Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KASUS
1
Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang
memilih untuk mati. Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf
yang berada dirumah sakit tidak mempunyai hak menjadi seorang
pembunuh. Perawat C mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan
adalah dokter.
2
1.3. CONTOH KASUS III
Seorang pasien (72 tahun) sudah tidak bekerja dan tidak mempunyai mata
pencaharian lagi, jatuh sakit. Hidupnya tergantung dari para saudara yang tidak
bisa menolong banyak.
Suatu hari dia jatuh pingsan dan dibawa ke suatu rumah sakit dan
dimasukkan ke High Care Unit. Pasien diberikan oksigen. Pemeriksaan
laboratorium menujukkan bahwa kedua ginjalnya sudah tidak berfungsi, sehingga
harus dipasang kateter. Setelah dilakukan observasi beberapa jam, sang dokter
menganjurkan memasukkan ke ICU karena perlu diberi bantuan pernafasan
melalui ventilator. Dokter jaga meminta persetujuan anggota keluarganya.
Saudaranya memutuskan untuk menolak menandatangani surat penolakan.
Mengapa ? karena atas pertimbangan manfaat dan finansial walaupun dirawat di
ICU, belum tentu pasien tersebut akan bisa disembuhkan dan bisa normal kembali
seperti sedia kala. Apakah keputusan untuk menolak ini salah ? Penolakan ini
tentu sudah diperhitungkan dan dipikirkan matang-matang.
Suatu hari dirawat diruang HCU dengan obat-obat saja sudah menelan biaya
beberapa juta. Bagaimana jika harus diteruskan di ICU ? pembiayannya akan
tidak bisa terbayar dan bagaimna pemecahannya kelak ? Apakah saudara itu dapat
dipersalahkan karena tega tidak mau menolong saudaranya dengan memasukkan
ke ICU ? masalah yang dipertimbangkan : apakah bisa terbayar biaya-biaya ICU
dan obat-obatannya yang mahal itu yang setiap hari harus dikeluarkan? Brapa
lama pasien itu harus dirawat ? Apakah masih bisa dikembalikan kesehatanya
seperti semula, sedangkan umurnya sudah 72 tahun ? seandainya bisa tertolong
bagaimana selanjutnnya ? bukan kah fungsi ginjalnya sudah tidak bekerja ? ini
berarti ia harus dilakukan dialisis seminggu dua kali yang perkalinya kurang lebih
berjumlah beberapa ratus ribu rupiah. Bagaimana bissa membiayainya terus-
menerus, sedangkan saudaranya juga orang bekerja dan mana mungkin
membiayai cuci darah disamping mengongkosi rumah tangganya sendiri ?Apa
salah jika ia menolak saudaranya dirawat di ICU ? dan jika ia harus berbaring
terus di tempat tidur, buang air harus ditolong, siapa yang bias mengurusnya dan
bagaimana membiayainya ? Rumusan dilema etik dilema keluarga yang tidak
3
setuju dengan pemasangan ventilator dilema pasien yang ingin dimasukkan ke
ICU dilema keluarga tentang biaya ICU dan obat-obatan yang mahal.
4
BAB II
PEMBAHASAN KASUS
Kewajiban (Duty)
Menurut Morton& Fontaine (2009), kewajiban adalah hubungan legal
antara dua pihak atau lebih. Kewajiban ini dapat timbul dari berbagai macam
situasi. Pada ranah keperawatan sendiri, kewajiban timbul akibat adanya
hubungan kontrak antara pasien dan fasilitas perawatan kesehatan. Dimana pasien
sepakat untuk membayar layanan perawatan kesehatan, sedangkan perawat wajib
memberikan perawatan pada pasien sebagaimana mestinya.
Seorang perawat perawatan kritis bertanggung jawab secara legal dalam
merawat pasien dalam kondisi apapun. Jika perawat tersebut gagal memberikan
perawatan sebagaimana mestinya sesuai dengan kondisi pasien, perawat tersebut
dianggap melakukan pelanggaran pada kewajibannya.
Menurut Urden (2010), jika seorang perawat gagal memperhatikan setiap
bagian dari proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi maka perawat tersebut dapat dianggap tidak kompeten
dan melakukan suatu kelalaian.
Dibawah ini merupakan beberapa contoh kasus kelalaian yang dilakukan
oleh seorang perawat kritis :
a. Assessment Failure
Adapun yang termasuk dalam assessment failure adalah kegagalan dalam
mengkaji maupun menganalisis data ataupun informasi mengenai pasien
seperti tanda-tanda vital, pemeriksaan laboratorium, maupun keluhan
utama pasien.
