Anda di halaman 1dari 11

TUGAS EKONOMI

Barang Tradisional Yang Diekspor

Jalan Jatinegara Timur IV Blok RT.8/RW.7, RT.10/RW.1, Rawa Bunga, Jatinegara, RT.8/RW.7, Rw. Bunga,
Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13350

Nama:Aldo Armansyah
Kelas:XI IIS 4
BAB I
Latar Belakang

Barang tradisional merupakan barang yang diciptakan oleh anak


bangsa yang berguna bagi bangsanya,banyak kita dapat jumpai barang
– barang tradisional yang telah dibuat oleh anak bangsa
Indonesia,membuat barang tradisional di Indonesia bukan lah hal yang
sulit karena semua yang kita butuhkan atau bahan bahan untuk
membuat kerajinan tradisional tersebut sudah terpenuhi dengan
sumber daya alam kita yang miliki.
Namun apakah barang-barang tradisional tersebut dapat berguna
bagi bangsa dalam bidang ekonomi?sebuah Negara harus mampu
untuk meningkatkan keadaan ekonomi mereka dengan cara apa
pun,salah satunya dengan kegiatan ekspor dan impor.
Kegiatan ekspor dan impor ini bertujuan untuk mencari
keuntungan dengan cara mengirim barang kita keluar negeri untuk
dijual (ekspor),kita dapat mengekspor barang-barang atau kerajinan
yang telah dibuat oleh anak bangsa ke Negara lain untung
mendatangkan income untuk Negara,selain bertujuan untuk
mendapatkan income kita juga dapat memperkenalkan kepada dunia
hasil kerajinan anak bangsa Indonesia yang berkualitas dan ramah
lingkungan karena dibuat dengan bahan alami yang kita dapatkan dari
sumber daya alam kita tanpa campuran bahan-bahan kimia yang
membahaykan tubuh para konsumen,membantu Negara lain untuk
mencukupi kebutuhannya,mempereat hubungan Negara kita dengan
Negara lain,memenuhi kebutuhan Negara,meningkat produksi kedua
belah pihak.
Kita juga dapat mengekspor berbagai sumber daya alam seperti
hasil tambang,hasil hutan, ,buah-buahan,kelapa sawit,beras,batu
bara,kakao,energy geothermal,biji kopi,karet alam
BAB II
Permasalahan

Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia soal ekspor


Masalah pertama yang mencuat ialah permasalahan regulated agent
(RA) atau agen inspeksi. ''Beberapa negara memang mensyaratkan
keamanan perdagangan yang cukup ketat seperti Amerika Serikat,'' kata
Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, RA ternyata juga


menjadi masalah bagi pelaku ekspor dalam negeri. Seperti biaya yang
meroket karena kewajiban membayar uang pemeriksaan sebesar Rp
1.200 per kilogram dan juga membayar biaya anggota sebesar Rp 25 juta
per tahun kepada salah satu operator RA.

Padahal, hingga kini jumlah operator RA masih amat terbatas


sehingga proses pemeriksaan berlangsung lambat. ''Ini artinya
menghambat kelancaran arus barang,'' paparnya. ''Apalagi Bagi
perusahaan yang berada di kawasan berikat, kontainer yang sudah
disegel itu harus kembali dibuka sehingga sangat tidak efisien.''

Selain itu, Mari juga menegaskan bahwa ekspor Indonesia juga


didera masalah kedua yaitu ketenagakerjaan. Mulai dari Upah Minimum
Regional (UMR), kualitas hingga masalah keterampilan sumber daya
manusia. Begitu juga soal peraturan yang melingkupi UMR.

Ketiga, menurutnya, ialah peraturan iklim investasi dan izin usaha.


Dalam catatan Kementerian Perdagangan, seringkali Pemerintah Daerah
menerbitkan Perda yang menghambat iklim investasi dan usaha.
Keempat ialah pajak daerah dan pungutan liar yang termasuk
dalam persoalan ekonomi biaya tinggi. Berdasarkan catatan Kemendag,
beberapa Pemerintah Daerah sering kali menerbitkan Perda sebagai
sumber APBD ditambah pungutan-pungutan liar.

