BAB II Landasan Teori
BAB II Landasan Teori
LANDASAN TEORI
II-1
Keberadaan inventori dalam kegiatan usaha tidak dapat dihindarkan. Salah satu
penyebab utamanya adalah barang - barang tersebut tidak dapat diperoleh secara instan,
tetapi diperlukan tenggang waktu untuk memperolehnya. Tenggang waktu tersebut
dimulai dari saat melakukan pemesanan, waktu untuk memproduksinya, waktu untuk
mengantarkan barang ke distributor bahkan sampai dengan waktu untuk
memproduksinya, waktu untuk mengantarkan barang ke distributor bahkan sampai
dengan waktu untuk memproses waktu antara saat pemesanan dilakukan sampai dengan
waktu untuk memproses barang digudang hingga siap digunakan oleh pemaikainya.
Interval waktu antara saat pemesanan dilakukan sampai dengan barang siap digunakan
disebut dengan waktu ancang – ancang (lead time).
Inventori dalam satu unit usaha dapat dikategorikan sebagai modal kerja yang
berbentuk barang. Keberadaanya tidak saja dianggap sebagai beban karena merupakan
pemborosan, tetapi sekaligus juga dapat dianggap sebagai kekayaan yang dapat segera
dapat dicairkan dalam bentuk uang tunai. Dalam aktivitas unit usaha baik industry
maupun bisnis, nilai inventori barang yang dikelola pada umumnya cukup besar bahkan
ada yang sangat besar bahkan ada yang sangat besar, tergantung pada jenis serta skala
industri dan bisnisnya. Dalam keadaan tertentu, nilai perusahaan seperti yang dijumpai
pada perusahaan distribusi dan supermarket, misalnya. Tetapi ada pula jenis usaha yang
nilai inventorinya sangat kecil, misalnya pada usaha jasa seperti bengkel, bank,
angkutan dan sebagainya.
Dari nilai inventori yang ada, akan dapat diketahui sampai seberapa besar
pentingnya pengelolaan inventori bagi suatu unit usaha. Semakin tinggi nilai inventori
yang harus dikelola dan semakin tinggi nilai inventori aktivitas perputaran inventori,
akan semakin besar pula pentinggnya perencanaan dan pengendalian inventori.
II-2
sebagainya. Pada prinsipnya, inventori adalah suatu sumber daya menganggur yang
keberadaannya menunggu proses lebih lanjut di sini dapat berupa kegiatan produksi
seperti yang dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemesaran seperti yang
dijumpai pada sistem distribusi, ataupun kegiatan produksi seperti yang dijumpai pada
sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya.
Sebagai sumber daya menganggur , menurut Monden (1993), keberadaan
inventori dapat dipandang sebagai pemborosan dan ini berarti beban bagi suatu unit
usaha dalam bentuk ongkos yang lebih tinggi. Oleh karena itu, keberadaannya harus
diminimalkan dengan tetap menjamin kelancaran pemenuhan permintaan pemakainya.
Idealnya adalah tidak perlu ada inventori, tapi semua kebutuhan pemakainya tetap
dapat dipenuhi pada saat diperlukan.
Namun, disisi lain jika inventori tersebut tidak tersedia atau tersedia dalam
jumlah yang sangat sedikit dan tidak memadai, peluang terjadinya kekurangan inventori
pada saat yang diperlukan akan semakin besar. Akibatnya, kebutuhan pemakai tidak
dapat dipenuhi sehingga akan terjadi ketidakpuasan disisi pemakai yang semakin besar
pula. Hal ini berarti akan mengakibatkan kerugian baik bagi pihak pengelola maupun
pihak pemakai sebab pemakai yang tidak puas dapat lari ke sistem usaha yang lain.
Dengan demikian keberadaan inventori khususnya dalam suatu unit usaha perlu diatur
edemikian rupa sehingga kelancaran pemenuhan kebutuhan pemakai dapat dijamin,
tetapi ongkos yang ditimbulkan sekecil mungkin.
II-3
b. Barang setengah jadi merupakan bentuk peralihan dari bahan baku menjadi produk
jadi. Dalam sistem manufaktur yang bersifat pesanan, adanya inventori barang setengah
jadi ini biasanya tidak dapat dihindari sebab proses transformasi produksinya
memerlukan waktu yang cukup lama. Sementara dalam sistem manufaktur yang bersifat
produksi massa, biasanya barang jadi disimpan untuk waktu yang cukup lama.
