Anda di halaman 1dari 17

PJBL – FP

GASTROENTRITIS

Untuk Memenuhi Tugas Blog Sistem Digestive

Oleh kelompok 1 kelas 2


Taramita Purbandari 135070201111024
Ayu Meida Kartika Sari 135070201111025
Putri Perdana Sari 135070201111026
Wahyu Nur Indiahsah 135070201111027
Finisiska Dwi Asti Rahayu 135070201111028
Wahyu Ardiansyah 135070207113001
Zenita Habibatul Ilmiyah 135070207113003
Rina Juliati 135070207113004
Alfrida Asyifa Aini 135070207131001
Andrik Hermanto 135070207131002
Ahmad Alfian Zein Muttaqin 135070207131003
Bekti Megapuri Susanti 135070207131004
Eka Lolita Alviana 135070207131005
Abidah Rahmi Hilmy 135070207113017
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
A. DEFINISI
Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran
pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai
dengan gejala utamanya yaitu diare, muntah, mual dan kadang disertai demam dan
nyeri abdomen (Beers H. et. al, 2003). Sekiranya tidak ditangani segera dapat
mengakibatkan kehilangan cairan (dehidrasi) dan gangguan keseimbangan elektrolit
sehingga dapat menyebabkan kematian terutamanya pada anak. Kebanyakan kasus
gastroenteritis bersifat infeksius, namun dapat juga terjadi akibat konsumsi obat-
obatan dan bahan-bahan toksik seperti plumbum (Marcdante J. et. al, 2011).
Penularan gastroenteritis dapat melalui rute fekal-oral dari orang ke orang atau
melalui air dan makanan yang terkontaminasi (Cecily Lynn Betz & Linda A. Sowden,
2009).

B. KLASIFIKASI
1. Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :
a. Berdasarkan lama waktu :
 Akut : berlangsung< 5 hari
 Persisten : berlangsung 15-30 hari
 Kronik : berlangsung> 30 hari
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
 Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer
 Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit
c. Berdasarkan derajatnya
 Diare tanpa dihindrasi
 Diare dengan dehidrasi ringan/sedang
 Diare dengan dehidrasi berat

Klasifikasi Tanda dan Gejala


Tak ada dehidrasi Tak ada tanda dan gejala dehidrasi :
⁻ Keadaan umum baik, sadar
⁻ Tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi,
pernapasan) dalam batas normal
Dehidrasi tak berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut :
- Gelisah, rewel
- Mata cekung
- Air mata kurang
- Haus (minum banyak)
- Mulut dan bibir sedikit kering
- Cubitan kulit perut kembali lambat
⁻ Tangan dan kaki hangat

Dehidrasi berat Dua atau lebih tanda-tanda berikut :


⁻ Kondisi umum lemas
⁻ Kesadaran menurun – tidak sadar
⁻ Mata cekung
⁻ Air mata tidak ada
⁻ Tidak mampu untuk minum/minum lemah
⁻ Mulut dan bibir kering
⁻ Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2
detik)
⁻ Tangan dan kaki dingin

2. Berdasarkan penyebab infeksia tau tidak


a. Infektif
b. Non infeksif

3. Secara klinis, diare dibagi menjadi 4, yaitu:


a. Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam
sampai dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya
terjadinya dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila
intake makanan kurang.
b. Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini
bahaya utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta
dehidrasi.
c. Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana
bahaya utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat
serta dehidrasi.
d. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan
bahaya utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal
jantung, dan defisiensi mineral dan vitamin (WHO, 2005).

4. Berdasarkanlamanyadiare:
a. Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 7 hari.
b. Diare prolong yaitu, diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.
c. Diare kronik yaitu, diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut.

5. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:


a. Diare sekretorik

Disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus


halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili gagal sedangkan
sekresi chlorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil
akhirnya adalah sekresi cairan yang menebabkan kehilangan air dan
elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair yang dapat menyebabkan
dehidrasi. Pada diare infeksi perubahan ini terjadi karena adanya
rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti toksin E.coli
dan V. cholera atau virus (Rotavirus).
b. Diare osmotik
Terjadi bila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit
diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan
yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi
diare. Bila substansi yang diabsorbsi dengan jelek berupa larutan
hipertonik, air dan beberapa elektrolit akan pindah dari cairan
ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus
sama dengan cairan ekstraseluler dan darah. Hal ini meningkatkan
volume tinja dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan
tubuh.

C. EPIDEMIOLOGI
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di
bawah 5 tahun. Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap
tahun. Di Indonesia merupakan penyakit utama kedua yang paling sering
menyerang anak – anak. Rotavirus adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi
karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 % disebabkan adenovirus dan 15%
disebabkan bakteri.

Bayi yang mendapatkan ASI lebih jarang menderita gastroenteritis akut dari
bayi yang mendapat susu formula. (Wong, 2007 dalam Winarsih, 2011). Data
Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia
saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 –
2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare
golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati, 2008).

Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-
80% terutama pada anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur
antara 6-24 bulan (Subianto, 2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia
diperkirakan diare menyebabkan 1 milyar episode dengan angka kematian sekitar 3-
5 miliyar setahunnya. Pada tahun 1995 Depkes RI memperkirakan terjadi episode
diare sekitar 1,3 miliyar dan kematian pada anak balita 3,2 juta setiap tahunnya
(Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011).

Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahunnya diare menyerang 50 juta


jiwa penduduk Indonesia, dan dua pertiganya adalah dari balita dengan angka
kematian tidak kurang dari 600.000 jiwa. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data
menunjukkan bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama sampai
dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit. Gambaran
klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu berhubungan dengan hal-hal
berikut: adanya travelling (domestik atau internasional), kontak personal dan adanya
sangkaan food-borne dengan masa inkubasi pendek. Jika tidak ada demam,
menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin (Zein dkk., 2004).
D. ETIOLOGI

Gastroenteritis dapat disebabkan oleh banyak hal seperti virus, bakteri,


parasit, obat-obatan, alergi makanan dan bahan toksik. Namun, yang paling sering
menjadi penyebab adalah virus dan bakteri. Mikroorganisme penyebab
gastroenteritis dapat ditularkan dengan pelbagai cara seperti penularan dari orang
ke orang dan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Kemampuan
suatu organisme untuk menginfeksi berkait rapat dengan cara penyebaran,
kemampuan untuk berkolonisasi di saluran pencernaan dan jumlah minimal dari
organisme yang dapat menimbulkan penyakit (Marcdante J.et. al, 2011).
Kebanyakan kasus gastroenteritis pada anak di seluruh dunia adalah
disebabkan oleh infeksi virus (Kasper L.et. al, 2005). Di negara berkembang, 30-
40% dari semua penyakit diare disebabkan oleh virus terutamanya Rotavirus dan
Norovirus (Ji Hye Kim & Sung Hee Oh, 2003). Rotavirus dapat menimbulkan
endemik sehingga infeksi virus ini mengakibatkan angka kesakitan dan kematian 5
yang tinggi di kalangan anak yang berusia di bawah lima tahun. Setiap tahun di
seluruh dunia diperkirakan lebih 500 ribu kematian dan 2.4 juta kasus gastroenteriris
akibat Rotavirus yang dirawat inap. Rotavirus merupakan penyebab gastroenteritis
yang menimbulkan diare disertai dehidrasi terutamanya pada anak yang berumur
antara tiga hingga 15 bulan (Kasper L. et. al, 2005).
Bakteri merupakan penyebab gastroenteritis kedua terbanyak setelah virus.
Infeksi bakteri dapat menyebabkan diare inflamasi dan non-inflamasi. Infeksi bakteri
yang menyebabkan diare inflamasi adalah seperti Campylobacter jejuni,Salmonella
sp., Shigella sp., enteroinvasive atau enterohemoragik E. coli dan Yersinia
enterolitica. Diare non-inflamasi biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
Bacillus cereus, lostridium perfringens, Vibrio cholera, enteropathogenic atau
enterotoxigenic E. coli (South-paul E. et. al, 2004). Selain virus dan bakteri, parasit
juga dapat menyebabkan gastroenteritis. Antaranya ialah Giardia dan
Cryptosporidium, (South-paul E. et. al, 2004).

