Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem
respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.Pada keadaan biasa, udara
yang dihirup atau dikeluarkan (volume tidal) sekitar 500 ml/kali, sedangkan
frekuensi nafas kurang lebih 15 kali/menit, sehingga jumlah udara yang dihirup
dalam 1 menit adalah 7.500 ml/menit (volume semenit). Jumlah udara yang
dihirup ini, tidak semuanya ikut dalam pertukaran gas paru, karena ada yang tidak
ikut serta dalam pertukaran gas yaitu sekitar 150 ml ( yang ada dalam ruang rugi
anatomi), sehingga hanya 350 ml yang menjadi volume alveolus. Jadi jumlah gas
yang ikut dalam pertukaran gas adalah 350 x 15 = 5.250 ml/menit (ventilasi
alveolar). Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam
proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Sehingga, tujuan dari terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 >
60 mmHg atau SaO2 > 90 %, sehingga dapat mencegah terjadinya hipoksia sel
dan jaringan, menurunkan kerja pernapasan dan menurunkan kerja otot jantung. 1,2
Udara yang terhirup mengandung sekitar 21 % oksigen, jumlah orang
dengan paru-paru yang sehat. Namun, jika memiliki penyakit paru-paru yang
buruk , tubuh mungkin tidak bisa mendapatkan cukup oksigen, karena itu, jika
tingkat oksigen rendah, terapi oksigen dapat direkomendasikan. Tambahan
oksigen juga diperlukan dalam situasi khusus. Misalnya , pada ketinggian yang
sangat tinggi ( seperti di pegunungan atau di pesawat terbang ). Terapi oksigen
adalah pengobatan secara universal di rumah sakit , terutama di perawatan kritis
unit. Namun seringkali kita mengabaikan efek samping potensial dari terapi
oksigen. Oksigen menghasilkan kerusakan paru-paru dan menginduksi apoptosis.
1,2,3

1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI PERNAPASAN

I. ANATOMI
Sistem respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru-paru, dan
struktur-struktur thoraks yang berperan meyebabkan aliran udara keluar dan
masuk paru melalui saluran pernapasan. Saluran napas adalah tabung atau pipa
yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantung udara (alveolus), alveolus
merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas antara udara dan darah. Saluran
pernapasan terdiri dari hidung, faring, laring, trakea bronkus, bronkus lobaris,
bronkus segmentalis, bronkiolus terminalis. Setelah bronkiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru. Asinus terdiri dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris dan saccus alveolaris terminalis. 4

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernapasan4

Selain itu otot–otot pernapasan juga penting dalam proses respirasi, otot-
otot pernapasan terdiri dari otot inspirasi dan otot ekspirasi. Otot pernapasan
inspirasi terdiri dari diafragma, M. Intercostalis Externa dan otot pernapasan
tambahan (M. Scalenus Dan M. Sternocleidomastoideus). Otot pernapasan
ekspirasi terdiri dari otot dinding perut (M. Rectus Abdominis, M. Obliqus

2
Internus Dan Externus M. Transversus Abdominis) dan M.Intercostalis Interna.
Otot pernapasan ekspirasi baru akan bekerja bila terdapat gangguan pernapasan. 2,3

Gambar 2. Otot-otot Pernapasan3

Fungsi utama paru-paru dan dada adalah mengantarkan oksigen yang


dihirup dari udara ke dalam aliran darah dan secara bersamaan menghilangkan
karbon dioksida dari darah (pertukaran gas). Respirasi primer terjadi di unit
terkecil paru-paru yaitu alveoli, dimana terjadi pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida di alveoli dengan gas tersebut di darah. Kegiatan bernapas terjadi
dalam 3 proses yaitu (1). Transportasi oksigen ke dalam alveolus, (2).
Transportasi oksigen ke jaringan dan (3). Pengeluaran karbondioksida dari darah
ke lingkungan. 3,4
Setelah berdifusi ke dalam darah, oksigen akan berikatan dengan
hemoglobin. Setiap satu molekul hemoglobin mempunyai 4 tempat untuk
berikatan dengan molekul oksigen, 1 g hemoglobin dapat mengikat 1,38 mL
oksigen. Jumlah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin tergantung dari PaO2
di dalam darah. Karbondioksida ditranspor dalam 3 bentuk yaitu bentuk solusi
sederhana, sebagai bikarbonat dan kombinasi dengan protein hemoglobin. 3,4
Aliran darah dan ventilasi akan selalu sesuai satu sama lain selama
pertukaran gas yang ideal, sehingga tercipta perbedaan gradien PaO2. Tidak semua
alveoli diperfusi dan diventilasi secara sempurna walaupun pada paru-paru yang
normal. Beberapa alveoli akan underventilasi dan lainnya akan overventilasi agar

