Anda di halaman 1dari 20

JAMINAN SOSIAL

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Cita-cita Indonesia adil dan makmur telah dilakukan oleh founding father
dengan melaksanakan langkah pertama yaitu tujuan Negara Indonesia yang terdapat
dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu memajukan
kesejahteraan umum. Tujuan tersebut menandakan negara Indonesia sebagai negara
kesejahteraan (welfare state). Indonesia sebagai negara kesejahteraan bertanggung
jawab untuk pemenuhan kesejahteraan rakyatnya, karena ciri utama dari Negara
kesejahteraan adalah munculnya kewajiban negara untuk mewujudkan
kesejahteraan umum bagi warganya.
Disamping itu Pasal 2 Konvensi Ekosob merupakan ketentuan yang
paling penting untuk memahami sifat hak ekonomi, sosial dan budaya. Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang berisi 31 Pasal juga menyebutkan
hak atas jaminan sosial, termasuk asuransi sosial khususnya para ibu, anak dan
orang muda (Pasal 9, dan Pasal 10). Dasar pertimbangan lain adalah Konvensi ILO
No. 102 Tahun 1952 yang juga menganjurkan agar semua negara di dunia
memberikan perlindungan dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka
memenuhi Deklarasi PBB tentang Hak Jaminan Sosial.
Dengan ditetapkannya UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) maka bangsa Indonesia telah memiliki sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pasal 5 dalam undang-undang tersebut
mengamanatkan pembentukan badan yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial ( BPJS). Meski sempat dilakukan judicial review oleh PT JAMSOSTEK, PT
TASPEN, PT. ASABRI, dan PT ASKES atas UU tersebut, namun Mahkamah
Konstitusi (MK) melalui putusan atas perkara perkara Nomor 007/PUU-III/2005
memberikan kepastian hukum bagi BPJS dalam melaksanakan program jaminan
sosial di seluruh Indonesia. Pada Nopember 2011 baru terwujud Undang-Undang
No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Berdasarkan dengan eksplikasi tersebut, mengantarkan pembaca untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai jaminan sosial, maka penulis memilih tema
kajian “jaminan sosial “ untuk dikaji secara holistik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian jaminan sosial?
2. Bagaimana program jaminan sosial nasional?
3. Bagaimana penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia?

II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Jaminan Sosial


Istilah jaminan sosial muncul pertama kali di Amerika Serikat dalam The
Social Security Act tahun 1935 untuk mengatasi masalah- masalah pengangguran,
manula, orang-orang sakit dan anak-anak akibat depresi ekonomi. Meskipun
penyelenggaraan jaminan sosial di negara-negara maju belakangan ini mengalami
perubahan, pada dasamya penyelenggaraan jaminan sosial di sana pada hakekatnya
difahami sebagaibentuk nyata perlindungan negara terhadap rakyatnya.1
Jaminan sosial (social security) merupakan bagian dari konsep
perlindungan sosial (social protection), dimana perlindungan sosial sifatnya lebih
luas. Perbedaan keduanya adalah bahwa jaminan sosial memberikan perlindungan
sosial bagi individu dengan dana yang diperoleh dari iuran berkala, sedangkan
perlindungan sosial biasanya melibatkan banyak pihak dalam memberikan
perlindungan baik kepada individu, keluarga atau komunitas dari berbagai risiko
kehidupan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti krisis ekonomi, atau
bencana alam. Hal tersebut sejalan dengan pendapat BAPPENAS yang telah
mengadakan Kajian awal Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan
dalam kajian tersebut dikemukakan pendapat bahwa jaminan sosial mencakup dua
hal yaitu (a) Asuransi Sosial (social insurance) dan (b) Bantuan Sosial (Social
Assistance).2 Asuransi sosial mempunyai konsep sebagaimana asuransi pada
umumnya, dimana pembayaran premi menjadi tanggungan bersama antara pemberi
kerja (yaitu pemerintah atau pengusaha) dan pekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS),
ABRI/POLRI atau pegawai swasta) oleh karena adanya hubungan kerja. Menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SJSN, definisi Asuransi Sosial
adalah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 ayat 3 yaitu suatu mekanisme
pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan
perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota
keluarganya. Sedangkan bantuan sosial, berupa “bantuan” dalam berbagai bentuk,
uang, jasa maupun barang dengan tujuan sosial.