Sementara dalam sistem manufaktur yang bersifat produksi massa, karakteristik
prosesnya yang memang demikian atau terjadi karena lintasan produksinya yang tidak
seimbang.
c. Barang jadi merupakan hasil akhir proses transformasi produksi yang siap dipasarkan
kepada pemakai. Sebelum diangkut kepada pemakai yang membutuhkan, barang jadi
disimpan di gudang barang jadi. Dalam sistem manufaktur yang bersifat untuk
beberapa waktu sampai dengan datangnya pembeli, sedangkan dalam sistem manufaktur
yang bersifat pesanan, begitu barang tersebut selesai diproduksi akan segera diambil
oleh pemakai yang memesannya. Dengan demikian, dalam sistem manufaktur
berdasarkan pemesanan sangat jarang ditemui inventori barang jadi di gudang.
Diluar sistem manufaktur, inventori dalam bentuk barang jadi akan bergerak
dari gdang pabrik menuju pemakai melalui serangkaian saluran dan fasilitas distribusi.
Adanya berbagai pihak yang mengelola dan terkait dengan aliran barang dari pabrik
kepada konsumen akan membentuk suatu sistem yang dikenal dengan sistem rantai
pasokan.
Menurut Buffa dan Miler (1979) dan Tersine (1988), secara umum inventori
diluar sistem manufaktur dapat dibedakan atas beberapa tipe sebagai berikut:
d. Inventori operasi, yaitu inventori barang yang digunakan untuk menjamin
kelancaran pemenuhan permintaan dari pemakai. Keberadaan inventori ini akan
tersebar mulai dari gudang pabrik, gudang distributor, perwakilan dan lain sebagainya.
e. Inventori penyangga, yaitu inventori yang digunakan untuk mengantisipasi
kelangkaan pasokan barang atau untuk meredam fluktuasi permintaan yang bersifat
radom.
f. Inventori siklik (berulang menurut waktu karena kejadiaan tertentu), yaitu inventori
yang digunakan untuk menanggulangi lonjakan permintaan yang bersifat siklik.
g. Inventori musiman, yaitu inventori yang digunkan untuk lonjakan permintaan yang
bersifat musiman (berulang menurut selang waktu tertentu karena suatu musim). Selain
dalam bentuk barang, pada sistem usaha manufaktur inventori dapat ditemui dalam
bentuk uang seperti yang ada di bank, obat – obatan seperti yang ada di apotek, darah
II-4
dan paramedik seperti yang ada dirumah sakit, armada pemadam kebakaran yang ada
pada suatu kota, dan gas yang disediakan oleh Pertamina serta suku cadang merupakan
khusunya dalam sistem usaha jasa. Dalam usaha jasa keberadaan suku cadang
merupakan komponen yang sangat menentukan keandalan pelayanan kepada
konsumennya.
Oleh karena itu, hampir dapat dikatakan bahwa tidak dapat dikatakan bahwa
tidak ada satu unit usaha pun tidak terkait denga inventori, begitu juga dalam
kehidupan rumah tangga kita sehari – hari selalu memerlukan inventori. Hal yang
membedakan antara kehidupan rumah tangga dan kehidupan unit usaha antara lain
adalah skala inventori yang dikelola dan sifat kerugian yang ditibulkan akibat terjadinya
kekurangan inventori.
II-5
a. Permintaan barang yang cenderung bervariasi dan sering tidak pasti baik kedatangan
maupun jumlahnya.
b. Waktu pembuatan barang yang cenderung tidak konstan antara satu pesanan produk
lain karena adanya berbagai hambatan dan persoalan dalam sistem produksi.
c. Waktu ancang – ancang yang cenderung tidak pasti karena berbagai faktor yang
tidak dapat sepenuhnya dikendalikan, baik oleh pemasok barang maupun oleh
penyedia moda transportasi yang digunakan.
d. Sistem administrasi dan pengorganisasian inventori baik kepada pihak oleh
pemasok barang maupun oleh penyedia moda transportasi yang digunakan.
Sistem administrasi dan pengorganisasian inventori baik kepada pihak pemasok
barang maupun pada pihak pengelola barang.
e. Tingkat pelayanan yang ingin diberikan kepada pihak pemakai oleh pihak
manajemen (penyedia barang).
f. Keberanian pihak manajemen untuk mengambil risiko, khususnya bila terjadi
kekurangan inventori.
