Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN TUTORIAL B

Kejang Demam
BLOK 8

Tutor : dr. Tri Suciati


Kelompok 8
Annisa Nanda Putri 04101401029
Ayu Aliyah 04101401030
Irawan 04101401031
Ardianto 04101401032
M. Ath Thaariq Prasetiyo 04101401077
Atifatur Rachmania 04101401078
Irawati Eka Putri 04101401079
Sonia Loviarny 04101401080
Ayu Agustriani 04101401118
Ade Kurnia Oprisca 04101401119
Agrifina Helga Pratiwi 04101401120

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario B blok 8 sebagai tugas kompetensi
kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :

1. Allah SWT.

2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual.

3. dr. Tri Suciati selaku tutor.

4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan.

5. Semua pihak yang membantu penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini
bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan
ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Palembang, September 2011

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................ 2
Daftar Isi..................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 4
1.2 Maksud dan Tujuan.................................................................. 4
BAB II Pembahasan
2.1 Data Tutorial........................................................................... 5
2.2 Skenario................................................................................... 6
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah................................................................ 6
II. Identifikasi Masalah........................................................... 7
III. Analisis Masalah................................................................ 7
IV. Jawaban Analisis Masalah................................................. 8
V. Hipotesis.............................................................................. 17
VI. Kerangka Konsep............................................................... 18
VII. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues............... 19

BAB III Sintesis


3.1 Kejang Pada Anak
3.2 Kejang Demam
3.3 Pemeriksaan Fisik

Kesimpulan..................................................................................................

Daftar Pustaka.............................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Blok Neurumuskuloskeletal adalah blok 8 pada semester 3 dari Kurikulum


Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan


pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai Colek 11 bulan yang dibawa ibunya
ke UGD dengan keluhan kejang kelonjotan seluruh tubuh selama 5 menit dengan mata
mendelik keatas

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari tutorial ini, yaitu :

1 Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2 Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran diskusi kelompok.

3 Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari
skenario ini.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data

Tutorial 2

Tutor : dr. Tri Suciati

Moderator : Sonia Loviarny

Notulis : Atifatur Rachmania

Sekretaris : Annisa Nanda Putri

Waktu : Senin, 26 September 2011

Rabu, 28 September 2011

Peraturan tutorial : 1. Alat komunikasi dinonaktifkan.

2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat

Dengan cara mengacungkan tangan terlebih dahulu ,

Dan apabila telah dipersilahkan oleh moderator.

3. Tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama

Proses tutorial berlangsung.

4. Tidak diperbolehkan makan dan minum.

5
2.2 Skenario

Anamnesis :

Colek 11 bulan dibawa ke UGD oleh ibunya pada pukul 15.00 dengan keluhan kejang
kelonjotan seluruh tubuh selama 5 menit dengan mata mendelik keatas. Subuh tadi
penderita juga kejang satu kali tapi hanya sebentar selama satu menit dengan gejala yang
sama seperti diatas, sesudah kejang penderita menangis. Sejak 2 hari yang lalu colek
menderita demam disertai pilek.

Colek adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakak tertuanya juga sering kejang jika
badannya panas tapi sejak umurnya 5 tahun tidak pernah lagi kejang.

Pemeriksaan fisik di UGD :

BB: 8kg, PB: 70cm, sensorium: compos mentis, suhu: 38,5oC (aksilar), RR: 34x/mnt,
HR: 106x/mnt, ubun ubun besar/UUB datar, strabismus (-), Refleks pupil +/+, gerak
rangsang meningeal/GRM (-), reflex fisiologis : normal, reflex patologis (-)

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. Kejang Kelonjotan : Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku
umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1
menit.
2. Strabismus : Suatu kelainan pada bola mata dimana kedudukan kedua
bola mata tidak searah.
3. Ubun-ubun besar : Letaknya ditengah depan, terlihat berdenyut-denyut dan
jika diraba akan terasa denyut.
4. GRM : Gejala rangsang yang ditandai dengan rasa nyeri pada leher
dan punggung, kaku kuduk, tanda brodsinky I dan II positif dan tanda kerning positif.
5. Refleks Fisiologis : Refleks normal pada manusia sehat
6. Refleks Patologis : Refleks yang tidak normal, melainkan dihasilkan oleh
suatu keadaan patologis dan mungkin dapat merupakan tanda suatu penyakit.

6
7. Reflex pupil : Dapat dilihat dari mengecil dan membesarnya pupil.

II . Identifikasi Masalah
1. Colek, 11 bulan, dibawa ke UGD pada pukul 15.00 dengan keluhan kejang
kelonjotan seluruh tubuh selama kurang lebih selama 5 menit dengan mata
mendelik ke atas
2. Subuhpenderita kejang 1x tapi hanya kurang lebih 1 menitdengan gejala yang
sama, sesudah keang penderita menangis.
3. Sejak dua hari lalu colek demam dan pilek
4. Kakak tertuanya sering kejang jika badannya panas tapi sejak umurnya 5 tahun
tapi tidak pernah kejang.
5. Hasil pemeriksaan fisik UGD

III. Analisis Masalah


1. a. Apa jenis-jenis kejang?
b. Apa etiologi kejang?
c. Bagaimana patofisiologi kejang?
d. Bagaimana hubungan umur dengan kejang?
2. a. Mengapa setelah kejang selama 2 menit colek menangis?
b. Mengapa kejang terjadi berulang?
c. Apa jenis kejang yang diderita colek?
3. a. Apa hubungan demam disertai pilek 2 hari yang lalu dengan kejang?
4. a. Apakah kejang yang dialami kakak colek berhubungan dengan colek?
b. Mengapa kejang kakak colek berhenti setelah umur 5 tahun?
c. Apakah ada factor genetic terhadap kejang?
5. a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?
b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan fisik yang tidak normal?
6. a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini?
b. Bagaimana DD pada kasus ini?
c. Bagaimana WD pada kasus ini?
d. Bagaimana etiologi dari WD?
e. Bagaimana patofisiologi dari WD?
f. Bagaimana manifestasi klinis dari WD?
g. Bagaimana pertolongan pertama pada kasus ini?
h. Bagaimana Penatalaksanaan dari WD?
i. Bagaimana komplikasi dari WD?
j. Bagaimana tindakan preventif dari WD?
k. Bagaimana prognosis dari WD?