1 Mudiyono, Jaminan Sosial di Indonesia: Relevansi Pendekatan Informal, Jurnaillmu Sosial dan

llmu Politik, Volume 6, Nomor I, Juli 2002, h. 68.


2 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Sistim Perlindungan dan Jaminan

Sosial (Suatu Kajian awal), 2002.


Pengertian yang lain dikemukakan oleh Agusmindah, bahwa jaminan
sosial adalah bentuk perlindungan bagi pekerja/buruh yang berkaitan dengan
penghasilan berupa materi, guna memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam
hal terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan seseorang tidak
dapat bekerja, ini diistilahkan juga sebagai perlindungan ekonomis.3 Pengertian ini
mencerminkan konsep asuransi sosial yang ditujukan bagi pekerja di sektor formal
dengan rumus yang telah ditentukan yaitu berdasarkan partisipasi pekerja dan
majikan yang menyetorkan porsi iuran secara berkala yang penyelenggaraannya
dilakukan oleh PT JAMSOSTEK. Ahli lain yang mempertahankan konsep asuransi
sosial sebagai dasar teknik jaminan sosial adalah Vladimir Rys, yang mengatakan
bahwa jaminan sosial adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh
masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga mereka dari segala akibat yang
muncul karena gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena berkurangnya
penghasilan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan taraf hidup yang layak.4
Serangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi diri
dan keluarga dari suatu risiko ekonomi maupun fisiologi adalah dengan turut serta
pada asuransi sosial. Pendapat Rys sejalan dengan berkembangnya pemikiran
Tentang cara-cara menghadapi risiko ketidakstabilan penghasilan manakala
seseorang mengalami kecelakaan, sakit ataupun ketika seseorang tidak lagi
mempunyai kemampuan fisik karena usia tua atau cacat phisik (risiko fisiologis)
dan juga ketika seseorang tidak bekerja (risiko sosial), padahal mereka harus tetap
mempertahankan kehidupan keluarganya. Untuk mengantisipasi risiko-risiko
dimaksud, maka diperlukan dana sehingga perlu diciptakan sumber keuangan,
harus ada pihak/lembaga yang melakukan pengelolaan dana tersebut serta perlu
dirumuskan program-program yang sesuai dengan setiap risiko sehingga dapat
mewujudkan cita-cita melindungi setiap warga negara untuk mendapatkan taraf
hidup yang layak. Tentang hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam sesi Pengelolaan
Jaminan Sosial Nasional.

3 Agusmindah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Dinamika & Kajian Teori, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 2010, h.xi.
4 Rys, Vladimir, Merumuskan Ulang Jaminan Sosial, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2011, h. 23.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dimana Pasal 1 angka 1 mendefinisikan bahwa Jaminan Sosial adalah
salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. dan Pasal 1 ayat 2 mendefisinikan
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program
jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Selanjutnya,
Subianto menjelaskan bahwa SJSN adalah sistem pemberian jaminan kesejahteraan
berlaku kepada semua warganegara dan sifatnya adalah dasar (Basic).5 Definisi ini
hendak menegaskan bahwa fasilitas jaminan kesejahteraan harus dapat dinikmati
oleh semua warga Negara tanpa terkecuali.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, Jaminan Sosial mempunyai pengertian yang universal, sehingga jika
disimak lebih dalam, maka Jaminan Sosial merupakan suatu perlindungan bagi
seluruh rakyat dalam bentuk santunan baik berupa uang sebagai pengganti sebagian
dari penghasilan yang hilang atau berkurang maupun pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang diakibatkan oleh risiko-risiko sosial berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia melalui mekanisme
pengumpulan dana yang bersifat wajib.6
Menurut ILO7 bahwa jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan
oleh masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan-
tekanan ekonomi dan sosial bahwa jika tidak diadakan system jaminan sosial akan
menimbulkan hilangnya sebagia pendapatan akibat sakit, persalinan, kecelakaan
kerja, sementara tidak bekerja, cacat, hari tua dan kematian dini, perawatan medis
termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang membutuhkan.
Jaminan sosial (social security) dapat didefinisikan sebagai sistem
pemberian uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko
tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit,

