Disusun Oleh:
dr. Hartati Ika Rini
Pendamping:
dr. Frida
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya laporan kasus yang
berjudul “PLASENTA PREVIA TOTALIS”.
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini ialah untuk melengkapi persyaratan
dalam melaksanakan program interensip dokter Indonesia. Dalam penyelesaian laporan kasus
ini penyusun telah mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian laporan kasus ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penyusun mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
2
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................30
3
BAB I
PENDAHULUAN
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di
negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian di Negara tersebut disebabkan oleh hal yang
berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World Health Organization) memperkirakan
lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin. Dimana 15% dari
seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan
kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya. (Saifuddin dkk,
2002).
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai
keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia
masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di
Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu
tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 – 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan
oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena
plasenta previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang
panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin (Manuaba, 1998).
Plasenta previa sendiri merupakan komplikasi yang terjadi pada kira-kira 1 dari 200
kehamilan dan merupakan salah satu penyebab utama perdarahan pervaginam pada trimester
ke 2 dan ke 3 (Getahun D, 2006).
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau
sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira
dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar
antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa
antara 4781 persalinan (Saifuddin dkk, 2002).
Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa
disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi
endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap menerima
implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat plasenta previa.
Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada
ibu maupun pada janinnya (Manuaba, 1998).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Menurut de Snoo, berdasarkan keadaan pada saat pembukaan 4 -5 cm :
1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostea.
2. Plasenta previa lateralis : bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh
plasenta, dibagi 2 :
2.1 Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostea bagian belakang.
2.2 Plasenta previa lateralis anterior : bila sebagian menutupi ostea bagian depan.
2.3 Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi
plasenta (Hanafiah, 2004).
2.2 Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada usia
diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta
previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu
kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasnografi dalam obstetrik yang menungkinkan
deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Chalik, 2009).
6
6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.
7. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan
perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
8. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit permukaan
bagi penempelan plasenta.
10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa
jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi berperan
menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.
11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).
2.4 Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui secara
pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah
rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari
proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar,
kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi
di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya
plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali.
Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.
Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta
menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan
mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada
kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum
(Chalik, 2009).
2.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
7
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan
pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar
(effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah
rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan
tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan
yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang
terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk
lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada
perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30
minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas.
Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan
lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat
pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica urinaria dan rektum
bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam
kala 3 karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri
lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009).
8
2.6 Manifestasi Klinis
1. Gejala klinis
a) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri, dan
biasanya berulang. Darah biasanya berwarna merah segar.
b) Bagian terdepan janin tinggi (floating).
c) Sering dijumpai kelainan letak janin.
d) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali
bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke
rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih
banyak.
e) Janin biasanya masih baik.
2. Pemeriksaan in spekulo
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri
eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum, adanya perdarahan yang berasal dari plasenta harus dicurigai.
3. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada
pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi
sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan
rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.
USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak implantasi plasenta
namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat bagian plasenta posterior,
karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi plasenta atau hasil USG
terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh karena itu USG transvaginal lebih akurat
dalam mendiagnosis plasenta previa. Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif
untuk mengetahui jarak pinggir plasenta dari OUI (sensitivitas 87,5% dan spesivitas
98,8%) (Oppenheimer, L et. al, 2007a; Oppenheimer L, 2007b).
9
2.7 Penatalaksanaan
Perawatan konservatif
Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan syarat
denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.
Cara perawatan :
a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam
b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell)
sampai Hb 10-11 gr%
c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan
konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia
kehamilan < 34 minggu
d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah
baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.
e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam.
f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif
g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita
dipulangkan dengan nasehat :
- Istirahat,
- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi
- Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu
Perawatan aktif
Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc
dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan
memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila :
- Perdarahan aktif
- Perkiraan berat bayi > 2000 gram
10
- Gawat janin
- Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram
(Doddy, A. K., et al. 2008.)
Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati ostium
uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur kehamilan 18-24
minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi plasenta pada trimester ke 3.
Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm sangat besar kemungkinannya untuk
megalami plasenta previa pada kehamilan aterm. Ketika pinggir plasenta berada diantara 20
mm dari OUI dan menutupi sampai 20 mm dari OUI pada umur kehamilan 26 minggu, USG
sebaiknya diulangi dengan rutin bergantung pada umur kehamilan, jarak dari OUI, dan gejala
klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat memungkinkan.
Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun pada trimester ke 3 sangat
besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea. Jarak antara OUI dan pinggir plasenta
pada USG transvaginal setelah umur kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk
menentukan persiapan rute kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI,
maka dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi.
Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan tindakan
seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih memungkinkan bergantung pada
keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0 mm atau lebih pada usia kehamilan lebih
dari 35 minggu merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L,
2007b)
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post partum,
malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan disseminated intravascular
coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008).
2.9 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG,
disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah
sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang
pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang
11
diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat
sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa.
Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih
belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena
intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari
sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000
persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%.
Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum
terbukti (Chalik, 2009).
Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan plasenta previa
memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat meningkatkan resiko perdarahan pada
trimeseter tiga dan kelahiran preterm (Cunningham FG et al. 2003).
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. S
Usia : 36 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
12
Suku : Jawa
Alamat : Umpu Kencana
3.2 Anamnesis
Riwayat Alergi :
Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.
