Anda di halaman 1dari 21

BAB II

LANDASAN TEORI

Menurut Senator Nur Bahagia (2006), yaitu tentang Keberadaan barang


persediaan dalam aktivitas kehidupan manusia tidak dapat dihindarkan baik dalam
kegiatan pribadi, rumah tangga, sosial, kantor, maupun usaha. Hal yang membedakan
antara lain pengelolaannya. Misalnya dalam kehidupan rumah tangga dijumpai inventori
dalam bentuk bahan baku, bahan penolong, suku cadang, barang jadi. Sementara dalam
kegiatan dikantor dijumpai alat tulis menulis, kertas, dan sebagainya yang digunakan
untuk menopang kelancaran kegiatan kantor.
Sebagaimana pada umumnya, sistem inventori juga terdiri atas aspek structural
dan aspek fungsional serta memiliki tujuan tertentu. Inventory merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penentuan kebutuhan
material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada
waktunya dan lain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal atau
inventory adalah material dan persediaan yang keduanya dimiliki oleh suatu badan
usaha atau Instansi untuk penjualan atau persediaan masukan untuk proses produksi.
Tujuan utama dari inventory adalah, sebagai berikut:
a. Permintaan dan penawaran
b. Permintaan pelanggan dan barang jadi
c. Barang jadi dan ketersediaan komponen
d. Persyaratan untuk suatu operasi dan output dari operasi sebelumnya
e. Bagian dan material untuk memulai produksi dan ketersediaan material

2.1 Inventori Dalam Unit Usaha


Dalam kegiatan usaha seperti ditemui pada sistem manufaktur selalu dijumpai
inventori dalam berbagai bentuk antara lain bahan baku sebagai masukan untuk proses
produksi, bahan penolong untuk membantu terlaksananya proses produksi, suku cadang
untuk menggantikan komponen yang mengalami terlaksananya proses produksi, suku
cadang untuk menggantikan komponen yang mengalami kerusakan, barang setengah
jadi, dan barang jadi yang siap dipasarkan ke konsumen. Keberadaan inventori ini tidak
hanya dilantai produksi, tetapi juga tersebar diluar sistem manufaktur mulai dari gudang
pabrik, gudang distributor sampai dengan gudang milik pengecer.

II-1
Keberadaan inventori dalam kegiatan usaha tidak dapat dihindarkan. Salah satu
penyebab utamanya adalah barang - barang tersebut tidak dapat diperoleh secara instan,
tetapi diperlukan tenggang waktu untuk memperolehnya. Tenggang waktu tersebut
dimulai dari saat melakukan pemesanan, waktu untuk memproduksinya, waktu untuk
mengantarkan barang ke distributor bahkan sampai dengan waktu untuk
memproduksinya, waktu untuk mengantarkan barang ke distributor bahkan sampai
dengan waktu untuk memproses waktu antara saat pemesanan dilakukan sampai dengan
waktu untuk memproses barang digudang hingga siap digunakan oleh pemaikainya.
Interval waktu antara saat pemesanan dilakukan sampai dengan barang siap digunakan
disebut dengan waktu ancang – ancang (lead time).
Inventori dalam satu unit usaha dapat dikategorikan sebagai modal kerja yang
berbentuk barang. Keberadaanya tidak saja dianggap sebagai beban karena merupakan
pemborosan, tetapi sekaligus juga dapat dianggap sebagai kekayaan yang dapat segera
dapat dicairkan dalam bentuk uang tunai. Dalam aktivitas unit usaha baik industry
maupun bisnis, nilai inventori barang yang dikelola pada umumnya cukup besar bahkan
ada yang sangat besar bahkan ada yang sangat besar, tergantung pada jenis serta skala
industri dan bisnisnya. Dalam keadaan tertentu, nilai perusahaan seperti yang dijumpai
pada perusahaan distribusi dan supermarket, misalnya. Tetapi ada pula jenis usaha yang
nilai inventorinya sangat kecil, misalnya pada usaha jasa seperti bengkel, bank,
angkutan dan sebagainya.
Dari nilai inventori yang ada, akan dapat diketahui sampai seberapa besar
pentingnya pengelolaan inventori bagi suatu unit usaha. Semakin tinggi nilai inventori
yang harus dikelola dan semakin tinggi nilai inventori aktivitas perputaran inventori,
akan semakin besar pula pentinggnya perencanaan dan pengendalian inventori.

2.1.1. Pengertian dan Bentuk Inventori


Sebelum mengkaji lebih lanjut tentang inventori, kiranya perlu untuk
menyamakan persepsi dan pemahaman tentang pengertian dan bentuk serta tipe
inventori. Pemahaman ini diharapkan akan mempermudah pengkajian dan penguasaan
metode pemecahan permasalahan inventori. Berikut ini ada beberapa jenis pemahaman
yang berkaitan dengan inventori diantaranya, sebagai berikut:
1. Pengertian inventori
Berbagai rumusan tentang definisi inventori telah banyak dikemukakan oleh
pakar, diantaranya Hadley dan Wilhin (1960), Buchan dan Koenisberg (1963), dan