3
terjadi perfusi. Demikian jika terjadi ventilasi alveolar maka beberapa alveoli akan
ada yang underperfusi dan lainnya overperfusi. Keadaan ventilasi optimal tetapi
tidak ada perfusi disebut tinggi unit V/Q (dead space) dan perfusi optimal tanpa
ventilasi yang cukup disebut rendah unit V/Q (shunt). 3,4

II. FISIOLOGI PERNAPASAN


Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi
menjadi 3 stadium : 2

Gambar 3. Proses pertukaran O2 dan CO2 menembus kapiler sistemik


akibat gradien tekanan parsial4

Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke


dalam dan ke luar paru-paru. Stadium kedua transportasi, yang terdiri dari
beberapa aspek: 1) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi
eksterna) dan antara darah sistemik dan sel jaringan, 2) distribusi darah dalam
sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus, 3)
reaksi kimia dan reaksi fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan darah.
Stadium ketiga merupakan respirasi sel atau respirasi interna, yaitu saat metabolit
dioksidasi untuk mendapatkan energi dan karbondioksida terbentuk sebagai
sampah metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru. 2

4
III. KONTROL TERHADAP PERNAPASAN
Otot-otot pernapasan diatur oleh pusat pernapasan yang terdiri dari neuron
dan reseptor pada pons dan medula oblongata. Pusat pernapasan merupakan
bagian dari sistem saraf yang mengatur semua aspek pernapasan. Faktor utama
pada pengaturan pernapasan adalah respon dari pusat kemoreseptor dan pusat
pernapasan terhadap tekanan parsial karbondioksida (PaCO2) dan pH darah arteri.
Peningkatan PaCO2 atau penurunan pH merangsang pernapasan. Penurunan
parsial tekanan oksigen dalam darah arterial (PaO2) dapat juga merangsang
ventilasi melalui kemoreseptor perifer yang terdapat dalam badan karotis pada
percabangan a.carotis comunis dan dalam badan aorta dalam lengkung aorta. Akan
tetapi PaO2 harus turun dari tingkat normal sebesar 90-100 mmHg hingga
mencapai sekitar 60 mmHg sebelum ventilasi mendapat rangsangan yang cukup
berarti. 2
Kontol saraf atas respirasi melibatkan tiga komponen berbeda: (1) faktor
yang menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi bergantian, (2) faktor yang mengatur
besar ventilasi (yaitu, kecepatan dan kedalaman bernapas) untuk memenuhi
kebutuhan tubuh, dan (3) faktor yang memodifikasi aktivitas pernapasan untuk
tujuan lain. Modifikasi yang terakhir ini bersifat volunter, misalnya dalam
mengontrol napas untuk berbicara, atau involunter, misalnya manuver pernapasan
yang berkaitan dengan batuk dan bersin. 4

Gambar 4. Kontrol terhadap pernapasan4

5
BAB III
TERAPI OKSIGEN

I. DEFINISI
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan.Terapi
oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi
pernafasan dalam mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara
klinis tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi keadaan hipoksemia
sesuai dengan hasil analisa gas darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan
meurunkan kerja miokard. 1,2
Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %5.
Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen
pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara:6
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)

II. TUJUAN
Terapi oksigen bertujuan untuk :7
a. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan
untuk memfasilitasi metabolisme aerob
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan
oksigenasi jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas9