Kelima ialah faktor keamanan barang dan jasa di mana seringkali


bentuk premanisme menjadi kendala proses produksi dan distribusi
industri. Terakhir ialah persoalan infrastrukur baik dalam hal
transportasi dan sumber daya energi. ''Dari klasifikasi ini, Kemendag
selanjutnya akan mengkoordinasikan penyelesaian hambatan tersebut
dengan kementerian lainnya sehingga target pencapaian nilai ekspor 200
miliar dolar tahun ini bisa tercapai,'' katanya.

Lalu Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi)


mengomentari nilai ekspor Indonesia yang masih kecil. Presiden Jokowi
membandingkannya dengan ekspor dari negara-negara ASEAN lainnya
seperti Thailand, Malaysia dan Vietnam.

Saat ini nilai ekspor Indonesia hanya mencapai 145 miliar USD
dan masih kalah dengan Thailand yang mencapai US$ 231 miliar,
Malaysia US$ 184 miliar, dan Vietnam yang mencapai US$ 160 miliar.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan


Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia (Bappenas) Bambang
Brodjonegoro pun memiliki beberapa catatan penting terkait masalah
ekspor di Indonesia.

Catatan ini dikemukannya saat rapat kerja Kementerian


Perdagangan pada Kamis (1/2/2018) di Hotel Borobudur, Jakarta.

Setidaknya ada 5 catatan penting yang dirangkum


Infonawacita.com terkait permasalahan ekspor yang diungkapkan
Menteri Bambang. Seperti apa?

1. Tidak Punya Resep Manfaatkan Pertumbuhan Global


Pada tahun 2017 lalu, kata Bambang, nyatanya Indonesia tidak
bisa memanfaatkan perbaikan ekonomi global. Kekecewaan ini pun
diungkapkan oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Padahal, menurut Bambang, biasanya pertumbuhan ekspor di


Indonesia jauh lebih baik ketimbang Malaysia. Namun nyatanya saat ini
Indonesia harus puas berada di peringkat ke-8 dalam pertumbuhan
ekonomi diantara negara-negara ASEAN lainnya.

Malaysia dan Singapura, jelas Bambang, bisa meningkatkan


ekspor sebesar 17 persen dari momentum perbaikan ekonomi global.
Bambang menjelaskan, perbaikan ekonomi yang memanfaatkan kondisi
dari ekonomi global, umumnya didukung oleh nilai ekspor. Bukan
investasi.

“Kita bisa punya resep pertumbuhan stabil. Tapi kita belum punya
resep memanfaatkan pertumbuhan global yang didukung dari ekspor,”
kata Bambang di depan pegawai Kemendag.

2. Mentalitas Pengusaha Besar di Indonesia

Saat ini, kata Bambang, income perkapita di Indonesia terus naik


dengan penduduk sebesar 250 juta. Namun hal ini, jelas Bambang, justru
bisa menina-bobokan pengusaha-pengusaha partai besar.

“Artinya seorang pengusaha melihat Indonesia, akan fokus jualan di


Indonesia,” jelas Bambang.

Bambang melanjutkan, potensi ekspor yang sedang menggeliat itu,


luput jadi perhatian dari pengusaha-pengusaha partai besar tersebut.
Berbeda dengan Malaysia yang hanya memiliki 30 juta penduduk,
membuat pengusaha-pengusaha mereka lebih melirik ekspor ketimbang
memanfaatkan pasar dalam negeri. Ia pun berharap pemerintah,
khususnya Kemendag, dapat membuat formula yang pas untuk bisa
mendorong pengusaha-pengusaha Indonesia agar memiliki nyali besar
untuk bermain di nilai ekspor.
Sehingga, jelas Bambang, untuk pasar dalam negeri akan diberikan
kepada sektor-sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah. “Janganlah
pengusaha besar jago kandang,” imbuhnya.

3. Proteksi Perdagangan

Belakangan Amerika Serikat mengeluarkan peringatan kepada 17


negara yang dianggap surplus impor ke negara tersebut. Menurut
Bambang, aksi AS ini tidak bisa dianggap sepele.

Bisa saja, jelas Bambang, aksi AS justru memiliki pengaruh bagi


negara-negara lainnya untuk melakukan hal yang sama. Oleh sebab itu,
Indonesia pun harus menerapkan sistem perdagangan yang bisa saling
menguntungkan.

“Kalau dagang itu negosiasi perdagangan. Pasti enggak mungkin


yang satu dikasih lebih yang satu enggak dapet apa-apa, itu namanya
penindasan,” jelasnya.

4. Ekspor Buah
Foto: Presidenri.go.id

Saat ini, ungkap Bambang, ekspor buah Indonesia ternyata kalah


dengan Malaysia. Padahal Indonesia merupakan negara tropis yang
memiliki wilayah jauh lebih luas ketimbang Malaysia.

Bambang menceritakan bagaimana saat itu dirinya berkunjung ke


Malaysia dan disuguhi durian Musang King, khas Malaysia. Durian
tersebut, kata Bambang, ternyata sangat terkenal di Tiongkok.

Ia pun menyayangkan ketika Indonesia yang juga sebagai negara


penghasil durian, namun nyatanya harus kalah dengan Malaysia.

“Memang Musang King enak, tapi apa kita gak punya durian yang
enak seperti itu?” tanya Bambang.

Maka, menurut Bambang, kedepannya dalam sektor ekspor buah,


Indonesia tidak harus memikirkan ekspor barang jadi saja. Bisa saja
buah tersebut diolah sedemikian rupa sehingga mudah diterima oleh
negara lain.
“Tidak hanya ekspor barang, tapi bisa ekspor produk,” terang Bambang.

5. Pernah Berjaya dalam Hal Ekspor

ilustrasi terminal peti kemas. foto: antara

Bambang menyatakan, berdasarkan data yang ia miliki, dulu


ekonomi Indonesia memang pernah tumbuh di atas 6,5 persen.
Tumbuhnya ekonomi Indonesia kala itu memang karena meningkatnya
ekspor. Namun, ungkap Bambang, sayangnya saat itu ekspor Indonesia
di dominasi oleh Sumber Daya Alam (SDA). Sehingga, tidak heran jika
dampak tersebut justru malah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang
cukup tinggi di masyarakat.

“Pada tahun 2011 karena ekonomi kita di dominasi Sumber Daya


Alam memang menumbuhkan ekonomi 6,5 persen. Tapi dampaknya,
ketimpangan juga loncat,” papar Bambang.

Maka menurutnya, hal ini perlu menjadi perhatian. Agar


kedepannya, kata Bambang, ekspor Indonesia tidak boleh lagi
didominasi oleh SDA mentah saja. Namun harus sudah dikelola menjadi
barang setengah jadi atau barang jadi. Sehingga ketika nilai komoditas
jatuh, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak terlalu terseret karena
anjloknya nilai komoditas.
“Jadi peranan komoditas melalui ekspor harus diperhatikan,
kalaupun terjadi pelonjakan harus diperbaiki,” tekan Bambang. (DS/zh)

BAB III
Kesimpulan

 Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi oleh komoditi non migas dimana
pada tahun-tahun sebelumnya masih didominasi oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi
setelah pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor,
sehingga memungkinkan produsen untuk meningkatkan ekspor non migas.
 banyak manfaat yang diperoleh Indonesia dari kegiatan ekspor impor dimana masyarakat
dan perekonomian Negara menjadi lebih stabil.
 Banyak cara untuk melakukan kegiatan eskpor impor dengan Negara lain yang membuat
produsen tidak pusing memikirkan bagaimana mengekspor barang atau mengimpor
barang dari dan keluar negeri.
 Banyak faktor pendorong untuk melakukan kegiatan ekspor impor sehingga kegiatan ini
akan terus berjalan dikemudian hari.

SARAN
 Apabila Indonesia ingin mendapat sisi positif dalam perdagangan Indonesia maka
Indonesia harus mampu melakukan kegiatan ekspor yang lebih banyak dibandingkan
dengan kegiatan impor.
 Banyaknya masalah yang terjadi dengan adanya kegiatan ekspor impor ini sehingga
pemerintah dituntut untuk melakukan kebijakan yang benar dan tepat sasaran.
 seharusya pemerintah membuat keringan peraturan bagi barang – barang ekspor dan
impor agar kegiatan tersebut lancar.

Daftar Pustaka
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/11/09/27/ls5ui2-enam-kendala-dera-
ekspor-indonesia

https://ekonomi.kompas.com/read/2017/12/07/183000426/ekonom-sebut-tiga-hal-yang-
hambat-pertumbuhan-ekspor-indonesia

https://anggitata.wordpress.com/2011/01/06/makalah-ekspor-impor-inonesia/

Anda mungkin juga menyukai