Kejang Demam
BLOK 8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B blok 8 sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan
ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................ 2
Daftar Isi..................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 4
1.2 Maksud dan Tujuan.................................................................. 4
BAB II Pembahasan
2.1 Data Tutorial........................................................................... 5
2.2 Skenario................................................................................... 6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah................................................................ 6
II. Identifikasi Masalah........................................................... 7
III. Analisis Masalah................................................................ 7
IV. Jawaban Analisis Masalah................................................. 8
V. Hipotesis.............................................................................. 17
VI. Kerangka Konsep............................................................... 18
VII. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues............... 19
Kesimpulan..................................................................................................
Daftar Pustaka.............................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
1 Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2 Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.
3 Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data
Tutorial 2
5
2.2 Skenario
Anamnesis :
Colek 11 bulan dibawa ke UGD oleh ibunya pada pukul 15.00 dengan keluhan kejang
kelonjotan seluruh tubuh selama 5 menit dengan mata mendelik keatas. Subuh tadi
penderita juga kejang satu kali tapi hanya sebentar selama satu menit dengan gejala yang
sama seperti diatas, sesudah kejang penderita menangis. Sejak 2 hari yang lalu colek
menderita demam disertai pilek.
Colek adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak tertuanya juga sering kejang jika
badannya panas tapi sejak umurnya 5 tahun tidak pernah lagi kejang.
BB: 8kg, PB: 70cm, sensorium: compos mentis, suhu: 38,5oC (aksilar), RR: 34x/mnt,
HR: 106x/mnt, ubun ubun besar/UUB datar, strabismus (-), Refleks pupil +/+, gerak
rangsang meningeal/GRM (-), reflex fisiologis : normal, reflex patologis (-)
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Kejang Kelonjotan : Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1
menit.
2. Strabismus : Suatu kelainan pada bola mata dimana kedudukan kedua
bola mata tidak searah.
3. Ubun-ubun besar : Letaknya ditengah depan, terlihat berdenyut-denyut dan
jika diraba akan terasa denyut.
4. GRM : Gejala rangsang yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher
dan punggung, kaku kuduk, tanda brodsinky I dan II positif dan tanda kerning positif.
5. Refleks Fisiologis : Refleks normal pada manusia sehat
6. Refleks Patologis : Refleks yang tidak normal, melainkan dihasilkan oleh
suatu keadaan patologis dan mungkin dapat merupakan tanda suatu penyakit.
6
7. Reflex pupil : Dapat dilihat dari mengecil dan membesarnya pupil.
II . Identifikasi Masalah
1. Colek, 11 bulan, dibawa ke UGD pada pukul 15.00 dengan keluhan kejang
kelonjotan seluruh tubuh selama kurang lebih selama 5 menit dengan mata
mendelik ke atas
2. Subuhpenderita kejang 1x tapi hanya kurang lebih 1 menitdengan gejala yang
sama, sesudah keang penderita menangis.
3. Sejak dua hari lalu colek demam dan pilek
4. Kakak tertuanya sering kejang jika badannya panas tapi sejak umurnya 5 tahun
tapi tidak pernah kejang.
5. Hasil pemeriksaan fisik UGD
7
l. Bagaimana KDU dalam kasus ini?
8
Gangguan membran sel Gangguan keseimbangan Gangguan pompa Na - K
ion
Depolarisasi
Potensial aksi
9
b. Mengapa kejang terjadi berulang?
Faktor resiko kejang berulang :
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure
Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1
faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3
faktor risiko.
3. a. Apa hubungan demam disertai pilek 2 hari yang lalu dengan kejang?
10
SSP tubuh yang belum sempurna yang penyebab utamanya berasal dari
ekstracranial (infeksi virus atau bakteri). Sehingga pernyataan kakak colek yang
tidak lagi kejang saat demam setelah berumur 5 tahun mengindikasikan bahwa
riwayat kejang dalam keluarga colek hanyalah kejang demam yang biasa terjadi
pada balita. Mengeliminasi epilepsy atau kerusakan SSP sebagai etiologi kejang
yang dialami colek.
