Anda di halaman 1dari 3

Proses Desain Bandara Internasional Jawa Barat, Kertajati

Angkutan udara merupakan salah satu sarana transportasi yang sangat penting untuk

perkembangan berbagai sektor di Indonesia. Di era modern ini, Indonesia harus memiliki

sarana transportasi yang memadai agar dapat bersaing dengan negara-negara lainnya. Untuk

itu, kapasitas angkutan udara haruslah ditingkatkan agar dapat menyesuaikan dengan

kebutuhan.

Sayangnya, jumlah penerbangan Bandara Soekarno-Hatta sudah mendekati batasnya.

Sementara itu, Bandara Husein Sastranegara tidak dapat membuat rute jarak jauh – sejauh-

jauhnya Kuala Lumpur – dikarenakan landasan pacu efektifnya hanya 2,1 km. Dengan begitu,

pesawat berukuran besar, seperti Boeing 747 tidak dapat masuk ke dalam bandara tersebut.

Bandara Husein Sastranegara tidak dapat diperluas karena berada di tengah-tengah

pemukiman.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka diperlukan bandara baru. Bandara baru

tersebut harus bisa menerima rute jarak jauh dan mempunyai kapasitas penumpang per tahun

yang besar. Bandara juga harus dapat menjangkau titik-titik strategis di sekitarnya dengan

sarana yang mudah didapat. Yang pertama dilakukan adalah penentuan lokasi pembangunan

bandara.

Faktor yang memengaruhi penentuan lokasi bandara: tatanan kebandarudaraan

internasional, keamanan dan keselamatan penerbangan, prakiraan permintaan jasa angkutan

udara, pedoman dan standar yang berlaku, pengelolaan lingkugan hidup, RT/RW setempat, dan

faktor teknis. Yang termasuk faktor teknis: kondisi topografi, potensi genangan air,

ketersediaan lahan, kendala pelaksanaan kontruksi, jalan masuk dan ketersediaan utilitas.

Faktor lainnya adalah budaya, sosial, dan ekonomi.


Dengan pertimbangan tersebut, bandara ditempatkan di Kertajati, Jawa Barat. Kertajati

merupakan dataran rendah yang luas sehingga resiko pesawat menabrak gunung hampir tidak

ada. Di Kertajati, lalu lintas udaranya belum padat. Untuk ketersediaan lahan, Kertajati

mempunyai lahan bebas yang sangat luas, maka ini tidak menjadi masalah. Jika ditinjau dari

sisi ekonomi, Kertajati merupakan daerah yang ekonominya kurang maju. Dengan adanya

bandara, ekonomi di daerah tersebut akan meningkat dengan pesat. Lokasi pembangunan

terletak di dekat jalan tol, terdapat pula rencana rute kereta api yang akan melalui bandara ini.

untuk masalah sosial, Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati diharapkan dapat

membuat lapangan pekerjaan baru bagi warga sekitar.

Setelah lokasi ditentukan, maka dibuatlah masterplan untuk BIJB Kertajati. Dalam

pembuatan masterplan, terdapat 3 tahap utama. Yang pertama ialah pengumpulan data.

Sebelum mendesain bandara, insinyur harus mengetahui kondisi dan potensi daerah yang akan

dibangunnya. Survey lapangan juga perlu dilakukan agar tidak muncul masalah pasca

pembangunan. Kemudian semuanya diselaraskan dengan Rencana Pengembangan Wilayah

Kertajati.

Tahap selanjutnya ialah analisis. Data-data tersebut digunakan untuk menganalisis

prakiraan jumlah kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo, fasilitas bandar udara, kawasan

keselamatan operasi penerbangan. Agar ukuran bandara yang dibangun tepat, maka dibutuhkan

prakiran jumlah kebutuhan pelayanan tersebut.

Tahap terakhir dari masterplan adalah prakiraan/rencana. Di dalam tahap inilah para

insinyur mulai mendesain rencana struktur tata ruang bandara. Tata letak dan peruntukan lahan

didesain dalam tahap ini. prakiraan kebutuhan biaya pembangunan BIJB juga dihitung di tahap

ini.
Masterplan bandara terdapat 2, yaitu sisi darat dan sisi udara. Sisi darat diatur oleh

pemda sedangkan sisi udara diatur oleh kemenhub. Yang termasuk sisi darat adalah terminal,

bangunan penunjang, dan lain-lain. Yang termasuk sisi udara ialah landasan pacu, tempat

parkir pesawat dan sejenisnya.

Setelah didapat masterplan dari proyek BIJB Kertajati ini, pembebasan lahan

dilakukan. Karena mengejar waktu yang sempit, maka pengerjaan proyek ini dibagi menjadi 3,

yaitu pembangunan infrastruktur yang diborong oleh Adhi Karya dengan nilai kontrak Rp 355

miliar, pembangunan gedung terminal yang dikelola Wijaya Karya dengan nilai kontrak Rp

1,395 triliun, dan pembangunan gedung penunjang operasional dengan niali kontrak Ro 416

miliar yang dikerjakan PT Waskita Karya. Sedangkan sisi udara didalam kendali Kemenhub.

Anda mungkin juga menyukai