7
l. Bagaimana KDU dalam kasus ini?

IV. Jawaban Analisis Masalah

1. a. Apa jenis-jenis kejang?


Pembagian berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lengkap :
a. Parsial ; Parsial sederhana, Parsial kompleks
b. Generalisata ; Tonik-Klonik, Absence, Mioklonik, Atonik, Klonik, Tonik
(sintesis)

b. Apa etiologi kejang?


- Suhu yang tinggi
- Timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan
oleh berbagai agent seperti bakteri dan virus ; meningitis, ensefalitis
- Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia,
hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin, gagal ginjal,
gagal hati, gangguan metabolik bawaan
- Trauma kepala
- Keracunan: alkohol, teofilin
- Penghentian obat anti epilepsi
- Lain-lain: enselopati hipertensi, tumor otak, perdarahan intrakranial,
- Idiopatik.

c. Bagaimana patofisiologi kejang?

8
Gangguan membran sel Gangguan keseimbangan Gangguan pompa Na - K
ion

Depolarisasi

Potensial aksi

Pelepasan neurotransmiter di ujung akson

Reseptor GABA & As. Glutamat di pre sinap

Eksitasi > Inhibisi

Depolarisasi post sinap KEJANG

d. Bagaimana hubungan umur dengan kejang?


Umur Colek (11 bulan) menunjukkan kemungkinan bahwa Colek mengalami
kejang demam yang umumnya terjadi pada anak-anak usia enam bulan sampai
lima tahun. Selain itu, usia Colek yang dibawah 12 bulan berpeluang untuk
mengalami kejang berulang 50%. Dan pada kasus ini umur Colek 11 bulan
dimana Colek masih mengalami perkembangan otak yang memudahkan untuk
terjadinya kejang demam. (sintesis)

2. a. Mengapa setelah kejang selama 2 menit colek menangis?


- Menandakan tingkat kesadaraannya (sensorium) baik, compos mentis
- Kejang dapat menimbulkan peningkatan aliran darah serebral ke area yang
terlibat secara primer, meningkatkan penggunaan glukosa, dan perubahan
metabolisme oksidatif dan pH setempat. Hal ini menyebabkan sesudah kejang
biasanya kadar karbon dioksida didalam darah tinggi (karena hasil dari
metabolisme yang meningkat (terutama penggunaan glukosa)) dan menyebabkan
pH darah menurun dan menyebabkan pusat pernafasan terangsang (dalam hal ini
karbon dioksida harus dibuang melalui ekspirasi). Ekspirasi paksa akibat
kontraksi otot respiratorius inilah yang menyebabkan Colek menangis.

9
b. Mengapa kejang terjadi berulang?
Faktor resiko kejang berulang :
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure
Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1
faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3
faktor risiko.

c. Apa jenis kejang yang diderita colek?


Jenis kejang yang dialami oleh Colek adalah kejang demam kompleks dengan
kriteria :
- kejang bisa berlangsung lama > 15 menit
- kejang fokal/parsial 1 sisi/kejang umum yang didahului olej kejang parsial
- berulang /lebih dari 1 kali dalam 24 jam
untuk kejang demam komleks sendiri ciri khas nya adalah kejang demam
berulang dalam 24 jam, jadi kejang yang dialami oleh Colek adalah kejang
demam kompleks.

3. a. Apa hubungan demam disertai pilek 2 hari yang lalu dengan kejang?

Demam merupakan faktor utama timbulnya kejang demam. Demam disebabkan


oleh infeksi, infeksi merupakan penyebab terbanyak timbulnya kejang demam
sebesar 80%.
Kejang yang dialami Colek, kemungkinan adalah kejang demam. Kondisi
kesehatan Colek yang dua hari lalu mengalami demam disertai pilek
mengindikasikan Colek terinfeksi virus, yang memicu timbulnya demam, dan
selanjutnya menimbulkan kejang demam.

4. a. Apakah kejang yang dialami kakak colek berhubungan dengan colek?


Ya, karena kejang yang dialami kakak colek merupakan faktor resiko terjadinya
kejang demam pada Colek.

b. Mengapa kejang kakak colek berhenti setelah umur 5 tahun?


Kejang demam adalah keadaaan khas pada anak usia 6 bulan-5 tahun ketika
demam. Hal ini disebabkan oleh sistem imunitas dan perkembangan perlindungan

10
SSP tubuh yang belum sempurna yang penyebab utamanya berasal dari
ekstracranial (infeksi virus atau bakteri). Sehingga pernyataan kakak colek yang
tidak lagi kejang saat demam setelah berumur 5 tahun mengindikasikan bahwa
riwayat kejang dalam keluarga colek hanyalah kejang demam yang biasa terjadi
pada balita. Mengeliminasi epilepsy atau kerusakan SSP sebagai etiologi kejang
yang dialami colek.

c. Apakah ada factor genetic terhadap kejang?