5 Achmad Subianto, Sistem Jaminan Sosial Nasional, hal: 277, Gibon Books, Jakarta, 2010
6 Tim Internal SJSN PT Jamsostek (Persero), Kerangka Jaminan Sosial, “Menuju Implementasi SJSN
yang Ideal”.
7 Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Indonesia, Reformasi Sistem Jaminan Sosial

di Indonesia : Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Nasional Indonesia Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi RI, Kementrian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2006. H. 33.
menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian. Spicker (1995) dan MHLW
(1999)8 , memberi batasan dan penjelasan mengenai jaminan sosial sebagai berikut:

The term “social security” is mainly now related to financial


assistance, but the general sense of the term is much wider, and it is
still used in many countries to refer to provisions for health care as
well as income. Although the benefits of security are not themselves
material, they do have monetary value; people in Britain, where
there is a National Health Service, are receiving support which
people in the US have to pay for through private insurance or a
Health Maintenance Organisation.9 (Spicker, 1995:60).

Social security systems mean the systems to enable every citizen to


lead a worthy life as a member of cultured society. Social security
systems provide countermeasures against the causes for needy
circumstances including illness, injury, childbirth, disablement,
death, old age, unemployment and having a lot of children by
implementing economic security measures through insurance or by
direct public spending10. (MHLW, 1999:2).

Dari pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jaminan


sosial mempunyai beberapa aspek yaitu:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal
bagi tenaga kerja serta keluarganya.
2. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh
penghasilan yang hilang.
3. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap
resiko ekonomi maupun sosial.
4. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan
berdampak meningkatkan produktifitas kerja.
5. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian
dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.

8 Llihat, Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, London: Prentice-Hall dan

MHLW (Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) (1999), Tokyo: MHLW.
9 Spicker, Paul (1995), Social Policy: Themes and Approaches, h. 60.
10 MHLW (Ministry of Health, Labour and Welfare of Japan) Annual Report on Health and Welfare,

h. 2.
B. Landasan Filosofis, Yuridis, Sosiologis Jaminan Sosial11
1. Landasan Filosofis
Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi
penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh warga negara adalah sebagai
penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak
konstitusional setiap orang, sebagaimana pada UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal
28H ayat (3) menetapkan, ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangandirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermanfaat.”
Selain itu, penyelenggaraan SJSN adalah wujud tanggung jawab Negara
dalam pembangunan perekonomian nasional dan kesejahteraan social. Hal ini
Berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 34 ayat (2) menetapkan, ”Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Program jaminan sosial ditujukan untuk memungkinkan setiap orang
mampu mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat,
sebagaimana tercantum dalam UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28H ayat (3),
”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.”
Penyelenggaraan SJSN berdasarkan asas kemanusiaan dan berkaitan
dengan penghargaan terhadap martabat manusia. Undang-Undang No. 40 Tahun
2004 Pasal 2 menetapkan, “Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan
berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat,asas keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.” Penjelasan Pasal 2 UU No. 40 Tahun 2004 menjelaskan bahwa
asas kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia.
Jaminan sosial dari aspek tujuannya yakni untuk terpenuhinya kebutuhan
dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Hal ini
diatur berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menetapkan, “Sistem Jaminan
Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan

11 Lihat, Asih Eka Putri, Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional, Friedrich-Ebert-Stiftung

Kantor Perwakilan Indonesia, 2014, h. 9-15.


dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.”
Penjelasan UU No. 40 Tahun 2004 Pasal 3 menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat
hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan demikian, bahwa landasan filosofis mengenai ungensinya jaminan


sosial adalah berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap
orang, wujud tanggung jawab Negara dalam pembangunan perekonomian nasional
dan kesejahteraan social, asas kemanusiaan dan berkaitan dengan penghargaan
terhadap martabat manusia, dan jaminan sosial bertujuan untuk terpenuhinya
kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota
keluarganya.