II-2
sebagainya. Pada prinsipnya, inventori adalah suatu sumber daya menganggur yang
keberadaannya menunggu proses lebih lanjut di sini dapat berupa kegiatan produksi
seperti yang dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemesaran seperti yang
dijumpai pada sistem distribusi, ataupun kegiatan produksi seperti yang dijumpai pada
sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya.
Sebagai sumber daya menganggur , menurut Monden (1993), keberadaan
inventori dapat dipandang sebagai pemborosan dan ini berarti beban bagi suatu unit
usaha dalam bentuk ongkos yang lebih tinggi. Oleh karena itu, keberadaannya harus
diminimalkan dengan tetap menjamin kelancaran pemenuhan permintaan pemakainya.
Idealnya adalah tidak perlu ada inventori, tapi semua kebutuhan pemakainya tetap
dapat dipenuhi pada saat diperlukan.
Namun, disisi lain jika inventori tersebut tidak tersedia atau tersedia dalam
jumlah yang sangat sedikit dan tidak memadai, peluang terjadinya kekurangan inventori
pada saat yang diperlukan akan semakin besar. Akibatnya, kebutuhan pemakai tidak
dapat dipenuhi sehingga akan terjadi ketidakpuasan disisi pemakai yang semakin besar
pula. Hal ini berarti akan mengakibatkan kerugian baik bagi pihak pengelola maupun
pihak pemakai sebab pemakai yang tidak puas dapat lari ke sistem usaha yang lain.
Dengan demikian keberadaan inventori khususnya dalam suatu unit usaha perlu diatur
edemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin,
tetapi ongkos yang ditimbulkan sekecil mungkin.

2. Bentuk dan jenis inventori


Dalam suatu sistem maufaktur, inventori dapat ditemui sedikitnya dalam tiga
bentuk sesuai dengan keberadaannya, yaitu:
a. Bahan baku
b. Bahan setengah jadi
c. Bahan jadi
Keterkaitan antara ketiga bentuk inventori dalam sistem manufaktur secara
skematis disajiakan sebagai berikut:
a. Bahan baku merupakan masukan awal proses transformasi produksi yang selanjutnya
akan diolah menjadi produk jadi. Ketersediaan bahan baku akan sangat membutuhkan
kelancaran proses produksi sehingga perlu dikelola secar seksama. Inventori jenis ini
didatangkan dari luar sistem yang keberadaannya secara fisik biasanya disimpan di
gudang penerimaan.

II-3
b. Barang setengah jadi merupakan bentuk peralihan dari bahan baku menjadi produk
jadi. Dalam sistem manufaktur yang bersifat pesanan, adanya inventori barang setengah
jadi ini biasanya tidak dapat dihindari sebab proses transformasi produksinya
memerlukan waktu yang cukup lama. Sementara dalam sistem manufaktur yang bersifat
produksi massa, biasanya barang jadi disimpan untuk waktu yang cukup lama.
Sementara dalam sistem manufaktur yang bersifat produksi massa, karakteristik
prosesnya yang memang demikian atau terjadi karena lintasan produksinya yang tidak
seimbang.
c. Barang jadi merupakan hasil akhir proses transformasi produksi yang siap dipasarkan
kepada pemakai. Sebelum diangkut kepada pemakai yang membutuhkan, barang jadi
disimpan di gudang barang jadi. Dalam sistem manufaktur yang bersifat untuk
beberapa waktu sampai dengan datangnya pembeli, sedangkan dalam sistem manufaktur
yang bersifat pesanan, begitu barang tersebut selesai diproduksi akan segera diambil
oleh pemakai yang memesannya. Dengan demikian, dalam sistem manufaktur
berdasarkan pemesanan sangat jarang ditemui inventori barang jadi di gudang.
Diluar sistem manufaktur, inventori dalam bentuk barang jadi akan bergerak
dari gdang pabrik menuju pemakai melalui serangkaian saluran dan fasilitas distribusi.
Adanya berbagai pihak yang mengelola dan terkait dengan aliran barang dari pabrik
kepada konsumen akan membentuk suatu sistem yang dikenal dengan sistem rantai
pasokan.
Menurut Buffa dan Miler (1979) dan Tersine (1988), secara umum inventori
diluar sistem manufaktur dapat dibedakan atas beberapa tipe sebagai berikut:
d. Inventori operasi, yaitu inventori barang yang digunakan untuk menjamin
kelancaran pemenuhan permintaan dari pemakai. Keberadaan inventori ini akan
tersebar mulai dari gudang pabrik, gudang distributor, perwakilan dan lain sebagainya.
e. Inventori penyangga, yaitu inventori yang digunakan untuk mengantisipasi
kelangkaan pasokan barang atau untuk meredam fluktuasi permintaan yang bersifat
radom.
f. Inventori siklik (berulang menurut waktu karena kejadiaan tertentu), yaitu inventori
yang digunakan untuk menanggulangi lonjakan permintaan yang bersifat siklik.
g. Inventori musiman, yaitu inventori yang digunkan untuk lonjakan permintaan yang
bersifat musiman (berulang menurut selang waktu tertentu karena suatu musim). Selain
dalam bentuk barang, pada sistem usaha manufaktur inventori dapat ditemui dalam
bentuk uang seperti yang ada di bank, obat – obatan seperti yang ada di apotek, darah

II-4
dan paramedik seperti yang ada dirumah sakit, armada pemadam kebakaran yang ada
pada suatu kota, dan gas yang disediakan oleh Pertamina serta suku cadang merupakan
khusunya dalam sistem usaha jasa. Dalam usaha jasa keberadaan suku cadang
merupakan komponen yang sangat menentukan keandalan pelayanan kepada
konsumennya.
Oleh karena itu, hampir dapat dikatakan bahwa tidak dapat dikatakan bahwa
tidak ada satu unit usaha pun tidak terkait denga inventori, begitu juga dalam
kehidupan rumah tangga kita sehari – hari selalu memerlukan inventori. Hal yang
membedakan antara kehidupan rumah tangga dan kehidupan unit usaha antara lain
adalah skala inventori yang dikelola dan sifat kerugian yang ditibulkan akibat terjadinya
kekurangan inventori.

