Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya zaman berbanding lurus dengan perkembangan diberbagai


sektor. Seperti di kota-kota besar saat ini, limbah dari hasil industri, asap
kendaraan, dan bangunan menambah polusi air dan udara dan menambah keributan
(suara bising). Iklim dan tanah yang gundul akan menambah bencana alam. Di
samping itu, iklim dan tanah yang gundul juga menambah polusi air dan udara
yang memiliki dampak berkepanjangan bagi kesehatan manusia.

Polusi udara yang disebabkan oleh lalu lintas, industri hingga debu
berdampak buruk pada kesehatan. Pada kehamilan akan meningkatkan risiko berat
lahir bayi rendah. Ada dua jenis polusi kendaraan bermotor yang berdampak pada
pertumbuhan janin, yaitu partikel hitam dan nitrogen dioksida. Dua jenis polusi itu
bisa masuk paru-paru dan mengganggu fungsi organ tersebut. Hasil studi di
Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam Jurnal Epidemiologi dan Kesehatan
Komunitas sebagaimana dikutip situs BBC menyebutkan, tingginya paparan polusi
dari asap kendaraan bermotor pada ibu pada awal dan akhir kehamilan bisa
menyebabkan janin tidak tumbuh baik sehingga bayi lahir dengan berat badan
rendah. Hal ini juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan kelainan kongenital
(Judarwanto, 2013).

Kelainan kongenital merupakan suatu kelainan pada struktur, fungsi


maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dilahirkan. Sekitar 2-
3% bayi baru lahir memiliki kelainan kongenital yang berat (American Pediatric
Surgical Nurses Association, 2008). Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
(I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak
225 bayi diantara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran
hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr.

1
Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504
kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-1979) sebesar
164 dari 4625 kelahiran bayi. Di Ruang Perinatologi RSAB ”Harapan kita” Jakarta
dari tahun 1994 – 2005 kelainan bawaan terdapat pada 2,55% dari seluruh bayi
yang lahir (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008)

Kelainan kongenital dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor


lingkungan atau keduanya. Spina bifida merupakan salah satu kasus kelainan
kongenital yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di Indonesia setelah
ensefalus dan anensefali. Penyakit spina bifida atau sering dikenal dengan sumbing
tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak terjadi pada bayi
(Hockenberry & Wilson, 2009). Sebanyak 65% bayi baru lahir terkena spina bifida.
Angka kejadiannya adalah 3 diantara 1000 kelahiran (Betz & Sowden, 2002).
Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang lahir di Belanda
menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya (Dewi, 2010).
Sedangkan di RSUP Fatmawati selama 3 bulan terakhir (Maret-Mei 2013) terdapat
9 dari 100 anak mengalami spina bifida.

Spina bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra) yang terjadi
karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk
secara utuh (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Wong (2009) spina bifida
merupakan penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan protusi
jaringan melalui celah tulang. Penyakit ini menyerang melalui medulla spinalis
dimana ada suatu celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena ada
satu atau beberapa bagian dari vertebara gagal menutup atau gagal terbentuk secara
utuh dan dapat menyebabkan cacat berat pada bayi,ditambah lagi penyebab utama
dari penyakit ini masih belum jelas. Hal ini jelas akan menyebabkan gangguan pada
sistem saraf karena medula spinalis termasuk sistem saraf pusat yang tentunya
memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem saraf manusia. Jika medulla
spinalis mengalami gangguan, sistem-sistem lain yang diatur oleh medulla spinalis
pasti juga akan terpengaruh dan akan mengalami gangguan pula. Hal ini akan
semakin
memperburuk kerja organ dalam tubuh manusia, apalagi pada bayi yang sistem
tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.

Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui, tetapi menurut beberapa
sumber menyebutkan bahwa spina bifida muncul akibat dari faktor genetik
(keturunan) dan kekurangan asam folat pada masa kehamilan. Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010, masalah kekurangan konsumsi energi protein
terjadi pada semua kelompok umur di Indonesia. Konsumsi energi ibu hamil yang
berada di perkotaan 41,9 persen sedangkan di desa 48 persen dan konsumsi protein
ibu hamil di kota dan desa tidak jauh beda yakni 49,5 persen. Hal ini menunjukan
masih rendahnya konsumsi nutrisi yang optimal untuk ibu hamil. Asam folat
berfungsi untuk metabolisme normal makanan menjadi energi, pematangan sel darah
merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel dan pembentukan heme. Tubuh
memerlukannya untuk pembentukan sel baru. Apabila asupan asam folat tidak
adekuat dapat menyebabkan bayi lahir prematur atau cacat, termasuk cacat sistem
saraf (otak) atau cacat tabung saraf (Neural Tube Deffect).

Kelainan kongenital yang diderita bayi baru lahir akan sangat berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup bayi tersebut, maka memerlukan tindakan pembedahan.
Melakukan tindakan pembedahan pada anak, khususnya bayi memerlukan
pengetahuan khusus tentang patofisiologi dan pelayanan keperawatan bayi,
kemampuan untuk mengenali dan merespon komplikasi, dan menawarkan perawatan
pendukung kepada keluarga. Perawatan terhadap pembedahan pada anak atau bayi
antara lain stabilisasi kardiovaskular, termoregulasi, manajemen cairan dan elektrolit,
pemberian obat, perawatan luka, dan nutrisi pendukung (American Pediatric Surgical
Nurses Association, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Spina Bifida?
2. Apasaja etiologi Spina Bifida?
3. Bagaimana manifestasi klinis Spina Bifida?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway Spina Bifida?
5. Apasaja pemeriksaan diagnostic Spina Bifida?
6. Bagaimana penatalaksanaan medik Spina Bifida?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi Spina Bifida


2. Untuk mengetahui etiologi dari Spina Bifida

3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Spina Bifida

4. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway Spina Bifida

5. Untuk mengetahui apasaja pemeriksaan diagostik Spina Bifida

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan Spina Bifida

D. Metode Penelitian

Metode penulisan yang digunakan pada penyusunan makalah ini adalah


dengan menggunakan metode penulisan studi pustaka. Yang mana penulian makalah
ini berdaarkan referensi buku-buku dan penelusuran internet pada situt-situs yang
dapat di percaya.

BAB 2
PEMBAHASAN
1. Definisi Spina Bifida
Spina bifida adalah penutupan salah satu kolumna vertebralis tanpa tingkatan
protusi jaringan melalui celah tulang (Dona L. wong, 2003). Penyakit spina bifida atau
sering dikenal dengan sumbing tulang belakang adalah salah satu penyakit yang banyak
terjadi pada bayi. Penyakit ini menyerang melalui medulla spinalis dimana ada suatu
celah pada tulang belakang (vertebra). Hal ini terjadi karena ada satu atau beberapa
bagian dari vertebrata gagal menutp atau gagal terbentuk secara utuh dan dapat
menyebabkan cacat berat pada bayi, ditambah lagi penyebab utama dari penyakit ini asih
belum jelas.hal ini jelas akan menyebabkan gangguan pada system syaraf karena medulla
spinalis termasuk system syaraf pusat yang tentuya memiliki peranan yang sangat
penting dalam system syaraf manusia. Jika medulla spinalis mengalami gangguan,
system-sistem lain yang diatur oleh medulla spinalis pasti juga akan terpengaruh dan
akan mengalami gangguan. Hal ini akan semakin memperburuk kerja organ dalam tubuh
manusia, apalagi pada bayi yang system tubuhnya belum berfungsi secara maksimal.
Fakta mengatakan dari 3 kasus yang sering terjadi pada bayi yang baru lahir di
Indonesia yaitu ensefalu, anensefali, dan spina bifida. Sebanyak 65% bayi baru lahir
terkena spina bifida. Sementara itu fakta lain mengatakan 4,5% dari 10.000 bayi yang
baru lahir di Belanda menderita penyakit ini atau sekitar 100 bayi setiap tahunnya.
Klasifikasi Spina Bifida :
Kelainan pada spina bifida bervariasi, sehingga dikelompokkan menjadi beberapa
jenis yaitu :
a. Spina Bifida Okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa
vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya
(meningens) tidak menonjol. Spina bifida okulta merupakan cacat arkus
vertebra dengan kegagalan fusi pascaerior lamina vertebralis dan seringkali
tanpa prosesus spinosus, anomali ini paling sering pada daerah antara L5-S1,
tetapi dapat melibatkan bagian kolumna vertebralis, dapat juga terjadi anomali
korpus vertebra misalnya hemi vertebra. Kulit dan jaringan subkutan diatasnya
bisa normal atau dengan seberkas rambut abnormal, telangietaksia atau lipoma
subkutan. Spina bifida olkuta merupakan temuan terpisah dan tidak bermakna
pada sekitar 20% pemerikasaan radiografis tulang belakang. Sejumlah kecil
penderita bayi mengalami cacat perkembangan medula dan radiks spinalis
fungsional yang bermakna. Secara patologis kelainan hanya berupa defek yang
kecil pada arkus pascaerior.
b. Meningokel

Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang bertanggung


jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Jika
Meningen mendorong melalui lubang di tulang belakang (kecil, cincin-seperti
tulang yang membentuk tulang belakang), kantung disebut Meningokel.
Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel karena
korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah
meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai
suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya
meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel
seperti kantung di pinggang, tapi disini tidak terdaoat tonjolan saraf corda
spinal. Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai kemampuan fisik
lebih baik dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.

c. Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling
berat, dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya
tampak kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk
mengurangi kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika
pada tonjolan terdapat syaraf yamg mempersyarafi otot atau extremitas, maka
fungsinya dapat terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis
myelomeningocale ialah jenis yang paling sering dtemukan pada kasus spina
bifida. Kebanyakan bayi yang lahir dengan jenis spina bifida juga
memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan di dalam dan di sekitar otak.

2. Etiologi Spina Bifida

Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui, tetapi menurut beberapa
sumber menyebutkan bahwa spina bifida muncul akibat dari faktor genetik
(keturunan), kekurangan asam folat, dan ibu dengan epilepsi yang menderita panas
tinggi dalam kehamilannya mengkonsumsi obat-obat asam volproic, anti konvulsan,
klomifen. Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada minggu ke empat masa
embrio. Namun jika sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk menutup
dengan baik, cacat tabung saraf akan terjadi. Diperkirakan bahwa hampir 50 % defek
tabung saraf dapat dicegah jika wanita yang bersangkutan meminum vitamin-vitamin
prakonsepsi termasuk asam folat (Betz dan Sowden, 2002).

3. Manifestasi Klinik
Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis
dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa
gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena.
Gejalanya dapat berupa :
a) Penonjolan seperti kantung dipunggung tengah sampai bawah pada bayi
baru lahir
b) Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
c) Kelumpuhan atau kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
d) Seberkas rambut pada daerah sacral (panggul bagian belakang)
e) Adanya lekukan pada daerah sacrum
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu pada rangka, kulit,
dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi semuanya tergantung pada
bagian medulla spinalis yang terkena.
1. Kelainan motoris, sensoris, refleks, dan sfingter dapat terjadi dengan
derajat keparahan yang bervariasi.
2. Paralisis flaksid pada tungkai ; hilangnya sensasi dan refleks.
3. Hidrosefalus
4. Skoliosis
5. Fungsi kandung kemih dan usus bervariasi dari normal sampai tidak
efektif.
(Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002)

4. Patofisiologi dan Pathway


a. Patofisiologi

Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak


terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu
(prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
(Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. 2000. Jakarta:
MA.)

b. Pathway
5. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada
trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple
Scree. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down dan
kelainan bawaan lainnya. 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida
akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka
positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasinya adalah positif maka perlu dilakukan
tes selanjutnya untuk memperkuat diagnostic. Dilakukan USG yang biasanya dapat
menentukan spina bifida. Kadang dilakukan analisa air ketuban (amniosintesis)
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra.
3. CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan
lokasi dan luasnya kelainan.
6. Penatalaksanaan Medik
1) Penatalaksaan Medik
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk
mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS
pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit
diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah
meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya
disfungsi dan Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya
disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh.

Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan : Berikut ini adalah obat-
obat yang dapat diberikan :

a) Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran


kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
b) Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
c) Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran
feces. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002, halaman 469)

2) Penatalaksaan Keperawatan
a) Pre-Operasi
Segera setelah lahir daerah yang terpapar harus dikenakan kassa steril yang
direndam salin dan ditutupi plastik, atau lesi yang terpapar harus ditutupi
kassa yang tidak melekat, misalnya telfa. Kassa ini gunakan untuk mencegah
terjadinya saraf yang tadinya terpapar menjadi kering.
b) Pasca Oprasi
1) Perawatan pasca bedah neonates umum
2) Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan
3) Jika ada drain penyedotan luka, maka harus diperiksa setiap jam untuk
menjamin tidak adanya tekukan pada saluran dan terjaganya tekanan
negative dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2 atau
3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat.
4) Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif
yang penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas
perinium dan bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur
dengan pembersihan dan pengeringan yang seksama merupakan hal
yang penting.

Pengkajian Keperawatan
i. Anamnesa
1. Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, umur, alamat, nama ayah, nama ibu, pekerjaan ayah,
pekerjaan ibu.
2. Keluhan utama
Terjadi abnormalitas keadaan medula spinalis pada bayi yang baru dilahirkan.
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit terdahulu
5. Riwayat keluarga
a. Saat hamil ibu jarang atau tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung
asam folat misalnya sayuran, buah-buahan (jeruk,alpukat), susu, daging, dan
hati.
b. Ada anggota keluarga yang terkena spina bifida.

ii. Pemeriksaan Fisik


B1 (Breathing) : normal
B2 (Blood) : takikardi/bradikardi, letargi, fatigue
B3 (Brain) :
 Peningkatan lingkar kepala
 Adanya myelomeningocele sejak lahir
 Pusing
B4 (Bladder) : Inkontinensia urin
B5 (Bowel) : Inkontinensia feses
B6 (Bone) : Kontraktur/ dislokasi sendi, hipoplasi ekstremitas bagian bawah

Diagnosa
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi
2. Berduka berhubungan dengan kelahiran anak dengan spinal malformation
3. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal

Intervensi
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan spinal malformation dan luka operasi.
Tujuan :
a) Anak bebas dari infeksi
b) Anak menunjukan respon neurologik yang normal
Kriteria hasil :
Suhu dan TTV normal, Luka operasi, insisi bersih.
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital. 1. Untuk melihat tanda-tanda
Observasi tanda infeksi : terjadinya resiko infeksi
perubahan suhu, warna kulit,
malas minum , irritability,
perubahan warna pada
myelomeingocele.
2. Ukur lingkar kepala setiap 1
2. Untuk melihat dan mencegah
minggu sekali, observasi
terjadinya TIK dan hidrosepalus
fontanel dari cembung dan
palpasi sutura kranial.

3. Ubah posisi kepala setiap 3 3.Untuk mencegah terjadinya luka

jam untuk mencegah dekubitus infeksi pada kepala (dekubitus)

4. Observasi tanda-tanda infeksi


dan obstruksi jika terpasang 4. Menghindari terjadinya luka

shunt, lakukan perawatan luka infeksi dan trauma terhadap

pada shunt dan upayakan agar pemasangan shunt

shunt tidak tertekan

2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kebutuhan


positioning, defisit stimulasi dan perpisahan
Tujuan :
Anak mendapat stimulasi perkembangan
Kriteria hasil :
a) Bayi / anak berespon terhadap stimulasi yang diberikan
b) Bayi / anak tidak menangis berlebihan
c) Orangtua dapat melakukan stimulasi perkembangan yang tepat untuk bayi /
anaknya
Intervensi Rasional
1. Ajarkan orangtua cara 1. Agar orangtua dapat mandiri
merawat bayinya dengan dan menerima segala sesuatu
memberikan terapi pemijatan yang sudah terjadi
bayi
2. Posisikan bayi prone atau 2. Untuk mencegah terjadinya
miring kesalah satu sisi luka infeksi dan tekanan
terhadap luka
3. Lakukan stimulasi 3. Untuk mencegah terjadinya
taktil/pemijatan saat luka memar dan infeksi yang
melakukan perawatan kulit melebar disekitar luka

3. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan lesi spinal


Tujuan :
Pasien tidak mengalami trauma pada sisi bedah/lesi spinal
Kriteria Hasil:
a) Kantung meningeal tetap utuh
b) Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
Intervensi Rasional
1. Rawat bayi dengan cermat 1. Untuk mencegah kerusakan
Tempatkan bayi pada posisi pada kantung meningeal atau
telungkup atau miring sisi pembedahan
2. Gunakan alat pelindung di 2. Untuk meminimalkan
sekitar kantung ( mis : slimut tegangan pada kantong
plastik bedah) meningeal atau sisi
pembedahan
3. Modifikasi aktifitas 3. Untuk memberi lapisan
keperawatan rutin (mis : pelindung agar tidak terjadi
memberi makan, memberi iritasi serta infeksi
kenyamanan)

b. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak.
Diharapkan :
1. Resiko tinggi infeksi dapat teratasi
2. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat teratasi
3. Resiko tinggi trauma dapat teratasi

BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
pascaerior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
spinalis pada perkembangan awal dari embrio. Penyebab dari spina bifida belum
diketahui secara pasti,tetapi diduga akibat faktor genetik dan kekurangan asam folat
pada masa kehamilan. Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada
korda spinalis dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena. Pembedahan
mielomeningokel dilakukan pada periode neonetal untuk mencegah ruptur. Perbaikan
dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan
pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit diperlukan bila lesinya besar.
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati
hidrosefalus. Kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang
sering menyertai spina bifida.

B. SARAN
Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu
yang telah
melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi
semua
wanita hamil.

DAFTAR PUSTAKA

Donna dan Shannon.1999.Maternal Child Nursing Care.USA: Mosby.


Markum A.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : EGC, 2002.
Media Aesculapius. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3 Jilid 2. Jakarta: MA, 2000.
Whaley’s and Wong. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edis 4. Jakarta : EGC, 2003.

Anda mungkin juga menyukai