Anda di halaman 1dari 1

Sejak mengambil alih puncak kepemimpinan dari Habib Burgibah pada 7 November 1987,

Zainal Abidin bin Ali melakukan perubahan di berbagai sektor. Zainal Abidin bin Ali
sukses menyelenggarakan pemilu legislatif untuk pertama kalinya di Tunisia. Di
bidang ekonomi, Zainal Abidin bin Ali juga sukses meningkatkan angka pertumbuhan
dan investasi asing. Zainal Abidin bin Ali juga menjalin hubungan dagang yang
positif dengan Uni Eropa, revitalisasi industri pariwisata dan produksi
agrikultural. Selama masa kepresidenan Zainal Abidin bin Ali, Tunisia menjalankan
kebijakan luar negeri yang mempromosikan perdamaian sebagai penyelesaian konflik.
Tunisia mengambil pendekatan jalan tengah dalam kontribusinya menjaga perdamaian
khususnya di Timur Tengah dan Afrika. Tunisia bahkan menyelenggarakan dialog
Palestina-Amerika Serikat untuk pertama kalinya. Zainal Abidin bin Ali juga
meneruskan kebijakan luar negeri pro-Barat seperti pendahulunya, sekaligus
meningkatkan hubungan dengan negara-negara muslim di Jazirah Arab. Zainal Abidin
bin Ali juga memiliki inisiatif untuk mempromosikan solidaritas, dialog dan kerja
sama antar negara. Zainal Abidin bin Ali mendirikan United Nations World Solidarity
Fund untuk membasmi kemiskinan dan mempromosikan pembangunan sosial berdasarkan
suksesnya pengalaman Tunisia National Solidarity Fund yang dia ciptakan di Tunisia.
Walaupun performa dalam memimpin Tunisia tidaklah buruk tetapi rakyat Tunisia tetap
menginginkan Zainal Abidin bin Ali turun dari jabatan kepresidenannya. Fenomena
inilah yang penulis coba untuk telitik menggunakan dua teori, teori yang pertama
adalah krisis legitimasi dan yang kedua adalah konsep kerusuhan dalam gerakan
sosial. Penarikan hipotesa dimulai dari konsep krisis legitimasi. Berdasarkan sebab
krisis legitimasi menurut Lucian Pye tersebut, krisis yang muncul pada masa
kepemerintahan Zainal Abidin bin Ali disebabkan oleh, yang pertama, prinsip
kewenangan beralih pada prinsip kewenangan yang lain. Artinya masyarakat Tunisia
tidak menganggap prinsip kewenangan saat ini tidak cocok untuk Tunisia dan
menginginkan prinsip kewenangan berbeda yang dianggap lebih baik sehingga prinsip
kewenangan yang lama beserta rezimnya akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
Kewenangan pemerintah yang lama dianggap menekan kebebasan berpolitik rakyat dan
peraturan-peraturan yang ada dianggap tidak memihak rakyat. Fenomena ini bisa juga
ditelaah dengan faktor pertama dari tiga determinan Pruitt dan Rubin, yaitu tingkat
aspirasi suatu pihak. Rakyat Tunisia percaya bahwa mereka berhak mendapatkan
kebebasan berpolitik dan berpendapat yang selama ini tidak didapatkan selama Zainal
Abidin bin Ali. Krisis legitimasi pada Zainal Abidin bin Ali juga disebabkan oleh
faktor keempat dari empat penyebab krisis legitimasi oleh Lucyan Pye di atas, yaitu
sosialisasi tentang kewenangan mengalami perubahan. Perubahan ini berlangsung tidak
hanya menjadi rasional-kritis terhadap kewenangan, tetapi juga partisipatif dalam
politik. Masyarakat Tunisia yang semakin sadar akan kondisi pemerintahan Zainal
Abidin bin Ali yang tertutup, tidak memikirkan sektor mikro-ekonomi, dan menahan
kebebasan berekspresi dianggap tidak sesuai dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara di zaman globalisasi.

Anda mungkin juga menyukai