6
Fi O2 (fraksi oksigen
Alat Aliran (L/menit)
inspirasi)
1 0,24
2 0,28
Kanula 3 0,32
nasal 4 0,36
5 0,40
6 0,44
5-6 0,40
Masker
6-7 0,50
oksigen
7-8 0,60
6 0,60
Masker
7 0,70
dengan
8 0,80
kantong
9 ≥0,80
reservoir
10 ≥0,80
Tabel 1 : Macam-macam alat terapi oksigen7
Untuk pemberian terapi oksigen sama seperti memberikan obat, sehingga
beberapa kata kunci pada terapi oksigen adalah : 1,3
a. Siapa yang memerlukan terapi oksigen
b. Bagaimana cara pemberian terapi oksigen
c. Bagaimana cara memonitor pemberian oksigen.
Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi
dapat terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan
nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien. Dalam
pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting
diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi
sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering
yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah
komplikasi pada pernafasan. 2

7
III. INDIKASI
Indikasi pemberian terapi O2 adalah kerusakan 02 jaringan yang diikuti
gangguan metabolisme dan sebagai bentuk hipoksemia. Pada keadaan
hipoksemia, yang didefinisikan sebagai PaO2 menurun dalam darah di bawah
kisaran normal. PaO2 dari < 60 mmHg atau SaO2 dari < 90 % pada pasien
bernapas udara ruangan atau dengan PaO2 dan / atau SaO2 bawah kisaran yang
diinginkan untuk situasi klinis tertentu, secara umum pada: 2,3
- Kadar oksigen arteri (Pa 02) menurun, dari hasil analisa gas darah.
- Kerja pernafasan meningkat ( laju nafas meningkat, nafas dalam, bemafas
dengan otot tambahan).
- Adanya peningkatan kerja otot jantung (miokard), dimana jantung berusaha
untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
- Situasi akut dengan ditemukan tanda-tanda hipoksemia. Substansi
diperlukan dalam periode yang tepat untuk inisiasi terapi.
- Trauma berat.
- Terapi jangka pendek (contoh, keracunan karbon dioksida) atau intervensi
absorbsi pneumothoraks.
Jika tekanan parsial O2 ( PaO2 ) kurang dari tingkat diperkirakan untuk
individu usia, hipoksemia dikatakan hadir . Beberapa penyebab hipoksemia
adalah :2,3
• Rendah Pinspired O2 ( misalnya, pada ketinggian tinggi ) .
• Hipoventilasi , V / Q mismatch ( misalnya , COPD ) .
• Anatomi Shunt ( misalnya, anomali jantung ) .
• Fisiologis Shunt ( misalnya , atelektasis ) .
• Difusi defisit ( misalnya, penyakit paru-paru interstitial ) .
• Kekurangan hemoglobin.

8
Untuk mendeteksi keadaan hipoksemia perlu dilakukan pemeriksaan antara
lain : 2,3
 Pemeriksaan gejala klinik seperti sianosis, disorientasi, takipnu, dispnu,
takikardi atau bradikardi, aritmia, hipertensi atau hipotensi, polistemia dan
clubbing.
 Pemeriksaan analisa gas darah. Pemeriksaan ini merupakan “gold standart
analysis “ untuk mendeteksi keadaan hipoksemia dan dapat dilihat nilai PaO2
dan SaO2.
 Pulse oksimetri. Pulsa Oksimetri mengukur kadar oksigen di darah arteri.
Alat ini bekerja dengan cara ditempelkan di bagian tertentu di tubuh pasien
seperti telinga, jari, atau kaki yang selanjutnya akan mentransmisikan sinar
melalui pembuluh darah pasien.

IV. KONTRA INDIKASI

Kontraindikasi absolut : 2
 Pasien / Klien tidak setuju untuk menerima oksigen
 Penggunaan beberapa perangkat pengiriman O2 ( misalnya, cannulas
hidung dan kateter nasofaring pada neonatus dan pasien anak yang
memiliki penghalang hidung )

Kontraindikasi relatif : 7,8


 Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
 Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak
kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal.
 Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.

9
V. MACAM-MACAM ALAT TERAPI OKSIGEN

1. Kateter Nasal

Gambar 5. Kanula Nasal8

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara


kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur
pemasangan kateter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai
naso faring. Persentase oksigen yang mencapai paru-paru beragam sesuai
kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama jika mukosa nasal membengkak.8
a. Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga
dipakai sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang
lama. 8
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%,
tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat
kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi
kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8
jam dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi
iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter
mudah tersumbat dan tertekuk.8

10
2. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu
dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter
nasal yaitu 24 % - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit
pasien. Pada pemberian oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten,
dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation : 8
Flows FiO2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien
bernapas melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan
mempunyai efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan
oksigen yang diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.8
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena
kedalaman kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan
obstruksi nasal. Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab
pemberian flow rate yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan
hanya pemborosan oksigen dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi

11
selaput lendir. Dapat menyebabkan kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung
akibat pemasangan yang terlalu ketat berkurangnya hipoksia).8

3. Sungkup Sederhana

Gambar 6 . Masker Oksigen tipe Simple8

Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan


alat pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8
liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada
pasien dengan retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran
O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk mendorong CO2 keluar dari
masker.8
FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlubang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. 8
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak

12
memungkinkan untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah.
Perlu pengikat wajah, dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan
rasa pobia ruang tertutup, pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk
menjamin keamanan dan kenyamanan. 8

4. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing


Rebreathing mask
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60%
dengan aliran 6 – 15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara
ekspirasi sebagian tercampur dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2,
kantong akan terisi saat ekspirasi dan hampir menguncup waktu inspirasi.
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup
lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit.8 mnkmnmm
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 35 %
• 8 : 40 – 50 %
• 10 – 15 : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir. 8

b. Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang
rendah dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar
karbondioksida. Pasien tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan
menyekap, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat. 8

13
5. Sungkup dengan Kantong Non Rebreathing
Non rebreathing mask
Non Rebreathing Mask (NRM) merupakan suatu alat yang digunakan
untuk terapi oksigen dengan prinsip kerja aliran udar ekspirasi dan inpirasi dari
alat hanya mengalir satu arah keluar saat ekspirasi. Saat inspirasi udara luar tidak
dapat masuk ke dalam alat sedangkan saat ekspirasi udara CO2 yang tinggi dapat
dibuang. Aliran oksigen yang dapat diberikan menggunakan alat ini adalah 10-15
L/menit, dengan konsentrasi FiO2 yang mampu dicapai sebanyak 80-95%. Hal ini
memungkinkan karena pada NRM terdapat kantong reservoar yang mampu
menampung oksigen. Pada alat ini juga terdapat katup yang menghalangi
bercampurnya aliran oksigen dengan udara lingkungan dan ekspirasi, sehingga
memungkinkan untuk pemberian aliran oksigen yang lebih tinggi.8
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi
mencapai 90 % dengan aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke
atmosfer melalui satu atau lebih katup, sehingga dalam kantong konsentrasi
oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian
kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes
dengan total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada
tempatnya dan tanpa tongkat. 8
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 – 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak
mengeringkan selaput lendir. 8

14
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak
memungkinkan makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah
terutama pada pasien tidak sadar dan anak-anak. 10

Gambar 7. Masker Rebreathing (kiri) dan Masker Nonrebreathing


(kanan)10

VI. TRANSPOR DAN DIFUSI OKSIGEN


Oksigen dalam darah reversibel terikat hemoglobin . Sebuah jumlah yang
sangat kecil gas oksigen bebas terlarut dalam plasma, gas oksigen terlarut
memberikan suatu tekanan di pembuluh darah yang dapat diukur dari sampel
darah ( misalnya analisa gas darah arteri). Pengukuran ini dikenal sebagai tekanan
parsial oksigen dalam arteri darah dan diwakili oleh nomenklatur : PaO2 . 2
Sebagian oksigen dalam darah diangkut terikat hemoglobin. Dalam
jumlah yang sangat kecil dari gas oksigen diangkut terlarut dalam plasma. Ini
dilarutkan O2 dapat diukur menggunakan sampel kecil dari darah arteri. Ini
pengukuran disebut sebagai PaO2 dan merupakan indikator penting ketika menilai
untuk hipoksia. 2
Dalam kurva oksihemoglobin disosiasi , saturasi oksigen ( SO2 )
dibandingkan dengan tekanan parsial oksigen dalam darah ( PO2 ) , dan ini
menciptakan kurva yang menunjukkan bagaimana mudah hemoglobin diperoleh

15
dan rilis molekul oksigen ke dalam cairan yang mengelilinginya ( oksigen
hemoglobin afinitas ). Beberapa faktor yang mempengaruhi bongkar muat oksigen
adalah: 2
 pH darah (efek Bohr )
 Suhu tubuh
 konsentrasi eritrosit fosfat organik tertentu ( misalnya, 2,3
diphosphoglycerate )
 Variasi pada struktur hemoglobin ( Hb ) molekul (misalnya , sel sabit ,
methemoglobin ( metHb ) dan hemoglobin janin ( HbF ) kombinasi kimia
dari Hb dengan bahan lain ( misalnya, karbon monoksida ).
Ingat, perubahan dan faktor-faktor ini dapat menyebabkan kurva
disosiasi oksigen bergeser ke kanan atau kiri ; mempengaruhi afinitas oksigen
hemoglobin . 2

Gambar 8. Kurva disosiasi oksihemoglobin

Difusi normal oksigen berkaitan dengan difusi oksigen di paru-paru normal pada
Suhu Tubuh dan Tekanan Jenuh (STTJ): 3
 Tekanan parsial oksigen di alveolus (PaO2) mendekati 100 mmHg.
 Tekanan parsial oksigen dalam darah vena kembali ke paru-paru (PVO2)
mendekati 40mmHg, ada gradien tekanan untuk difusi oksigen ke dalam
darah sekitar 60 mmHg.
Secara teoritis, tekanan parsial dalam darah kapiler harus naik ke sama
dengan tekanan parsial oksigen di alveolus dan oleh karena itu tekanan parsial

16
oksigen dalam darah arteri (PaO2) harus perkiraan 100mmHg "PaO2 individu
sehat menghirup udara di permukaan laut selalu sekitar 5-10 mmHg kurang dari
dihitung PaO2. Memperhitungkan dua faktor untuk perbedaan ini: (1) hak untuk
pirau kiri di paru dan sirkulasi jantung, dan (2) perbedaan regional di paru
ventilasi dan aliran darah. PaO2 normal diperkirakan berkisar dari 90-95mmHg
Namun, di normoksemia praktek klinis pada orang dewasa dan anak-anak adalah
didefinisikan sebagai 80-100 mmHg. Neonatus memiliki PaO2 yang sebenarnya
lebih rendah dari orang dewasa dan anak-anak. Di neonatus normoksemia adalah
50-80mmHg karena pirau anatomi saat lahir dan sifat hemoglobin janin. Pada
tingkat jaringan, oksigen berdifusi dari darah (Pcapillaries O2 = 40 mmHg) di
yang microvasculature dan ruang interstitial ke dalam sel (Pintracellular O2 =
5mmHg) di mana respirasi sel berlangsung. Pergerakan gas melintasi membran
alveolar-kapiler terbaik digambarkan oleh Hukum pertama Fick dari difusi. 2,3
 Patofisiologi Faktor Yang Mempengaruhi Pertukaran Gas
Beberapa faktor patofisiologi mempengaruhi pertukaran gas oksigen
meliputi : 2
• aliran oksigen ke paru-paru , turun ke alveoli ( hipoventilasi dan hiperventilasi )
• aliran darah ke paru-paru ke kapiler paru ( Vasokonstriksi , trombosis )
• pencocokan aliran darah dan aliran gas di paru-paru
• ventilasi perfusi ( pneumotoraks ) , penurunan cardiac Output ( MI , shock )
• isi membawa darah ( SaO2 dan PaO2 ) mis anemia sel sabit , keracunan karbon
monoksida , hipoksemia
• gradien tekanan untuk difusi O2 (misalnya , hipoksemia )
• ketebalan membran alveolar - kapiler ( misalnya, fibrosis paru , pneumonia); dan
• ketebalan microvasculature / ruang interstitial di jaringan (misalnya , nekrosis )
 Gagal Nafas Akut
Fungsi utama dari sistem pernapasan adalah untuk mendorong penyerapan
oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida (CO2) kelebihan produk dari
metabolisme sel. Sebuah kegagalan pernafasan akut (ARF) adalah situasi
kecacatan untuk menyediakan pengiriman sesuai oksigen ke jaringan, terkait atau
tidak dengan kegagalan dalam pengeluaran CO2. Pengeluaran CO2 adalah proses

17
yang berhubungan dengan ventilasi (udara Volume alveolar efektif) dan dapat
diukur melalui darah tekanan parsial CO2 (PaCO2), yang dapat diubah oleh
ketidakseimbangan antara mereka produksi dan kemampuan pengeluaran. Di sisi
lain, oksigenasi adalah terkait dengan ventilasi, kapasitas difusi gas melalui
membran alveolar-kapiler dan kapiler perfusi, dan dapat diukur dengan oksigen
darah tekanan parsial (PaO2). Oleh karena itu, metode pilihan untuk menilai
dampak dan tingkat keparahan RF adalah gas darah arteri.
Situasi ARF menunjukkan PaO2 <60 mmHg (hipoksemia) terkait atau tidak
untuk peningkatan PaCO2> 45 mmHg (hiperkapnia), jika kita mempertimbangkan
situasi yang ideal menghirup udara di permukaan laut. Namun demikian, di situasi
ketinggian yang lebih tinggi, nilai normal PaCO2 diam-diam lebih rendah, karena
hiperventilasi fisiologis tertentu. Parameter ini adalah keturunan kecil PaO2 di
bawah 60 mmHg berhubungan dengan tetes besar dalam saturasi oksigen sesuai
dengan kurva disosiasi hemoglobin. Sebaliknya, karena kapasitas besar difusi
CO2 dalam kondisi normal, PaCO2 di atas 45 mm Hg menentukan kegagalan
utama dari ventilasi paru.9,10
Gagal nafas akut, atau Acute Respiratory Failure ( ARF) dapat di
klasifikasikan dengan :
1. ARF karena kegagalan di oksigenasi , hipoksemia atau Type I. Data
karakteristik adalah PO2 dalam darah arteri kurang dari 60 mmHg , dengan
normal atau bahkan diturunkan ( karena kompensatoris hiperventilasi ) nilai
PaCO2. Hal ini disebabkan oleh intrinsik patologi paru ( misalnya,
pneumonia ) , penyakit kronis paru obstruktif ( PPOK ) , asma , gangguan
kapiler paru , penyakit jantung bawaan atau gagal jantung. Dalam kasus
yang parah , administrasi oksigen pada konsentrasi tinggi merupakan bagian
penting dari perawatan meskipun akan hanya ringan meningkatkan PaO2 itu
mungkin karena V / P ketidakcocokan atau shunting. 3,11
2. ARF karena disfungsi ventilasi, mixed , global atau Tipe II. Data
laboratorium karakteristik adalah peningkatan PaCO2 arteri dengan
hipoksemia . Hal ini terjadi ketika ada produksi berlebihan tidak sesuai
dengan pengeluaran CO2 atau gangguan utama di mana ventilasi alveolar

18
menurun sehingga tidak ada pengeluaran efektif CO2. Dalam kedua kasus ,
terapi oksigen biasanya tidak cukup dan mungkin perlu non - invasif atau
invasif ventilasi mekanis . 3, 11

Gambar 9. Frekuensi penyebab ARF tipe I dan II

Gambar 10. Target saturasi oksigen arteri dalam situasi yang berbeda

19
Gambar 11. Alogaritma penatalaksanaan terapi oksigen.3

VII. TERAPI OKSIGEN DAN KELEMBAPAN


Kelembaban mengacu pada isi uap air dari gas . Dalam udara individu
yang sehat adalah dikirim ke alveoli di Suhu Tubuh dan Tekanan Jenuh ( BTPS ) .
Banyak udara yang terhumidifikasi dari yang kita inspirasi biasanya terjadi
melalui saluran hidung dan saluran napas bagian atas . Ketika seorang pasien
menerima gas medis tambahan umumnya sejuk dan kering dan dapat
menyebabkan pengeringan sekresi dan mukosa yang berpotensi menyebabkan
saluran udara obstruksi dan cedera jaringan . 2

20
Tujuan terapi kelembaban adalah untuk meminimalkan atau
menghilangkan defisit kelembaban yang mungkin terjadi saat pasien / klien napas
kering gas medis. Oleh karena itu terapi kelembaban merupakan bagian integral
dari terapi oksigen. Idealnya gas terinspirasi harus dilembabkan untuk 37 C dan
44 mg H2O / L. Hal ini memastikan kenyamanan pasien dan meningkatkan
kesehatan pernapasan oleh mengoptimalkan fungsi mucocilliary dan pembersihan
sekresi . Ada beberapa jenis humidifier yang dapat digunakan dengan rendah atau
tinggi aliran perangkat terapi oksigen. Tanda dan gejala klinis jika terjadi
inadekuat humidifikasi jalan nafas.2
 Atelektasis
 Batuk kering
 Peningkatan resisten airway
 Penigkatan insidensi infeksi
 Peningkatan usaha untuk bernapas
 Nyeri substernal
 Penebalan sekresi dehidrasi

VIII. RESIKO TERAPI OKSIGEN


Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat
terjadi bila oksigen diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama
1-2 hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen
yang merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotik dan enzim
lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi
gas karbondioksida dan atelektasis. Pemberian O2 yang tidak dimonitor dengan
konsentrasi dan aliran yang tepat pada klien dengan retensi CO2 dapat menekan
ventilasi. 3,8
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun
juga pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100%
diberikan kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan

21
teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan
batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru. 3,8
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-
bayi ini adalah retinopati prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu
pembentukan jaringan vaskuler opak pada mata yang dapat mengakibatkan
kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi
berakibat tidak hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi
berdering dalam telinga, rasa pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2
tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2
terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar tetapi dapat memudahkan
terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen harus
menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen,
menghindari penggunaan listrik tanpa “Ground”. 3,8

Gambar 12. Efek hipoksia dan hiperoksia2

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Online Version Updated April 2016. Am J Respir Crit Care Med Vol 171. P1-P2,
2005 ATS Patient Education Series © 2016 American Thoracic Society
2. Oxygen Therapy Clinical Best Practice Guideline. Originally Published:
November 2013.
3. del Portillo, I.P., Vázquez, S.T., Mendoza, J.B. and Moreno, R.V. (2014) Oxygen
Therapy in Critical Care: A Double Edged Sword. Health, 6, 2035-2046.
http://dx.doi.org/10.4236/health.2014.615238
4. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi : 6. 2011.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia.
5. Netter, Frank H. Atlas of Human Anatomy. Edition : 6th. Philadelphia. 2014.
6. Loraine M.Wilson, Sylvia A.Price. 2005. PATOFISIOLOGI :Konsep klinis
proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6.Jakarta : EGC. halaman 824-835.
7. Rogayah, R. The Principle Of Oxigen Therapy. Jakarta: Departemen
Pulmonologi Dan Respiratori FK UI, 2009
8. Khilnani GC, C Bammigati. Journal : Aute Respiratory Failure – Algorithmic
Approach-Diagnosis and Management. Departement of Medicine, New Delhi..
2012
9. West, J.B. (2007) Pulmonary Pathophysiology: The Essentials. 7th Edition,
Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.
10. Thompson, John C. Respiratory Failure. 2nd Edition. Chapter. 20. Kansas :
Elseviers. Page. 381
11. Roussos, C. and Koutsoukou, A. (2003) Respiratory Failure. European
Respiratory Journal, 22, 3S-14S.
http://dx.doi.org/10.1183/09031936.03.00038503
12. Beasley, R., Chien, J., Douglas, J., Eastlake, L., Farah, C., King, G., Moore, R.,
Pilcher, J., Richards, M., Smith, S. and Walters, H. (2015), Thoracic Society of
Australia and New Zealand oxygen guidelines for acute oxygen use in adults:
‘Swimming between the fl ags’. Respirology, 20: 1182–1191. doi:
10.1111/resp.12620.

23

Anda mungkin juga menyukai