Ya, pada kasus kejang yang dialami anak-anak usia toddler, berdasarkan research,
genetik merupakan salah satu faktor risiko timbulnya kejang demam (Autosomal
dominan). Sudah ditemukan genetik yang berhubungan dengan terjadinya kejang
demam. 6 lokus gen yang memungkinkan untuk terjadinya kejang demam sudah
diidentifikasi pada kromosom 8q13-q21 (FEB1), 19p (FEB2), 2q23-q24 (FEB3),
5q14-q15 (FEB4), 6q22-q24 (FEB5), dan 18p11 (FEB6). Lebih jauh lagi, mutasi
pada voltage-gated sodium channel alpha-1, alpha-2 dan beta-1 subunit gen
(SCN1A, SCN2A and SCN1B) dan the GABA(A) reseptor gamma-2 subunit gen
(GABRG2) telah diidentifikasi pada keluarga yang menderita "generalized
epilepsy with febrile seizure plus (GEFS+)".

5. a. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik?


- BB: 8kg (Normal)
- PB: 70cm (Normal)
Rumus Perkiraan Tinggi Badan (Panjang Badan)
Dikutip dari “Nelson textbook of the pediatrics”

Usia TB (cm)

Lahir 50

-1 tahun 75

02-12 tahun Usia(th)x6+77

- Sensorium: compos mentis (Normal)


- Suhu: 38,5oC (aksilar) (fever)
- RR: 34x/mnt (Normal)
- HR: 106x/mnt (Normal)
- Ubun-ubun besar/UUB datar (Normal)

11
- Strabismus (-) (Normal)
- Refleks pupil +/+ (Normal)
- Gerak rangsang meningeal/GRM (-) (Normal)
- Reflex fisiologis (Normal)
- Reflex patologis (-) (Normal)

b. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan fisik yang tidak normal?


Demam pada Colek disebabkan oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi
pusat pengaturan suhu. Pirogen yang dilepaskan bakteri toksik atau virus atau
pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan
demam selama keadaan sakit. Beberapa pirogen dapat segera bekerja secara
langsung pada pusat pengaturan suhu hipotalamus untuk meningkatkan set-
pointnya. Apabila bakteri/virus atau hasil pemecahannya terdapat didalam
jaringan darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag
jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya
mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 yang juga
disebut leukosit pirogen atau pirogen endogen ke dalam cairan tubuh. Interleukin-
1 pertama-tama menyebabkan demam dengan menginduksi pembentukan salah
satu prostaglandin dari asam arakidonat, terutama prostaglandin E2, atau zat yang
mirip, dan selanjutnya bekerja dihipotalamus untuk membangkitkan reaksi
demam.

6. a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini?


Cara menegakan diagnosis pada kasus ini yaitu dengan anamnesis,pemeriksaan
fisik,dan pemeriksaan penunjang.
- Anamnesis
 Riwayat keluarga yang juga mengalami kejang
 Lama kejang
 Lama demam
 Frekuensi kejang
 Riwayat infeksi sebelumnya
 Sadar.tidak sadar saat kejang

- Pemeriksaan fisik ;dari vital sign (suhu,kesadaran,tanda rangsang meningeal,tanda


infeksi SSP)
- Pemeriksaan penunjang
 EEG : tidak direkomendasikan kecuali pada kejang demam yang tidak khas

12
 Pemeriksaan radiologi : X-ray, CT–Scan / MRI
 Pemeriksaan laboratorium : untuk mengevaluasi sumber infeksi, (darah tepi,
elektrolit, gula darah)
Pemeriksaan elektrolit plasma (terutama sodium), glukosa, kadar urea
nitrogen darah, kalsium, dan fosfor harus dilakukan apabila terdapat
kecurigaan bahwa salah satu atau lebih kemungkinan abnormal. Akan tetapi
pemeriksaan kultur darah dan hitung jenis tidak begitu dibutuhkan.
 Pemeriksaan cairan cerebrospinal : untuk menegakan / menyingkirkan
kemungkinan meningitis

b. Bagaimana DD pada kasus ini?


- Meningitis
- Ensefalitis
- Tetanus
- Epilepsi
- Kasus Azura

c. Bagaimana WD pada kasus ini?


Berdasrkan sign dan hasil pemeriksaan, maka kami menegakkan diagnosis kerja
berupa kejang demam.

d. Bagaimana etiologi dari WD?


Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley
and Wong (1995: 1929) :
a. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
b. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.

Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor
presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit

13
demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian
atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

e. Bagaimana patofisiologi dari WD?

f. Bagaimana manifestasi klinis dari WD?


Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik
atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata
terbalik ke atas (mendeik) dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan
sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung krang dari 6 menit dankurang 8% berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti
anak tidak membri reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti hemiparesis yang
menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada
kejang demam yang pertama.

g. Bagaimana pertolongan pertama pada kasus ini?


- Pindahkan anak ke tempat yang aman seperti lantai/kasur
- Jauhi dari benda-benda berbahaya

14
- Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping,
bukan terlentang agar terhindar dari tersedak
- Miringkan posisi kepala ke salah satu sisi agar ia tidak tersedak dan agar
mengeluarkan air liur ataupun muntah
- Melonggarkan pakaian yang di gunakan anak agar tidak sesak nafas
- Jangan meletakan benda apapun seperti sendok ataupun mistar ke mulutnya
agar benda tidak menyumbat saluran nafas
- Jika kejang lanjut hingga 10 menit anak akan sulit bernafas atau kulitnya
membiru anak harus segea di bawah ke rumah sakit.

h. Bagaimana Penatalaksanaan dari WD?


Sintesis

i. Bagaimana komplikasi dari WD?


Epilepsi, apnea, hipoksia, hipotensi arterial, metabolisme anaerob, edema otak,
kelainan motorik, gangguan mental.

j. Bagaimana tindakan preventif dari WD?