2.1.2. Fungsi Inventori


Buchanm dan koegnigsberg (1977) mengidentifikasikan 3 jenis motif, yaitu motif
transaksi, motif berjaga – jaga, dan motif berspekulasi:
1. Motif Transaksi
Motif transaksi merupakan motif utama mengapa keberadaan inventori diperlukan, yaitu
motif yang menjamin pemenuhan permintaan barang. Oleh sebab itu, ada atau tidak
adanya barang yang merupakan indicator utama dari dipenuhi atau tidaknya motif ini.
Besarnya persediaan operasi ini pada prinsipnya tergantung pada besarnya waktu
ancang – ancang dan banyaknnya kebutuhan barang persatuan waktu. Dengan perkataan
lain, besarnya persediaan operasi ini adalah minimal sebesar kebutuhan barang selama
waktu ancang – ancang dan banyaknnya kebutuhan barang selama waktu ancang –
ancangnya.
Bila dikaji lebih seksama, timbulnya inventori dalam satu sistem usaha merupakan
akibat dari mekanisme pemenuhan permintaan pemakai yang tidak dapat dilakukan
dengan segera . Permintaan akan suatu barang yang datang pada suatu sistem tidak
dapat dipenuhi dengan segera pada saat permintaan itu tiba, bila barang tersebut tidak
tersedia sebelumnya. Disisi lain untuk mengadakan barang yang dibuutuhkan waktu
baik untuk proses pemesanan, proses pembuatan barang tersebut maupun untuk
mengirimkannya. Oleh sebab itu, untuk menjamin inventori minimal sebesar kebutuhan
selama waktu ancang - ancangnya.
Besar kecilnya kesulitan dan permasalahan untuk menentukan stok operasi
tersebut tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

II-5
a. Permintaan barang yang cenderung bervariasi dan sering tidak pasti baik kedatangan
maupun jumlahnya.
b. Waktu pembuatan barang yang cenderung tidak konstan antara satu pesanan produk
lain karena adanya berbagai hambatan dan persoalan dalam sistem produksi.
c. Waktu ancang – ancang yang cenderung tidak pasti karena berbagai faktor yang
tidak dapat sepenuhnya dikendalikan, baik oleh pemasok barang maupun oleh
penyedia moda transportasi yang digunakan.
d. Sistem administrasi dan pengorganisasian inventori baik kepada pihak oleh
pemasok barang maupun oleh penyedia moda transportasi yang digunakan.
Sistem administrasi dan pengorganisasian inventori baik kepada pihak pemasok
barang maupun pada pihak pengelola barang.
e. Tingkat pelayanan yang ingin diberikan kepada pihak pemakai oleh pihak
manajemen (penyedia barang).
f. Keberanian pihak manajemen untuk mengambil risiko, khususnya bila terjadi
kekurangan inventori.

3. Motif berjaga – jaga


Selain akibat mekanisme pemenuhan atas permintaan, timbulnya bila terjadi
adanya ketidakpastian baik ketidakpastian dari sisi pasokan barang maupun
ketidakpastian dari sisi pemakai barang . Besarnya inventori yang ditunjukan untuk
meredam ketidakpastian ini disebut sebagai inventori pengaman . Ada dua jenis
inventori pengaman, yaitu cadangan pengaman, bila ketidakpastian tersebut datangnya
dari pemakai, dan cadangan penyangga, bila ketidakpastian tersebut berasal dari
pemasok. Dengan demikian, semakin besar ketidakpastian maka semakin besar pula
inventori pengaman yang diperlukan.

4. Motif berspekulasi
Berlainan dengan motif diatas, pada motif ini keberadaan inventori timbul
karena adanya keinginan untuk melakukan spekulasi dengan tujuan mendapatkan
tujuan berlipat ganda dari kenaikan harga barang di masa mendatang. Faktor spekulasi
ini biasanya terjadi pada barang – barang yang dipasarkan dengan sistem monopolistic.
Dalam hal ini, diperlukan pengawasan pemeringtah dan masyarakat terhadap pelaku
bisnis atas jenis barang tertentu yang dapat dispekulasikan, sehingga kerugian
masyarakat pemakaiannya dapat dihindarkan.

II-6
2.1.3. Aspek Struktural Sistem Inventori
Ditinjau dari aspek structural, sistem inventori memiliki tiga komponen dasar,
yaitu pengelolaan, pemasok, dan pemakai. Pengelola adalah penentu kebijakan yang
memiliki perangkat berupa gudang untuk menyimpan barang dan fasilitas pelayanan
kepada pemakai.