2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara Republik
Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam
Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan
Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan
dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU
SJSN).
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005,
Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU SJSN
setingkat Undang-Undang, yaitu UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (UU BPJS).
Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan
Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi
implementasi SJSN yang mencakup UUD NRI, UU SJSN dan peraturan
pelaksanaannya membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014).
Dengan demikian,landasan yuridis jaminan sosial adalah UUD Negara
Republik Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3)
diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam
Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian
dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN) dan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No.
007/PUU-III/2005.
3. Landasan Sosiologis
Paradigma hubungan antara penyelenggara Negara dengan warganya
mengalami perubahan sangat mendasar sejak reformasi ketatanegaraan pada medio
tahun 1998.
Selama pemerintahan Orde Baru, hubungan tersebut berorientasi kepada
Negara (state oriented). Kemudian sejak reformasi hubungan tersebut berubah
menjadi atau berorientasi kepada rakyat yang berdaulat (people oriented). Rakyat
tidak dipandang sebagai obyek tetapi subyek yang diberi wewenang untuk turut
menentukan kebijakan publik yang menyangkut kepentingan mereka. Negara tidak
lagi menguasai penyelenggaraan segala urusan pelayanan publik, tetapi mengatur
dan mengarahkannya.
Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh
hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah
membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat
dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita hukum
masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara mendasar
untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta
sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka
mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.
C. Jenis-Jenis Jaminan Sosial Nasional
Berdasarkan pada UU SJSN menetapkan 5 (lima) jenis program jaminan
sosial, yaitu:
1. Jaminan kesehatan
Jaminan adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara
nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan.12
2. Jaminan kecelakaan kerja
Jaminan kecelakaan kerja adalah program jaminan sosial yang
diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh
manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami
kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.13
3. Jaminan hari tua
Jaminan hari tua adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai
apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal
dunia.14
4. Jaminan pensiun
Jaminan pensiun adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak
pada saat peserta mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena
memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total.15
5. Jaminan kematian
Jaminan kematian adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan
secara nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang
dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Berdasarkan dari eksplanasi di atas, dengan demikian bahwa jenis-jenis
jaminan sosial adalah teridiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan, jaminan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, jaminan kematian.
D. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial di Indonesia
Untuk mengelola dana dan menyelenggarakan jaminan sosial agar
berjalan dengan efektif, maka diperlukan lembaga pengelola yang kredibel. Pasal
47 ayat (1) Undang-Undang SJSN disebutkan bahwa Dana Jaminan Sosial wajib

12 Lihat, asal 19 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 20 ayat 2 UU SJSN


13 Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN
14 Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 UU SJSN
15 Lihat, Pasal 39 ayat 1 dan ayat 2
dikelola dan dikembangkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, selanjutnya
Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa badan penyelenggara jaminan sosial adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, telah ada
badan-badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang juga dinyatakan masih berlaku
sesuai dengan Pasal 5 ayat (3), yaitu:
a) Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK).
b) Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri (TASPEN).
c) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ASABRI); dan
d) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES).
Berdasarkan eksplikasi tersebut, bahwa dengan adanya Putusan
Mahkamah Konstitusi No. 007/ PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005, pada
intinya menyatakan bahwa negara harus membentuk UU BPJS paling lambat 5
(lima) tahun sejak UU SJSN diundangkan, yaitu selambat-lambatnya pada 19
Oktober 2009.16
Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pasal 5
ayat (2), (3), dan (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4456) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; Menolak permohonan
Pemohon selebihnya; Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara
sebagaimana mestinya di simpulkan bahwa landasan hukum tentang transformasi
tersebut adalah sebagai berikut:

16
Untuk lebih detail mengenai pertimbangan (ratio decidendi) hukum Mahkamah Konstitusi, lihat,
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/ PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus 2005.
1. Penjelasan Umum UU SJSN menjelaskan bahwa, BPJS dalam UU SJSN
adalah TRANSFORMASI dari BPJS yang sekarang telah berjalan, yaitu PT
JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES.
2. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 tanggal 30 Agustus
2005 membatalkan PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT
ASKES sebagai BPJS sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (2) dan
ayat (3) UU SJSN karena bertentangan dengan UUD1945.
3. Pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa, PT
JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES keberadaannya
hanya dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hokum (rechts-vacuum) dan
menjamin kepastian hukum (rechtszkerheid) selama 5 (lima) tahun terhitung
sejak 19 Oktober 2004 s.d 19 Oktober 2009 (Pasal 52 ayat (2) UU SJSN
karena belum adanya BPJS yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat
dilaksanakan.
4. Pasal 52 ayat (2) UU SJSN menyatakan bahwa, semua ketentuan yang
mengatur mengenai BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (PT
JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES) disesuaikan
dengan Undang-Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan. Dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka dalam
waktu 5 (lima) tahun sejak 19 Oktober 2004 sudah harus dibuat Undang-
Undang yang mengatur tentang transformasi secara menyeluruh lembaga
penyelenggara jaminan sosial.
Sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi diatas, bahwa Mahkamah
Konstitusi memerintahkan untuk transformasi secara menyeluruh lembaga
penyelenggara jaminan sosial. Adapun transformasi menyeluruh adalah :17
1. Transformasi Kelembagaan; yaitu dari bentuk BUMN dengan badan hukum
PT menjadi BPJS berbentuk Badan Hukum Publik dengan 9 Prinsip
(kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
portabilitas, kepesertaan wajib, dana amanat), dan hasil pengeloaan dana

17 Roni Febriyanto , Jaminan Sosial : Haruskah Rakyat Menunggu, Jurnal Kajian Perburuhan Sedane

Vol ll No.1 tahun 2011, h.. 47.


jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan
untuk sebesar-besar kepentingan peserta. (Pasal 4 UU SJSN).
2. Transformasi Asset/Kekayaan; yaitu seluruh asset/kekayaan PT.
JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES baik dalam
bentuk harta tidak bergerak, harta bergerak termasuk dana pesert menjadi
asset/kekayaan BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS.
3. Transformasi Kepesertaan; yaitu seluruh peserta yang terdaftar dalam PT
JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES menjadi Peserta
BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS.
4. Transformasi Program; yaitu program jaminan sosial yang diselenggarakan
oleh PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, PT ASABRI, dan PT ASKES menjadi
program BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS, dengan perluasan program,
seperti program Jaminan Pensiun yang sebelumnya tidak ada pada PT.
Jamsostek.
Selain makna transformasi di atas, makna transformasi yang lainnya
menurut Asih Eka Putri adalah Transformasi keempat BUMN PT (Persero) menjadi
BPJS bersifat sangat mendasar. Perubahan ini mencakup filosofi, badan hukum,
organisasi, tata kelola, dan budaya organisasi, sebagai berikut:
(1) filosofi penyelenggaraan jaminan sosial ditetapkan kembali sebagai upaya
untuk mewujudkan hak konstitusional warga negara atas jaminan sosial,
(2) bentuk badan hukum diubah menjadi badan hukum publik dengan
kewenangan publik dan privat, serta termasuk lembaga Negara berkedudukan
langsung di bawah Presiden,
(3) organ badan penyelenggara diubah menjadi organ yang terdiri dari Dewan
Pengawas dan Direksi dengan proses perekrutan secara terbuka,
(4) penataan ulang tata kelola program yang bercirikan prinsip asuransi sosial,
segmentasi pengelolaan ke dalam dua kelompok program (program jaminan
kesehatan dan program jaminan non kesehatan), pemisahan aset BPJS dengan
aset Dana Jaminan Sosial, serta penyertaan dana Pemerintah,
(5) budaya organisasi mencerminkan upaya merealisasikan tujuan public untuk
memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Mengingat pemerintah tidak dapat memenuhi dibentuknya BPJS
sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi No. 007/PUU-III/2005 tanggal 30
Agustus 2005 yang seharusnya dilaksanakan paling lambat pada 19 Oktober 2009,
maka warga yang tergabung dalam KAJS (Komite Aksi Jaminan Sosial) yang
terdiri dari elemen buruh, tani, nelayan, mahasiswa, LSM mengajukan gugatan ke
PN Jakarta Pusat. Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suite) mulai tanggal 26 Juni
2010 dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Perkara Nomor
278/PDT.G/PN.JKT.PST tanggal 13 Juli 2011, yang memeriksa dan mengadili
Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit), membuktikan bahwa DPR dan
Pemerintahan SBY terbukti bersalah telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
Pemerintahan SBY telah lalai dengan tidak menjalankan UU SJSN, dan karenanya:
Ketua DPR RI dan Presiden SBY dihukum harus segera melaksanakan UU No. 40
tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dengan: (a) Segera
mengundangkan UU BPJS; (b) Membentuk PP dan Perpres yang diperintahkan UU
SJSN; (c) Melakukan penyesuaian BPJS yang ada dengan UU No. 40 tahun 2004
tentang SJSN.18
Setelah disahkannya Undang-Undang Nonor 24 Tahun 2011 tentang
BPJS tanggal 25 Nopember 2011, maka terjadi regulasi terhadap penyelenggaraan
jaminan sosial yang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Secara garis besar isi UU Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS meliputi:
1. BPJS dibagi 2, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
2. BPJS berbentuk Badan Hukum Publik
3. BPJS bertanggung-jawab langsung kepada Presiden