4. Motif berspekulasi
Berlainan dengan motif diatas, pada motif ini keberadaan inventori timbul
karena adanya keinginan untuk melakukan spekulasi dengan tujuan mendapatkan
tujuan berlipat ganda dari kenaikan harga barang di masa mendatang. Faktor spekulasi
ini biasanya terjadi pada barang – barang yang dipasarkan dengan sistem monopolistic.
Dalam hal ini, diperlukan pengawasan pemeringtah dan masyarakat terhadap pelaku
bisnis atas jenis barang tertentu yang dapat dispekulasikan, sehingga kerugian
masyarakat pemakaiannya dapat dihindarkan.
II-6
2.1.3. Aspek Struktural Sistem Inventori
Ditinjau dari aspek structural, sistem inventori memiliki tiga komponen dasar,
yaitu pengelolaan, pemasok, dan pemakai. Pengelola adalah penentu kebijakan yang
memiliki perangkat berupa gudang untuk menyimpan barang dan fasilitas pelayanan
kepada pemakai.
II-7
2.1.4. Aspek Fungsional
Aspek fungsional sistem persediaan sangat erat kaitannya dengan kegiatan
operasi rutin dalam penyelenggaranaan sistem persediaan, disini akan terjadi interaksi
antara ketiga komponen dasar sistem persediaan (pengelola, pemasok dan pemakai).
interaksi ini akan tercermin antara lain pada sistem mekanisme dan prosedur pengadaan
serta pemenuhan barang, yang disebut dengan siklus persediaan (inventory cycle)
seperti direpresentasikan pada gambar berikut. Secara umum siklus ini terdiri atas 4
kegiatan, yaitu perencanaan kebutuhan, program pengadaan, penyimpanan dan
pemakaian barang, dan tiga transaksi, yaitu transaksi pembelain barang (kontrak),
transaksi penerimaan barang, transaksi pengeluaran barang.
1. Perencanaan Kebutuhan
Awal dari kegiatan siklus inventori adalah adanya permintaan yang datang dari
pemakai kepada pengelola. Agar permintaan tersebut dapat terjamin pemenuhannya
maka langkah awal yang perlu dilakukan oleh pengelola adalah mengidentifikasikan
kebutuhan barang dari pemakaiannya dan langkah ini akan berakhir dengan diketahui
besarnya kebutuhan barang selama kurun waktu horizon perencanaan. Identifikasi
kebutuhan ini meliputi informasi yang berkaitan dengan jenis barang, spesifikasi
barang, jumlah barang digunakan oleh pemakainnya tersebut. Sumber informasi untuk
tahu akan kebutuhannya. Biasanya kebutuhan barang yang akan dibedakan atas
kebutuhan untuk keperluan rutin kebutuhan barang untuk investasi.
Sehubungan dengan pemakai yang tidak selalu dari kalangan internal, tetapi
dapat pula dari kalangan eksternal yang biasanya diluar kendali pengelola, untuk
mendapatkan informasi ini pengelola dapat menggunakan data pemakaian barang masa
lalunya.
untuk mendapatkan informasi ini pengelola dapat menggunakan data pemakaian
barang masa lalunya. Selanjutnya data masa lalu ini akan diolah untuk meramalkan
jumlah kebutuhan pemakai selama selama kurun waktu horizon perencanaannya serta
untuk mengetahui karakteristik permintaan pemakai.
II-8
Gambar 2.2 sikluk persediaan
Sumber : Sistem inventori, Senator Nur Bahagia
II-9
2. Program Pengadaan
Dengan diketahui kebutuhan barang oleh pemakai untuk masa mendatang
selama horizon perencanaan, pengelola selanjutnya akan melakukan program
pengadaan. Yang dimulai dengan menentukan :
Penentuan Kebutuhan Riil
Kebuthan Riil (KR) adalah jumlah barang yang harus dibeli selama horizon
perencanaan dalam rangka memenuhi permintaan pemakai, bukan jumlah barang yang
diminta oleh pemakai (RK). Dalam metode Perencanaan Kebutuhan Material kebuthan
ini disebut pula dengan kebutuhan bersih (net reqirements), sedangkan rencana
kebutuhan (RK) disebut pula sebagai kebuthan kotor (gross demand). Penentuan KR
memerlukan informasi tentang rencana kebutuhan (RK) dan status persediaan yang
meliputi jumlah barang riil yang tersedia di gudang (IOH: Inventory On Hand), jumlah
barang yang masih berada dalam pesanan (IOO : Inventory On Order), jumlah barang
yang dikehendaki pada akhir horizon perencanaan (IOE: Expected Inventory) dan waktu
ancang – ancang (L : Lead time) dari pemasok.
3. Rencana Pembelian
Rencana pembelian hanya akan dilakukan apabila KR berharga positif yang
berararti bahwa barang yang tersedia tidajk dapat mencukupi permintaan dari pemakai
(RK). Besarnya barang yang perlu dibeli oleh pengelola adalah sebesar KR. Salah satu
permasalahan yang timbul dalam merencanakan pembelian ini adalah menentukan cara
pembelian yang paling ekonomis. Apakah barang tersebut akan dibeli sekaligus atau
akan dibeli dua kali, tiga kali, dan sebagainya. Masalah ini dikenal dengan penentuan
ukuran lot pemesanan ekonomis.
II-10
2. Barang Umum dan Suku Cadang (general materials and spare part)
Persediaan segala jenis barang atau suku cadang yang digunakan untuk operasi
menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang digunakan.
Seringkali disebut juga barang pemeliharaan,perbaikan, dan operasi, atau MRO
materials (Maintenance, Repair and Operation).
II-11
c. Jangan menandatangani berita acara penerimaan barang bila masih terdapat ketidak
sesuaian antara barang yang datang dan yang tertera dalam kontrak, sebab biasanya
penandatanganan berita acara berarti lepasnya tanggung jawab pemasok terhadap
barang yang diperjual belikannya.
II-12
3. pengetahuan tentang waktu ancang – ancang (knowledge of lead time)
4. Kebijakan inventori (Inventory policy), terdiri atas:
a. Berulang
b. Periodik
c. Perencanaan kebutuhan material
d. Perencanaan kebutuhan distribusi
e. Sistem pemesanan tunggal
Bertitik tolak dari permasalahan pokok inventori, yaitu bagaimana menjamin
pemenuhan yang sesuai permintaan pemakai seoptimal mungkin, tersirat bahwa pada
hakikatnya tujuan dari pengelolaan sistem inventori adalah mencari jawaban optimal
terhadap permasalahan yang timbul baik permasalahan kebijakan inventori yang
bersifat kuantitatif sehingga inventori barang yang ada dapat berfungsi sebagimana
yang diharapkan.
Bagi pemakai barang atau konsumen baik buruknya sistem inventori akan
diukur berdasarkan seberapa baik tingkat pelayanan yang mampu diberikan oleh
pengelola sistem inventori kepadanya.
II-13
N
Tingkat Pelayanan (η) = 1 -
D * L
Notasi:
N = Jumlah kekurangan persediaan (Inventory)
D = Jumlah barang dalam setahun/ triwulan
L = Periode waktu tenggat/ lead time (hari/ kali)
II-14
b. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata persatuan waktu tertentu.
c. Persediaan Pengaman (Safety Stock), yaitu jumlah persediaan barang minimum yang
harus dimiliki oleh perusahaan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan
datangnya bahan baku.
Formulasi:
Saat Pemesanan ulang (r*) = D * L + SS
Notasi:
r* = Saat pemesanan ulang
D = Jumlah data dalam setahun/ triwulan (Juni 2017 – Agustus 2017)
L = Periode waktu tenggat/ lead time
SS = Cadangan pengaman/ safety stock
Notasi:
SS = Cadangan pengaman/ safety stock
Notasi:
L = Periode waktu tenggat/ lead time
S = Standar deviasi/ simpangan baku
Zα = Nilai distribusi dari mulai Z sampai derajat kekurangan pada α
Dalam praktek, terjadi berbagai situasi yang tidak diharapkan yang menjadi
kendala, misalnya:
a. Kedatangan barang terlambat
b. Pemakaian tidak merata dan terjadi kenaikan
II-15
a. Apabila terjadi lonjakan kenaikan pemakaian barang di luar kebutuhan rata – rata
yang diramalkan atau diperhitungkan.
b. Apabila terjadi keterlambatan kedatangan barang yang dibeli atau dipesan.
c. Apabila terjadi dua situasi diatas sekaligus, jadi ada kenaikan pemakaian dan
sekaligus keterlambatan kedatangan barang.