1. Sistem Inventori Tunggal


Sistem inventori tunggal dicirikan dengan terdapatnya hanya satu pengelola
satu atau beberapa pemasok, dan satu atau beberapa pemakai. Hal ini disebabkan
penguasaan pengetahuan yang lebih kompleks terhadap sistem inventori tunggal ini
merupakan modal dasar utama untuk dapat memahami sistem inventori yang lebih
kompleks (sistem inventori berjenjang).

2. Sistem Inventori Berjenjang


Sistem inventori berjenjang (multiechelon inventory sistem) terdiri atas beberapa
gudang dan fasilitas pelayanan, beberapa pemasok, dan beberapa pemakai dengan suatu
tatanan dan mekanisme interaksi tertentu. Sesuai dengan keterkaitan antara suatu
fasilitas pelayanan dengan fasilitas pelayanan yang lain, maka sistem ini dapat
dibedakan atas beberapa bentuk sebagai berikut:
a. Sistem seri (serial sistem), terdiri atas beberapa buah failitas pelayanan di mana
setiap fasilitas pelayanan mempunyai satu pemasok (successor) dan satu pemakai.
Sistem semacam ini dapat dijumpai misalnya pada sistem inventori barang setengah jadi
disuatu lini produksi. Salah satu permasalahan yang timbul adalah menentukan besarnya
inventori cadangan bertahap , agar proses produksi berjalan lancar.
b. Sistem Inventori Berjenjang (centralized sistem), terdiri atas beberapa buah fasilitas
pelayanan di mana setiap fasilitas pelayanan hanya memiliki suatu pemakai, tetapi dapat
memiliki beberapa pemasok.
c. Sistem Inventori Memencar (arborescent sistem), terdiri atas beberapa buah fasilitas
pelayanan di mana setiap fasilitas pelayanan hanya mempunyai satu pemasok, tetapi
dapat memiliki beberapa pemalai .
d. Sistem campuran (mixed sistem), terdiri dari beberpa fasilitas pelayanan menurut
tatanan yang tidak beraturan. Sistem ini bisa merupakan campuran dari ketiga sistem
yang telah dijelaskan dihalaman bagian atas tersebut.

II-7
2.1.4. Aspek Fungsional
Aspek fungsional sistem persediaan sangat erat kaitannya dengan kegiatan
operasi rutin dalam penyelenggaranaan sistem persediaan, disini akan terjadi interaksi
antara ketiga komponen dasar sistem persediaan (pengelola, pemasok dan pemakai).
interaksi ini akan tercermin antara lain pada sistem mekanisme dan prosedur pengadaan
serta pemenuhan barang, yang disebut dengan siklus persediaan (inventory cycle)
seperti direpresentasikan pada gambar berikut. Secara umum siklus ini terdiri atas 4
kegiatan, yaitu perencanaan kebutuhan, program pengadaan, penyimpanan dan
pemakaian barang, dan tiga transaksi, yaitu transaksi pembelain barang (kontrak),
transaksi penerimaan barang, transaksi pengeluaran barang.
1. Perencanaan Kebutuhan
Awal dari kegiatan siklus inventori adalah adanya permintaan yang datang dari
pemakai kepada pengelola. Agar permintaan tersebut dapat terjamin pemenuhannya
maka langkah awal yang perlu dilakukan oleh pengelola adalah mengidentifikasikan
kebutuhan barang dari pemakaiannya dan langkah ini akan berakhir dengan diketahui
besarnya kebutuhan barang selama kurun waktu horizon perencanaan. Identifikasi
kebutuhan ini meliputi informasi yang berkaitan dengan jenis barang, spesifikasi
barang, jumlah barang digunakan oleh pemakainnya tersebut. Sumber informasi untuk
tahu akan kebutuhannya. Biasanya kebutuhan barang yang akan dibedakan atas
kebutuhan untuk keperluan rutin kebutuhan barang untuk investasi.
Sehubungan dengan pemakai yang tidak selalu dari kalangan internal, tetapi
dapat pula dari kalangan eksternal yang biasanya diluar kendali pengelola, untuk
mendapatkan informasi ini pengelola dapat menggunakan data pemakaian barang masa
lalunya.
untuk mendapatkan informasi ini pengelola dapat menggunakan data pemakaian
barang masa lalunya. Selanjutnya data masa lalu ini akan diolah untuk meramalkan
jumlah kebutuhan pemakai selama selama kurun waktu horizon perencanaannya serta
untuk mengetahui karakteristik permintaan pemakai.

II-8
Gambar 2.2 sikluk persediaan
Sumber : Sistem inventori, Senator Nur Bahagia

II-9
2. Program Pengadaan
Dengan diketahui kebutuhan barang oleh pemakai untuk masa mendatang
selama horizon perencanaan, pengelola selanjutnya akan melakukan program
pengadaan. Yang dimulai dengan menentukan :
Penentuan Kebutuhan Riil
Kebuthan Riil (KR) adalah jumlah barang yang harus dibeli selama horizon
perencanaan dalam rangka memenuhi permintaan pemakai, bukan jumlah barang yang
diminta oleh pemakai (RK). Dalam metode Perencanaan Kebutuhan Material kebuthan
ini disebut pula dengan kebutuhan bersih (net reqirements), sedangkan rencana
kebutuhan (RK) disebut pula sebagai kebuthan kotor (gross demand). Penentuan KR
memerlukan informasi tentang rencana kebutuhan (RK) dan status persediaan yang
meliputi jumlah barang riil yang tersedia di gudang (IOH: Inventory On Hand), jumlah
barang yang masih berada dalam pesanan (IOO : Inventory On Order), jumlah barang
yang dikehendaki pada akhir horizon perencanaan (IOE: Expected Inventory) dan waktu
ancang – ancang (L : Lead time) dari pemasok.

