Anda di halaman 1dari 3

THAHARAH

Thaharah menurut pengertian etimologis adalah suci dan bersih,


seperti kalimat “Thahhartu al-tsauba”, maksudnya “aku mencuci baju itu
sampai bersih dan suci”. Menurut pengertian syara’, thaharah adalah
mensucikan diri dari hadats atau najis seperti mandi, berwudhu’, tayamum
dan sebagainya. Masih dalam pengertian bersuci, kegiatan yang serupa
dengan ketentuan di atas, seperti mandi atau mencuci dengan berulang kali,
memperbaharui wudhu dan tayamum, mandi yang disunnahkan dan yang
semakna dengan itu meskipun tidak bermaksud menghilangkan hadats atau
najis.Dalam pandangan Islam, masalah bersuci dan segala yang berkaitan
dengannya merupakan kegiatan yang sangat penting, karena diantara syarat
syahnya shalat ditetapkan agar orang yang mengerjakannya suci dari hadats,
suci badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri”. (Q.S. al-Baqarah, 2 : 222). *
Bersuci atau berthaharah berkaitan langsung dengan (1) alat bersuci, seperti
air, tanah, batu dan sebagainya. (2) kaifiat atau cara bersuci, (3) macam dan
jenis najis yang harus dihilangkan, dan (5) sebab-sebab yang mengakibatkan
wajibnya bersuci. Bersuci terdiri dari dua bagian yaitu bersuci dari (1)
hadats yang terdiri dari dua bagian pula, yaitu hadats besar dan hadats kecil.
Hadats besar disucikan dengan jalan mandi, sedangkan hadats kecil
dilakukan denngan cara berwudhu. (2) bersuci dari najis, dengan jalan
mencuci benda yang kena najis, sehingga hilang materi najis itu, warna, rasa
dan baunya.

HUKUM THAHARAH

Dalil Normatif Thaharah:Thaharah hukumnya wajib berdasarkan


Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang
yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah
muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala
kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-
Maidah: 6).
Allah juga berfirman, “Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan
sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah saw.
Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).

1
PENJELASAN TENTANG THAHARAH

Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah
batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat
dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat, dan
membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat,
sombong, ujub, riya, dan sum'ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan,
lemah lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT
dengan semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran
yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik
dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya.
Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.

SARANA BERSUCI /ALAT THAHARAH

Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.


1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa
pun dari najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air
salju, dan air laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. “Dan Kami turunkan dari
langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda,“Air
itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya
karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif,
namun mempunyai sumber yang sahih).
2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw.
bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR
Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak
bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman,
”…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian
dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih)
adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama
sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia
menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
“Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat
pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan
dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin.” (HR Bukhari).

2
PENJELASAN TENTANG NAJIS

An-Najasat itu dari kata tunggalnya ialah an-najasah yang maknanya


ialah benda-benda najis. Adapun yang dikatakan benda-benda najis itu ialah
benda-benda yang bila pakaian atau tubuh kita atau tempat ibadah tersentuh
dengannya, harus dicuci dengan air atau digosokkan dengan tanah sehingga
baunya, warnanya dan tanda-tandanya telah hilang.Benda-benda najis itu
ialah benda-benda yang kotor dan dianggap najis oleh Allah dan Rasul-Nya
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tetapi ada pula benda-benda yang
dianggap kotor oleh keumuman manusia, tetapi tidak dianggap najis oleh
Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu yang najis pastilah kotor, sedangkan
yang kotor itu belum tentu najis.Karena penetapan tentang sesuatu itu najis
atau bukan adalah perkara yang berkaitan langsung dengan syarat sahnya
shalat, maka untuk menetapkan bahwa sesuatu yang kotor itu adalah najis
haruslah dengan dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dan tidak bisa sesuatu
itu dianggap najis hanya karena perasaan atau akal pikiran manusia
menganggapnya kotor. (Lihat Ar-Raudlatun Nadiyyah oleh Al-`Allamah
Shiddiq Hasan Khan, hal. 9 – 10).
Hal-hal yang najis adalah setiap yang ke luar dari dua lubang
manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari
kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas
kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak
boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan
organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci.
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi
suci.” (HR Muslim).

Anda mungkin juga menyukai