E. MANIFESTASI KLINIS

Umumnya, gejala yang timbul adalah dalam bentuk kombinasi dari muntah,
diare, nyeri abdomen, demam dan kurang nafsu makan. Namun, gejala utama dari
gastroenteritis adalah diare dengan atau tanpa muntah yang dapat disertai dengan
gejala sistemik seperti demam, letargi dan nyeri abdomen (Merck manuals, 2003).

Gastroenteritis yang disebabkan oleh virus biasanya ditandai dengan feses


yang encer tanpa darah atau lendir, muntah dan dehirasi yang lebih menonjol. Diare
dapat menetap sehingga lima sampai tujuh hari manakala demam dan muntah dapat
berlarutan sehingga dua atau tiga hari walaupun hanya demam ringan (Marcdante J.
et. al, 2007).

Manifestasi Gastroenteritis antara lain: konsistensi feces cair (diare) dan


frekuensi defekasi semakin sering, muntah (umumnya tidak lama), demam (mungkin
ada, mungkin tidak), kram abdomen, tenesmus, membrane mukosa kering, fontanel
cekung (bayi), berat badan menurun, malaise (Cecyly, Betz.2002)

F. FAKTOR RESIKO
1. Anak-anak usia dibawah dua tahun lebih rentan terhadap infeksi gastroenteritis
karena system kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya berkembang.
2. Dewasa tua, karena sistem kekebalan tubuh orang dewasa cenderung menjadi
kurang efisien di kemudian hari.
3. Siapapun dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
4. Pasien yang menggunakan obat untuk menekan produksi asam lambung sehingga
produksi asam lambung berkurang dan meningkatkan resiko infeksi.
5. Mengkonsumsi makanan high-fat sehingga melindungi mikroba dari asam lambung.

G. PATOFISIOLOGI
⁻ Lampiran

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Mansjoer Arief (2000), Pemeriksaan Diagnostik Gastroenteritis


adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Tinja
 Makroskopis dan mikroskopis
 Biarkan kuman untuk mencari kuman penyebab
 Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik (pada diare persisten)
 PH dan kadar gula jika diduga ada toleransi gula (sugar
intolerance)
b. Pemeriksaan darah
 Darah perifer lengkap
 Analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca dan P serum
pada diare disertai kejang)
 PH dan cadangan alkali untuk menentukan gangguan
keseimbangan asam basa
 Kadar uream dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal
c. Duodenal Intubation
Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan
kualitatif terutama pada diare kronik.

Pemeriksaan Laboraturium menurut Cecily L. Betz. 2002 :

a. Hamtest fases untuk memeriksa adanya darah (adanya bakterial)


b. Evaluasi fases terhadap volume, warna, konsistensi adanya kus atau
pus
c. Hitung darah lengkap denga ]n deferensial
d. Uji antigen imonosasi enzim untuk memastikan rota firus
e. Kultur feses (jika anak di hospitalisasi, pus dalam feses atau diare
yang berepanjangan untuk menentukan patogen)
f. Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit
g. Aspirasi duodenum (jika diduga coli lambia).

I. KOMPLIKASI

Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Jakarta: Balai Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Menurut Sudarti (2010) komplikasi akibat
GE adalah:
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi
dapat terjadi ringan, sedang atau berat.
2. Gangguan Sirkulasi
Pada GE akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang
singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien
dapat mengalami syok atau persyok yang disebabkan oleh berkurangnya
volume cairan (hipovolemia).
3. Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari
dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk
membantu meningkatkan pH arteri.
4. Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan
output yang berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian
makanan dihentikan, serta sebelumnya penderita sudah mengalami
kekurangan gizi (malnutrisi)