3. Rencana Pembelian
Rencana pembelian hanya akan dilakukan apabila KR berharga positif yang
berararti bahwa barang yang tersedia tidajk dapat mencukupi permintaan dari pemakai
(RK). Besarnya barang yang perlu dibeli oleh pengelola adalah sebesar KR. Salah satu
permasalahan yang timbul dalam merencanakan pembelian ini adalah menentukan cara
pembelian yang paling ekonomis. Apakah barang tersebut akan dibeli sekaligus atau
akan dibeli dua kali, tiga kali, dan sebagainya. Masalah ini dikenal dengan penentuan
ukuran lot pemesanan ekonomis.

2.1.5. Jenis Persediaan


Menurut Ricahardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto (2003:8),
persediaan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya :

1. Barang Jadi (finished products)


Persediaan barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah, yang merupakan
hasil utama perusahaan yang bersangkutan dan siap untuk dipasarkan/dijual.

II-10
2. Barang Umum dan Suku Cadang (general materials and spare part)
Persediaan segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi
menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan.
Seringkali disebut juga barang pemeliharaan,perbaikan, dan operasi, atau MRO
materials (Maintenance, Repair and Operation).

3. Barang Dagangan (commodities)


Persediaan yang dimana barang yang dibeli, sudah merupakan barang jadi dan
disimpan digudang menunggu penjualan kembali dengan keuntungan tertentu.

2.1.6. Transaksi Pembelian


Transaksi pembelian barang terjadi anatara pengelola dan pemasok barang
dalam rangka mendapatkan barang yang sesuai dengan permintaan pemakainya.
Transaksi pembelian akan dilakukan bila telah ditentukan jenis dan jumlah barang yang
akan dibeli, seperti dinyatakan dalam rencana pembelian.
Transaksi pembelian barang pada umumnya dilakukan sedikitnya dengan tiga
cara, yaitu pembelian secar langsung (direct purchase), penunjukan langsung (direct
oppointment), dan tender pelelangan (bidding). Sementara cara mengikat transaksi
pembelian (kontrak) dikenal dengan adanya system kontrak borongan (lumpsum
contract), kontrak harga satuan (unit price contract), kontrak ongkos plus upah (cost
plus fee contract), dan kontrak sesuai dengan pengeluaran (at cost contract).

2.1.7. Penyimpanan Barang


Barang yang dibeli diharapkan akan data di gudang dari pemasok sesuai
dengan apa yang tertera dalam transaksi pembelian (kontrak), baik jenis barang,
spesifikasi, jumlah dan waktunya. Sebelum barang disimpan di dalam gudang perlu
diperhatikan transaksi kedua, yaitu transaksi penerimaan barang antara pemasok dengan
pengelola. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam transaksi ini adalah :
a. Barang yang diterima haruslah sesuai dengan apa yang tertera dalam dokumen
perjanjian jual beli (kontrak). Ketidaksesuaian pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab pemasok, kecuali memang terjadi kesalahan dari pihak pemakai.
b. Bila keadaan memungkinkan, pemakai hendaklah dilibatkan dalam penreimaan
barang sebab dialah yang membutuhkan dan mengetahui barang tersebut. Hal ini
untuk menghindari kericuhan dikemudian hari.

II-11
c. Jangan menandatangani berita acara penerimaan barang bila masih terdapat ketidak
sesuaian antara barang yang datang dan yang tertera dalam kontrak, sebab biasanya
penandatanganan berita acara berarti lepasnya tanggung jawab pemasok terhadap
barang yang diperjual belikannya.

2.1.8. Pemakaian Barang


Kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dari siklus persediaan, dan disinilah
terjadi interaksi antara pengelola dengan pemakai. Interaksi pemakaian barang dimulai
dengan adanya permintaan barang dari pemakai yang ditandai dengan adanya not
permintaan. Yang kemudian diproses oleh pengelola sesuai dengan prosedur hingga
barang tersebut dapat digunakan oleh pemakai.

2.2 Permasalahan dan Kinerja


Untuk dapat melakukan pengelolaan sistem inventroi dengan baik, perlu
dilakukan identifiakasi permasalahan riil yang ada secara seksama. Disini hendaknya
dibedakan anatara permasalahan riil dan permasalahan yang diduga – duga.
Permasalahan riil adalah permasalahan yang diidentifikasikan berdasarkan fakta dan
data objektif. Adapun permasalahan yang diduga – duga adalah masalah yang
dinyatakan oleh pihak pengelola berdasarkan persepsi maupun praduga atau tidak
selalu didasarkan atas fakta dan data riil.
Permasalahan penentuan Kebijakan inventori menurut Ternise (1992) dapat
dikelompokkan sesuai dengan karakteristik fenomenanya seperti didasarkan atas:
1. Pengulangan (repetitive) pengambilan keputusan, yang dapat dibedakan atas:
a. pemesanan tunggal
b. pemesanan berulang