1. Penyuluhan terhadap orang tua:
Saat anak mengalami Kejang Demam, hal hal penting yang harus kita lakukan
antara lain :
- Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka.
- Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras
atau tajam
- Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat
mengalir keluar dari mulut
- Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak tidak akan menelan lidahnya
sendiri.
- Hubungi dokter anak anda
2. Vaksinasi influenza tipe A
3. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana
dengan Diazepam 0,3mg/kgBB/dosis PO dan antipiretika pada saat anak
menderita penyakit yang disertai demam.
4. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam
Valproat 15-40mg/kgBB/hari PO dibagi dalam 2-3 dosis.

k. Bagaimana prognosis dari WD?


Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak
menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat

15
berkembang menjadi : Kejang demam berulang, Epilepsi, Kelainan motorik,
gangguan mental dan belajar

l. Bagaimana KDU dalam kasus ini?

3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus
gawat darurat).

V. Hipotesis

Colek, 11 bulan memiliki riwayat keluarga kejang demam yang mengalami kejang
demam kompleks karena demam disertai pilek.

VI. Kerangka Konsep

16
VII. Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issue

1. Kejang Pada Anak


2. Kejang Demam
3. Pemeriksaan Fisik

Learning Issue What I know What I don’t What I have to Source


know prove

1.Kejang Pada Definisi Yang Jenis-jenis, Text-book &


Anak berpengaruh patofisiologi journal
2.Kejang Definisi Yang Jenis-jenis, Text-book &
Demam berpengaruh patofisiologi journal
3. Pemeriksaan Interpretasi Cara Patofisiologi Text-book &
Fisik pemeriksaan yang tidak journal
normal

17
BAB III

SINTESIS

KEJANG PADA ANAK

Pembagian Kejang:

a. Kejang akibat demam


Bersifat generalized (melibatkan seluruh tubuh), berlangsung sekejap, dan anak segera
sadar.

b. Kejang akibat infeksi otak


Berlangsung lama, berulang-ulang, lehernya kaku, dan anak tetap tidak sadar sekalipun
kejang sudah berhenti.

Klasifikasi kejang:

a. K. Neonatal
terjadi pada bulan pertama, etiologi: cedera saat lahir, kelainan metabolisme dan
infeksi, atau kelainan perkembangan.

18
b. K. Infantil
Terjadi pada bayi usia 1-6 bulan, bayi membungkuk, memfleksikan pingang dan leher,
menghempaskan kedua tangan ke depan-spasme salam.

c. Kejang Demam
Etiologi: ISPA, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna, infeksi saluran kemih, dll.

Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:

1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri- ciri


gejala klinis sebagai berikut:
a) Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b) Kejang umum tonik dan atau klonik
c) Umumnya berhenti sendiri
d) Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri


gejala klinis sebagai berikut:
a) Kejang lama, > 15 menit
b) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Klasifikasikan Kejang berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lengkap ; parsial atau
generalisata

Klasifikasi Karakteristik

Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah, focus di satu


bagian tetapi dapat menyebar ke bagian lain
Parsial sederhana - Dapat bersifat motorik, sensorik, autonomic, psikik.
- Biasanya berlangsung kurang dari 1 menit
Parsial kompleks Dimulai dari kejang parsial sederhana, berkembang menjadi
perubahan kesadaran yang disertai oleh :

19
- Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme
- Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang
menjadi kejang generalisata
- Biasanya berlangsung selama 1-3 menit
Generalisata Hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan
simetris.
Tonik – klonik Spasme tonik-klonok otot, inkontinensia urin, menggigit lidah,
fase pascaiktus
Absence Sering salah didiagnosa sebagai melamun
- Menatap kosong, kepala sedikit lunglai, kelopak mata
bergetar atau berkedip secara cepat, tonus postural tidak
hilang
- Berlangsung beberapa detik
Mioklonik Kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas di beberapa otot
atau tungkai
Atonik Hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya
postur tubuh
Klonik Gerakan menyentak, repetitife, tajam, lambat, dan tunggal atau
multiple di tangan, tungkai atau torso
Tonik Peningkatan mendadak tonus otot, wajah dan tubuh bagian atas,
fleksi lengan dan ekstensi tungkai
- Mata dan kepala mungkin berputar ke satu sisi
- Dapat menyebabkan henti nafas

Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang

KEADAAN KEJANG MENYERUPAI KEJANG


Onset Tiba-tiba Mungkin gradual
Lama serangan Detik/menit Beberapa menit
Kesadaran Sering terganggu Jarang terganggu
Sianosis Sering Jarang
Gerakan ekstremitas Sinkron Asinkron
Stereotipik serangan Selalu Jarang
Lidah tergigit / luka lain Sering Sangat jarang

20
Gerakan abnormal bola mata Selalu Jarang
Fleksi pasif ekstremitas Dapat Gerakan tetap ada Gerakan hilang
diprovokasi Jarang Hampir selalu
Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Selalu
Bingung pasca serangan Iktal Hampir selalu Tidak pernah
EEG abnormal Selalu Hampir tidak pernah
Pasca iktal EEG abnormal Selalu Jarang

Akibat kejang:

- Perubahan metabolik: meningkatnya kebutuhan metabolik akibat hiperaktivitas


neuron.
- Selama kejang: kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan
listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik, aliran darah
otak, respirasi, dan glikolisis jaringan meningkat,asam glutamat mungkin
mengalami deplesi, Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis
- Setelah kejang: Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis

Patofisiologi Kejang secara umum:

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut.

Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena


biokimiawi, diantaranya

- Instabilitas membran sel saraf, sehingga lebih mudah mengalami pengaktifan


- Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan
- Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA)

21
- Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang menggangu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter atau deplesi nuerotransmitter inhibitorik
Gangguan Gangguan Gangguan
membran sel keseimbangan ion pompa Na - K

Depolarisasi

Potensial aksi

Pelepasan neurotransmiter
di ujung akson

Reseptor GABA & As. Glutamat


di pre sinap

Eksitasi > Inhibisi

Depolarisasi post
sinap KEJANG

22
KEJANG DEMAM

1. Pengertian
a. Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh; suhu rektum (dubur)
di atas 38ºC.
b. Kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4 ºC per rektal)
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut.
c. An event in infancy or childhood usually occurring between three months and
five years of age, associated with fever, but without evidence of intracranial
infection or defined cause (a consensus conference held by the National Institutes
of Health, 1980).

2. Penyebab
Infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis, infeksi paru2
(saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.

3. Faktor risiko
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara
lain:
- Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif
normal
- Riwayat demam yang sering
- Kejang pertama adalah complex febrile seizure

4. Gejala Klinis
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:

23
a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
b. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
Kejang lama, > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang Demam Berulang

Komplikasi kejang demam yang paling sering adalah berulangnya kembali kejang
demam tersebut. Kemungkinan kejang demam akan terjadi berulang semakin besar
apabila terdapat faktor-faktor berikut:

- Kejang pertama pada anak terjadi saat suhu demam tidak terlalu tinggi

- Jangka waktu antara mulai demam dan terjadi kejang pendek.

- Keluarga memiliki riwayat kejang demam

- Anak tersebut berusia dibawah 15 bulan saat kejang demam pertama

5. Epidemiologi
a. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.
Menurut Tejani NR (2008), kejang demam terjadi pada anak berusia 3 bulan – 5
tahun.
b. Insiden tertinggi pada umur 18 bulan.
c. Dari semua kasus kejang demam, sekitar 80% merupakan kejang demam
sederhana dan 20% kejang demam kompleks.

24
d. Kejang pertama terbanyak di usia 17-23 bulan.
e. Anak lelaki lebih sering mengalami kejang demam dibandingkan dengan
anak wanita.
f. Kejadian kecacatan atau kelainan neurologis sebagai komplikasi kejang
demam tidak
g. pernah dilaporkan.
h. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
i. Antara 2% - 5% anak-anak di Amerika Serikat menderita kejang demam
pada hari kelima kelahiran (fifth birthday) mereka, dan sekitar sepertiganya
berulang minimal sekali. Angka yang sama dari kejang demam di Amerika Serikat
juga ditemukan di Eropa Barat.
j. Insiden kejang demam di India sekitar 5-10%, di Jepang sekitar 8,8%, di
Guam sekitar 14%, di Hongkong sekitar 0,35%, dan di China sekitar 0,5-1,5%.

6. Patofisiologi
Menurut Nooruddin R Tejani (2008);

"Kejang demam terjadi pada anak kecil (young children) pada suatu saat dalam
perkembangan (development) dimana ambang pintu (threshold) mereka rendah.

Inilah saat ketika mereka rentan (susceptible) terkena berbagai infeksi yang
seringkali menyerang anak-anak seperti infeksi saluran pernapasan atas (upper
respiratory infection), otitis media, viral syndrome, dan reaksi mereka terhadap
perubahan suhu yang lebih tinggi.

Studi pendahuluan (preliminary studies) pada anak (children) tampaknya


mendukung hipotesis bahwa jaringan sitokin (cytokine network) diaktivasi atau
diaktifkan dan memegang peran pada patogenesis kejang demam (febrile seizures)."

Menurut Masdar Muid (2005); "Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel


dan organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa.

25
Melalui proses oksidasi dimana oksigen disediakan oleh kerja paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jelaslah bahwa sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam (yakni:
lipoid) dan permukaan luar (yakni: ionik). Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium dan sangat sulit dilakukan oleh
ion Natrium dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida. Akibatnya, konsentrasi
ion Kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Natrium rendah; sedangkan
di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

Adanya perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel menyebabkan
perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat di permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh adanya:

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.


2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran litrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Pada anak berusia 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jelaslah pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, yang berakibat terjadinya pelepasan muatan listrik. Pelepasan muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter sehingga terjadilah kejang.

26
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda; ini tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh
tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, dapat terjadi kejang pada suhu
38ºC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi
pada suhu 40 ºC atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam


lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah; sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Namun pada kejang demam yang berlangsung lama
(> 15 menit) biasanya terjadi apnea (henti nafas), meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolime otak
meningkat.

Rangkaian kejadian di atas merupakan faktor penyebab sehingga terjadi


kerusakan neuron otak selama belangsungnya kejang lama.

Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan


hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler lalu timbul edema otak
sehingga terjadi kerusakan sel neuron otak.

Kerusakan di daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang


yang berlangsung lama; dapat menjadi "matang" dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsi yang spontan. Jadi, jelaslah bahwa kejang demam yang berlangsung
lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.

7. Hubungan Umur Dan Jenis Kelamin Dengan Terjadinya Kejang Demam


a) Anak usia 6 bulan-6 tahun rentan mengalami kejang demam

27
b) Anak lelaki lebih sering mengalami kejang demam dibandingkan dengan anak
wanita.
- Pada anak berumur < 13 tahun, probabilitas kejangnya:
 Pada anak perempuan = 50%
 Pada anak laki – laki = 33%
- Pada anak umur 14 bulan - 3 tahun, probabilitas kejangnya :
 Pada anak dengan riwayat kejang = 50%
 Pada anak tanpa riwayat kejang = 25%
Makin kecil umur seorang anak, makin tinggi probabilitasnya untuk terjadi
kejang. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi otak pada tubuh seseorang. Pada anak –
anak sirkulasi otak bisa mencapai 65% dari total sirkulasi tubuh.