5
b. Planning Failure
Adapun yang termasuk dalam planning failure adalah kegagalan dalam
menentukan perencanaan keperawatan yang yang berkaitan juga kegagalan
dalam menentukan diagnosa yang tepat.
c. Implementation Failure
Termasuk di dalamnya adalah kegagalan untuk berkomunikasi dengan
pihak lain yang terkait terkait kondisi pasien, kegagalan dalam melakukan
tindakan yang tepat terhadap pasien, kegagalan dalam melakukan
pendokumentaian terhadap hasil-hasil pengkajian, intervensi, maupun
respon pasien terhadap intervensi yang diberikan, serta kegagalan untuk
menjaga privasi pasien.
d. Evaluation Failure
Adapun yang termasuk dalam evaluation failure mencakup kegagalan
dalam melaksanakan fungsi dan peran perawat sebagai advokat. Saat
pasien masuk dan dirawat hingga pasien pulang, perawat memiliki peran
sebagai seorang advokat. Perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi
perawatan yang diberikan kepada pasien.
Dari penjabaran diatas kita dapat mengkategorikan bentuk kelalaian ini sebagai
bentuk implementation failure dan evaluation failure.
6
perawatan ini ditujukan untuk penyelamatan jiwa, namun hal ini tetap dihargai.
Hak untuk menolak perawatan tidak diterima pada beberapa situasi, mencakup di
dalamnya adalah :
1. Perawatan berhubungan dengan penyakit menular yang dapat mengancam
kesehatan publik
2. Penolakan untuk melanggar standar etik
3. Treatement harus diberikan, untuk mencegah pasien bunuh diri dan
mempertahankan kehidupan.
Pada saat pasien menolak suatu perawatan, masalah etik, legal, dan praktik
menjadi meningkat. Oleh karena itu, rumah sakit harus memiliki kebijakan
spesifik terkait permasalahan tersebut.
kasus eutanasia meliputi orang yang terlibat klien, keluarga klien, dokter, dan
tiga orang perawat dengan pendapat yang berbeda yaitu perawat A, B dan C.
adalah dokter.
tuan C untuk dilakukan tindakan eutanasia. Konflik yang terjadi adalah pertama,
harus disokong, kedua apabila tidak memenuhi keinginan klien maka akan
7
melanggar hak-hak klien dalam menentukan kehidupannya, ketiga adanya
eutanasia adalah
1. Setuju dengan perawat A untuk mendukung hak otonomi tuan C tetapi hal
Namun pihak rumah sakit menjadi tidak konsisten terhadap peraturan yang
telah dibuat.
killing. Konsekuensi dari tindakan ini: klien tetap menderita dan kecewa,
klien dan keluarga akan menuntut rumah sakit, serta beban keluarga
tugasnya. Selain itu dokter juga merupakan staf rumah sakit yang tidak
8
konsekuensi dari pilihan yang diambil keluarga untuk dapat dipertimbangkan
sistem yang optimal bagi klien seperti keluarga, teman terdekat, dan peer
pendekatan yang paling tepat dan menguntungkan untuk klien. Namun sebelum
klien sesuai dengan kewenangan dan kewajiban perawat. Jika tindakan alternatif
ini tidak efektif maka melaksanakan keputusan yang telah diputuskan oleh pihak
Pada kasus ini kita melihat bahwa perawat sedang mengalami dilema terkait
permintaan pasien dngan kebijakan pasien. Pasien yang meminta untuk
mengakhiri hidupnya dikarenakan mengingat penyakit yang dideritanya dan
9
pemikiran pasien yang berpikir bahwa jika ia tetap berada di ICU akan menambah
beban hidupnya. Saya sebagai calon perawat dan penuls makalah ini, tentu juga
akan merasa dilema. Tetapi sebaik keputsan, semua akan terlaksana dengan ada
perseujuan dari dokter.
10
2.4 RINGKASAN MATERI
1. Autonomi
2. Benefisience
3. Justice
sama tidak selalu identik tetapi dalam hal ini persamaan berarti
4. Veracity
11
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
penderitaan.
6. Kerahasiaan (Confidentiality)
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area
pada klien
INFORMED CONSENT
12
1. Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan
dijunjung tinggi.
3. Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka
1. MALPRAKTIK
Definisi
Kategori malpraktik
1. Kriminal Malpraktik
13
Apabila perbuatan tersebut merupakan kesengajaan, kelalaian,
personal/individual
Contoh :
299 KUHP)
(informed consent)
2. Civil Malpraktik
terlambat melakukannya
14
- Rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertangunggung gugat atas
kewajibannya
3. Administratif Malpraktik
1. Kesalahan diagnosa
2. Penyuapan
15
2. Bagi petugas kesehatan mengalami gangguan psikologisnya, karena
merasa bersalah
liability)
1. Kewajiban (duty)
dengan SOP
perawat
Contoh :
16
- Gagal dalam mencatat dan melaporkan apa yang telah dikaji dari
pasien
Contoh :
fraktur
4. Injury (Cedera)
hukum
2. KELALAIAN
Definisi
hati, acuh tak acuh, sembrono, dan tidak perduli terhadap kepentingan
orang lain
17
Kelalaian bukan suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika
Pertanggunggugatan
kasus tertentu
Contoh :
obat kepada pasien tetapi ternyata obat yang diberikan itu salah, dan
Pertanggungjawaban
Contoh :
kesehatan dan tidak bisa diterima oleh keluarga pasien maka tenaga
18
SITUASI YANG HARUS DIHINDARI PERAWAT
1. Kelalaian
2. Pencurian
maupun tertulis)
4. Penyerangan / pemukulan
membahayakan pasien)
19
Penahanan atau Pengakhiran Terapi (Withholding and Withdrawing
Treatement)
Seperti penjelasan sebelumnya, telah disampaikan bahwa orang dewasa
memiliki hak untuk menolak perawatan, meskipun tujuan dari perawatan tersebut
untuk mempertahankan kehidupan. Namun, hal ini akan menjadi masalah jika
pasien tersebut kehilangan kompetensi/kemampuan untuk mengambil keputusan
yang bisa disebabkan karena semakin memburuknya keadaan pasien.