Usia TB (cm)
Lahir 50
-1 tahun 75
11
- Strabismus (-) (Normal)
- Refleks pupil +/+ (Normal)
- Gerak rangsang meningeal/GRM (-) (Normal)
- Reflex fisiologis (Normal)
- Reflex patologis (-) (Normal)
12
Pemeriksaan radiologi : X-ray, CT–Scan / MRI
Pemeriksaan laboratorium : untuk mengevaluasi sumber infeksi, (darah tepi,
elektrolit, gula darah)
Pemeriksaan elektrolit plasma (terutama sodium), glukosa, kadar urea
nitrogen darah, kalsium, dan fosfor harus dilakukan apabila terdapat
kecurigaan bahwa salah satu atau lebih kemungkinan abnormal. Akan tetapi
pemeriksaan kultur darah dan hitung jenis tidak begitu dibutuhkan.
Pemeriksaan cairan cerebrospinal : untuk menegakan / menyingkirkan
kemungkinan meningitis
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor
presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit
13
demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian
atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
14
- Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang agar terhindar dari tersedak
- Miringkan posisi kepala ke salah satu sisi agar ia tidak tersedak dan agar
mengeluarkan air liur ataupun muntah
- Melonggarkan pakaian yang di gunakan anak agar tidak sesak nafas
- Jangan meletakan benda apapun seperti sendok ataupun mistar ke mulutnya
agar benda tidak menyumbat saluran nafas
- Jika kejang lanjut hingga 10 menit anak akan sulit bernafas atau kulitnya
membiru anak harus segea di bawah ke rumah sakit.
15
berkembang menjadi : Kejang demam berulang, Epilepsi, Kelainan motorik,
gangguan mental dan belajar
V. Hipotesis
Colek, 11 bulan memiliki riwayat keluarga kejang demam yang mengalami kejang
demam kompleks karena demam disertai pilek.
16
VII. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issue
17
BAB III
SINTESIS
Pembagian Kejang:
Klasifikasi kejang:
a. K. Neonatal
terjadi pada bulan pertama, etiologi: cedera saat lahir, kelainan metabolisme dan
infeksi, atau kelainan perkembangan.
18
b. K. Infantil
Terjadi pada bayi usia 1-6 bulan, bayi membungkuk, memfleksikan pingang dan leher,
menghempaskan kedua tangan ke depan-spasme salam.
c. Kejang Demam
Etiologi: ISPA, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna, infeksi saluran kemih, dll.
Klasifikasikan Kejang berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lengkap ; parsial atau
generalisata
Klasifikasi Karakteristik
19
- Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme
- Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang
menjadi kejang generalisata
- Biasanya berlangsung selama 1-3 menit
Generalisata Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan
simetris.
Tonik – klonik Spasme tonik-klonok otot, inkontinensia urin, menggigit lidah,
fase pascaiktus
Absence Sering salah didiagnosa sebagai melamun
- Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak
hilang
- Berlangsung beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot
atau tungkai
Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh
Klonik Gerakan menyentak, repetitife, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiple di tangan, tungkai atau torso
Tonik Peningkatan mendadak tonus otot, wajah dan tubuh bagian atas,
fleksi lengan dan ekstensi tungkai
- Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
- Dapat menyebabkan henti nafas
20
Gerakan abnormal bola mata Selalu Jarang
Fleksi pasif ekstremitas Dapat Gerakan tetap ada Gerakan hilang
diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Bingung pasca serangan Iktal Hampir selalu Tidak pernah
EEG abnormal Selalu Hampir tidak pernah
Pasca iktal EEG abnormal Selalu Jarang
Akibat kejang:
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut.
21
- Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang menggangu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter atau deplesi nuerotransmitter inhibitorik
Gangguan Gangguan Gangguan
membran sel keseimbangan ion pompa Na - K
Depolarisasi
Potensial aksi
Pelepasan neurotransmiter
di ujung akson
Depolarisasi post
sinap KEJANG
22
KEJANG DEMAM
1. Pengertian
a. Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh; suhu rektum (dubur)
di atas 38ºC.
b. Kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4 ºC per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut.
c. An event in infancy or childhood usually occurring between three months and
five years of age, associated with fever, but without evidence of intracranial
infection or defined cause (a consensus conference held by the National Institutes
of Health, 1980).
2. Penyebab
Infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis, infeksi paru2
(saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.