Pada anak-anak usia balita, masih terjadi proses perkembangan otak dimana
dikatakan bahwa otak belum matang (imatur)

- Pada keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam glutamat sebagai
reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai
inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan
dibanding inhibisi.  ketidakseimbangan  kejang
- Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan neuropeptid eksitator,
berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak belum matang kadar CRH di
hipokampus tinggi. Kadar CRH tinggi di hipokampus berpotensi untuk
terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.
- Mekanisme homeostasis pada otak belum matang masih lemah, akan
berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan usia,
meningkatkan eksitabilitas neuron.

Atas dasar uraian di atas, pada masa otak belum matang mempunyai
eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang.
Pada masa ini disebut sebagai developmental window dan rentan terhadap
bangkitan kejang. Eksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga
tidak ada keseimbangan antara eksitator dan inhibitor. Anak mendapat
serangan bangkitan kejang demam pada usia awal masa developmental

28
window mempunyai waktu lebih lama fase eksitabilitas neural dibanding
anak yang mendapat serangan kejang demam pada usia akhir masa
developmental window . Apabila anak mengalami stimulasi berupa demam
pada otak fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang.
Developmental window merupakan masa perkembangan otak fase
organisasi yaitu pada waktu anak berusia kurang dari 2 tahun.

8. Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone (dimodifikasi oleh


Subbagian Anak FKUI-RSCM jakarta)
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh kriteria tersebut
(modifikasi Livingstone) digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

Pada saat menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat
kejang atau gejala manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsi. Untuk intu
Livingstone membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :

1. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)


2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered off fever)
Kejang kelompok 2 ini mempunyai kelompok dasar kelainan yang menyebabkan
timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.

8. Diagnosis banding kejang demam


Kejang Demam Menin Ensefalitis Tetanus Epileps Kasus

29
gitis i Azura
KDS KDK
Kejang + + + + + + +
Frekuensi Tidak Berulang Berula berulang Kejang Tidak
kejang dalam berulang (> 2x) ng bila berulang
24 jam dirangsan
g
Durasi < 15 > 15 > 1 jam 20 menit
kejang menit menit
Demam + + + + + - +
Kesadaran Kompos Kompos ↓ ↓ sadar ↓ Kompos
mentis mentis mentis
Riwayat + + - - - + +
Keluarga
Kaku kuduk - - + + + - -
UUB Normal Normal Cemb normal normal normal normal
ung
LCS Normal Normal Keruh jernih jernih jernih Normal,
jernih
Pandy test - - + + - -
Jumlah sel Normal ↑ ↑ Sedikit/- normal normal normal
dalam LCS

9. Penatalaksanaan

 Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

 Pemberian oksigen melalui face mask

 Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika
telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

 Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5 – 10 mg /
KgBB / dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4 kali per hari.
Kompres : suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air biasa.

30
 Pengobatan penyebab :
Antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
 Penanganan suportif lainnya meliputi :
Bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan
elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah. Pengawasan tanda-tanda
depresi pernapasan
 Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti
kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan
pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan
pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan (1).

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

Terapi awal dengan diazepam


Dosis IV (infus) Dosis per rektal
Usia
(0.2mg/kg) (0.5mg/kg)

< 1 tahun 1–2 mg 2.5–5 mg

1–5 tahun 3 mg 7.5 mg

5–10 tahun 5 mg 10 mg

> 10 years 5–10 mg 10–15 mg

Jika kejang masih berlanjut :

- Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal

- Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

31
Jika kejang masih berlanjut :

- Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau


fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.

- Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam


jantung).
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan

Diazepam

Diazepam atau biasanya dikenal dengan Valium merupakan sebuah turunan


narkoba. Diazepam disebutkan termasuk dalam golongan psikotropika, nama
dagangnya antara lain valium. Indikasinya sebagai obat anti cemas, sedatif-
hipnotic, dan obat anti kejang. Efek sampingnya, pada pemakaian kronik dapat
menimbulkan ketergantungan jiwa dan raga, menimbulkan rasa kantuk,
berkurangnya daya konsentrasi dan reaksi.
Indikasi

Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus
alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Oral :
Ansietas, 2 mg 3 kali sehari jika perlu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg sehari
dalam dosis terbagi;
Lansia (yang sudah tidak mampu melakukan aktivitas) setengah dosis dewasa
Insomsia yang disertai ansietas, 5-15 mg sebelum tidur.
Anak-anak, night teror dan somnambulisme, 1-5 mg sebelum tidur.
Injeksi i.m atau injeksi i.v lambat :
(kedalam vena besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit)untuk ansietas
akut berat, pengendalian serangan panik akut,
penghentian alkohol akut, 10 mg, jika perlu ulangi setelah 4 jam.
Rute i.m hanya digunakan jika rute oral dan i.v tidak mungkin diberikan.

32
Farmakologi
Tempat yang pasti dan mekanisme kerja benzodiazepin belum diketahui pasti, tapi
efek obat disebabkan oleh penghambatan neurotransmiter GABA. Obat ini
bekerja pada limbik, talamus, hipotalamus pada sistie saraf pusat dan
menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik, relaksan otot skelet dan
antikonvulsan. Benzodiazepin dapat menghasilkan berbagai tingkat depresi SSP-
mulai sedasi ringan sampai hipnosis hingga koma. (AHFS.p.2402)
Kontraindikasi
Depresi pernafasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner
akut, glaukoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama
kehamilan, bayi prematur; tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal pada
depresi atau ansietas yang disertai dengan depresi. (IONI)
Efek Samping
Efek samping pada susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo,
sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia.
Efek lain : gangguan pada saluran pencernaan, konstipasi, nafsu makan berubah,
anoreksia, penurunan atau kenaikan berat badan, mulut kering, salivasi, sekresi
bronkial atau rasa pahit pada mulut. (AHFS p.2389-2392)

10. Komplikasi Kejang Demam


Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI
(1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15
menit yaitu :

1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D Asparate ) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara
irreversible.