2. Sumber pasokan (supply source) barang, yaitu:


a. pasokan luar
b. pasokan dalam

2.3 pengetahuan tentang permintaan (knowledge of demand) yang dapat


dikategorikan atas:
1. Karakteristik pola permintaan
2. Ketergantungan barang

II-12
3. pengetahuan tentang waktu ancang – ancang (knowledge of lead time)
4. Kebijakan inventori (Inventory policy), terdiri atas:
a. Berulang
b. Periodik
c. Perencanaan kebutuhan material
d. Perencanaan kebutuhan distribusi
e. Sistem pemesanan tunggal
Bertitik tolak dari permasalahan pokok inventori, yaitu bagaimana menjamin
pemenuhan yang sesuai permintaan pemakai seoptimal mungkin, tersirat bahwa pada
hakikatnya tujuan dari pengelolaan sistem inventori adalah mencari jawaban optimal
terhadap permasalahan yang timbul baik permasalahan kebijakan inventori yang
bersifat kuantitatif sehingga inventori barang yang ada dapat berfungsi sebagimana
yang diharapkan.
Bagi pemakai barang atau konsumen baik buruknya sistem inventori akan
diukur berdasarkan seberapa baik tingkat pelayanan yang mampu diberikan oleh
pengelola sistem inventori kepadanya.

2.4 Tingkat Pelayanan

Untuk menghitung tingkat efektivitas persediaan barang, biasanya digunakan


rasio layanan atau tingkat layanan sebagai tolak ukurnya. Rasio dan layanan
menunjukkan tingkat pelayanan tertentu, dan tingkat layanan menunjukan tingkat
pelayanan tertentu. Rasio layanan adalah perbandingan antara jumlah/ nilai seluruh
permintaan yang dapat dipenuhi dari persediaan dan jumlah / nilai seluruh permintaan
dari pemakai.
Makin tinggi rasio layanan, berarti pula makin efektif. Rasio layanan tertinggi
adalah 100 %, yang berarti bahwa setiap kali pemakain memerlukan barang, selalu
dapat dipenuhi dari persediaan di gudang. Rasio layanan terendah adalah 0 %, yang
berarti tidak satu pun permintaan barang yang dapat dipenuhi dari persediaan di
gudang. Rumusnya :

Jumlah permintaan yang dapat dilayani segera


Tingkat pelayanan (η) = x 100%
Jumlah permintaan total

II-13
N
Tingkat Pelayanan (η) = 1 -
D * L

Notasi:
N = Jumlah kekurangan persediaan (Inventory)
D = Jumlah barang dalam setahun/ triwulan
L = Periode waktu tenggat/ lead time (hari/ kali)

2.5 Metode Probabilistik Sederhana


Metode determanistik adalah model matematika dimana gejala - gejala dapat
diukur dengan derajat kepastian yang cukup tinggi atau model deterministik yaitu model
simulasi yang tidak mengandung komponen yang sifatnya probabilistik (random) dan
output yang telah dapat ditentukan begitu sejumlah input dan hubungan tertentu
dimasukkan. Output yang diperoleh akan tetap sama jika inputnya sama walaupun
diproses ulang. Model pengendalian deterministik adalah model yang menganggap
semua parameter telah diketahui dengan pasti. Untuk menghitung pengendalian
persediaan digunakan metode EOQ (Economic Order Quantity), yang merupakan model
persediaan yang sederhana. Model ini bertujuan untuk menentukan ukuran pemesanan
yang paling ekonomis yang dapat meminimasi biaya-biaya dalam persediaan.
Model - model lain yang dapat digunakan untuk pengendalian persediaan
deterministik antara lain: Production Order Quantity (POQ), Quantity Discount,
Economic Lot Size (ELS), dan Back Order Inventory.
Sedangkan cadangan pengaman merupakan persediaan untuk mengisi
kekosongan maupun untuk mengisi kekurangan persediaan pada periode tertentu.
Sederhana = Metode Deterministik + Safety Stock

2.5.1. Reorder Point (r*)


ROP (Reorder Point) Menurut Sofjan Assauri (2004;196), tingkat pemesanan
kembali (reorder point) adalah : “Tingkat pemesanan kembali adalah suatu titik atau
batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus
diadakan kembali”
Faktor - faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali adalah :
a. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan antara barang yang dipesan hingga sampai
diperusahaan.

II-14
b. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.
c. Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan barang minimum yang
harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan
datangnya bahan baku.
Formulasi:
Saat Pemesanan ulang (r*) = D * L + SS

Notasi:
r* = Saat pemesanan ulang
D = Jumlah data dalam setahun/ triwulan (Juni 2017 – Agustus 2017)
L = Periode waktu tenggat/ lead time
SS = Cadangan pengaman/ safety stock

2.5.2. Cadangan Pengaman (SS)


Persediaan Pengaman (Safety Stock) adalah persediaan tambahan yang
diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan
persediaan (stock out).
Cadangan Pengaman (SS) = Zα * S * √L

Notasi:
SS = Cadangan pengaman/ safety stock
Notasi:
L = Periode waktu tenggat/ lead time
S = Standar deviasi/ simpangan baku
Zα = Nilai distribusi dari mulai Z sampai derajat kekurangan pada α

Dalam praktek, terjadi berbagai situasi yang tidak diharapkan yang menjadi
kendala, misalnya:
a. Kedatangan barang terlambat
b. Pemakaian tidak merata dan terjadi kenaikan

Dengan penjelasan singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa persediaan


pengaman diperlukan untuk menghadapi hal – hal sebagai berikut:

II-15
a. Apabila terjadi lonjakan kenaikan pemakaian barang di luar kebutuhan rata – rata
yang diramalkan atau diperhitungkan.
b. Apabila terjadi keterlambatan kedatangan barang yang dibeli atau dipesan.
c. Apabila terjadi dua situasi diatas sekaligus, jadi ada kenaikan pemakaian dan
sekaligus keterlambatan kedatangan barang.