18http://lembagainformasi perburuhansedane. blogspot.com /2011/10/jaminan-sosial-haruskan-

rakyat-menunggu. di akses tgl.14 Januari 2015.


4. BPJS berwenang menagih iuran, menempatkan dana, melakukan pengawasan
dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan pemberi kerja, mengenakan
sanksi administrasi kepada Peserta dan pemberi kerja.
5. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di
Indonesia, wajib menjadi peserta Program Jaminan Sosial.
6. Sangsi adminstratif yang dapat dilakukan oleh BPJS: teguran tertulis dan
denda.
7. Pemerintah mendaftarkan penerima bantuan Iuran dan anggota keluarganya
sebagai peserta kepada BPJS
8. Pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari
pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS.
9. Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung
jawabnya kepada BPJS.
10. Peserta yang bukan pekerja dan bukan penerima bantuan Iuran wajib
membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada
BPJS.
11. Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk Penerima Bantuan Iuran
kepada BPJS.
12. Jika pemberi kerja tidak memungut iuran yang menjadi beban peserta dari
pekerjanya dan tidak menyetorkannya kepada BPJS dan atau jika pemberi
kerja tidak membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya
kepada BPJS, dipidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling
banyak 1 miliar.
13. BPJS Kesehatan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014, semua
pegawai PT. Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan.
14. Pada tanggal 1 Januari 2014 PT. Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS
Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT. Jamsostek (Persero) menjadi pegawai
BPJS Ketenagakerjaan.
15. Paling lambat tanggal 1 Juli 2015 PT. Jamsostek (Persero) mulai beroperasi
menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari
tua, program jaminan pensiun dan program jaminan kematian bagi peserta,
tidak termasuk peserta yang dikelola PT. TASPEN (Persero) dan PT.
ASABRI (Persero).
16. PT. ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun
paling lambat tahun 2029.
Dengan demikian, berdasarkan dari eksplanasi di atas, yang menjadi serta
permasalahan yang lain yakni penerapan kartu indonesia sehat (KIS) yang
direncakan dan akan diterapkan oleh pemerintah. Menurut Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) menyatakan siap mendukung penuh peluncuran sekaligus
berjalannya program Kartu Indonesia Sehat (KIS) ke depan. KIS merupakan program
jaminan kesehatan baru untuk masyarakat yang dicetuskan Presiden RI Joko
Widodo. Selanjutnya menurut Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS
Kesehatan Tono Rustiano mengatakan, masyarakat terutama pengguna BPJS tidak
perlu khawatir perihal program KIS ini. Sebab KIS hanya merupakan merek baru atau
nama lain dari BPJS. "Ini hanya merek baru saja. BPJS sudah terintegrasi dengan KIS.
Dan pengelolaan KIS nantinya juga akan tetap oleh BPJS," Dilanjutkan Tono,
pengintegrasian tersebut telah dan akan dilakukan secara bertahap. "Kita sedang
lakukan bertahap. Tidak hanya pengguna BPJS, seperti Jamkesmas itu juga nantinya
akan kita jadikan KIS secara bertahap," lanjutnya.

