. Sampel cabai ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan yang telah
diketahui massanya.
2. Sampel dipanaskan ke dalam oven dengan suhu 100°C selama 1 jam.
3. Sampel didinginkan di dalm deksikator.
4. Sampel ditimbang dengan neraca.
5. Prosedur 2-4 diulangi hingga diperoleh massa yang konstan.
 Pengukuran aktivitas air
1. Sampel diisi ke dalam cawan plastik bening hingga menutupi seluruh
permukaan.
2. Sampel diukur dengan menggunakan Aw-meter dengan waktu
pengukuran 10 menit.
3. Pengukuran dalam percobaan tidak dilakukan karena kendala pada alat.
 Warna (seharusnya dianalisis dg alat)
 Mikrobiologi (seharusnya dianalisis dg alat)
 Vitamin ( seharusnya dianalisis dg alat)
 Tingkat pedas/rasa cabai. (Form uji organoleptik)
 Bau (form uji organoleptik)
 Penampilan (form uji organoleptik)
V. Data Pengamatan
Kuantitatif

1. pH

Dosis Sebelum Setelah iradiasi


(kGy) iradiasi Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
0 (kontrol) 6,442 6,345 6,242 5,472 5,545
9 7,546 7,475 7,353 7,335 6,344
10 7,327 7,209 7,199 6,496 6,324
*Variabel control tidak diiradiasi

2. Kadar Air
Massa plastic zip (pz) : 0,5098 g
Massa cawan besar(cb) : 406,68 g
Massa cb + cabai sebelum pemanasan : 568,65 g
Massa cb + cabai setelah pemanasan : 328,98 g
Suhu pemanasan : 100 0C
Waktu pemanasan : 90 menit
Data Awal
Dosis
Sampel Massa pz+cabai awal(g)
(kGy)
A 15,5091
9 B 15,5035
C 15,5123
A 15,5098
10 B 15,5091
C 15,5113
A 15,5096
Kontrol B 15,5114
C 15,5121

Kualitatif
Organoleptik
Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21
Dosis(kGy)
B W P R B W P R B W P R B W P R
9 5 3 3 5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2
10 5 3 3 5 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Kontrol 5 3 3 4 2 2 2 1 1 3 1 1 1 2 1 1

Keterangan
B : Bau
W : Warna
P : Penampilan
R : Rasa
Skala 1 : Sangat tidak suka
Skala 2 : Tidak suka
Skala 3 : Biasa saja
Skala 4 : Suka
Skala 5 : Sangat suka

VI. Perhitungan
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = × 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛
568,65 𝑔 − 328,98 𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = × 100% = 42,1472%
568,65 𝑔
VII. Pembahasan

Pada dasarnya pengawetan suatu bahan dengan radiasi adalah menggunakan


sisi positif efek radiasi terhadap sistem biologi. Bahan-bahan yang dapat
diawetkan dengan radiasi salah satunya adalah bahan makanan. Tujuan
dilakukannya pengawetan terhadap bahan makanan ini adalah untuk menunda
waktu pembusukan sehingga makanan bisa lebih awet dan bersih dari bakteri
mikroba. Selain itu juga berguna untuk mempertahankan kualitas dan
meningkatkan keamanan, mutu, dan daya simpan bahan pangan.

Aplikasi teknologi iradiasi guna mempertahankan kualitas dan meningkatkan


keamanan bahan pangan tanpa menurunkan nilai gizi dan cita rasa sehingga dapat
dikonsumsi masyarakat. Meski diiradiasi, bahan-bahan pangan itu tidak
kehilangan sifat-sifat asalnya. Kandungan vitamin, warna, bentuk, serta rasa
bahan pangan itu akan tetap sama. Iradiasi hanya mematikan zat-zat berbahaya
yang menyebabkan pembusukan. Selain itu, sifat asal bahan pangan tidak berubah
karena dosis iradiasi yang diberikan memiliki kadar yang sesuai. Jenis radiasi
yang digunakan untuk pengawetan makanan bersifat gelombang elektromagnetik,
sehingga tidak menyebabkan makanan tersebut menjadi tercemar radioaktif.