Perhitungan persediaan pengaman dalam hal biaya diketahui :


a. Waktu pemesanan bersifat konstan
b. Kejadian yang akan datang merupakan pengulangan kejadian yang lalu , sehingga
data yang lalu dapat diandalakan.
c. Teori probabilitas dapat berlaku.
d. Barang yang dipesan akan tiba sekaligus dalam satu lot (bukan pengiriman secara
parsial).

2.5.3. Ukuran Lot Pemesanan (q*)

2 * D * (A + Cu * N)
Ukuran Lot Pemesanan (𝑞 ∗ ) = √
h

Notasi :
D = Jumlah data dalam setahun/ triwulan (Juni 2017 – Agustus 2017)
A = Biaya penyimpanan (IDR)
Cu = Biaya kekurangan persediaan (Inventory)
N = Jumlah kekurangan persediaan (Inventroy)
h = Harga maupun dalam presentase produk per unit (IDR/ %)

2.5.4. Jumlah Kekurangan Inventori (N)

Jumlah Kekurangan 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦 (𝑁) = S ∗ √L ∗ [F(Zα) − Zα ¥(Zα)

Notasi:
S = Cadangan pengaman (Unit)
L = Periode waktu tenggat/ lead time
f(Zα) = Nilai frekuensi dari tabel Distribusi dari tingkat Z sampai ke derajat
kekurangan α)

II-16
Zα = Nilai distribusi baik hitungan maupun tabel dari tingkat Z sampai ketingkat
derajat kekurangan.
€ (zα) = Nilai distribusi tabel dari tingkat Z sampai ketingkat derajat kekurangan.

2.5.5. Biaya Persediaan (OT)


Secara umu dapat dikatakan bahwa ongkos persediaan adalah semua
pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat adanya persediaan selama horizon
perencanaan waktu tertentu. Maka menurut Senator Nur Bahagia (2006:34) komponen –
komponennya terdiri dari :
1. Ongkos Pembeliaan (Ob)
Ongkos pembelian adalah ongkos yang dikeluarkan untuk membeli barang
persediaan. Besarnnya ongkos pembelian satuan barang. pada kenyataannya, tidak
jarang dijumpai ada hubungan antara jumlah barang dan harga satuan barang. semakin
banyak barang yang dibeli biasanya harga satuan barang tersebut akan semakin murah.
Besarnya nilai barang yang disimpan adalah hasil kali antara jumlah
permintaan dengan harga setiap unit barang yang disimpan. Ongkos pembelian (Ob),
yaitu harga beli/produksi per unit. Ob merupakan perkalian antara jumlah barang yang
dibeli (D) dengan harga barang per unitnya (p).
Ongkos Pembelian (Ob) = D * P

2. Ongkos Penyimpanan (OP)


Ongkos simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat penyimpanan
barang, Ongkos simpan barang merupakan bagian ongkos persediaan yang cukup besar
setelah ongkos membeli barang. dalam sistem persediaan, besarnya ongkos satuan
simpan barang biasanya dihitung berdasarkan persentase dari harga barang. persentase
tersebut meliputi ongkos kapital dan ongkos untuk keperluan penyimpanan serta
administrasi barang, ongkos simpan ini meliputi :
a. Ongkos memiliki persediaan
b. Ongkos gudang (storage cost)
c. Ongkos kerusakan dan penyusutan
d. Ongkos kadaluarsa (absolence cost)
e. Ongkos asuransi (insurance cost)
f. Ongkos administrasi (administration cost)

II-17
g. Ongkos lain-lain, adalah semua ongkos penyimpanan yang belum dimasukan ke
dalam element ongkos di atas, biasanya bergantung pada situasi dan kondisi
perusahaan.
Besarnya ongkos simpan adalah hasil kali antara rata – rata barang yang
disimpan kali ongkos simpan per unit dalam setahun, jadi jika jumlah permintaan dalam
setahun D, ukuran pemesanan Q, dan ongkos simpan per unit dalam setahun A, maka
ongkos simpan adalah rata – rata barang yang disimpan kali ongkos simpan per unit
dalam setahun.
A * D
Ongkos Penyimpanan (𝑂𝑝) =
𝑞

3. Keterkaitan Ongkos dengan Tingkat Pelayanan


Pengelolaan sistem inventori tidaklah semata – mata untuk mencari ongkos
inventroi yang minimal, tetapi juga harus memperhitungkan tingkat pelayanan
konsumen. Dengan demikian perlu adanya trade off antara ongkos dengan tingkat
pelayanan .
Hal yang perlu diperhatikan dalam trade off ini adalah bawa solusi optimal
yang diperoleh merupakan solusi internal artinya belum mempertimbangkan pesaing
ini.

4. Ongkos Pemesanan (OS)


Besarnya ongkos pesan adalah hasil kali antara frekuensi pemesanan dengan
ongkos setiap kali pesan, jika cadangan pengaman dinyatakan SS, dan Q ukuran
pemesanan, sedangkan h adalah biaya simpan sekali pesan, maka besarnya ongkos
pesan. Ongkos pesan merupakan perkalian antara frekuensi pemesanan (f) dan ongkos
setiap kali pemesanan barang (A). Ongkos pemesanan (OS), yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk pemesanan tiap kali pesan.
q० + SS
Ongkos Pemesanan (OS) = h *
2

a. Maka didapat penjabaran dari ongkos pemesanan (OS), diantaranya sebagai berikut:
𝐷
frekuensi (f) =
𝑞०

II-18
b. Jika ongkos menggunakan Frekuensi maka didapat penjabaran, sebagai berikut:

D + SS
Ongkos Pemesanan (OS) = h *
2 * F

5. Ongkos Kekurangan Inventori (Ok)


Apabila dijumpai tidak ada barang pada saat diminta akan terjadi keadaan
kekurangan persediaan. Keadaan ini akan menimbulakan kerugian karena proses
produksi menjadi terhenti dan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan menjadi
hilang.satu hal penting yang perlu diperhatikan akibat dari keadaan ini adalah beralihnya
konsumen ketempat lain, dan ini merupakan kerugian yang tak ternilai. Untuk
menentukan besarnya ongkos persediaan, dapat diuraikan berdasarkan :
a. Kuantitas yang Tidak Dapat Dipenuhi
Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi
barang yang diminta atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi.

b. Waktu Pemesanan
Lama waktu gudang kosong akan berarti lamanya proses produksi terhenti
ataupun lamanya perusahaan tidak dapat menikmati keuntungan. Oleh sebab itu, waktu
dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Ongkos yang ditimbulkan oleh keadaan ini
dapat diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang yang
biasanya dinyatakan dalam Rp,/ satuan waktu.

c. Ongkos Pengadaan Darurat


Agar pemakai tidak kecewa maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang
biasanya menimbulkan ongkos yang lebih besar dari pengadaan normal. Kelebihan
ongkos ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan ongkos kekurangan persediaan.
Ongkos kekurangan persediaan adalah ongkos yang terpaksa perusahaan
keluarkan sebagai akibat kekurangan stock, dengan kurangnya persediaan bahan baku
berdampak terhadap berhentinya aktivitas produksi, padahal biaya tenaga kerja, mesin –
mesin dan alat pendukung yang siap beroperasi.

Cu * D * N
Ongkos Kekurangan Inventory (Ok2) =
q०

II-19
d. Total Biaya dalam Persediaan (OT)
Total antara ongkos pembelian, ongkos pesediaan, ongkos simpan, ongkos
pesan dan ongkos kekurangan inventory, yaitu:
OT = Ongkos beli + Ongkos Pesan + Ongkos Simpan + Ongkos Kekurangan Inventory
e. Model Quantity Untuk OT

A* D q० + SS Cu * D * N
Total Biaya (OT) = (D * p ) +( ) +(h * )+ ( )
q० 2 q०

Notasi:
Ob = Ongkos pembelian
Op = Ongkos pemesanan
Ok = Ongkos Kekurangan Inventori
f = Frekuensi pemesanan
A = Ongkos setiap kali pemesanan barang
Os = Ongkos simpan
Q = Jumlah barang untuk setiap kali pemesanan
Ss = Besarnya cadangan pengaman
OT = Ongkos persediaan total
N = Ekspektasi permintaan yang tak terpenuhi
D=π = Demand (nilai rata-rata permintaan).
S = Standar deviasi nilai permintaan

P = Harga produk

L = Lead time (waktu tunggu sampai barang sampai di gudang) selama 1 (satu)
bulan.
A = Biaya untuk setiap kali pemesanan
h = Biaya simpan per unit yang disesuaikan dengan ukuran pallet
Cu = Biaya kekurangan produk, jika terjadi kekurangan barang di gudang.
f(zα) = Fungsi dari nilai z distribusi normal standar untuk α ataupun ordinat.
ᴪ (zα) = Fungi dari nilai z distribusi normal standar untuk α selama lead time/
waktu ancang – ancang ataupun ekspektasi parsial.
zα = Nilai distribusi baik hitungan maupun tabel dari tingkat Z sampai ketingkat
derajat kekurangan ataupun deviasi normal standar.

II-20
Dalam pengolahan digunakan beberapa asumsi untuk menyederhanakan
masalah. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Permintaan bersifat probabilistik dan berdistribusi normal .
b. Waktu antar pesanan konstan untuk setiap pemesanan, barang datang serentak
c. Harga barang konstan terhadap kuantitas/waktu
d. Ongkos pesan (A) konstan untuk setiap pemesanan dan ongkos simpan (h)
sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan
e. Ongkos kekurangan persediaan sebanding dengan jumlah barang yang tidak dapat
dilayani, atau sebanding dengan waktu (tidak tergantung dengan jumlah
kekurangan).

II-21

Anda mungkin juga menyukai