Mengingat KIS akan mulai diluncurkan pekan depan, Tono juga mengaku pihaknya
telah melakukan rangkaian persiapan terutama untuk menghadapi ribuan pendaftar
nantinya. "Kita sudah sangat siap. Targetnya 15 ribu dari daftar 1,7 juta dari penduduk
seluruh Indonesia,"

Teknis persiapan BPJS menghadapi peluncuran KIS juga turut disampaikan Direktur
Hukum Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga Purnawarman Basundoro. "Ya
kami sudah melakukan persiapan tentunya dari mulai IT dan segala macam, sampai
komunikasi melalui media juga," kata dia.
dapat diketahui bahwa dalam penyelengggaran jaminan sosial dari hasil
trransformasi lembaga penyelenggara jaminan sosial yakni BPJS dan terdiri dari
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, masih terdapat persero
yang menyelenggarakan jaminan sosial saat ini untuk sampai jangka waktu yang
ditentukan berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi untuk melayani subjek
hukum (peserta) tertentu yang belum bertransformasi menjadi BPJS yakni PT.
ASABRI dan PT TASPEN. serta permasalahan yang lain yakni penerapan kartu
indonesia sehat (KIS) yang direncakan dan akan diterapkan oleh pemerintah.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari eksplikasi pada pembahasan di atas, maka penulis
berkesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa pengertian jaminan sosial mempunyai beberapa aspek yaitu:


a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal
bagi tenaga kerja serta keluarganya.
b. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau
seluruh penghasilan yang hilang.
c. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap
resiko ekonomi maupun sosial.
d. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan
berdampak meningkatkan produktifitas kerja.
e. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung
kemandirian dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko
sosial ekonomi.
2. Bahwa landasan filosofis, yuridis, sosiologis jaminan sosial yakni sebagai
berikut :
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis mengenai ungensinya jaminan sosial adalah
berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak konstitusional setiap orang,
wujud tanggung jawab Negara dalam pembangunan perekonomian nasional
dan kesejahteraan social, asas kemanusiaan dan berkaitan dengan
penghargaan terhadap martabat manusia, dan jaminan sosial bertujuan
untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta
dan/atau anggota keluarganya.

b. Landasan Yuridis
Landasan yuridis jaminan sosial adalah UUD Negara Republik Indonesia
Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam
Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam
Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian
dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (UU SJSN) dan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara
No. 007/PUU-III/2005.
c. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis jaminan sosial yakni terjadi perubahan sosial di dalam
masyarakat tersebut direspon oleh hukum. Salah satu di antaranya adalah
hukum jaminan sosial. Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU
SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat dan menangkap semangat
jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat.
Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara mendasar untuk
memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan
dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-
baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan
peserta.
3. Bahwa jenis-jenis jaminan sosial adalah teridiri dari jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan, jaminan kerja, jaminan hari tua, jaminan pension, jaminan
kematian.
4. Bahwa dalam penyelengggaran jaminan sosial dari hasil trransformasi lembaga
penyelenggara jaminan sosial yakni BPJS dan terdiri dari BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, masih terdapat persero yang
menyelenggarakan jaminan sosial saat ini untuk sampai jangka waktu yang
ditentukan berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi untuk melayani
subjek hukum (peserta) tertentu yang belum bertransformasi menjadi BPJS
yakni PT. ASABRI dan PT TASPEN.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai