Disusun oleh :
Prima Ndaru (M0211061)
Aninda Virgynia P (M0212013)
Devara Ega F (M0212025)
Dianmas Eka C.P (M0212029)
Isma Alvia Nita (M0212047)
Rizki Kusuma (M0212065)
Makalah
EKSPERIMEN FISIKA II
Jurusan Fisika
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel
diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu
perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk
komponen yang berbeda.
Teknik spektroskopi pada daerah ultra violet dan sinar tampak
disebut spektroskopi UV-VIS. Spektrofotometri ini merupakan gabungan
antara spektrofotometri UV dan Visible. Spektrofotometer UV-VIS
merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah ultra-violet
dan sinar tampak. Alat ini digunakan guna mengukur serapan sinar ultra
violet atau sinar tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang dianalisis sebanding dengan jumlah sinar yang
diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan tersebut. Metoda
penyelidikan dengan bantuan spektrometer disebut spektrometri. Dalam
spektrometer modern, sinar yang datang pada sampel diubah panjang
gelombangnya secara kontinu. Hasil percobaan diungkapkan dalam
spektrum dengan absisnya menyatakan panjang gelombang (atau bilangan
gelombang atau frekuensi) sinar datang dan ordinatnya menyatakan energi
yang diserap sampel(Kusnanto, 2013).
3
Daerah Spektrum Elektromagnetik
C. Instrumen UV-VIS
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrofotometer menghasilkam sinar dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau yang diarbsorbsi. Jadi spektrofotometer
digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan dengan fotometer
adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini
diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis.
Spektrofotometer terdiri dari :
1. Sumber Cahaya
Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak,
ultraviolet dekat, dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar
dengan kawat rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini
mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang (λ)
adalah 350 – 2200 nm. Di bawah kira-kira 350 nm, keluaran lampu
wolfram itu tidak memadai untuk spektrofotometer dan harus
digunakan sumber yang berbeda. Paling lazim adalah lampu tabung
tidak bermuatan (discas) hidrogen (atau deuterium) 175 ke 375 atau
400 nm. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk
sumber pada daerah ultraviolet (UV).
2. Monokromator
4
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan
cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang
tertentu (monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
Ada 2 macam monokromator yaitu :
a. Prisma
b. Grating (kisi difraksi)
Keuntungan menggunakan kisi difraksi :
1. Dispersi sinar merata
2. Dispersi lebih baik dengan ukuran pendispersi yang sama
3. Dapat digunakan dalam seluruh jangkauan spectrum
Cahaya monokromatis ini dapat dipilih panjang gelombang
tertentu yang sesuai untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit
yang disebut slit. Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh
lebar celah (slit width) yang dipakai. Monokromator berfungsi
sebagai penyeleksi panjang gelombang,yaitu mengubah cahaya yang
berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis.
3. Sel sampel
Berfungsi sebagai tempat meletakan sampel, UV-
VISmenggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya
terbuat dari kuarsa atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat
dari silika memiliki kualitas yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang
terbuat dari kaca dan plastik dapat menyerap UV sehingga
penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar tampak (VIS).
Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm. Kuvet
harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
a. Tidak berwarna sehingga dapat mentransmisikan semua cahaya.
b. Permukaannya secara optis harus benar- benar sejajar.
c. Harus tahan (tidak bereaksi) terhadap bahan- bahan kimia.
d. Tidak boleh rapuh.
e. Mempunyai bentuk (design) yang sederhana.
4. Detektor
Berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Syarat-syarat sebuah detektor :
a. Kepekaan yang tinggi
b. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggi
c. Respon konstan pada berbagai panjang gelombang.
d. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasi.
e. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga
radiasi(Larry, 1988).
5
Tipe Instrumen Spektrofotometer
Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer,
yaitu single-beam dan double-beam.
1. Single-beam instrument(berkas tunggal)
Pada spektrofotometer ini hanya terdapat satu berkas sinar
yang dilewatkan melalui cuvet. Single-beam instrument dapat
digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur absorbansi pada
panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai
beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan
mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata.
Beberapa instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk
pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang
paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah
800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996).
2. Double-beam instrument
Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang
gelombang 190 sampai 750 nm. Double-beam instrument dimana
mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang
berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati
larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan foto detektor yang keluar menjelaskan perbandingan
yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca
(Skoog, DA, 1996).
6
Gambar 4. Spektrofotometer double beam (berkas ganda)
(Day, 2002)
𝐼𝑜 = 𝐼𝑎 + 𝐼𝑡 + 𝐼𝑟
𝐼𝑜 = 𝐼𝑎 + 𝐼𝑡
𝐼𝑡
𝑇= = 10−𝑎𝑏𝐶
𝐼0
𝐼𝑡
log 𝑇 = 𝑙𝑜𝑔 = −𝑎𝑏𝐶
𝐼0
7
1 𝑃𝑡
log = 𝑙𝑜𝑔 = 𝑎𝑏𝐶
𝑇 𝑃0
dengan A = absorbansi.
E. Kaca
Kaca adalah material yang mempunyai dua buah karakteristik yang
umum. Yang pertama, tidak ada kaca yang penyusunnya mempunyai
jarak yang jauh untuk penyusun periode atomnnya. Dan yang yang paling
penting, setiap waktu bergantung terhadap sifat transformasi kacanya.
Sifat ini diukur pada suhu yang dikenal sebagai daerah transformasi.
Suatu kaca dapat didefinisikan pula sebagai padatan yang tidak berbentuk
sempurna, pada susunan periodik atomnya. (Shelby, 2005)
Kaca tellurite merupakan suatu material yang sangat menjanjikan
untuk digunakan dalam aplikasi laser dan optik nonlinear, hal tersebut
dikarenakan kaca tellurite mempunyai beberapa karakteristik yang
penting, seperti mempunyai indeks bias yang tinggi, mempunyai fonon
maksimal yang rendah, dan mempunyai nilai titik leleh yang
rendah.(Halimah dkk , 2010)
8
BAB II
METODE PENELITIAN
Perancangan Program
9
10
2.3 Skema Penelitian
Fraksi Mol
x=1 x=1,5 x=2
d(m) 0,0018 0,0018 0,0019
X = 1,0
No. λ(nm) A
1 800 1.32365
2 799 1.20830
3 798 1.08944
4 797 0.94976
5 796 0.81488
6 795 0.68905
7 794 0.57378
8 793 0.48635
11
9 792 0.42017
10 791 0.37644
...dst ...dst ...dst
X=1,5
No. λ (nm) A
1 800 0.90876
2 799 0.83428
3 798 0.75726
4 797 0.66765
5 796 0.58011
6 795 0.49927
7 794 0.42585
8 793 0.36959
9 792 0.327
10 791 0.29932
...dst ...dst ...dst
X=2,0
No. λ(nm) A
1 800 1.70941
2 799 1.55961
3 798 1.40279
4 797 1.21893
5 796 1.04062
6 795 0.87393
7 794 0.71914
8 793 0.6027
9 792 0.51368
10 791 0.45553
...dst ...dst ..dst
12
BAB III
ANALISA DATA
13
Pada percobaan ini digunakan softwareUV 25 dalam hal ini digunakan
start wavelenght 800 nm dan end wavelenght 200 nm dengan interval data 1 nm.
Karena pada percobaan ini menggunakan sinar UV dan Visible maka lampu UV
dan Visible harus keadaan On. Awal percobaan dibiarkan tempat sampel kosong
untuk membuat absorbansinya menjadi nol atau untuk kalibrasi. Setelah itu , salah
satu tempat sampel diberi kaca tellurite sedangkan tempat sampel satunya
digunakan untuk pembanding atau referensi.
Pada percobaan ini digunakan kaca tellurite karena mempunyai sifat fisik,
termal , dan optik serta sifat menyinar yang baik. Kelebihan yang dimiliki oleh
kaca tellurite ialah nilai indeks bias yang tinggi, yaitu melebihi 2,3 , serta
mempunyai pengembangan termal yang tinggi, suhu transisi kaca yang rendah.
Pada percobaan kali ini digunakan 3 variasi fraksi mol (X) yaitu X = 1;1,5;
serta 2. Dalam sampel tersebut terlihat bahwa semakin besar fraksi mol maka akan
semakin tebal kaca dan warna kaca akan semakin gelap/pekat serta semakin tinggi
serapan cahayanya. Sedangkan semakin tebal kaca, maka akan semakin kecil
energi gapnya.
Pada sampel dengan X=1 didapatkan grafik hubungan absorbansi terhadap
panjang gelombang. Dari grafik yang ada di literatur terlihat bahwa nilai
absorbansi maksimal ada di 3 titik puncak yaitu pada panjang gelombang =
585,56 nm; 747, 37 nm; 525,97 nm. Nilai absorbansinya berturut-turut adalah
2,56; 1,24; 0,83. Dari panjang gelombang yang didapat, digunakan untuk mencari
energi foton yaitu dengan persamaan Ef = hc/λ. Energi foton yang didapat adalah
2,11 eV; 1,66 eV; 2,53 eV. Pada sampel dengan X=1,5 juga didapatkan grafik
hubungan absorbansi terhadap panjang gelombang. Nilai absorbansi maksimal
yang didapat adalah 3,11; 1,62; 1,08 dengan panjang gelombang secara berturut-
turut adalah 584,73 nm; 749,02 nm; 526,79 nm. Serta energi foton yang didapat
adalah 2,12 eV; 1,56 eV; 2,35 eV. Serta pada sampel dengan X=2 juga didapatkan
grafik hubungan absorbansi terhadap panjang gelombang. Nilai absorbansi
maksimal yang didapat adalah 3,06; 1,67; 1,12 pada panjang gelombang 585,56
nm; 749,85 nm; 528,24 nm. Dan energi foton yang didapat adalah 2,1 eV; 1,65
eV; 2,34 eV. Jika dilihat hasil yang didapat dari grafik, maka dapat dikatakan
bahwa besarnya energi foton bergantung pada panjang gelombang. Dimana
semakin besar nilai panjang gelombang, maka energi foton yang didapatkan akan
semakin kecil karena panjang gelombang (λ) berbanding terbalik dengan energi
foton (Ef).
Penentuan energi gap digunakan metode tauc plot yaitu penentuan celah
1
optik dengan cara melakukan ekstrapolasi dari grafik hubungan (𝛼ℎ𝑣) ⁄2 terhadap
ℎ𝑣 (energi), sehingga memotong sumbu x (energi) dan diperoleh nilai enegi gap
di titik tersebut. Dimana besarnya α = A/d, A merupakan absorbansi dan d
1
merupakan tebal kaca. Dari grafik hubungan (𝛼ℎ𝑣) ⁄2 terhadap ℎ𝑣 yang ada di
lampiran didapatkan nilai energi gap yaitu untuk sampel dengan X=1; 1,5; 2
berturut-turut adalah 3,34142479 eV; 3,25205855 eV; 3,17844887 eV.
14
Pada literatur energi gap dari kaca tellurite sebesar ±3 eV. Hal ini sesuai
dengan hasil energi gap yang dihasilkan baik untuk sampel dengan X=1, X=1,5
maupun X=2 didapatkan energi gap di sekitar 3 eV. Dan jika dibandingkan, besar
energi gap semakin kecil jika besar fraksi mol (X) semakin besar. Hal tersebut
karena semakin besar fraksi mol maka semakin tebal kaca. Dan semakin tebal
kaca maka semakin kecil besar energi gapnya.
Pada penentuan celah optik pengukuran transmitansi dilakukan pada
panjang gelombang 200 nm - 800 nm. Pada grafik terlihat bahwa pada panjang
gelombang 200 nm – 350 nm terjadi noise yang artinya alat tidak bisa mendeteksi
pada panjang gelombang UV. Data tidak dapat dibaca ketika memasuki panjang
gelombang tersebut. Namum pada gelombang sekitar 350 nm - 800 nm yang
merupakan panjang gelombang untuk sinar tampak (visible), data yang diambil
dapat dibaca. Hal tersebut menunjukkan bahwa kaca tellurite hanya mampu
menyerap atau mengabsorbsi energi yang diberikan pada daerah spektrum cahaya
tampak (visible) saja.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
1. Absorbansi dari:
Fraksi Mol (X=1,0):a. 2,56; Ef =2,11 eV
b. 1,24; Ef =1,66 eV
c. 0,83; Ef =2,35 eV
Fraksi Mol (X=1,5): a. 3,11; Ef =2,12 eV
b. 1,62; Ef =1,65 eV
c. 1,08; Ef =2,35 eV
Fraksi Mol (X=2,0): a. 3,06 ; Ef =2,11 eV
b. 1,67; Ef =1,65 eV
c. 1,12; Ef =2,34 eV
2. Energi Gap dari Fraksi Mol :
a. X=1,0 ; Eg=3,32479414
b. X=1,5 ; Eg=3,25205855
c. X=2,0 ; Eg=3,17844887
4.2. Saran
Sebelum praktikum , jangan lupa untuk memanaskan alat
UV-Vis Lambda 25 terlebih dahulu, untuk menjaga
kondisi alat agar selalu baik
Ikuti manual alat atau buku panduan yang telah ada
dalam menggunakan alat UV-Vis Lamda 25
16
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur. 1987. Konsep Fisika Modern. Jakarta:Erlangga.
Kusnanto, Mukti. 2013. Seminar Proposal “Desain Kaca TZBN untuk Fiberoptik
ber-Numerical Aperture(NA) rendah”. Surakarta:UNS.
Pecsok and Shield. 1968. Modern Methods of Chemical Analysis. New York :
John Wiley & Sons.
17
LAMPIRAN
Perhitungan
1. Fraksi Mol (X=1)
𝜆1 = 585,56 𝑛𝑚 = 585,56 10−9 𝑚
𝜆2 = 747,37 𝑛𝑚 = 747,37 10−9 𝑚
𝜆3 = 525,97 𝑛𝑚 = 525,97 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓1 = = = 0,0338 10−19 𝐽 = 2,11 𝑒𝑉
𝜆 585,56 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓2 = = = 0,0265 10−19 𝐽 = 1,66 𝑒𝑉
𝜆 747,37 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓3 = = = 0,0376 10−19 𝐽 = 2,35 𝑒𝑉
𝜆 525,97 10−9 𝑚
2. Fraksi Mol (X=1,5)
𝜆1 = 583,73 𝑛𝑚 = 583,73 10−9 𝑚
𝜆2 = 749,02 𝑛𝑚 = 749,02 10−9 𝑚
𝜆3 = 526,79 𝑛𝑚 = 526,79 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓1 = = = 0,0339 10−19 𝐽 = 2,12 𝑒𝑉
𝜆 583,73 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓2 = = = 0,0264 10−19 𝐽 = 1,65 𝑒𝑉
𝜆 749,02 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓3 = = = 0,0376 10−19 𝐽 = 2,35 𝑒𝑉
𝜆 526,79 10−9 𝑚
3. Fraksi Mol (X=2)
𝜆1 = 585,56 𝑛𝑚 = 585,56 10−9 𝑚
𝜆2 = 749,85 𝑛𝑚 = 749,85 10−9 𝑚
𝜆3 = 528,24 𝑛𝑚 = 528,24 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓1 = = = 0,0338 10−19 𝐽 = 2,11 𝑒𝑉
𝜆 585,56 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓2 = = = 0,0264 10−19 𝐽 = 1,65 𝑒𝑉
𝜆 749,85 10−9 𝑚
ℎ𝑐 6,6 10−34 𝐽𝑠 3 108 𝑚⁄𝑠
𝐸𝑓3 = = = 0,0375 10−19 𝐽 = 2,34 𝑒𝑉
𝜆 528,24 10−9 𝑚
Grafik
1. Fraksi Mol (X=1)
18
2. Fraksi Mol (X=1,5)
19
3. Fraksi Mol (X=2)
20
21