Mekanisme Pengawetan Bahan Makanan Menggunakan MBE

Apabila suatu zat dilalui radiasi pengion, energi yang melewatinya akan
diserap dan menghasilkan pasangan ion. Energi yang diserap oleh tumbukan
radiasi dengan partikel bahan pangan akan menyebabkan eksitasi dan ionisasi
beribu-ribu atom dalam lintasannya yang akan terjadi dalam waktu kurang dari
0,001 detik. Karena waktu yang sangat singkat tersebut, maka tidak terjadi
kenaikan suhu dan tidak menimbulkan residu. Produk ionisasi dapat berupa
electronically charged (ion) maupun netral (radikal bebas). Produk ini kemudian
bereaksi dan menyebabkan perubahan pada material yang diiradiasi atau yang
disebut dengan radiolisis. Reaksi inilah yang menyebabkan penghancuran
mikroorganisme, serangga, dan parasit selama proses iradiasi makanan.

Dalam makanan yang memiliki kandungan air


tinggi, air terionisasi oleh radiasi. Elekton
dikeluarkan dari molekul-molekul air dan
memutuskan ikatan kimia. Produk-produk
tersebut kemudian berekombinasi membentuk
hidrogen, hidrogen peroksida, hidrogen radikal,
hidroksil radikal, dan hidroperoksil radikal.

Ion-ion reaktif yang diproduksi oleh makanan iradiasi menghancurkan


mikroorganisme dalam sekejap, dengan mengubah stuktur membran sel dan
mempengaruhi aktivitas metabolik enzim. Namun, efek yang lebih penting adalah
pada molekul deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) dalam
sel nukleus, yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan replikasi. Dimana efek ini
bisa terlihat dalam jangka waktu yang lama. Efek-efek radiasi hanya dapat terlihat
setelah jangka waktu tertentu, saat DNA double helix gagal dibongkar dan
mikroorganisme tidak bisa direproduksi melalui pembelahan sel. Kecepatan
destruksi sel individu bergantung pada kecepatan dimana ion diproduksi dan
berinter-reaksi dengan DNA, dimana jumlah sel tereduksi bergantung pada dosis
total radiasi yang diterima.

Analisis Kuantitatif dan Kualitatif

Analisis secara kuantitatif dilakukan dengan pengamatan perubahan berat


sampel cabai selama 21 hari. Penimbangan dilakukan selang waktu 7 hari.
Berdasarkan data pengamatan (terlampir), pada pengkondisian awalnya harus
memenuhi syarat yaitu kadar airnya dibawah 50%

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛 − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = × 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑜𝑣𝑒𝑛
Analisis kualitatif dilakukan dengan mengukur pH sebelum dan sesudah
iradiasi. Ternyata terjadi penurunan pH setelah bahan makanan tersebut
diiradiasi. Penurunan pH disebabkan karena terjadi pemutusan beberapa ikatan-
ikatan kimia yang ada dalam sampel akibat iradiasi sehingga menyebabkan
perubahan senyawa menjadi lebih sederhana.

Selain itu dilakukan pula uji fisik sampel selama 21 hari. Ternyata cabai
yang terlihat paling mudah membusuk adalah cabai yang tidak diiradiasi
(kontrol), Sedangkan cabai pada dosis 10 KGy paling baik hasilnya masih layak
untuk dikonsumsi setelah 21 hari penyimpanan.

Berdasarkan analisis-analisis di atas, dapat diketahui bahwa terjadi proses


pembunuhan mikroorganisme oleh berkas elektron. Namun dalam
pelaksanaannya juga harus diperhatikan dosis yang digunakan dalam pengawetan
makanan, karena apabila dosis radiasinya berlebihan, makanan yang diiradiasi
akan mengandung radikal bebas, sehingga dapat menyebabkan makanan tersebut
menjadi karsinogenik (menyebabkan kanker).

Keunggulan dan Kelemahan


Iradiasi Bahan Makanan
Keunggulan :

tidak ada atau sedikit sekali proses pemanasan pada makanan sehingga hampir
tidak ada perubahandalam karakteristik makanan,
dapat dilakukan pada makanan kemasan dan makanan beku,
dapat dilakukan pada makanan segar melalui satu kali operasi dan tanpa
menggunakan tambahan bahan kimia,
hanya membutuhkan sedikit energi,
perubahan pada aspek nutrisi dapat dibandingkan dengan metoda pengawetan
makanan lainnya, dan
proses otomatis terkontrol dan memiliki biaya operasi rendah.
Kelemahan :

 proses dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri dalam jumlah besar


sehingga dapat membuat makanan yang tidak layak makan menjadi layak jual,
 jika mikro-organisme pembusuk dimusnahkan tetapi bakteria patogen tidak,
konsumen tidak bisa melihat indikasinya dari bentuk makanan,
 makanan akan berbahaya bagi kesehatan jika bakteri penghasil racun
dimusnahkan setelah bakteri tersebut mengkontaminasi makanan,
 kemungkinan perkembangan resistensi mikroorganisme terhadap radiasi,
 hilangnya nilai nutrisi makanan,
 sampai sekarang, prosedur analitik dalam mendeteksi apakah makanan telah
diirradiasi belum mencukupi, dan
 resistensi publik disebabkan oleh kekhawatiran akan pengaruh radioaktif atau
alasan lain yang berhubungan dengan kekhawatiran terhadap industri nuklir.

VIII. Kesimpulan
Dari hasil peercobaan tentang pengawetan bahan makanan menggunakan mesin
berkas elektron 350 keV/10 mA dapat disimpulkan bahwa :

1. Terjadi proses penghancuran mikroorganisme pada bahan makanan yang


diiradiasi menggunakan irradiator, hal ini dapat diketahui dari turunnya pH
bahan yang diiradiasi dan dilihat secara fisik, bahan yang diiradiasi lebih
lama busuk daripada bahan makanan yang tidak diiradiasi.
2. Secara kuantitatif, tidak ada perbedaan yang signifikan antara bahan yang
diiradiasi dan bahan yang tidak diiradiasi.
3. Pada pengawetan cabai giling yang diiradiasi pada dosis 10 KGy dapat
bertahan hingga lebih dari 3 minggu (21 hari)

IX. Daftar Pustaka

o Giyatmi. (2018). Petunjuk Praktikum Aplikasi Teknik Nuklir: Pengawetan


Makanan. Yogyakarta: STTN-BATAN.
o Aquino, K. 2012. ‘Sterilization by Gamma Irradiation’. Dalam Feriz Adrovic
(ed.). Gamma Radiation. InTech.
o Cahyani, Annisa. 2015. Aplikasi Teknologi Iradiasi Gamma dan Penyimpanan
Beku. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 (1) Hlm. 73-79. Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
o Irawati, Zubaidah. 2007. Pengembangan Teknologi Nuklir untuk
Meningkatkan
Keamanan dan Daya Simpan Bahan Pangan. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan
Radiasi Vol. 3 (2) hlm.41-52. PAIR-BATAN. Jakarta.
o Irawati, Zubaidah, dkk. 2010.Uji toksisitas terhadap kadar malondialdehida
dan kapasitas antioksidan pada rendang steril iradiasi: in vitro. Jurnal Ilmiah
Aplikasi Isotop dan Radiasi, Vol. 6 (1) hlm. 31-45. PAIR-BATAN. Jakarta.
o Kurniawati, Triya, dkk. 2012. Megono Instan Pemasaran Budaya Kuliner
Khas Pekalongan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Vol 2 (1) hlm. 42-44. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Semarang.
o Leadley, C. 2008. ‘Novel Commercial Preservation Methods’. Dalam G.S.
Tucker (ed.). Food Biodeterioration and Preservation. Blackwell Publishing,
Oxford.
o Mawaddah, Rosliana. 2008. Kajian Hasil Riset Potensi Antimikroba Alami
dan Aplikasinya dalam Bahan Pangan di Pusat Informasi Teknologi Pertanian
FATETA IPB (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
o Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. PERMENKES No.
701/MENKES/PER/VIII/2009. Kementerian Kesehatan. Indonesia.
o Putri, dkk. 2015. Aplikasi Teknologi Iradiasi Gamma dan Penyimpanan Beku
Sebagai Upaya Penurunan Bakteri Patogen pada Seafood : Kajian Pustaka.
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 (2) hlm 345-352. Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Yogyakarta,11 juli 2018

Pembimbing Praktikan

Ir. Giyatmi, M.Si Siti Nur Arifah


Lampiran:

Cabai merah segar

Cabai merah hasil penggilingan

Cabai sebelum diiradiasi ( 0 KGy, 9 KGy, 10 KGy)

7 hari setelah diiradiasi ( 0 KGy, 9 KGy, 10 KGy)


14 hari setelah diiradiasi ( 0 KGy, 9 KGy, 10 KGy)

21 Hari setelah diiradiasi ( 0 KGy, 9 KGy, 10 KGy)

Anda mungkin juga menyukai