Riwayat Sosial :
Os menyangkal riwayat merokok, namun di sekitarnya terdapat anggota keluarga
yang sering merokok (suami).
Riwayat Obstetri :
Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :
1. Ini
Riwayat Kontrasepsi : -
HPHT : ? Januari 2018
Taksiran Persalinan : ? november 2018
Riwayat ANC : 6x kali di Posyandu
ANC pertama kali : 03/03/2018
ANC terakhir : 01/06/2018
13
Riwayat USG : 1 kali
BMI : 21
14
massa (-), cavum douglas menonjol (-)
VT : Tidak dilakukan
Pemeriksaan USG
Janin tunggal/hidup/intrauterine, letak lintang
- HTP : ? november
- TBJ : 2272
3.6 DIAGNOSIS
G1P0A0H0 T/H/IU 34 - 35 minggu letak lintang dengan Antepartum Bleeding e.c
plasenta previa totalis + perdarahan aktif
3.7 TINDAKAN
- Observasi kesejahteraan ibu dan janin
- Observasi Perdarahan Per Vaginam
- Bedrest
15
- Injeksi ranitidin 1gr/12 jam
- Injeksi transamin 1A/8 jam
- Injeksi dexamethasone 12,5 mg/ 24 jam
- Mirabion 1x1
- Histolan 3x setengah tab
- As mefenamat 3x1 tab
- Persiapkan darah
16
TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING
20/09/2018 Pasien mengatakan hamil datang dengan Keadaan umum : Baik G1P0A0H0 T/H/IU - Observasi kesejahteraan
Kesadaran : E4V5M6
keluhan keluar darah dari jalan lahir 34 - 35 minggu ibu dan janin
Tanda Vital
- Observasi Perdarahan Per
sejak 1 hari, berwarna merah segar dalam Tekanan darah : 100/80 mmHg letak lintang
Frekuensi nadi: 80x/menit Vaginam
jumlah cukup banyak, tidak bergumpal, dengan Antepartum
Frekuensi napas : 22 x/menit - Bedrest
lendir (-), tanpa disertai nyeri. Pasien Suhu : 36,7 Co Bleeding e.c - Injeksi ranitidin 1gr/12
menyangkal adanya perdarahan plasenta previa jam
Pemeriksaan Fisik Umum - Injeksi transamin 1A/8
sebelumnya. Darah merembes terus totalis + perdarahan
Mata : anemis -/-, ikterus -/- jam
menerus sampai menghabiskan ± 2 Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur aktif
- Injeksi dexamethasone
pembalut. Pasien mengaku masih (- ), gallop (-) 12,5 mg/ 24 jam
merasakan gerakan janinnya. Riwayat Paru : vesikuler +/+, ronki (-), - Mirabion 1x1
wheezing (-) - Histolan 3x setengah tab
keluar air disangkal. Os menyangkal
- As.mefenamat 3x1 tab
adanya nyeri kepala, pandangan kabur, Abdomen : bekas luka operasi (-), striae - Persiapkan darah
maupun nyeri ulu hati. gravidarum (+)
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/
HPHT : 14 Juni 2015 +)
HTP : 23 Maret 2016
Riwayat ANC : 6x di Posyandu
Riwayat USG : 1x di SpOG STATUS OBSTETRI
L1 : punggung
Riwayat KB : -
L2 : kepala sebelah kanan
Rencana KB : IUD
L3 : bagian terkecil janin
Riwayat Obstetri : L4 : 5/5
17
1. Ini TFU : 27 cm
TBJ : 1890 gram
HIS : (-)
DJJ : 11-11-12 (136 x/menit)
Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)
Vagina: rugae (+), erosi (-)
OUE : perdarahan aktif (-)
Porsio: ukuran normal, licin, warna
kemerahan, permukaan erosi (-),
massa (-), cavum douglas menonjol
(-)
VT : Tidak dilakukan
18
- MCHC : 30.6 g/dL
- TBJ : 2272
19
aktif
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita usia 36 tahun yang
kemudian didiagnosa dengan G1P0A0H0 T/H/IU 34 - 35 minggu letak lintang dengan
Antepartum Bleeding e.c plasenta previa totalis + perdarahan aktif. Selanjutnya yang akan
dibahas pada kasus ini yaitu :
21
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?
Pada pasien ini dilakukan penanganan konsevatif karena usia kehamilan < 37 minggu
dan berat janin < 2500 gram. Penanganan konservatif yang dilakukan berupa observasi ketat
di kamar bersalin selama 24 jam, perbaikan kondisi ibu dan pemberian kortikosteroid. Setelah
perawatan dan observasi selama 24 jam terjadi perbaikan kondisi dan tidak adanya
perdarahan lagi maka pasien dipulangkan dengan pemberian KIE. Jadi penatalaksanaan pada
kasus ini sudah tepat.
22
BAB V
KESIMPULAN
23
DAFTAR REFERENSI
Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin, AB,
Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503
Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of America: The
McGraw-Hill Companies inc.
Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU
Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram
Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of
Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott
Williams & Wilkins.
Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott Williams
& Wilkins. New York
Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E,
Elsevier Saunders, United States.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.
Oppenheimer, L et. al, 2007a. Diagnosis and Management of Placenta Previa. Society of
Obstetricians and Gynaecologists. Canada.
Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.
24