2 * D * (A + Cu * N)
Ukuran Lot Pemesanan (𝑞 ∗ ) = √
h
Notasi :
D = Jumlah data dalam setahun/ triwulan (Juni 2017 – Agustus 2017)
A = Biaya penyimpanan (IDR)
Cu = Biaya kekurangan persediaan (Inventory)
N = Jumlah kekurangan persediaan (Inventroy)
h = Harga maupun dalam presentase produk per unit (IDR/ %)
Notasi:
S = Cadangan pengaman (Unit)
L = Periode waktu tenggat/ lead time
f(Zα) = Nilai frekuensi dari tabel Distribusi dari tingkat Z sampai ke derajat
kekurangan α)
II-16
Zα = Nilai distribusi baik hitungan maupun tabel dari tingkat Z sampai ketingkat
derajat kekurangan.
€ (zα) = Nilai distribusi tabel dari tingkat Z sampai ketingkat derajat kekurangan.
II-17
g. Ongkos lain-lain, adalah semua ongkos penyimpanan yang belum dimasukan ke
dalam element ongkos di atas, biasanya bergantung pada situasi dan kondisi
perusahaan.
Besarnya ongkos simpan adalah hasil kali antara rata – rata barang yang
disimpan kali ongkos simpan per unit dalam setahun, jadi jika jumlah permintaan dalam
setahun D, ukuran pemesanan Q, dan ongkos simpan per unit dalam setahun A, maka
ongkos simpan adalah rata – rata barang yang disimpan kali ongkos simpan per unit
dalam setahun.
A * D
Ongkos Penyimpanan (𝑂𝑝) =
𝑞
a. Maka didapat penjabaran dari ongkos pemesanan (OS), diantaranya sebagai berikut:
𝐷
frekuensi (f) =
𝑞०
II-18
b. Jika ongkos menggunakan Frekuensi maka didapat penjabaran, sebagai berikut:
D + SS
Ongkos Pemesanan (OS) = h *
2 * F
b. Waktu Pemesanan
Lama waktu gudang kosong akan berarti lamanya proses produksi terhenti
ataupun lamanya perusahaan tidak dapat menikmati keuntungan. Oleh sebab itu, waktu
dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Ongkos yang ditimbulkan oleh keadaan ini
dapat diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang yang
biasanya dinyatakan dalam Rp,/ satuan waktu.
Cu * D * N
Ongkos Kekurangan Inventory (Ok2) =
q०
II-19
d. Total Biaya dalam Persediaan (OT)
Total antara ongkos pembelian, ongkos pesediaan, ongkos simpan, ongkos
pesan dan ongkos kekurangan inventory, yaitu:
OT = Ongkos beli + Ongkos Pesan + Ongkos Simpan + Ongkos Kekurangan Inventory
e. Model Quantity Untuk OT
A* D q० + SS Cu * D * N
Total Biaya (OT) = (D * p ) +( ) +(h * )+ ( )
q० 2 q०
Notasi:
Ob = Ongkos pembelian
Op = Ongkos pemesanan
Ok = Ongkos Kekurangan Inventori
f = Frekuensi pemesanan
A = Ongkos setiap kali pemesanan barang
Os = Ongkos simpan
Q = Jumlah barang untuk setiap kali pemesanan
Ss = Besarnya cadangan pengaman
OT = Ongkos persediaan total
N = Ekspektasi permintaan yang tak terpenuhi
D=π = Demand (nilai rata-rata permintaan).
S = Standar deviasi nilai permintaan
P = Harga produk
L = Lead time (waktu tunggu sampai barang sampai di gudang) selama 1 (satu)
bulan.
A = Biaya untuk setiap kali pemesanan
h = Biaya simpan per unit yang disesuaikan dengan ukuran pallet
Cu = Biaya kekurangan produk, jika terjadi kekurangan barang di gudang.
f(zα) = Fungsi dari nilai z distribusi normal standar untuk α ataupun ordinat.
ᴪ (zα) = Fungi dari nilai z distribusi normal standar untuk α selama lead time/
waktu ancang – ancang ataupun ekspektasi parsial.
zα = Nilai distribusi baik hitungan maupun tabel dari tingkat Z sampai ketingkat
derajat kekurangan ataupun deviasi normal standar.
II-20
Dalam pengolahan digunakan beberapa asumsi untuk menyederhanakan
masalah. Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Permintaan bersifat probabilistik dan berdistribusi normal .
b. Waktu antar pesanan konstan untuk setiap pemesanan, barang datang serentak
c. Harga barang konstan terhadap kuantitas/waktu
d. Ongkos pesan (A) konstan untuk setiap pemesanan dan ongkos simpan (h)
sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan
e. Ongkos kekurangan persediaan sebanding dengan jumlah barang yang tidak dapat
dilayani, atau sebanding dengan waktu (tidak tergantung dengan jumlah
kekurangan).
II-21