Dewi (2010) menambahkan komplikasi GE sebagai berikut:


1. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
2. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
3. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus
4. Kejang, terjadi akibat dehidrasi hipertonik

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
1. Dehidrasi ringan.
1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125 ml / Kg BB / oral
2. Dehidrasi sedang.
1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian 125 ml / kg BB / hari.
3. Dehidrasi berat.
Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg
- 1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit (infus set
1 ml = 15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit.
- 7 jam berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit ( infus set
1 ml = 20 tetes ).
- 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral bila anak mau
minum,teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit atau 3
tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg
- 1 jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit (infus set
1 ml = 15 tetes ) atau 10 tetes / kg BB / menit ( 1 ml = 20 tetes ).
- 7 jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau
minum dapat diteruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB / menit
atau 3 tetes / kg BB / menit.
Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg
- 1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit ( infus
set 1 ml = 20 tetes ).
- 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.

Ada hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
 Jenis cairan yang hendak digunakan. Pada saat ini cairan RL merupakan
cairan pilihan karena tersedia cukup banyak, meskipun jumlah kaliumnya
lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.
 Apabila tidak tersedia cairan ini, boleh diberkan cairan NaCl isotonik.
Sebaiknya ditambahkan satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap
satu liter infus NaCl isotonik. Asidosis akan dapat diatasi dalam 1-4 jam.
Pada keadaan diare akut awal yang ringan, dapat dengan cairan/bubuk
oralit, yang dapat diminum sebagai usaha awal agar tidak terjadi rehidrasi
dengan berbagai akibatnya.
 Jumlah cairan yang hendak diberikan. Pada prinsipnya jumlah cairan yang
hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.
Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:
 BJ Plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan:
BJ Plasma – 1.025 x BB (Kg) x 4 ml
0.001
 Metode Pierce berdasarkan kriteria klinis:
 Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
 Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
 Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
 Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberikan
penilaian/skor sebagai berikut:
Pemeriksaan Skor
Rasa haus/muntah 1
Suara serak 2
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, spoor atau koma 2
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
Turgor kulit menurun 1
Facies cholerica/wajah keriput 2
Ekstremitas dingin 1
Washer’s woman’s hand 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2

Kebutuhan cairan = Skor x 10% x BB (Kg) x 1 Liter


15
 Jalan masuk atau cara pemberian cairan. Pemberian cairan pada
orang dewasa dapat melalui oral dan intravena. Untuk pemberian
per oral diberikan larutan oralit yang komposisinya berkisar antara
20 gr glukosa, 3.5 gr NaCl, 2.5 gr Na bikarbonat dan 1.5 gr KCl per
liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-
paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air.
Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam,
½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter
air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti
kalium. Cairan per oral juga digunakan untuk mempertahankan
hidrasi setelah rehidrasi inisial.
 Jadwal pemberian cairan. Untuk jadwal rehidrasi inisial yang dihitung
dengan rumus BJ plasma atau sistem skor Daldiyono diberikan
dalam waktu 2 jam. Tujuannya jelas agar tercapai rehidrasi optimal
secepat mungkin. Jadwal pemberian cairan tahap kedua yakni untuk
jam ke-3, didasarkan kepada kehilangan cairan selama 2 jam
pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya, rehidrasi diharapkan
lengkap pada akhir jam ke-3.

b. Memberikan terapi simptomatik


Obat anti diare:
 Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat
enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali
secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari
elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara
normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama Hidrasec sebagai
generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan
lebih aman pada anak.
 Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta
kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein
adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan
lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan
gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
 Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin,
atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut
maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang
dapat merangsang sekresi elektrolit.
 Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat
membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan
mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-
10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk
kapsul atau tablet.
 Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif
karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat
penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus
diberikan dalam jumlah yang adekuat.