3. Faktor risiko
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara
lain:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure
4. Gejala Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
23
a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
b. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
Kejang lama, > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Komplikasi kejang demam yang paling sering adalah berulangnya kembali kejang
demam tersebut. Kemungkinan kejang demam akan terjadi berulang semakin besar
apabila terdapat faktor-faktor berikut:
- Kejang pertama pada anak terjadi saat suhu demam tidak terlalu tinggi
5. Epidemiologi
a. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.
Menurut Tejani NR (2008), kejang demam terjadi pada anak berusia 3 bulan – 5
tahun.
b. Insiden tertinggi pada umur 18 bulan.
c. Dari semua kasus kejang demam, sekitar 80% merupakan kejang demam
sederhana dan 20% kejang demam kompleks.
24
d. Kejang pertama terbanyak di usia 17-23 bulan.
e. Anak lelaki lebih sering mengalami kejang demam dibandingkan dengan
anak wanita.
f. Kejadian kecacatan atau kelainan neurologis sebagai komplikasi kejang
demam tidak
g. pernah dilaporkan.
h. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
i. Antara 2% - 5% anak-anak di Amerika Serikat menderita kejang demam
pada hari kelima kelahiran (fifth birthday) mereka, dan sekitar sepertiganya
berulang minimal sekali. Angka yang sama dari kejang demam di Amerika Serikat
juga ditemukan di Eropa Barat.
j. Insiden kejang demam di India sekitar 5-10%, di Jepang sekitar 8,8%, di
Guam sekitar 14%, di Hongkong sekitar 0,35%, dan di China sekitar 0,5-1,5%.
6. Patofisiologi
Menurut Nooruddin R Tejani (2008);
"Kejang demam terjadi pada anak kecil (young children) pada suatu saat dalam
perkembangan (development) dimana ambang pintu (threshold) mereka rendah.
Inilah saat ketika mereka rentan (susceptible) terkena berbagai infeksi yang
seringkali menyerang anak-anak seperti infeksi saluran pernapasan atas (upper
respiratory infection), otitis media, viral syndrome, dan reaksi mereka terhadap
perubahan suhu yang lebih tinggi.
25
Melalui proses oksidasi dimana oksigen disediakan oleh kerja paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jelaslah bahwa sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (yakni:
lipoid) dan permukaan luar (yakni: ionik). Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium dan sangat sulit dilakukan oleh
ion Natrium dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida. Akibatnya, konsentrasi
ion Kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Natrium rendah; sedangkan
di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Adanya perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel menyebabkan
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat di permukaan sel.
Pada anak berusia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jelaslah pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, yang berakibat terjadinya pelepasan muatan listrik. Pelepasan muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter sehingga terjadilah kejang.
26
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda; ini tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh
tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi kejang pada suhu
38ºC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
pada suhu 40 ºC atau lebih.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama
(> 15 menit) biasanya terjadi apnea (henti nafas), meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolime otak
meningkat.
27
b) Anak lelaki lebih sering mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak
wanita.
- Pada anak berumur < 13 tahun, probabilitas kejangnya:
Pada anak perempuan = 50%
Pada anak laki – laki = 33%
- Pada anak umur 14 bulan - 3 tahun, probabilitas kejangnya :
Pada anak dengan riwayat kejang = 50%
Pada anak tanpa riwayat kejang = 25%
Makin kecil umur seorang anak, makin tinggi probabilitasnya untuk terjadi
kejang. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi otak pada tubuh seseorang. Pada anak –
anak sirkulasi otak bisa mencapai 65% dari total sirkulasi tubuh.
Pada anak-anak usia balita, masih terjadi proses perkembangan otak dimana
dikatakan bahwa otak belum matang (imatur)
- Pada keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam glutamat sebagai
reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai
inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan
dibanding inhibisi. ketidakseimbangan kejang
- Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di
hipokampus tinggi. Kadar CRH tinggi di hipokampus berpotensi untuk
terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.
- Mekanisme homeostasis pada otak belum matang masih lemah, akan
berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan usia,
meningkatkan eksitabilitas neuron.
Atas dasar uraian di atas, pada masa otak belum matang mempunyai
eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang.
Pada masa ini disebut sebagai developmental window dan rentan terhadap
bangkitan kejang. Eksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga
tidak ada keseimbangan antara eksitator dan inhibitor. Anak mendapat
serangan bangkitan kejang demam pada usia awal masa developmental
28
window mempunyai waktu lebih lama fase eksitabilitas neural dibanding
anak yang mendapat serangan kejang demam pada usia akhir masa
developmental window . Apabila anak mengalami stimulasi berupa demam
pada otak fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang.
Developmental window merupakan masa perkembangan otak fase
organisasi yaitu pada waktu anak berusia kurang dari 2 tahun.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut
(modifikasi Livingstone) digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Pada saat menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat
kejang atau gejala manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsi. Untuk intu
Livingstone membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :
29
gitis i Azura
KDS KDK
Kejang + + + + + + +
Frekuensi Tidak Berulang Berula berulang Kejang Tidak
kejang dalam berulang (> 2x) ng bila berulang
24 jam dirangsan
g
Durasi < 15 > 15 > 1 jam 20 menit
kejang menit menit
Demam + + + + + - +
Kesadaran Kompos Kompos ↓ ↓ sadar ↓ Kompos
mentis mentis mentis
Riwayat + + - - - + +
Keluarga
Kaku kuduk - - + + + - -
UUB Normal Normal Cemb normal normal normal normal
ung
LCS Normal Normal Keruh jernih jernih jernih Normal,
jernih
Pandy test - - + + - -
Jumlah sel Normal ↑ ↑ Sedikit/- normal normal normal
dalam LCS
9. Penatalaksanaan
Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika
telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus
Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5 – 10 mg /
KgBB / dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4 kali per hari.
Kompres : suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air biasa.
30
Pengobatan penyebab :
Antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
Penanganan suportif lainnya meliputi :
Bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan
elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah. Pengawasan tanda-tanda
depresi pernapasan
Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan
pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan (1).
5–10 tahun 5 mg 10 mg
- Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
31
Jika kejang masih berlanjut :
Diazepam
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus
alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Oral :
Ansietas, 2 mg 3 kali sehari jika perlu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg sehari
dalam dosis terbagi;
Lansia (yang sudah tidak mampu melakukan aktivitas) setengah dosis dewasa
Insomsia yang disertai ansietas, 5-15 mg sebelum tidur.
Anak-anak, night teror dan somnambulisme, 1-5 mg sebelum tidur.
Injeksi i.m atau injeksi i.v lambat :
(kedalam vena besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit)untuk ansietas
akut berat, pengendalian serangan panik akut,
penghentian alkohol akut, 10 mg, jika perlu ulangi setelah 4 jam.
Rute i.m hanya digunakan jika rute oral dan i.v tidak mungkin diberikan.
32
Farmakologi
Tempat yang pasti dan mekanisme kerja benzodiazepin belum diketahui pasti, tapi
efek obat disebabkan oleh penghambatan neurotransmiter GABA. Obat ini
bekerja pada limbik, talamus, hipotalamus pada sistie saraf pusat dan
menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik, relaksan otot skelet dan
antikonvulsan. Benzodiazepin dapat menghasilkan berbagai tingkat depresi SSP-
mulai sedasi ringan sampai hipnosis hingga koma. (AHFS.p.2402)
Kontraindikasi
Depresi pernafasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner
akut, glaukoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama
kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal pada
depresi atau ansietas yang disertai dengan depresi. (IONI)
Efek Samping
Efek samping pada susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo,
sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia.
Efek lain : gangguan pada saluran pencernaan, konstipasi, nafsu makan berubah,
anoreksia, penurunan atau kenaikan berat badan, mulut kering, salivasi, sekresi
bronkial atau rasa pahit pada mulut. (AHFS p.2389-2392)
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.
2. Retardasi mental
33
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.
12. Keperawatan
Resiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang
Tindakan pada saat kejang :
a. Baringkan ditempat yang rata, miringkan kepala
b. Singkirkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien
c. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
d. Isap lendir sampai bersih
e. Berikan oksigen
f. Bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif
g. Setelah pasien sadar penuh berikan minum hangat
h. Jika kejang masih berlangsung dengan tindakan ini segera hubungi dokter
34
b. Hindarkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien
c. Monitor ketat keadaan umum pasien setelah pemberian konvulsan
35
sekitar anak, semua benda yang mungkin berbahaya atau dapat menimbulkan
luka.
b. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut anak, misalnya jari tangan, sendok,
atau kayu.
c. Jangan mengguncang-guncang atau berusaha membangunkan anak.
d. Jangan menahan tubuh anak yang kejang. Biarkan gerakan kejang berlangsung
apa adanya.
e. Jika anak sudah berhenti kejang, miringkan anak.
f. Catat lamanya kejang dan apa yang dialami anak selama kejang. Catatan ini
penting bagi dokter atau praktisi medis untuk menilai kejang demam anak.
g. Setelah kejang berhenti, segera bawa anak ke dokter, puskesmas, atau rumah sakit
terdekat.
h. Jika kejang berlangsung lebih dari lima menit, penanganan gawat darurat harus
dilakukan segera untuk menghentikan kejang. Jika memungkinkan, panggil segera
petugas medis untuk memberikan penanganan tersebut.
Pasien dengan kejang demam harus diperhatikan dan dikontrol jalan nafasnya ,
kecukupan oxigennya, dan juga diberikan antikolvulsan secepatnnya. Pada
penderita kejang demam akut yang lebih dari 5 menit pemberisn diazepam secara
rektal, buccal , atau intranasal dapat diberikan dirumah dan efektif.
Pasien juga bisa diberikan antipiretik untuk menurunkan demam.
PEMERIKSAAN FISIK
36
Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis).Perhatikan
juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebarankembali yang tidak
terjadi dengan segera.
b. Indirek/tidak langsung Refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu
pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.Refleks akomodasi.
• Caranya, pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang
cukup jauh, kemudian dengan tiba – tiba dekatkanlah pada pasien lalu
perhatikan reflek konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua
bola mata akan berputar kedalam atau nasal.
• Hasil : Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan
miosis pupil.
37
sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign
positif.
4. Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu
lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada..Test ini
adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
5. Tanda Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada
sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila
timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada
sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
6. Tanda Brudzinski III (Brudzinski’s cheek sign)
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan disusul
oleh gerakan fleksi secara reflektorik dikedua siku dengan gerakan reflektorik
keatas sejenak dari kedua lengan.
7. Tanda Brudzinski IV (Brudzinski’s symfisis sign)
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi
secarareflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.
Biasanya refleks yang dapat diuji mencakup refleks bideps, brakhioradialis, triceps,
patela, dan pergelangan kaki (Archilles). Temuan yang diperoleh bergantung pada
beberapa faktor yaitu menggunakan palu refleks yang tepat, posisi ekstremitas yang
tepat, dan keadaan rileks pasien.
b) 3+ : hiperaktif
38
c) 2+ : normal
d) 1+ : hipoaktif
1. Refleks Biseps. Refleks biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat
siku dalam keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan
satu tangan sambil menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu refleks.
Respons normal dalam fleksi pada siku dan kontraksi biseps.
4. Refleks Patella. Refleks patella ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella
tepat di bawah patella. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur terlentang. Jika pasien
terlentang, pengkajian menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otot. Kontraksi
quadriseps dan ekstensi lutut adalah respons normal.
5. Refleks Ankle. Buat pergelangan kaki dalam keadaan rileks, kaki dalam keadaan
dorsi fleksi pada pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon Achilles.
Respon yang terjadi adalah fleksi plantar.
39
didapat adalah kontraksi yang tidak disadari otot abdomen, dan selanjutnya
menyebabkan skrotum tertarik.
7. Respons Babinski. Refleks yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit
SSP yang mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respons Babinski. Bila bagian
lateral telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores maka terjadi kontraksi jari
kaki dan menarik bersamaan.
40
2. Reflek Jaw : Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya nervous
trigeminus, denganmengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, hasil positif bila
mulut terkatup.
4. Reflek Glabella : Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila
membuat kedua mata klien tertutup.
5. Reflek Snout : Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur
saliva.
6. Reflek sucking : Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari
tersebut.
7. Reflek Grasp : Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya.
8. Reflek Palmomental : Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot dagu
kontraksi.
9. Reflek rosolimo : Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi.
10. Reflek Mendel Bechterew : Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan, positif
bila jari kaki ventrofleksi.
1. Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila
mengedip (N IV & VII )
2. Reflek faring : Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi
muntahan ( N IX & X )
41
4. Reflek Kremaster : Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum
sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )
5. Reflek Anal : Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-
5)
6. Reflek Bulbo Cavernosus : Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan
kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )
12. Reflek Moro : Reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan
13. Reflek Babinski : Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki
mengarah ke jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa
abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )
16. Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.
Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV . Jakarta :
EGC
44