2. Retardasi mental

33
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

11. Pencegahan Kejang


 Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana dengan
Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat anak
menderita penyakit yang disertai demam.
 Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata denganAsam
Valproat 15– 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.

12. Keperawatan
Resiko terjadi kerusakan sel otak akibat kejang
Tindakan pada saat kejang :
a. Baringkan ditempat yang rata, miringkan kepala
b. Singkirkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien
c. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
d. Isap lendir sampai bersih
e. Berikan oksigen
f. Bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif
g. Setelah pasien sadar penuh berikan minum hangat
h. Jika kejang masih berlangsung dengan tindakan ini segera hubungi dokter

Suhu tubuh meningkat diatas normal berhubungan dengan infeksi


Tindakan yang dilakukan :
a. Berikan minum yang banyak
b. Berikan suasana yang nyaman
c. Observasi tanda-tanda vital
d. Berikan selimut yang tipis dan pakaian yang menyerap keringat

Resiko terjadi bahaya / injury


Tindakan yang dilakukan :
a. Tempatkan pasien kejang pada tempat yang datar dan aman

34
b. Hindarkan benda-benda yang berbahaya di sekitar pasien
c. Monitor ketat keadaan umum pasien setelah pemberian konvulsan

Kurangnya pengetahuan orang tua,mengenai penyakit


Menjelaskan pada orang tua tentang :
a. Menyediakan obat antipiretika dan anti konvulsan sesuai petunjuk dokter
b. Anak segera diberikan obat antipiretik bila demam
c. Penanganan kejang sederhana di rumah : dibaringkan di tempat yang rata
dan aman, melonggarkan baju, memberikan kompres dingin, memberi
minum setelah pasien sadar penuh.
d. Bila kejang berlangsung lama segera bawa ke rumah sakit
e. Bila diberikan diazepam rectal, ajarkan pemakaian.
f. Jika anak mendapat imunisasi beritahukan orang tua agar menjelaskan pada
petugas kesehatan jika anaknya penderita kejang demam dan diberikan
imunisasi yang tidak mengakibatkan demam

13. Prognosis kejang demam


Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak
menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam dapat
berkembang menjadi :
 Kejang demam berulang
 Epilepsi
 Kelainan motorik
 Gangguan mental dan belajar

14. Pertolongan Pertama


Beberapa hal yang perlu diingat atau tindakan yang perlu diambil adalah :
a. Letakkan anak ditempat yang aman, misalnya di lantai atau kasur. Pindahkan dari

35
sekitar anak, semua benda yang mungkin berbahaya atau dapat menimbulkan
luka.
b. Jangan memasukkan apapun ke dalam mulut anak, misalnya jari tangan, sendok,
atau kayu.
c. Jangan mengguncang-guncang atau berusaha membangunkan anak.
d. Jangan menahan tubuh anak yang kejang. Biarkan gerakan kejang berlangsung
apa adanya.
e. Jika anak sudah berhenti kejang, miringkan anak.
f. Catat lamanya kejang dan apa yang dialami anak selama kejang. Catatan ini
penting bagi dokter atau praktisi medis untuk menilai kejang demam anak.
g. Setelah kejang berhenti, segera bawa anak ke dokter, puskesmas, atau rumah sakit
terdekat.
h. Jika kejang berlangsung lebih dari lima menit, penanganan gawat darurat harus
dilakukan segera untuk menghentikan kejang. Jika memungkinkan, panggil segera
petugas medis untuk memberikan penanganan tersebut.

Pasien dengan kejang demam harus diperhatikan dan dikontrol jalan nafasnya ,
kecukupan oxigennya, dan juga diberikan antikolvulsan secepatnnya. Pada
penderita kejang demam akut yang lebih dari 5 menit pemberisn diazepam secara
rektal, buccal , atau intranasal dapat diberikan dirumah dan efektif.
Pasien juga bisa diberikan antipiretik untuk menurunkan demam.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan refleks pupil :Refleks cahaya.

Refleks pupil +/+ (normal) direk (+) indirek (+)

a. Direk/langsung : Cahaya ditujukan seluruhnya kearah pupil.

36
Normal , akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis).Perhatikan
juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebarankembali yang tidak
terjadi dengan segera.
b. Indirek/tidak langsung Refleks cahaya konsensuil. Cahaya ditujukan pada satu
pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.Refleks akomodasi.
• Caranya, pasien diminta untuk melihat telunjuk pemeriksa pada jarak yang
cukup jauh, kemudian dengan tiba – tiba dekatkanlah pada pasien lalu
perhatikan reflek konvergensi pasien dimana dalam keadaan normal kedua
bola mata akan berputar kedalam atau nasal.
• Hasil : Reflek akomodasi yang positif pada orang normal tampak dengan
miosis pupil.

Pemeriksaan gerak rangsang meningeal/GRM (-)

Pemeriksaan Rangsang Meningeal


1. Kaku Kuduk (nuchal/neck rigidity)
Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk
kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat
bersifat ringan atau berat.
2. Tanda Lasegue
Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua
tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus,
dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus
selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat
dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut
tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60 derajat.
3. Tanda Kernig
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu
tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut
lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri

37
sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign
positif.
4. Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu
lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada..Test ini
adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
5. Tanda Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada
sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila
timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada
sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.
6. Tanda Brudzinski III (Brudzinski’s cheek sign)
Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan disusul
oleh gerakan fleksi secara reflektorik dikedua siku dengan gerakan reflektorik
keatas sejenak dari kedua lengan.
7. Tanda Brudzinski IV (Brudzinski’s symfisis sign)
Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi
secarareflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul.