c. Memberikan terapi definitif


Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada: pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong,
dan pasien immunocompromised. Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
 V. kolera El Tor: Tetrasiklin 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau
kortimoksazol dosis awal 2 x 3 tab, kemudian 2 x 2 tab selama 6 hari atau
kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 7 hari atau golongan Fluoroquinolon.
 ETEC: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau Kuinolon selama 3 hari.
 S. aureus: Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr
 Salmonella Typhi: Obat pilihan Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 2
minggu atau Sefalosporin generasi 3 yang diberikan secara IV selama 7-
10 hari, atau Ciprofloksasin 2 x 500 mg selama 14 hari.
 Salmonella non Typhi: Trimetoprim-Sulfametoksazole atau ciprofloxacin
atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 – 7 hari.
 Shigellosis: Ampisilin 4 x 1 g/hr atau Kloramfenikol 4 x 500 mg/hr selama 5
hari.
 Helicobacter jejuni (C. jejuni): Eritromisin, dewasa: 3 x 500 mg atau 4 x
250 mg, anak: 30-50 mg/kgBB/hr dalam dosis terbagi selama 5-7 hari atau
Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hr selama 5-7 hari.
 Amoebiasis: 4 x 500 mg/hr selama 3 hari atau Tinidazol dosis tunggal 2
g/hr selama 3 hari.
 Giardiasis: Quinacrine 3 x 100 mg/hr selama 1 minggu atau Chloroquin 3 x
100 mg/hr selama 5 hari.
 Balantidiasis: Tetrasiklin 3 x 500 mg/hr selama 10 hari
 Virus: simptomatik dan suportif.

 Diatetik ( pemberian makanan ).


Terapi diatetik adalah pemberian makan dan minum khusus kepada
klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan
klien.
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
 Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau
susu
 Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat
diberi elemen atau semi elemental formula.
 Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup kalori, protein,
mineral dan vitamin, makanan harus bersih.
K. PENCEGAHAN
1. Hindari minuman beralkohol karena dapat mengiritasi lambung.
2. Hinndari merokok karena mengganggu lapisan dinding lambung
3. Atasi stres sebaik mungkin
4. Makan makanan yang kaya buah dan sayur. Indari buah yang bersifat
asam
5. Jangan berbaring setelah makan, untuk menghindari refluksasam
lambung
6. Berolahraga teratur
7. Kurangi makanan serta tinggi bila perut kembung
8. Makanan dalam porsi sedang dan tidak banyak tapi sering, berupa
makanan lunak dan rendah lemak, makanlah secara perlahan dan rileks.
DAFTAR PUSTAKA

Sommers M. S, Johnson S. A, Beery T. A.(2007). Diseases and Disorders A Nursing


Therapeutics Manual. 3rd Edition. Philadelphia: F. A. Davis.

Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan


Multimodal Untuk Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia.
(Diakses 22 Februari 2016:
www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).

Zein, Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri.
Sumatra Utara. Universitas Sumatra Utara. . (Diakses 22 Februari 2016:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).
https://www.scribd.com/doc/49627041/Gastroenteritis. Diakses pada tanggal 04
maret 2016

Arif, Mansjoer, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI, Jakarta:
Medica Aesculpalus

Beers, M. H., Fletcher, A. J., Jones, T. V., Porter, R., 2003. The Merck Manual of
Medical Information. 2nd ed. New York : Pocket Books.

Cecily Lynn betz & Linda A.Gowden.2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, ed.5.
Jakarta : EGC

Beers, M. H., Fletcher, A. J., Jones, T. V., Porter, R., 2003. The Merck Manual of
Medical Information. 2nd ed. New York : Pocket Books.

Kliegman, R. M, Marcdante, K. J, Jenson, H. B., Behrman, R. E. 2007. Nelson


Essentials of Pediatrics, Edisi ke-5, Elsevier Publications, hal. 275.

Kliegman, R. M, Marcdante, K. J, Jenson, H. B., Behrman, R. E. 2007. Nelson


Essentials of Pediatrics, Edisi ke-5, Elsevier Publications, hal. 275.

Soeparman, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UniversitasIndonesia

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.

Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi & Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (2006). Jilid 1. Edisi 4. Jakarta : FKUI.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai