Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi


Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar
95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah
kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan
pada mekanisme pengaturan tekanan darah (Mansjoer,2000). Hipertensi adalah
keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik
lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata -
rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001).

2.1.2 Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu
: (Lany Gunawan, 2001)
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya,
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
Hipertensi primer ter
dapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan
oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data - data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai
penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output
atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

9
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport
Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress lingkungan.
d. Hilangnya elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan –
perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun sesudah berumur
20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Meskipun hipertensi primer
belum
diketahui dengan pasti penyebabnya, data - data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi. Ciri perseorangan. Ciri perseorangan yang
mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: Umur (jika umur bertambah
maka TD meningkat), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan),
ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
b. Kebiasaan hidup.
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah

10
Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), Kegemukan atau makan
berlebihan. stress, merokok, Minum alkohol, Minum obat - obatan ( ephedrine,
prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
a. Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor
b. Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol,
Vaskulitis
c. Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme
d. Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB
e. Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid

2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin.

11
Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontologi.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

2.1.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi (Menurut : Edward K Chung,
1995 )
a. Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas

12
d. Gelisah
e. Mual muntah
f. Epistaksis
g. Kesadaran menurun

2.1.5 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi
meliputi :
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1)Diet.
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah
dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron
dalam plasma.
2)Aktivitas.
Pasien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan
medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau
berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau
pemilihan
obat anti hipertensi yaitu:
1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4)Tidak menimbulakn intoleransi.

13
5) Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh klien.
6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat – obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretik,
golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi
rennin angitensin.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


a. Hemoglobin / hematokrit. Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume
cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor – faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
b. Glukosa. Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
c. Kalium serum. Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (
penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d. Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
e. Kolesterol dan trigliserid serum. Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
f. Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
g. Kadar aldosteron urin/serum. Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )
h. Urinalisa. Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
i. Asam urat. Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
j. Steroid urin. Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k. IVP. Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal,
batu
ginjal / ureter
l. Foto dada. Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
m. CT scan. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati

14
n. EKG. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.

2.1.7 Komplikasi
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan
berbagai macam komplikasi antara lain :
a.Stroke
b.Gagal jantung
c. Ginjal
d. Mata

15
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi Secara Teori

2.2.1 Pengkajian

a. Aktivitas
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu
dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ tertunda.
c. Integritas ego
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stressmultiple
(hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
2) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan
meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
2) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun),
riwayat penggunaan diuretik
3) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital
(terjadi saatbangun dan menghilangkan secara spontan setelah beberapa jam),
Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).

16
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses
pikir, penurunan kekuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakitkepala.
h. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
adanya tahanan pembuluh darah
d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output
e. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
g. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien
2.2.3 Intervensi Keperawatan
2.2.3.1 Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam.

17
Kriteria hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
2. Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
3. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5. Catat edema umum
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan
kepala tempat tidur.
10. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
Kolaborasi
1. Untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

2.2.3.2 Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler


serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
2. Pasien tampak nyaman
3. TTV dalam batas normal

18
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
4. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5.Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres
dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik
relaksasi,bimbingan imajinasi dan distraksi
6. Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
Kolaborasi :
1. Pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan,
diazepam, valium )

2.2.3.3 Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan


dengan adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti
ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan
sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal, haluaran
urin 30 ml/ menit
2. Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring
2. Tinggikan kepala tempat tidur
3. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau
tekanan arteri jika tersedia

19
4. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
5. Amati adanya hipotensi mendadak
6. Ukur masukan dan pengeluaran
7. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
8. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

2.2.3.4 Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output


Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
1. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
3. Instruksikan pasien tentang penghematan energy
4. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
5. Monitor adanya diaforesis, pusing
6. Observasi TTV tiap 4 jam
7. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu
8. Istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore

2.2.3.5 Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala


Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
1. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
2. Tampak dapat istirahat dengan cukup

20
3. TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
2. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
3. Evaluasi tingkat stress
4. Monitor keluhan nyeri kepala
5. Lengkapi jadwal tidur secara teratur
6. Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
7. Lakukan masase punggung
8. Putarkan musik yang lembut

2.2.3.6 Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.


Tujuan :
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam
Kriteria hasil :
1. Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan
2. Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
2. Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas
keberhasilannya

2.2.3.7 Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi


yang diderita klien
Tujuan :
Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
24 Jam

21
Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang
2. Ekspresi wajah rilek
3. TTV dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi
dalam rencana pengobatan
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi,
peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk
menyelesaikan masalah
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi
untuk mengatasinya
4. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana pengobatan
5. Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup
6. Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non verbal
7. Observasi TTV tiap 4 jam
8. Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
9. Berikan support mental pada klien
10. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

22

Anda mungkin juga menyukai