Pemeriksssn reflex fisiologis

Biasanya refleks yang dapat diuji mencakup refleks bideps, brakhioradialis, triceps,
patela, dan pergelangan kaki (Archilles). Temuan yang diperoleh bergantung pada
beberapa faktor yaitu menggunakan palu refleks yang tepat, posisi ekstremitas yang
tepat, dan keadaan rileks pasien.

Derajat refleks, hilangnya refleks adalah sangat berarti, walaupun sentakan


pergelangan kaki (refleks Achilles) yang tidak ada, terutama pada lansia. Respons
refleks sering dikelaskan dengan nilai 0 samapai 4+.

a) 4+ : hiperaktif dengan klonus terus menerus

b) 3+ : hiperaktif

38
c) 2+ : normal

d) 1+ : hipoaktif

e) 0 : tidak ada refleks

Jenis-jenis pemeriksaan refleks adalah sebagai berikut :

1. Refleks Biseps. Refleks biseps didapat melalui peregangan tendon biseps pada saat
siku dalam keadaan fleksi. Orang yang menguji menyokong lengan bawah dengan
satu tangan sambil menempatkan jari telunjuk dengan menggunakan palu refleks.
Respons normal dalam fleksi pada siku dan kontraksi biseps.

2. Refleks Triseps. Untuk menimbulkan refleks triseps, lengan pasien difleksikan


pada siku dan diposisikan di depan dada. Pemeriksaan menyokong lengan pasien dan
mengidentifikasi tendon triseps dengan mempalpasi 2,5 sampai 5 cm di atas siku.
Pemukulan langsung pada tendon normalnya menyebabkan kontraksi otot triseps dan
ekstensi siku.

3. Refleks Brakhioradialis. Pada saat pengkajian refleks brakhioradialis, penguji


meletakkan tangan pasien di atas meja laboratorium atau disilangkan di atas perut.
Ketukan palu dengan lembut 2,5 sampai 5 cm di atas siku. Pengkajian ini dilakukan
dengan lengan dalam keadaan fleksi dan supinasi.

4. Refleks Patella. Refleks patella ditimbulkan dengan cara mengetok tendon patella
tepat di bawah patella. Pasien dalam keadaan duduk atau tidur terlentang. Jika pasien
terlentang, pengkajian menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otot. Kontraksi
quadriseps dan ekstensi lutut adalah respons normal.

5. Refleks Ankle. Buat pergelangan kaki dalam keadaan rileks, kaki dalam keadaan
dorsi fleksi pada pergelangan kaki dan palu diketok pada bagian tendon Achilles.
Respon yang terjadi adalah fleksi plantar.

6. Refleks Kontraksi Abdominal. Refleks superfisial yang ada ditimbulkan oleh


goresan pada kulit dinding abdomen atau pada sisi paha untuk pria. Hasil yang

39
didapat adalah kontraksi yang tidak disadari otot abdomen, dan selanjutnya
menyebabkan skrotum tertarik.

7. Respons Babinski. Refleks yang diketahui jelas, sebagai indikasi adanya penyakit
SSP yang mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respons Babinski. Bila bagian
lateral telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores maka terjadi kontraksi jari
kaki dan menarik bersamaan.

Refleks Patologis dan Fisiologis pada Tubuh Manusia

Refleks Patologis adalah sebagai berikut :

1. Reflek Hoffman – Tromer : Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores,


positif bila ada gerakan fleksi pada jari lainnya.

40
2. Reflek Jaw : Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya nervous
trigeminus, denganmengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka, hasil positif bila
mulut terkatup.

3. Reflek regresi : Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral.

4. Reflek Glabella : Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila
membuat kedua mata klien tertutup.

5. Reflek Snout : Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur
saliva.

6. Reflek sucking : Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari
tersebut.

7. Reflek Grasp : Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya.

8. Reflek Palmomental : Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot dagu
kontraksi.

9. Reflek rosolimo : Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi.

10. Reflek Mendel Bechterew : Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan, positif
bila jari kaki ventrofleksi.

Sedangkan refleks fisiologis adalah sebagai berikut :

1. Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila
mengedip (N IV & VII )

2. Reflek faring : Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi
muntahan ( N IX & X )

3. Reflek Abdominal : Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus, hasil


negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila terdapat reaksi
otot.

41
4. Reflek Kremaster : Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila skrotum
sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )

5. Reflek Anal : Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 3-4-
5)

6. Reflek Bulbo Cavernosus : Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain masukkan
kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal )

7. Reflek Bisep ( C 5-6 )

8. Reflek Trisep ( C 6,7,8 )

9. Reflek Brachioradialis ( C 5-6 )

10. Reflek Patela ( L 2-3-4 )

11. Reflek Tendon Achiles ( L5-S2)

12. Reflek Moro : Reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan

13. Reflek Babinski : Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki
mengarah ke jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang dewasa
abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )

14. Sucking reflek : Reflek menghisap pada bayi

15. Grasping reflek : Reflek memegang pada bayi

16. Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi

42
43
DAFTAR PUSTAKA

Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.

Sudoyo A. W. dkk, 2007. Buku Ajar – Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV . Jakarta :
EGC

http://emedicine.medscape.com/article/1176205-overview diakses tanggal 27 September


2011 , Rabu

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm diakses tanggal 27


September 2011 , Rabu

http://www.mayoclinic.com/health/febrile-seizure/DS00346 diakses tanggal 27


September 2011 , Rabu

44

Anda mungkin juga menyukai