Namun, dewasa ini rekomendasi penghentian terapi dapat diberikan oleh
petugas kesehatan pada kasus-kasus tertentu, yang menjadi permasalahan adalah
ketika keluarga tidak menyetujui dan tetap ingin melanjutkan terapi. Pemberi
perawatan kesehatan juga tidak mempunyai jalan legal untuk melawan keluarga
yang menolak mencabut bantuan hidup kecuali sebelumnya pasien sudah
meninggalkan petunjuk tertulis pada saat pasien masih kompeten (Morton &
Fontaine, 2009).
20
pasien menunjuk orang yang diberi tanggung jawab dan diberi kekuatan untuk
membuat keputsan mengenai pelayanan kesehatan jika pasien sudah tidak dapat
lagi membuat keputusan dan tidak dapat berkomunikasi lagi.
Perawat kritis harus mampu menjelaskan sebaik-baiknya kepada pasien
dan keluarga terkait living will maupun power of attorney dan dalam hal ini
perawat dapat berperan sebagai advokat klien.
Kematian Otak
21
Menurut Morton & Fontaine (2012), pasien yang mengalami kematian
otak secara legal telah meninggal, dan tidak ada kewajiban legal untuk
memberikan terapi pada pasien tersebut. Tidak diperlukan persetujuan hukum
untuk menghentikan bantuan hidup pada seorang pasien yang mengalami
kematian otak. Selanjutnya, meskipun lebih diharapkan mendapatkan izin
keluarga untuk menghentikan terapi pada pasien yang mengalami kematian otak,
namun tidak ada keharusan.
Di Indonesia sendiri kematian otak diatur dalam UU Kesehatan No 36
Tahun 2009 yang berbunyi “Seseorang dinyatakan mati apabila fungsi sistem
jantung-sirkulasi dan sistem pernapasan terbukti telah berhenti secara permanen,
atau apabila kematian batang otak telah dibuktikan.
Donasi Organ
Menurut Dewi (2008), hukum memandang transplantasi adalah suatu
usaha yang baik dan mulia di dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan
manusia, walaupun jika dilihat dari tindakannya adalah tindakan melawan hukum
berupa penganiayaan.
Donasi organ di Indonesia diatur dalam UU Kesehatan No .36 Tahun
2009. Dalam UU ini dijelaskan bahwa tubuh yang telah mengalami mati batang
otak dapat dilakukan tindakan pemanfaatan organ untuk kepentingan transplantasi
organ. Tindakan transplantasi organ dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan
dan dilarang untuk dikomersialkan.
Ketentuan UU ini juga diperkuat oleh PP No.18 Tahun 1981 tentang bedah
mayat klinis, bedah mayat anatomis, dan transplantasi alat dan jaringan tubuh
manusia. Didalam PP tersebut dijelaskan bahwa untuk melakukan transplantasi
organ sebelumnya harus ada informed consent, baik pendonor dan penerima telah
diberitahukan resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi, selain itu
donasi organ dilakukan tidak dengan tujuan komersil serta tidak boleh menerima
atau mengirim organ tubuh dari dan ke luar negeri.
22
2.4.5 PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PRAKTK KEPERAWATAN
swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat
keselarasan.
dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang
23
2. UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja
pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat
suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah
24
peryataan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai
profesinya.
pemerintah.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Melihat dari beberapa kasus yang telah dipaparkan. Maka terlihat dan dapat
disimulkan bahwa perlu kecermatan dan ketelitian yang penuh untuk menjadi
seorang perawat. Dengan berbagai aspek yang harus dipenuhi, terutama dalam hal
tindakan.
Perlu pula kita meihat hal berikut agar tidak lalai dan terhindar dari penggugatan
1.Kesalahan diagnosa.
2.Penyuapan.
3.Penyalahan alat-alat kesehatan.
4.Pemberian dosis obat yang salah.
5.Alat-alat yang tidak memenuhi standart kesehatan atau tidak steril.
perawat pun perlu memerhatikan soal berpikir kritis dan menempatkan perasaan
pada beberapa persoalan, agar keputusan yang akan diberkan dapat lebih efektif.
26
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik
Ed.4. Jakarta : Egc
Morton, Fontaine. (2009). Critical Care Nursing : A Holistic Approach.
Lippincotwilliams & Wilkins.
Krisanty,Dkk.2009.Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.Jakarta. Trans Media
Info, Jakarta
https://www.academia.edu/31779900/Prinsipprinsip_legal_dalam_praktek_kepera
watan
27